Perubahan Kewenangan Presiden dalam Ketentuan UUD 1945 Hasil Amandemen

B. Perubahan Kewenangan Presiden dalam Ketentuan UUD 1945 Hasil Amandemen

Dari sudut pandang akademis, sebenarnya telah lama ditemukan bahwa perubahan atau amandemen atas UUD 1945 itu perlu dilakukan karena memuat sejumlah kelemahan yang menyebabkan tampilnya pemerintahan yang tidak demokratis. Hanya saja selalu berbenturan dengan realitas yang menolak bahkan mengancamnya. Selama orde lama dan orde baru pandangan akademis tentang politik dan konstitusi selalu menghadapi ancaman bahkan dikait-kaitkan dengan tindakan yang diancam dengan hukuman berat, sehingga wacana ini hanya berkembang di lingkungan kampus dalam waktu yang tidak terlalu lama. Pandangan akademis ini menyimpulkan bahwa perlunya amandemen atas UUD 1945 disebabkan oleh adanya empat kelemahan UUD 1945 6 , yaitu: Pertama, UUD 1945 membangun sistem politik yang executive heavy dalam arti memberi porsi terbesar kekuasaan kepada Presiden tanpa mekanisme checks and balances yang memadai. Presiden menjadi penentu semua agenda politik nasional karena selain sebagai kepala negara dan kepala eksekutif secara praktis Presiden juga adalah kepala Legislatif. Kedua, UUD 1945 terlalu banyak memberi atribusi dan delegasi kewenangan kepada Presiden untuk mengatur lagi hal-hal penting dengan UU maupun dengan 6 Moh. Mahfud MD, Dasar Struktur Ketatanegaraan Indonesia, h.154 Peraturan Pemerintah. Dalam mengatur hal penting dalam UU, Presiden selalu berada pada posisi lebih menentukan daripada DPR, sehingga banyak materi UU yang bersumber pada kehendak-kehendak Presiden saja. Ketiga, UUD 1945 memuat beberapa pasal yang ambigu atau multitafsir sehingga bisa ditafsirkan dengan bermacam-macam tafsir, tetapi tafsir yang harus diterima adalah tafsir yang dibuat oleh Presiden. Keempat, UUD 1945 lebih mengutamakan semangat penyelenggara daripada kekuatan sistemnya. Di dalam penjelasan yang kemudian dijadikan pedoman yang sekuat UUD itu sendiri disebutkan bahwa yang penting adalah semangat penyelenggara, jika penyelenggara Negara baik maka Negara akan baik. Pernyataan ini benar, tetapi belum memuat semua yang benar, sebab selain itu ada juga yang harus dinyatakan yakni bahwa sistem juga harus baik. Orang yang baik, jika bekerja dalam sistem yang tidak baik akan rusak juga, tetapi sistem yang baik, jika tidak dilaksanakan oleh orang-orang yang baik bisa jelek juga. Oleh sebab itu, harus ada keseimbangan antara orang dan sistem. Karena kelemahan-kelemahan itulah maka selama menggunakan UUD 1945 Negara Indonesia tidak pernah terselenggara secara demokratis. Sistem politik otoriter yang dibangun oleh pemerintah melalui akumulasi kekuasaan secara terus menerus dengan menggunakan UUD 1945 itu telah melemahkan supremasi hukum. Karena hukum tidak lagi “supreme”. Yang supreme adalah kekuasaan yang dalam prakteknya sangat menentukan karakter isi dan penegakkan hukum 7 . Gerakan reformasi telah berhasil mengajak bangsa ini melakukan amandemen atau perubahan. Atas UUD 1945 karena sejumlah kelemahan yang melekat padanya telah menyebabkan terjadinya otoriterisme kekuasaan yang pada gilirannya mebawa bangsa ini ke krisis multidimensi karena banyak terjadi pelanggaran HAM, dan pelaku KKN. Pada bulan Agustus dan September 1999 beberapa partai politik besar telah bersepakat untuk memperjuangkan amandemen pada SU MPR tahun 1999. Dan amandemen benar-benar terjadi ketika SU MPR memutuskan perubahan atas Sembilan pasal UUD 1945 8 , yaitu: Pasal 5 ayat 1 Semula berbunyi: Presiden memegang kekuasaan membentuk undang-undang dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Setelah Perubahan Pertama berbunyi: Presiden berhak mengajukan rancangan Undang-undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat. 7 Moh. Mahfud MD, Dasar Struktur Ketatanegaraan Indonesia, h. 154-156 8 Ibid…..157 Pada perubahan pasal 5 tampak perimbangan kekuasaan hubungan antara Presiden dan DPR. Perubahan pada pasal ini, agar Presiden di beri haknya untuk mengajukan rancangan undang-undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Pasal 7 