BAB 5. PEMBAHASAN
Diare merupakan penyebab kesakitan dan kematian anak yang utama di seluruh dunia.
44
Telah diketahui bahwa defisiensi mikronutrien tertentu berhubungan dengan penyakit diare.
45
Pada saluran pencernaan, diare dan defisiensi vitamin A mempunyai hubungan timbal balik.
6
Studi ini mencoba untuk mendapatkan penanganan diare yang lebih baik dengan menilai
manfaat vitamin A dalam mengurangi keparahan diare akut pada anak. Sejak ditemukan sebagai penyebab penyakit pada manusia di tahun
1973, rotavirus dinyatakan sebagai penyebab diare akut paling penting pada bayi dan balita baik di negara maju maupun negara sedang berkembang,
dengan mekanisme penularan umumnya melalui tinja-mulut.
44
Hal ini sesuai dengan yang ditemukan di Kupang, Nusa Tenggara Timur, pada Agustus
2002 saat terjadi wabah diare. The United States Naval Medical Research Unit No. 2 U.S.NAMRU-2 di Jakarta melaporkan terjadi lebih dari 2000
kasus diare dan 12 kematian akibat diare, dan dari hasil pemeriksaan specimen feses pasien ditemukan rotavirus merupakan penyebab diare
tersebut.
46
Data The Demographic and Health Survey DHS di Iran 2000-2001 melaporkan bahwa rendahnya tingkat pendidikan ibu merupakan faktor risiko
meningkatnya angka kesakitan akibat diare pada anak usia di bawah lima tahun OR = 1.26, IK 95 1.20; 1.32, sedangkan peningkatan tingkat
Universitas Sumatera Utara
pendidikan ibu merupakan faktor protektif pada penurunan angka kematian anak akibat diare OR = 0.52, IK 95 0.46; 0.59. Selain tingkat pendidikan
ibu, ketersediaan air bersih dan lokasi tempat tinggal urban atau rural juga merupakan faktor yang mempengaruhi kejadian diare pada anak.
47
Survei Demografi Kesehatan Indonesia SDKI 1994 menemukan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian diare pada anak balita
adalah faktor sosiodemografi dan lingkungan. Analisa bivariat menunjukkan bahwa pendidikan orangtua dan usia anak sebagai faktor sosiodemografi,
dimana anak usia 12 sampai 24 bulan memiliki 2.23 kali lebih sering kejadian diare daripada usia 25 sampai 59 bulan. Sementara sumber air minum dan
jarak kakus dengan septik tank sebagai faktor lingkungan yang mempengaruhi insiden diare. Analisa multivariat menunjukkan bahwa tingkat
pendidikan ibu, kemiskinan, dan usia anak merupakan faktor dominan yang mempengaruhi insiden diare pada anak usia di bawah lima tahun. Dimana
usia ini merupakan risiko terbesar kejadian diare pada anak.
48
Karakteristik diare akut adalah peningkatan frekuensi pengeluaran tinja
≥ 3x24 jam disertai perubahan konsistensi tinja lembek atau cair selama kurang dari 14 hari.
4
Episode baru diare dapat terjadi setelah dua hari penuh tanpa diare.
43
Kematian akibat diare terutama disebabkan keadaan dehidrasi dan gangguan keseimbangan asam basa.
49
WHO menganjurkan pemberian oralit sebagai terapi pencegahan dan pengobatan dehidrasi.
