Pengumpulan Data Jenis Data Teknik Analisis Data Al-Sulthah al-tasri’iyyah

2. Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, pengumpulan data menggunakan tehnik studi dokumenter. Adapaun langkah-langkah pengumpulan data melalui tehnik studi dokumenter tersebut adalah sebagai berikut: a. Mengidentifikasikan dan menjadikan al-Qur’an, Hadist, sumber Hukum Islam lainnya, UUD 1945, dan undang- undang lainnya yang berkaitan dengan materi pembahasan tugas akhir penulis yang bersifat Primer. b. Mengidentifikasikan bahan-bahan pustaka, yang bersifat sekunder, menyangkut Ketatanegaraan Islam Fiqh Siyasah c. Mengidentifikasikan bahan-bahan pustaka, yang bersifat sekunder, menyangkut Sistem Tata Negara Islam dan Indonesia. d. Mengkompilasi, mengkritisi dan menginterpretasi data hasil penelaahan bahan pustaka tersebut. e. Memformulasikan hasil dari langkah-langkah diatas ke dalam bentuk penulisan Proposal Skripsi.

3. Jenis Data

Pada tahap ini jenis data yang di gunakan adalah data kualitatif dengan menggunakan analisis dokumenter tehadap UUD 1945 sebelum sesudah amandemen, dan Tinjauan hukum Islam menyangkut Kewenangan Presiden.

4. Teknik Analisis Data

Teknik analisis ini diawali dengan mengkompilasi berbagai dokumen seperti, buku, skripsi, dan lain-lain termasuk juga peraturan perundang- undangan yang berkaitan khususnya dengan Kewenangan Presiden. Dari data yang terkumpul baik secara normatif dilakukan analisa bahan hukum secara kualitatif, artinya dilakukan dengan menguraikan, mengidentifikasikan, menyusun dan mengolah dan menguraikan secara sistematis, Kemudian dilakukan analisa dengan menjabarkan, menginterpetasikan dengan penafsiran sistematis, sosiologis, historis, dan menyusunnya secara logis dan sistematis. Kemudian setelah itu dilakukan evaluasi terhadap bahan yang telah dieksplanasi, yakni nilai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Dari hasil ini diperoleh kemudian disimpulkan terhadap permasalahan dengan metode deduktif dan disajikan.

2. Teknik Penulisan Skripsi

Adapun teknik penulisan skripsi ini menggunakan buku pedoman penulisan skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Cet ke-1 tahun 2007.