Semula berbunyi: Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatannya selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali. Setelah Perubahan Pertama berbunyi: Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatannya selama masa lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatannya yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan. Perubahan atas pasal ini dipandang sebagai langkah yang tepat untuk mengakhiri perdebatan tentang periodisasi jabatan Presiden dan Wakil Presiden 9 . Pasal 9 Semula berbunyi: Sebelum memangku jabatannya Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut agama atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan Majelis Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat. Setelah Perubahan Pertama berbunyi: 9 Ni’matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia,Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006, h.186 1 Sebelum memangku jabatannya, Preiseden dan Wakil Presiden bersumpah menurut agama, atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan Majelis Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat. 2 Jika Majelis Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat tidak dapat mengadakan sidang, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut agama dan berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan Majelis Permusyawaratan Rakyat dengan disaksikan oleh Mahkamah Agung. Perubahan pada pasal ini, ada penambahan lembaga peradilan negara yaitu Mahkamah Agung. Agar bisa sebagai saksi dalam sumpah Presiden. Pasal 13 Semula berbunyi: 1 Presiden mengangkat duta dan konsul 2 Presiden menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat. Setelah Perubahan Pertama Berbunyi: 1Dalam hal mengangkat duta, Presiden memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat. 2Presiden menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat. Pada perubahan pasal 13 tampak perimbangan kekuasaan hubungan antara Presiden dan DPR. Perubahan terhadap pasal ini dikatakan sebagai pengurangan atas kekuasaan Presiden yang selama ini prerogatif 10 . Ini penting dalam menjaga obyektivitas terhadap kemampuan dan kecakapan seseorang pada jabatan itu, maka adanya pertimbangan dari Dewan Perwakilan Rakyat 11 . Pasal 14 Semula berbunyi: Presiden memberi grasi, amnesti, abolisi dan rehabilitasi. Setelah Perubahan pertama berbunyi: 1 Presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung. 2 Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat Alasan perlunya Presiden memperhatikan pertimbangan dari Mahkamah Agung adalah karena Mahkamah Agung sebagai Lembaga peradilan tertinggi yang paling 10 Ni’matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia, h.187 11 Ibid…, h.188 tepat memberikan pertimbangan kepada Presiden. Mengenai hal itu karena grasi menyangkut putusan hakim sedangkan rehabilitas tidak selalu terkait dengan putusan hakim 12 . Pasal 15 Semula berbunyi: .Presiden memberi gelar, tanda jasa dan lain-lain tanda kehormatan. Setelah perubahan pertama berbunyi: Presiden memberi gelar, tanda jasa dan lain-lain tanda kehormatan yang diatur dengan undang-undang. Perubahan pasal ini berdasarkan pertimbangan agar Presiden dalam memberikan berbagai tanda kehormatan kepada siapapun baik warga negara, orang asing, badan atau lembaga didasarkan pada undang-undang 13 . Pasal 17 Semula berbunyi: 2 Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. 12 Ni’matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia, h.189 13 Ni’matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia, h.189 3 Menteri-menteri itu memimpin departemen pemerintahan. Setelah perubahan pertama berbunyi: 2 Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. 3 Setiap menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan. Perubahan pada pasal ini, agar setiap menteri mempunyai tanggung jawab dalam pemerintahan. Pasal 20 Semula berbunyi 1 Tiap-tiap undang-undang menghendaki persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. 