harmonis. Buku ini merupakan ceramahnya yang disampaikan pada bulan Ramadhan.
Introduction to Kalam, buku ini membahas tentang ilmu kalam yang merupaka ilmu yang mengaji mengenai dasar-dasar pokok aqidah seseorang
terhadap teologi. Man and Universe, buku ini merupakan akumulasi poin-poin penting tentang berbagai problematika manusia dan alam semesta yang
diimbangi dengan argumentasi yang ilmiah, filosofis, logis serta merujuk kepada al-
Qur’an. Mas’alê-ye Syenôkh, buku ini merupakan kumpulan ceramahnya
tentang penguatan landasan filsafat Islam yang pada waktu itu penganut Marxisme melakukan aktifitas besar-besaran di bidang kebudayaan. Penguatan
itu dengan cara memperbaiki kerangka pemikiran umat Islam dalam ranah epistemologis yang mengarahkan pada hakikat epistemologi Islam. Ceramah itu
disampaikan pada bulan Muharram 1397 H1977 M. Perspektif al-
Qur’an tentang Manusia dan Agama, buku ini menjelaskan menenai tiga persoalan pokok yaitu manusia dan keimanan,
manusia menurut al- Qur’an, manusia dan takdirnya.
3. Kedudukan Murtadlâ Muthahharî dalam Pemikiran Islam
Murtadlâ adalah pemikir yang mengabdikan hidupnya untuk perjuangan ideologi dan politik.
53
Selain itu ia merupakan seorang cendekiawan muslim yang mempunyai pengetahuan dan wawasan mendalam tentang berbagai hal.
53
Haidar Bagir, Murtadlâ Muthahharî Sang Mujahid Bandung: Yayasan Muthahharî, 1988, h. 56-58.
Syamsuri menyebutkan bahwa ia adalah intelektual muslim yang taat beragama, moderat, dan terbuka dan senantiasa berkeinginan mengembangkan
dan memperluas wawasan berpikir generasi muda Islam Iran dan meningkatkan kualitas pendidikan mereka.
54
Beliau adalah seorang filosof besar yang tidak hanya menguasai filsafat Islam, namun juga filsafat Barat. Meskipun ia juga menguasai filsafat Barat,
tetapi ia tetap menjadi cendikiawan yang sangat gagah dan tidak pernah rendah diri terhadap ilmuwan Barat, bahkan ia tidak malu untuk mengutip pemikiran-
pemikiran ilmuwan Islam. Tidak sama dengan kebanyakan ilmuan yang merasa rendah diri dihadapan pemikir barat sehingga kemudian ia memuja pemikiran
Barat tanpa berpikir kritis terhadapnya. Dari pemikiran dan metodologi yang beliau gunakan, Murtadlâ
termasuk dalam kategori pemikiran Islam atau islamic thought al-fikr al- islâmî. Beliau sudah menggunakan metode dan pendekatan dalam
pemikirannya, namun di samping itu juga beliau masih berada dalam lingkaran sebagai seorang muslim yang taat terhadap agama Islam sekte Syi
’ah, sebagai agama yang beliau anut sejak kecil.
Tidak heran, karena memang sejak dini ia sudah memperlihatkan kecenderungan yang kuat pada filsafat Islam. Kecenderungannya itu dipicu oleh
pandangannya tentang filsafat sebagai senjata ideologi yang ampuh untuk menghadapi ide-ide sekular yang tersebar cepat di Iran pada waktu itu.
54
Syamsuri, “Manusia Sempurna Perspektif Murtadlâ Muthahharî”, h. 15.
Dari aspek pemikiran, Muthahharî memang tidak kalah intelektualnya dengan ilmuan barat yang terkenal seperti Sartre, Heidegger atau Buber. Karena
dalam pemikiran mengenai eksistensi manusia dan alam, Muthahharî sudah melakukan permenungan yang aktif dan menyajikannya dengan sangat kritis
dan analitis.
55
Sedangkan dalam ranah filosof muslim, ia disamakan dengan al- Ghazâlî. Kesamaannya terletak pada kecenderungannya melihat filsafat sebagai
senjata ampuh ideologi untuk menangkal ide-ide filosofis. Tetapi perbedaannya ialah terletak lawan yang dihadapinya. Kalau al-Ghazâlî menghadapi ide-ide
filosofis para filosof muslim yang dianggap tidak ortodoks. Sedangkan yang dihadapi Muthahharî ialah ide-ide sekular Barat, khususnya Marxisme. Tetapi
keduanya mempunyai semangat yang sama.
56
Dalam mengkritik ideologi Marxisme, Muthahharî sampai pada satu kesimpulan bahwa ideologi Marxisme tidak sesuai dengan ideologi Islam,
sehingga tidak pantas bagi ummat untuk mengusung ideologi tersebut. Memudahkan
memahami argumentasi
yang dipakainya,
Muthahharî mengajukan diagram di bawah ini.