E. Review Studi Terdahulu

Dari literatur yang telah penulis telaah, terdapat beberapa karya tulis yang dijadikan acuan awal oleh penulis dan untuk menjaga keaslian judul yang akan penulis ajukan dalam dalam skripsi ini. Perlu kiranya penulis uraikan juga beberapa buku atau karangan yang berkaitan atau mengkaji isu seperti ini: Skripsi dengan judul: “Impeachment Presiden menurut UUD 1945 hasil amandemen dalam tinjauan Ketatanegaraan Islam” oleh Irwanto, program studi Ketatanegaraan Islam, jurusan Jinayah Siyasah tahun 2008, bertolak pada Impeachment dalam perspektif Politik Islam mekanisme dan lembaga Kepresidenan Negara Kesatuan Republik Indonesia NKRI dan analisis mekanisme proses Impeachment Presiden hasil amandemen UUD 1945. Skripsi dengan judul: “Al-Sultah al-Tasyri’iyyah di Indonesia: studi terhadap lembaga Negara pasca amandemen UUD 1945” oleh Indi Karim Makin Ara, Program studi Siyasah Syar’iyyah Jurusan Jinayah Siyasah tahun 2004, memberikan deskripsi mengenai studi Lembaga-lembaga Negara di Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945 dalam klasifikasi al-Sultah al-Tasri’iyyah. Secara spesifik skripsi ini mengulas keberadaan, kedudukan dan peran serta hubungan antara lembaga satu dengan lembaga yang lain. Dalam buku Konstitusi dan Ketatanegaraan Indonesia Kontemporer, dijelaskan tentang gagasan dan pemikiran Jimly asshidiqie dalam Konstitusi dan Ketatanegaraan Indonesia Kontemporer, konstitusi dan konstitusionalisme negara, Demokrasi, dan Lembaga Politik seputar amandemen UUD 1945. Buku ini mendokumentasikan perkembangan dan pemikiran tentang Konstitusi dan Ketatanegaraan pasca perubahan UUD 1945 yang kemudian diharapkan dapat berkembangnya pemikiran mengenai hukum konstitusi dan ketatanegaraan Indonesia. Dalam buku Hukum Tata Negara dan Kepemimpinan dalam takaran Islam, membahas tentang hukum Tata Negara dan Kepemimpinan agama. Imamah kepemimpinan negara adalah dasar bagi terselenggaranya dengan baik ajaran-ajaran agama dan pangkal dari terwujudnya kemaslahatan umat. Sehingga kehidupan masyarakat menjadi aman dan sejahtera. Dalam buku Prinsip-prinsip Pemerintahan dalam Piagam Madinah karya J. Suyuthi Pulungan, yang menuliskan tentang isi dari Piagam Madinah yang dianggap sebagai konstitusi pertama yang dibuat oleh Rasulullah, yang dapat mendeskripsikan bagaimana tinjauan Islam terhadap konstitusi. Dalam buku Fiqh Siyasah, yang ditulis oleh Drs. M. Iqbal, M.Ag, yang mendokumentasikan Konstitusi menurut Perspektif Islam. Buku ini dapat mendeskripsikan bagaimana bentuk Konstitusi dalam Islam. Dalam buku Konsep Negara Islam menurut Fazlur Rahman, yang ditulis oleh M. Hasbi Amirudin, bahwa buku ini berisi tentang pemikiran ataupun gagasan Fazlur Rahman mengenai Konsep Negara Islam. Dalam skripsi tentang “Sumber Hukum Konstitusionalitas UU perbandingan Indonesia dengan Negara Muslim Pakistan, Iran, dan Mesir, yang ditulis oleh Muhammad Zamroni, Program Studi Siyasah Syar’iyyah jurusan Jinayah Siyasah tahun 2009. Skripsi ini membahas tentang Sumber hukum dalam konstitusi modern, konstitusionalitas UU di Indonesia dan perbandingan sumber hukum dan konstitusionalitas UU di Indonesia dengan Negara Muslim Pakistan, Mesir, dan Iran. Secara umum dan komprehensif tinjauan review dan pustaka diatas telah banyak menyinggung mengenai penerapan terhadap Perubahan Kewenangan Presiden pasca amandemen UUD 1945. Atas dasar itu, penulis berinisiatif untuk meninjau lebih dalam mengenai mekanisme Konstitusi UUD 1945 Indonesia, serta bagaimana perubahan Kewenangan Presiden pasca amandemen UUD 1945 dan menurut persfektif Islam. yang merupakan perbedaan spesifik dibanding karya tulis yang ada. Mengenai pedoman penulisan skripsi ini, penulis menggunakan “Buku penulisan Skripsi” yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah Hukum. Penggunaan dari berbagai macam tinjauan pustaka ini untuk menjadi acuan dalam melaksanakan penulisan, agar dapat mencapai tujuannya. Dengan adanya patokan ini, diharapkan dapat membuat penulis lebih mudah dalam melaksanakan skripsi. F. SISTEMATIKA PENULISAN Adapun penelitian ini, maka penulis membagi kedalam beberapa bab, masing- masing bab mempunyai spesifikasi pembahasan mengenai topik-topik dengan sistematika: BAB I : PENDAHULUAN Sebagaimana layaknya laporan penelitian, maka dalam bab ini menjelaskan mengenai Latar Belakang Masalah, Rumusan, dan Pembatasan Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Metode Penelitian dan Sistematika Penelitian. Yang bertujuan untuk mengetahui garis besarnya dari skripsi penulis. BAB II :KONSEP LEMBAGA NEGARA DALAM ISLAM DAN MENURUT UUD 1945 Penjelasan pada bab ini bertujuan sebagai tolak ukurvariabel bagi Konsep Lembaga negara dalam Islam, dan juga sebagai pintu gerbang pembaca agar lebih memahami isi skripsi penulis. Dalam bab ini menjelaskan tentang Konsep Lembaga Negara Dalam Islam yaitu Al-Sulthah al-tasyri’iyyah, Al-Sulthah al-tanfidziyah, Al- Sulthah al-qadha’iyyah. Dan Konsep Lembaga Negara Menurut UUD 1945, yaitu Legislatif, Eksekutif, dan Yudikatif. BAB III :KEPRESIDENAN NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA NKRI Penjelasan pada bab ini bertujuan sebagai tolak ukurvariabel bagi , Kepresidenan Negara Kesatuan Republik Indonesia NKRI dan juga sebagai pintu gerbang pembaca agar lebih memahami isi skripsi penulis pada bab ini. Dalam bab ini menjelaskan tentang Pemerintahan Presidensial, Presiden dan Wakil Presiden, dan Kewengan Presiden BAB IV :ANALISIS KEWENANGAN PRESIDEN MENURUT UUD 1945 DAN DALAM PERSPEKTIF KETATANEGARAAN ISLAM Penjelasan pada bab ini bertujuan sebagai tolak ukurvariabel bagi Kewenangan Presiden Indonesia, dan juga sebagai pintu gerbang pembaca agar lebih memahami isi skripsi penulis pada bab ini. Dalam bab ini menjelaskan Analisis Mekanisme Kewenangan Presiden Indonesia sebelum Amandemen UUD 1945, dan Perubahan Kewenangan Presiden dalam ketentuan hasil Amandemen UUD 1945, Kewenangan Presiden atau Kepala Negara dalam Perspektif Ketatanegaraan Islam, Persamaan Perbedaan Kewenangan Presiden menurut UUD 1945 dan Ketatanegaraan Islam. BAB V : PENUTUP Pada bab ini penulis menarik kesimpulan dari pembuktian atau uraian yang telah ditulis dan bertalian erat dengan dengan pokok masalah, dan saran-saran penulis, apabila ada kesalahan dan kekurangan penulis dalam penulisan skripsi ini. BAB II KONSEP LEMBAGA NEGARA DALAM ISLAM DAN MENURUT UUD 1945