4
Universitas Sumatera Utara
Pada penelitian ini, pemilihan subjek penelitian adalah sesuai dengan karakteristik diare tersebut, dengan rata-rata frekuensi diare 5.05 kali dalam
24 jam, konsistensi tinja cair dan lembek, volume tinja 75.7 ml per kali diare dan lama diare 26 jam. Subjek dipilih anak usia 6 sampai 60 bulan dengan
usia rata-rata 24 bulan. Anak usia di bawah 6 bulan masih mendapatkan ASI eksklusif sehingga tidak dimasukkan dalam kelompok penelitian. Penilaian
derajat dehidrasi dilakukan berdasarkan kriteria WHO dengan lebih banyak ditemukan sampel tanpa dehidrasi pada kedua kelompok dan semua subjek
penelitian diberikan oralit sesuai derajat dehidrasinya. Berdasarkan gambaran karakteristik subjek didapati bahwa tingkat pendidikan ibu dan
sosioekonomi yang rendah merupakan faktor yang mempengaruhi kejadian diare pada anak. Hanya saja faktor lingkungan tidak dinilai dalam penelitian
ini. Hubungan diare dan status vitamin A, telah diteliti pada tahun 1987
pada 137 anak di Lima,Peru, dengan mengukur kadar serum retinol pada 72 anak dengan diare dan 65 anak tanpa diare. Didapatkan kadar serum retinol
lebih rendah pada anak yang diare.
50
Penelitian di Zambia menunjukkan terjadinya gangguan bioavaibilitas vitamin A pada anak dan dewasa yang
menderita diare.
7
Penelitian di Malatya, Turkey mendapatkan bahwa kejadian diare berulang pada anak berhubungan dengan serum vitamin A yang
rendah.
51
Penelitian di Sudan juga menemukan bahwa suplementasi vitamin A menurunkan risiko terjadinya diare.
25
Universitas Sumatera Utara
Penelitian di Bangladesh menemukan bahwa rendahnya absorpsi vitamin A di usus berhubungan dengan beberapa infeksi terutama diare,
kecacingan dan infeksi pernafasan. Hasil penelitian tersebut menunjukkan adanya hubungan yang sangat erat antara diare dan defisiensi vitamin A,
walaupun tidak jelas apakah diare yang menyebabkan terjadinya defisiensi vitamin A atau sebaliknya atau adanya infeksi lain pada anak.
Juga ditemukan bahwa defisiensi vitamin A memperbesar kemungkinan terjadinya
diare kronik dan disentri.
35
Penelitian di India mendapatkan bahwa kerusakan integritas epitel saluran pencernaan saat terjadi gangguan pencernaan, akan menunjukkan
respon positif dengan pemberian vitamin A.
19
Penelitian selanjutnya di India juga membuktikan bahwa kelompok yang mendapat suplementasi vitamin A
lebih cepat terlihat pemulihan integritas epitel usus dibanding kelompok yang mendapat plasebo, walau bagaimana mekanismenya masih belum jelas.
23
WHO memperkirakan sekitar 254 juta anak pra-sekolah di dunia berisiko tinggi mengalami defisiensi vitamin A, dimana 50 diantaranya
terdapat di Asia Tenggara.
52
Xeropthalmia adalah gambaran karakteristik dan spesifik lesi pada mata yang diakibatkan defisiensi vitamin A, dengan gejala
klinis yang paling awal adalah rabun senja.
53
Berdasarkan data di Indonesia, diperkirakan 5 sampai 10 juta anak di Asia mengalami xeropthalmia setiap
tahunnya, dengan prevalensi tertinggi terjadi pada usia 1 sampai 6 tahun.
17
Universitas Sumatera Utara
Efek samping suplementasi vitamin A ditemukan bila diberikan melebihi dosis rekomendasi. Efek samping dapat berupa muntah, mual,
diare, sakit kepala, demam, dan ubun-ubun membonjol.
54
Mengingat tingginya prevalensi defisiensi vitamin A dan efek samping yang ditimbulkannya pada anak pra-sekolah, WHO telah merekomendasikan
pemberian suplementasi vitamin A pada semua anak terutama di negara sedang berkembang. Dosis yang direkomendasikan yaitu 100 000 IU untuk
usia enam sampai 11 bulan dan 200 000 IU untuk anak berusia 12 bulan atau lebih setiap 3 sampai 6 bulan.
42
Penelitian ini dilakukan di daerah rural di salah satu negara sedang berkembang dengan luas wilayah 223.27 Km
2
, terdiri dari delapan desa pantai dengan sumber air bersih keluarga dari sumur galian dan PAM.