2 Jika sesuatu rancangan undang-undang tidak mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat, maka rancangan tadi tidak boleh dimajukan lagi dalam persidangan Dewan Perwakilan Rakyat masa itu. Setelah Perubahan Pertama berbunyi: 1 Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang. 2 Setiap rancangan undang-undang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama. 3 Jika rancangan undang-undang itu tidak mendapat persetujuan bersama, rancangan undang-undang itu tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan Dewan Perwakilan Rakyat masa itu. 4 Presiden mengesahkan rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama untuk menjadi undang-undang. Pada perubahan pasal 20 tampak perimbangan kekuasaan hubungan antara Presiden dan DPR dalam mengesahkan rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama untuk menjadi undang-undang. Pasal 21 Semula berbunyi: 1 Anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat berhak mengajukan rancangan undang-undang. 2 Jika rancangan itu, meskipun disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat, tidak disahkan oleh Presiden, maka rancangan tadi tidak boleh dimajukan lagi dalam persidangan Dewan Perwakilan Rakyat masa itu. Setelah Perubahan Pertama berbunyi: Anggota Dewan Perwakilan Rakyat berhak mengajukan usul rancangan undang- undang. Persamaan kekuasaan hubungan antara Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat dalam megajukan usul rancangan undang-undang. Tampak bahwa dari hasil amandemen atau perubahan pertama itu belum ada perubahan terhadap konstitusionalisme, kecuali menyangkut pembatasan masa jabatan Presiden yang tegas-tegas menyebut dipilih maksimal dua kali masa jabatan, dan sedikit Perubahannya lebih bersifat semantik dan belum menyentuh masalah- masalah penting sebagai upaya membendung tampilnya pemerintahan yang otoriter 14 . Perubahan UUD 1945 yang berimplikasi pada penyelenggaraan kekuasaan Negara yaitu mempertegas kekuasaan dan wewenang masing-masing lembaga Negara seperti Lembaga Kepresidenan. Dalam UUD 1945 Presiden Republik Indonesia adalah kepala pemerintahan Negara kesatuan Republik Indonesia. Setelah adanya perubahan Amandemen UUD 1945, dalam pasal 6A, Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat. Sebelum adanya perubahan Amandemen UUD 1945, Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh MPR. Setelah adanya perubahan Amandemen UUD 1945, 14 Moh. Mahfud MD, Dasar Struktur Ketatanegaraan Indonesia, h. 160-164 Presiden tidak lagi bertanggung jawab kepada DPR, dan kedudukan antara Presiden dan MPR setara 15 .. Sesuai dengan prinsip perubahan UUD 1945 untuk mempertegas sistem presidensial dan dianutnya pemisahan cabang-cabang kekuasaan negara yang utama dengan prinsip Check and Balances, maka perubahan UUD 1945 berakibat pula perubahan di bidang kekuasaan eksekutif, sebagai berikut: 1. Memegang kekuasaan eksekutif menurut UUD 1945 Pasal 4 ayat 1. 2. Presiden dan Wakil Presiden tidak lagi dipilih oleh MPR, melainkan dipilih oleh rakyat secara langsung secara berpasangan dari calon yang diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik Pasal 6A. 3. Masa jabatan Presiden selama 5lima tahun secara tegas dibatasi untuk dua periode Pasal 7. 4. Ditentukannya syarat-syarat yang lebih rinci untuk menjadi Presiden dan Wakil Presiden Pasal 6. 5. Ditentukannya mekanisme impeachment terhadap Presiden yang melibatkan DPR, Mahkamah Konstitusi dan DPR Pasal 7A dan 7B. 6. Penegasan bahwa Presiden tidak dapat membubarkan DPR Pasal 7C. 7. Pelaksanaan hak-hak prerogatif Presiden sebagai Kepala Negara harus dengan persetujuan atau pertimbangan DPR. 15 Jimly Asshidiqie, Hukum Konstitusi Mahkamah Konstitusi, Jakarta: Konstitusi Press, 2006, h. 54 8. Pengangkatan pejabat-pejabat publik, seperti anggota BPK Pasal 23F, Hakim Agung Pasal 24A ayat 3, anggota Komisi Yudisial Pasal 24B ayat 3 harus dengan persetujuan DPR. 9. Presiden berwenang membentuk DPA yang dihapuskan. 10. Dalam pembentukkan, pengubahan, dan pembubaran kementrian harus diatur dengan UU Pasal 17 ayat 4, tidak bebas seperti sebelumnya 16 .

C. Kewenangan Presiden atau Kepala Negara Menurut Perspektif Ketatanegaraan Islam