A. Konsep Lembaga Negara Dalam Islam

Dalam sejarah Ketatanegaraan Islam, terdapat tiga badan kekuasaan, yaitu: Sulthah al-tasyri’iyyah Kekuasaan Legislatif, Sulthah al-thanfidziyah Kekuasaan Eksekutif, Sulthah al-qadha’iyyah Kekuasaan Yudikatif. Prinsip kedaulatan rakyat menjadi latar belakang terciptanya struktur dan mekanisme kelembagaan negara dan pemerintahan yang menjamin tegaknya sistem hukum dan berfungsinya sistem demokrasi. Dari segi kelembagaan, prinsip kedaulatan rakyat itu biasanya diorganisasikan melalui sistem pemisahan kekuasaan separation of power atau pembagian kekuasaan distribution of power. Sedangkan dalam Islam yang menjadi latar belakang terciptanya struktur dan mekanisme kelembagaan negara dan pemerintahan adalah berdasarkan prinsip-prinsip tertentu yang ditetapkan Al-Qur’an dan Hadist Nabi SAW. Prinsip pertama adalah bahwa seluruh kekuasaan di alam semesta ada pada Allah karena ia yang telah menciptakannya. Prinsip kedua adalah bahwa hukum Islam ditetapkan oleh Allah dalam Al-Qur’an dan Hadits Nabi, sedangkan Hadits merupakan penjelasan tentang Al-Qur’an 1 . 1 Hakim Javid Iqbal, Masalah-masalah Teori Politik Islam, cet III, Bandung: Mizan, 1996, h. 57 17 Sesuai dengan tujuan negara yaitu menciptakan kemaslahatan bagi seluruh manusia, maka negara mempunyai tugas-tugas penting dalam merealisasikan tujuan tersebut. Ada tiga tugas yang dimainkan dalam hal ini 2 .