Epistemologi -- Paradigma -- Ideologi -- Praktik Diagram di atas menjelaskan relasi antara ideologi dengan paradigma
worldview seseorang ibarat fondasi dasar sebuah bangunan dengan bagian
55
Jalaluddin Rahmat , “Mutahhari: Sebuah Model Buat Para Ulama’,”, h. 8.
56
Mulyadi Kartanegara, Renungan-renungan Filosofis Murtadlâ Muthahharî Makalah Seminar Internasional Pemikiran Murtadlâ Muthahharî di Auditorium Adhiyana Wisma Antara lt.2,
2004, h. 4.
atas bangunan tersebut. Singkatnya, ideologi sebagai hikmat amali ilmu praktis mesti berlandaskan pada hikmat nazhari ilmu teoritis tertentu.
57
Tetapi menurut Ḥamîd Dabbashî -sebagaimana diungkapkan Mulyadi
Kartanegara dalam makalahnya- bahwa sumber-sumber yang dipakai Muthahharî untuk mempelajari Marxisme ini adalah sekunder, yaitu sumber-
sumber yang bisa ia dapatkan dalam bahasa Persia, baik pamplet-pamplet oleh kaum Marxis yang tergabung dalam partai Tudeh, atau terjemahan karya Marx
ke dalam bahasa Persia atau sumber Arab berbahasa Arab.
58
Selain itu, Murtadlâ merupakan salah satu tokoh yang memberikan perhatian yang serius terhadap filsafat. Menurutnya filsafat mempunyai peran
penting dalam pertempuran ideologi. Ia merupakan senjata ideologi, sehingga Muthahharî berusaha menghidupkan kembali tradisi filosofis, dan ia percaya
filsafat merupakan prioritas utama dalam skala makna di antara semua cabang ilmu pengetahuan.
Maka dari itu Murtadlâ dikenal sebagai pemikir filosofis juga dikenal sebagai salah seorang tokoh pembela kebebasan berpikir. Muthahharî
berkeyakinan bahwa eksistensi Islam tidak bisa dipertahankan kecuali dengan kekuatan ilmu dan pemberian kebebasan terhadap ide-ide yang muncul. Oleh
karena itu, ajaran Islam yang dipercayai dan diyakini kebenarannya harus melindungi kebebasan berpikir.
57
Haidar Bagir, Resensi Buku Murtadlâ Muthahharî : Pengantar Epistemologi Islam: Sebuah Pemetaan dan Kritik Epistemologi Islam atas Paradigma Pengetahuan Ilmiah dan Relevansi
Pandangan Dunia Jakarta: Sadra Press, 2010, h. ii.
58
Mulyadi, Renungan-Renungan Filosofis Murtadlâ Muthahharî, h. 2.
Filsafat bagi Muthahharî merupakan alat dan metode untuk memahami ajaran-ajaran Islam, di samping untuk mempertahankan diri dari pengaruh
ideologi-ideologi yang menyimpang. Tetapi, menurut Muthahharî, filsafat bukan merupakan kebenaran yang berdiri sendiri, di sampingnya, ada
kebenaran agama. Kebenaran filsafat dan kebenaran agama, bagi Muthahharî tidak saling
bertentangan. Berdasarkan keyakinan ini, Muthahharî selalu mendasarkan pemikirannya pada kebenaran-kebenaran agama, kemudian dipahami,
diinterpretasikan, dan dipertahankan dengan kebenaran-kebenaran filosofis. Muthahharî memandang serbuan pemikiran Barat sebagai musuh
terbesar dari pemikiran Islami. Menghadapi pertempuran intelektual ini menurut Muthahharî harus dengan menggunakan senjata intektual pula.
Muthahharî tidak menolak Barat dengan mengumumkan shalat istikharah, tidak pula dengan menyesuaikan ajaran Islam pada kerangka pemikiran Barat seperti
kaum modernis yang membungkus paham Barat dengan kemasan Islam. Muthahharî mengadakan penelitian tentang dasar-dasar pemikiran yang sudah
terbaratkan; Ia mengkaji dan menyangkal secara rasional aliran-aliran filsafat intelektual dan sosial Barat dan memberikan interprestasi baru tentang
pemikiran dan praktik-praktik keislaman secara logis dan rasional.
59
59
Seyyed Hossein Nasr, Islam Tradisi di Tengah Kancah Dunia Modern, terj: Luqman Hakim Bandung: Penerbit Pustaka, 1994, Cet. Ke-1, h. 195.
35
BAB III FILSAFAT MANUSIA DALAM PANDANGAN ABDURRAHMAN WAHID