2.2. Rajungan Portunus pelagicus
Jika dilihat dari morfologinya, rajungan termasuk hewan dasar lautbentos yang umumnya berenang ke permukaan pada malam hari untuk mencari makan.
Rajungan hidup di daerah pantai berpasir lumpur dan di perairan depan hutan mangrove. Rajungan biasanya hidup dengan membenamkan tubuhnya ke dalam
pasir. Rajungan jantan berwarna dasar biru dengan bercak-bercak putih terang, sedangkan rajungan betina berwarna dasar hijau kotor dengan bercak-bercak putih
kotor Ermawati dkk., 2009.
Gambar 2. Rajungan Portunus pelagicus
Taksonomi dari rajungan dapat dilihat sebagai berikut: Bangsa
: Arthropoda Kelas
: Crustacea
Sub Kelas : Malacostraca
Super Ordo : Eucarida
Ordo :
Decapoda Famili
: Portunidae Marga
: Portunus Jenis
: Portunus pelagicus
Ermawati dkk., 2009. Limbah rajungan biasanya dibuang begitu saja. Limbah industri
pengalengan rajungan Portunus pelagicus adalah berupa cangkang dan kaki rajungan yang mencapai 75 - 85, dapat diolah menjadi kitin dan kitosan
dengan rentang pemanfaatan yang luas, yaitu dapat diaplikasikan pada bidang nutrisi, pangan, medis, kosmetik, lingkungan, dan pertanian Ermawati dkk.,
2009.
25
Selain itu juga, kitosan dari limbah cangkang rajungan dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, salah satunya yang sedang marak diteliti saat ini adalah
pemanfaatan kitosan sebagai penyerap adsorben logam berat pada air limbah. Kitosan dapat berfungsi sebagai adsorben terhadap logam dalam air limbah karena
kitosan mempunyai gugus amino NH
2
dan gugus hidroksil OH bebas yang berfungsi sebagai situs chelation situs ikatan koordinasi dengan ion logam guna
membentuk chelate Ermawati dkk., 2009. Proses pengikatan logam pengkelatan merupakan proses keseimbangan pembentukan kompleks logam
dengan senyawa pengkelat.
2.3. Kitosan
Kitosan merupakan senyawa turunan kitin, senyawa penyusun rangka luar hewan berkaki banyak seperti kepiting, ketam, udang, dan serangga. Nama kitin
chitin berasal dari bahasa Yunani yang artinya “Jubah” atau “amplop”. Kitosan dan kitin termasuk senyawa kelompok polisakarida seperti zat pati tepung dan
selulosa komponen serat dari dinding sel tumbuhan Mahendra, 2007. Secara kimiawi kitin merupakan polimer
β-1,4-2-asetamida-2-dioksi-D- glukosa. Struktur kitin hampir sama dengan selulosa yang tidak dapat dicerna oleh
vertebrata, perbedaannya gugus hidroksil yang terikat pada atom karbon yang kedua selulosa digantikan oleh gugus amida pada kitin Sedjati, 2006. Kitin tidak
larut dalam air sehingga penggunaannya terbatas. Salah satu turunan kitin adalah kitosan, suatu senyawa yang mempunyai rumus kimia
β-1,4-2-amino-2-dioksi- D-glukosa Puspawati dan Simpen, 2010.
Perbedaan kitin dan kitosan hanya terdapat pada perbandingan gugus amina primer dan amida pada atom C-1 unit polimer. Jika gugus amina primer
lebih banyak 50 daripada gugus amida maka polimer disebut kitosan
26
Sedjati, 2006. Kitosan didapatkan melalui proses deasetilasi dari kitin, dimana gugus asetil pada kitin, oleh hidrogen diubah menjadi gugus amin dengan
penambahan larutan basa kuat berkonsentrasi tinggi Herwanto dan Santoso, 2006. Secara struktur kimia, kitosan adalah kitin yang telah mengalami
deasetilasi kehilangan gugus asetil.
a
b
Gambar 3. Struktur a kitin dan b kitosan Sedjati, 2006
Kitosan dapat diperoleh dengan mengkonversi kitin melalui proses deasetilasi. Sedangkan kitin dapat diperoleh dari kulit udang, kulit kepiting, dan
serangga. Kitin banyak terdapat juga pada jamur. Isolasi kitin dari jamur pertama kali dilakukan oleh peneliti asal Prancis, Henri Braconnot, pada tahun 1811.
Isolasi kitin dari serangga pertama kali dilakukan oleh A. Odier, peneliti asal Prancis juga, pada tahun 1820. Sedangkan konversi kitin menjadi kitosan
ditemukan oleh C. Rouget pada tahun 1859. pada saat itu, Rouget berhasil menemukan bahwa kitin dapat menjadi senyawa yang lebih larut dalam air setelah
direaksikan dengan basa sambil dipanaskan, karena dengan pemanasan kelarutan dari kitosan akan lebih tinggi Mahendra, 2007.
27
Kitosan tidak larut dalam larutan alkali dengan pH diatas 6,5. Kitosan mudah larut dalam asam organik seperti asam format, asam asetat, dan asam sitrat
Rahayu dan Purnavita, 2007. Kitosan merupakan polimer multifungsi karena mengandung 3 jenis gugus fungsi yaitu gugus amino, gugus hidroksi primer dan
sekunder. Adanya gugus fungsi tersebut menyebabkan kitosan mempunyai reaktifitas kimia yang tinggi dan kitosan dapat berperan sebagai donor elektron
penyumbang elektron. Pada pembentukan kitosan-ion logam, ligan NH
2
bertindak sebagai basa Lewis yang menyumbangkan sepasang elektron ke ion logam asam Lewis membentuk ikatan kovalen koordinasi. Dengan gugus fungsi
tersebut maka kitosan memiliki potensi sebagai adsorben, diduga dapat berinteraksi dengan kation logam berat Marganof, 2003; Rora, 2007; Rahayu dan
Purnavita, 2007; Syahmani dan Arif Sholahuddin, 2009. Selain sebagai bahan flokulan, kitosan juga dapat berfungsi sebagai
pengkelat logam-logam berat seperti Fe, Cu, Cd, Ag, Pb, Cr, Ni, Mn, Co, Zn, dan bahan-bahan radioaktif seperti uranium Firdaus, 2008. Kitosan merupakan
biopolimer alam yang bersifat polielektrolit kationik yang berpotensi tinggi untuk penyerapan logam dengan mudah terbiodegradasi serta tidak beracun.
Rosita 2005 menyebutkan bahwa terdapat dua model pengikatan ion logam menjadi ion kompleks. Model pertama yaitu pola rantai perdant pattern
dimana ion-ion logam berikatan satu gugus amino pada kitosan seperti yang ditunjukkan oleh gambar 41. Model yang kedua yaitu pola jembatan bridge
pattern dimana ion logam mengikat dua atau lebih gugus amino dan satu atau
lebih gugus hidroksil pada kitosan seperti yang disajikan pada gambar 42 dan gambar 43.
28
Gambar 4. Struktur senyawa kompleks kitosan dengan Fe Rosita, 2005
Adapun reaksi pengikatan ion Fe dengan kitosan adalah sebagai berikut: Kit-NH
2
+ H
3
O
+
Kit-NH
3 +
+ H
2
O ……………. 2.1 Kit-NH
3 +
+ H
2
O + Fe
2+
Kit-Fe
2+
+ NH
4
OH ……. .…. 2.2
Besarnya nilai parameter standar yang dikehendaki untuk kitosan dalam dunia perdagangan dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Kualitas standar kitosan Sifat – sifat Kitosan
Nilai yang dikehendaki Ukuran partikel
Kadar Air WW Kadar Abu WW
Derajat deasetilasi Viskositas
• rendah • sedang
• tinggi • paling tinggi eps
butiran – bubuk 10,0
2,0 70,0
200 200 – 799
800 – 2.000 2000
Sumber: Rosita 2005
Kitin dan kitosan dinegara maju telah diproduksi secara komersial mengingat manfaatnya di berbagai industri, seperti bidang farmasi, biokimia,
29
bioteknologi, kosmetika, biomedika, industri kertas, industri pangan, industri tekstil, dan lain-lain. Pemanfaatan tersebut didasarkan atas sifat-sifatnya yang
dapat digunakan sebagai pengemulsi, koagulasi, pengkelat, dan penebal emulsi
Hendri, 2008.
Kitosan memiliki sifat reaktivitas kimia yang tinggi sehingga mampu mengikat air dan minyak. Hal ini didukung oleh adanya gugus polar dan non polar
yang dikandungnya. Alkaloida basa dan asam lemak larut dalam pelarut non polar kitosan yang bersifat basa, karena mengandung dua gugus fungsi amina setiap
unit berulangnya dapat mengikat asam lemak bebas melalui ikatan asam-basa. Karena kemampuan tersebut, kitosan dapat digunakan sebagai bahan pengental
atau pembentuk gel yang sangat baik, sebagai pengikat, penstabil, dan pembentuk tekstur Firdaus, 2008.
2.4. Adsorpsi