1. Al-Sulthah al-tasri’iyyah

Tugas Al-sulthah al-tasyri’iyyah adalah menciptakan perundang-undangan yang sesuai dengan ajaran Islam. Dalam hal ini, negara memiliki kewenangan melakukan interpretasi, analogi dan inferensi atas nash-nash Al-Qur’an dan Hadits. Interpretasi adalah usaha negara untuk memahami dan mencari maksud sebenarnya tuntunan hukum yang dijelaskan nash. Sedangkan analogi adalah melakukan metode kias suatu hukum yang ada nashnya, terhadap masalah yang berkembang berdasarkan persamaan sebab hukum. Sementara inferensi metode membuat perundang-undangan dengan memahami prinsip-prinsip syari’ah dan kehendak Syar’I Allah. Bila tidak ada nash sama sekali, maka wilayah kekuasaan legislatif sejauh tidak menyimpang dari prinsip-prinsip ajaran Islam. Dalam realitas sejarah, kekuasaan legislatif ini dilaksanakan oleh ahl-al-hall wa al-‘aqd 3 . Secara harfiyah, ahl-al-hall wa al-‘aqd berarti orang yang dapat memutuskan dan mengikat. Para ahli fiqh siyasah, pengertian ahl-al-hall wa al-‘aqd sebagai orang yang memiliki kewenangan untuk memutuskan dan menentukan sesuatu atas nama umat warga negara. Dengan kata lain, ahl-al-hall wa al-‘aqd 2 Muhammad Iqbal, Fiqh Siyasah, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2001, h. 136 3 Ibid……, h.137 adalah lembaga perwakilan yang menampung dan menyalurkan aspirasi atau suara masyarakat. Anggota ahl-al-hall wa al-‘aqd terdiri dari orang-orang yang berasal dari berbagai kalangan dan profesi. Merekalah yang antara lain bertugas menetapkan dan mengangkat kepala negara sebagai pemimpin pemerintahan 4 . Pembentukan lembaga ahl-al-hall wa al-‘aqd perlu dalam pemerintahan Islam, mengingat banyaknya permasalahan kenegaraan yang harus diputuskan secara bijak dan pandangan yang tajam, sehingga mampu menciptakan kemaslahatan umat Islam. Para ahli fiqh siyasah menyebutkan beberapa alasan pentingnya pelembagaan majlis syura’ ini. Yaitu: Pertama, rakyat secara keseluruhan tidak mungkin dilibatkan untuk dimintai pendapatnya tentang masalah kenegaraan dan pembentukan undang-undang. Oleh karena itu harus ada kelompok masyarakat yang bisa diajak musyawarah dalam menentukan kebijaksanaan pemerintahan dan pembentukan perundang-undangan. Kedua, rakyat secara individual tidak mungkin dikumpulkan untuk melakukan musyawarah di suatu tempat, apalagi di antara mereka pasti ada yang tidak mempunyai pandangan yang tajam dan tidak mampu berfikir kritis. Mereka tentu tidak mampu mengemukakan pendapat dalam musyawarah. Ketiga, musyawarah hanya bisa dilakukan apabila jumlah pesertanya terbatas. Kalau seluruh rakyat dikumpulkan di suatu tempat untuk melakukan musyawarah, dipastikan musyawarah tersebut tidak akan terlaksana. 4 Muhammad Iqbal, Fiqh Siyasah. h.137-138 Keempat, kewajiban amar ma’ruf nahi munkar hanya bisa dilakukan apabila ada lembaga yang berperan untuk menjaga kemaslahatan antara pemerintah dan rakyat. Kelima, ajaran Islam sendiri yang menekankan perlunya pembentukan lembaga musyawarah. Nabi sendiri menekankan dan melaksanakan musyawarah dengan para sahabat untuk menentukan suatu kebijaksanaan pemerintahan. Sebagaimana dalam surat al-Imran ayat 159 5 : ☺ ☺ ⌧ ⌧ ⌧ ⌧ ☺ Artinya: “Maka disebabkan Rahmat dari Allah lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekililingmu. Karena maafkanlah mereka mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu.”Ali Imran: 159 2. Al-Sulthah al-tanfidziyah Tugas Al-Sulthah al-tanfidziyah adalah melaksanakan undang-undang. Di sini negara memiliki kewenangan untuk menjabarkan dan mengaktualisasikan perundang- 5 Muhammad Iqbal, Fiqh Siyasah.h. 142-143 undangan yang telah dirumuskan tersebut. Dalam hal ini, negara melakukan kebijaksanaan baik yang berhubungan dengan dalam negeri maupun yang menyangkut dengan hubungan sesama negara hubungan internasional. Pelaksana tertinggi kekuasaan ini adalah pemerintahan kepala negara dibantu oleh para pembantunya kabinet atau dewan mentri yang dibentuk sesuai dengan kebutuhan dan tuntunan situasi yang berbeda antara satu negara dengan negara Islam lainnya 6 . Kepala negara dan Pemerintahan diadakan sebagai pengganti fungsi kenabian dalam menjaga agama dan mengatur dunia. Pengangkatan kepala Negara untuk memimpin umat adalah wajib menurut ijma. Jika kepemimpinan negara ini kewajiban, maka kewajiban itu gugur atas orang lain, jika tidak ada seorang pun yang menjabatnya maka kewajiban ini dibebankan kepada dua kelompok manusia. Pertama adalah orang-orang yang mempunyai wewenang memilih Kepala Negara bagi umat Islam, kedua adalah orang-orang yang mempunyai kompetensi untuk memimpin negara sehingga mereka menunjuk salah seorang dari mereka yang memangku jabatan itu 7 . Kewajiban-kewajiban yang harus diemban Kepala Negara itu meliputi semua kewajiban umum baik yang berkenaan dengan tugas-tugas keagamaan maupun kemasyarakatan, yang terdapat dalam al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah seperti 6 Muhammad Iqbal, Fiqh Siyasah, h.137 7 Imam al-Mawardi, Hukum Tata Negara dan Kepemimpinan dalam takaran Islam, Jakarta: Gema Insani, 2000, h. 16-17 mempertahankan agama, menegakkan keadilan atau menyelesaikan perselisihan pihak yang bersengketa melalui penerapan hukum, mencegah kerusuhan dan melindungi hak-hak rakyat, melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar dan jihad, mengatur perekonomian negara dan membagi rampasan perang, dan sebagainya. Kewajiban utama dari seorang imam adalah mempraktikkan totalitas syari’ah didalam umat dan menegakkan institusi-institusi yang menyerukan kebajikan dan mencegah kejahatan. Di samping itu, wewenang Imam atau Kepala Negara adalah:

1. Menegakkan hukum dan bertindak juga sebagai juru bicara bagi