Jumlah kepala keluarga 17 262, dengan jumlah penduduk 69 940 orang yang terdiri dari 29 406 orang 42.04 anak-anak. Mata pencaharian
sebagian besar penduduk adalah nelayan dan petani dengan insiden diare cukup tinggi dan sangat mungkin terjadi keadaan defisiensi vitamin A pada
subjek. Kepada subjek diberikan suplementasi vitamin A sesuai dosis rekomendasi WHO. Pemberian dengan dosis ini terbukti efektif dalam
mengurangi angka mortalitas dan morbiditas akibat defisiensi vitamin A dengan efek samping minimal.
54
Namun pada penelitian ini tidak ditemukan sampel dengan klinis defisiensi vitamin A rabun senja maupun efek samping
setelah pemberian suplementasi vitamin A.
Universitas Sumatera Utara
Pada penelitian ini peneliti berusaha untuk menghindari bias dengan cara mengekslusikan sampel dengan campak dan gizi buruk yang selalu
disertai keadaan defisiensi vitamin A dan memberi respon positif pada pemberian suplementasi vitamin A. Sampel dengan dehidrasi berat, kolera
atau dengan penyakit penyerta yang berat dieksklusikan karena umumnya akan memerlukan pemberian terapi tambahan lain sehingga dapat
mempengaruhi hasil penelitian. Sampel yang mendapat suplementasi vitamin A dalam 4 bulan terakhir juga dieksklusikan untuk menghindari terjadinya
hipervitaminosis A. Telah banyak studi mengenai manfaat pemberian vitamin A dalam
mengurangi keparahan pada diare akut dalam beberapa dekade terakhir, namun masih kontroversial.
6
Vitamin A terbukti berperan dalam memulihkan dan mempertahankan integritas epitel yang rusak akibat diare dan
menstimulasi sistem imun tubuh saat terjadi infeksi.
26,27
Suatu uji klinis yang dilakukan di Brazil mendapatkan penurunan keparahan dan durasi diare dengan pemberian vitamin A.
33
Uji klinis tersamar ganda yang dilakukan di Calcutta pada 174 anak usia 12 sampai 71 bulan
yang mendapat vitamin A 200 000 IU dan plasebo, di dapat hasil yang signifikan dalam menurunkan durasi diare per episode.
55
Di New Delhi, uji klinis acak tersamar ganda yang dilakukan pada anak usia 6 bulan sampai 5
tahun yang mendapat suplementasi vitamin A dosis tunggal sesuai rekomendasi WHO, tidak mendapatkan perbedaan yang signifikan dalam
Universitas Sumatera Utara
rata-rata durasi diare pada kedua kelompok, namun di dapat penurunan durasi diare yang signifikan pada beberapa sampel yang telah mengalami
defisiensi vitamin A.
56
Uji klinis acak tersamar ganda dengan plasebo pada 900 anak usia 12 sampai 60 bulan yang juga dilakukan di New Delhi,
melaporkan terjadi penurunan keparahan diare pada sampel setelah diberi suplementasi vitamin A 200 000 IU.
57
Hasil penelitian tersebut sesuai dengan hasil penelitian ini. Pada penelitian ini, setelah pemberian terapi, ditemukan perbedaan bermakna rata-
rata frekuensi diare per hari, konsistensi tinja per kali diare, serta volume tinja per hari yang dinilai sejak pemberian terapi sampai sembuh. Frekuensi diare
dan konsistensi tinja menjadi normal pada pemantauan hari kedua dan volume tinja sejak pemantauan hari pertama pada kelompok vitamin A.
Sementara pada kelompok plasebo, frekuensi diare dan volume tinja mulai normal pada pemantauan hari ketiga, sedangkan konsistensi tinja pada hari
keempat. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan durasi penyembuhan antara kelompok vitamin A dan plasebo, dimana kelompok
vitamin A lebih cepat mengalami penyembuhan diare daripada kelompok plasebo.
Kesembuhan diare akut dinilai dari frekuensi diare menjadi normal yaitu kurang dari 3x dalam sehari, konsistensi tinja dari cair atau lembek
menjadi normal, serta volume tinja menjadi normal yaitu kurang dari 200 ml
Universitas Sumatera Utara
per hari,
58
yang diamati selama 48 jam.
43
Penyembuhan diare akut dapat terjadi spontan 7 sampai 10 hari tanpa pengobatan.
59
Pada penelitian ini, dengan mengamati frekuensi diare, konsistensi tinja, dan volume diare sejak diberi vitamin A, maka didapati perbedaan yang
bermakna durasi penyembuhan diare yaitu 84.0 jam 3.5 hari pada kelompok vitamin A dan 117.2 jam 4.9 hari pada kelompok plasebo P = 0.001. Jika
dinilai dari hari pertama terjadi diare, didapati rerata lama diare yang dialami kelompok vitamin A adalah 106.9 jam 4.5 hari sedangkan kelompok plasebo
146.5 jam 6.1 hari. Dua penelitian sebelumnya di Indonesia tidak mendapatkan manfaat
suplementasi vitamin A pada anak yang mengalami diare. Perbedaan ini kemungkinan disebabkan oleh beberapa hal. Penelitian yang dilakukan di
Aceh adalah suatu uji klinis acak dengan plasebo yang berbasis komunitas, bertujuan untuk menilai manfaat vitamin A terhadap prevalensi diare pada
anak usia 1 sampai 5 tahun, yang diberikan vitamin A 200 000 IU pada awal penelitian dan enam bulan kemudian dan dilakukan pengamatan selama satu
tahun. Hasilnya, tidak terdapat perbedaan prevalensi diare pada anak pada kedua kelompok. Penelitian lainnya di Jawa Barat adalah suatu uji klinis acak
tersamar ganda dengan plasebo yang berbasis komunitas, bertujuan untuk menilai manfaat vitamin A terhadap insiden dan durasi diare pada anak usia
6 sampai 47 bulan, yang diberikan vitamin A sesuai dosis rekomendasi WHO tiap empat bulan selama 24 bulan. Pada penelitian ini juga dilakukan
Universitas Sumatera Utara
pengukuran serum retinol darah subjek pada awal dan akhir penelitian. Didapati 6 subjek dengan status vitamin A yang defisiensi, 52 rendah dan
selebihnya normal pada awal penelitian, dan pada akhir penelitian didapatkan rerata kadar serum retinol pada kelompok vitamin A 24 lebih tinggi
dibanding kelompok plasebo. Namun tidak didapatkan perbedaan bermakna insiden dan durasi diare pada kedua kelompok pada akhir penelitian.
Sedangkan penelitian ini adalah uji klinis acak tersamar tunggal dengan plasebo yang berbasis rumah sakit, bertujuan untuk menilai manfaat
vitamin A dalam mengurangi keparahan diare akut pada anak usia 6 bulan sampai 5 tahun yang mengalami diare akut dan diberi vitamin A dosis tunggal
sesuai rekomendasi WHO, dan dilakukan pengamatan terhadap frekuensi diare, konsistensi diare, volume tinja dan durasi diare.
Peneliti menyadari bahwa penelitian ini masih belum sempurna dan banyak dijumpai keterbatasan, diantaranya yaitu tidak dilakukannya
ketersamaran ganda dalam pemberian terapi, tidak dilakukannya pemeriksaan status vitamin A sampel sebelum dan sesudah pemberian terapi
sehingga tidak diketahui ada tidaknya hubungan timbal balik diare dan defisiensi vitamin A, serta ketidakmampuan peneliti mengamati setiap harinya
kesembuhan pasien dan hanya berdasarkan keterangan orangtua atau pengasuh sehingga bisa menyebabkan bias pengukuran.
Keterbatasan lannya adalah tidak dilakukannya pemeriksaan feses untuk mengetahui penyebab diare dan tidak dilakukannya analisa terhadap
Universitas Sumatera Utara
faktor lain seperti tingkat pendidikan dan pengetahuan ibu, sarana air bersih, serta kondisi lingkungan pasien yang dapat mempengaruhi kesembuhan
diare akut.
Universitas Sumatera Utara
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN