KATA PENGANTAR
Dengan sembah sujudku penulis mengucapkan Alhamdulillah dan bersyukur kepada Allah SWT atas telah selesainya penulis menyelesaikan dan menyususn
penulisan Tesis ini dengan judul “ Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 “ dengan daerah penelitian Kecamatan
Gunungsitoli Kabuapten Nias. Penulisan Tesis ini adalah sebagai suatu syarat ilmiah di Sekolah Pasca Sarjana
Universitas Sumatera Utara untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan MKn.Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini masih jauh dari kesempurnaan
sebagaimana mestinya, namun penulis merasa bahagia dengan penuh kesenangan telah bersusah payah untuk memaksimalkan penyempurnaan penulisan tesis ini, semoga
hasil penelitian ini dapat menjadi bagian sumber ilmu dan bahan bacaan kepada seluruh mahasiswa dan civitas akademik di lingkungan Universitas Sumatera Utara
yang tercinta ini. Dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan ucapan terimakasih
yang sedalam-dalamnya kepada para pembimbing yang telah banyak membimbing
dalam menyelesaikan tesis ini yakni Prof.Dr.Muhammad Yamin Lubis,SH.CN.MS sebagai pembimbing utama. Prof.Dr.Runtung Sitepu,SH.MHum dan Notaris
H.Syahril Sofyan,SH.MKn sebagai anggota, Dr.T.Keizerina Devi,SH.CN.MHum dan Notaris Syafnil Gani,SH.MHum sebagai dosen penguji. Juga penulis
mengucapakan terimakasih kepada:
1. Bapak Prof.dr.Chairuddin P.Lubis,DTMH,Sp.AK selaku Rektor
Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Prof.Dr.Ir.T.Chairun Nisa,B.MSc, selaku Direktur Sekolah Pasca
Sarjana Universitas Sumatera Utara. 3. Bapak Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Nias.
4. Bapak Azwar Tanjung, Kepala Seksi Kantor Pertanahan Kabupaten Nias.
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias, 2008.
USU e-Repository © 2008
5. Notaris Darius Duhuzaro Gulo,SH, di Kabupaten Nias. 6. Notaris Khaimar Harefa,SH, di Kabupaten Nias.
7. Seluruh responden yang memberikan keterangan – keterangan yang di perlukan dalam penulisan tesis ini.
Juga penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada orang tuaku yang
tercinta Masruhid Gea Ayah dan Aslina Aceh Ibu yang telah mendoakan penulis
berjuang menuntut ilmu di Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara dan
sahabatku yang tercinta Syuryani Pilo,SE,SH, dan Rumiris R.Nainggolan,SH yang
telah banyak membantu menyelesaikan penulisan tesis ini serta yang tak terlupakan rekan-rekan kelas A dan mahasiswa MKn angkatan 20062007 Sekolah Pasca Sarjana
Universitas Sumatera Utara. Sebelum penulis mengakhiri kata pengantar ini perkenankan penulis
menyampaikan sebuah pesan hidup yang akan tidak terlupakan dan sebagai kenangan
sampai akhir hayatku”Pulau pandan jauh di tangah, dibalik pulau angso duo, hancur badan di kandung tanah, budi baik di kenang jua,”semoga ilmu yang di
berikan dapat bermanfaat bagi diri dan keluargaku,masyarakat,bangsa dan negara. Demikian hal ini disampaikan semoga apa yang telah penulis perbuat dalam
menyelesaikan penulisan tesis ini bermanfaat bagi kita semuanya.Amin ya rabbal alamin.
Medan , 20 Agustus 2008
Penulis
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias, 2008.
USU e-Repository © 2008
RIWAYAT HIDUP
Nama lengkap : Aliyusran Gea Tempat tanggal lahir
: Gunungsitoli, 12 Pebruari 1972 Jenis kelamin
: laki-laki Agama
: Islam Kewarganegaraan :
Indonesia Alamat
: Jalan Gaperta ujung No. 23, Kelurahan Tanjung Gusta, Kecamatan Helvetia Medan, Kota Medan
Nama orang tua : Bapak, Masruhid Gea
Ibu, Aslina Aceh PENDIDIKAN
1.Tahun 1984
: Tamat SD Negeri Inpres Sawo, Kecamatan Tuhemberua, Kabupaten Nias.
2.Tahun 1987 : Tamat SMP Negeri 1 satu Gunungsitoli, Kecamatan
Gunungsitoli, Kabupaten Nias. 3.Tahun 1990 : Tamat SMA Negeri 1 satu Gunungsitoli, Kecamatan
Gunungsitoli, Kabupaten Nias. 4.Tahun 2005 : Tamat Strata 1 satu Fakultas Hukum, Universitas
Pembangunan Panca Budi, Medan. 5.Tahun 2008 : Tamat Strata 2 dua Magister Kenotaritan, Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias, 2008.
USU e-Repository © 2008
DAFTAR ISI
ABSTRAK ABSTRACK
KATA PENGANTAR DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL BAB I
PENDAHULUAN…………………………………………………...1 A.
Latar Belakang…………………………….....................................1
B. Perumusan Masalah…………………………………………………....2 C. Tujuan Penelitian………………………………………………………2
D. Manfaat Penelitian……………………………………………………..2 E. Keaslian Penelitian……………………………………………..3
F. Kerangka Teoritis dan Konsepsi………………………………….3 1. Pengertian Tanah………………………………………3.
2. Pewarisa……………………………………………………4 G. Metode Penelitian………………………………………………6
1. Jenis dan Sifat Penelitian…………………………………...6 2. Tiknik dan Pengumpula Data……………………………..7
3. Alat Pengumpulan Data………………………………………7 4. Teknik Pengumpulan Data…………………………………26
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias, 2008.
USU e-Repository © 2008
5. Metode Pengolahan dan Analisa Data……………………...27
BAB II SEBAB-SEBAB TERJADINYA JUAL BELI TANAH PUSAKA
TINGGI...…………………………………………………29
A. Sistem Kekerabatan Minangkabau……………………………....29 B. Kedudukan Mamak Kepala Waris………………………………34
C. Penguasaan Tanah Dalam Masyarakat Minangkabau…………...38 D. Pengertian Harta Pusaka………………………………………....42
1. Harta Pusaka Tinggi………………………………………....44 2. Harta Pusaka Rendah………………………………………..48
E. Sebab-sebab Terjadinya Jual Beli Tanah Pusaka Tinggi……….49
BAB III PROSES PELAKSANAAN JUAL BELI TANAH PUSAKA TINGGI………………………………………………………………60
A. Deskripsi Daerah Penelitian……………………………………60 1. Sejarah Kecamatan Koto Tangah…………………………..60
2. Kondisi Administrasi dan Geografis……………………….65 B. Proses Pelaksanaan Jual Beli Tanah Pusaka Tinggi……………66
1. Jual Beli Tanah Pusaka Tinggi Yang Dilakukan Di Hadapan PPAT Sementara………………………………77
2. Jual Beli Tanah Pusaka Tinggi Yang Dilakukan Di Hadapan PPAT…………………………………………..82
3. Jual Beli Tanah Pusaka Tinggi Yang Dilakukan
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias, 2008.
USU e-Repository © 2008
Di Bawah Tangan……………………………………………95
BAB IV KENDALA-KENDALA DALAM JUAL BELI TANAH PUSAKA
TINGGI……………………………………………………….98
A. Kendala-Kendala Yang Muncul Dalam Jual Beli Tanah Pusaka Tinggi………………………………………………………98
B. Kelembagaan Dalam Penyelesaian Sengketa Harta Pusaka Tinggi…98 C. Cara Penyelesaian Sengketa Harta Pusaka Tinggi………………….102
1. Proses Penyelesaian Sengketa Pada Tingkat Lembaga Kaum….104 2. Proses Penyelesaian Sengketa Pada Tingkat Lembaga Suku…..105
3. Proses Penyelesaian Sengketa Pada Tingkat Kerapatan Adat Nagari…………………………………………………….106
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN………………………………………..115
A. Kesimpulan…………………………………………………………115 B. Saran………………………………………………………………..116
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias, 2008.
USU e-Repository © 2008
DAFTAR TABEL
Tabel Judul Halaman
Tabel 1. Luas Wilayah, Banyaknya Penduduk, dan Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan di Kabupaten Nias Tahun 2007……………………..44
Tabel 2. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin Tahun 2007…………………..45
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias, 2008.
USU e-Repository © 2008
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Melihat perkembangan populasi penduduk saat ini maka semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat dari berbagai aspek kehidupan, baik kehidupan
ekonomi, sosial, budaya dan politik terlebih-lebih kehidupan hukum sebagai landasan filosofis dalam kaidah-kaidah dan norma-norma yang tumbuh dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Sebagai pengaruh dari populasi penduduk masyarakat tersebut akan
memberikan dampak yang lebih luas terhadap kehidupan di tengah-tengah masyarakat menyangkut penggunaan, peruntukan dan kepemilikan hak atas tanah sebagai tempat
tinggal dan sebagai sumber kehidupan manusia sehari-hari. Sebagai sarana dalam melangsungkan berbagai sendi kehidupan manusia,
maka tanah memiliki peranan penting dan nilai yang sangat menentukan khususnya yang membawa perubahan kehidupan, dimana tanah bukan hanya sumber dalam
mencari kehidupan akan tetapi juga tanah merupakan sarana untuk menyediakan fasilitas di bidang pendidikan, keagamaan, kesehatan sosial, olah raga dan politik
pemerintah, artinya tanah dapat memberikan dukungan penuh kepada pemerintah dan pembangunan nasional secara keseluruhan.
Tanah sebagai suatu sumber kehidupan dan memberikan dukungan kepada pemerintah dan pembangunan nasional secara yuridis telah dicantumkan dalam
Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Pasal 33 ayat 3 yang berbunyi sebagi berikut:
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias, 2008.
USU e-Repository © 2008
“Bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran
rakyat” Dari makna yang terkandung dalam Pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar
Tahun 1945 tersebut mengisyaratkan bahwa dalam konteks pembangunan nasional khususnya pembangunan fasilitas untuk kepentingan umum sebagaimana disebutkan
diatas sangatlah memerlukan bidang tanah yang memadai bagi kepentingan publik. Disamping itu Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 juga sangat memiliki
nilai-nilai yang mendasar khususnya dari aspek yuridisnya, filsafat dan politisnya terhadap kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara, artinya perangkat
pemerintah Negara dalam mengambil sesuatu kebijakan dan tindakan dalam pengelolaaan fungsi bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya harus dilakukan sesuai dengan aturan serta prosedur yang tidak menyimpang dari ketentuan-ketentuan yang telah baku. Baik secara yuridis
maupun filosofis sesuai dengan yang disampaikan Hamengkubuwono ke-X bahwa: “Tanah selain memiliki nilai ekonomis juga mengandung nilai yang
memberikan justifikasi sosial, oleh sebab itu perlu dilakukan pengaturan oleh Negara secara ketat tentang kepemilikan dan pemanfaatannya, salah satu
prasyarat terpenting adalah bahwa pemerintah sebagai regulator dan pelaku bisnis harus jauh dari watak curang dan tidak kompeten.Tanah merupakan
sumber kehidupan yang tidak pernah bertambah sejak bumi diciptakan, oleh sebab itu pula harus dipelihara dengan sistim hukum yang ketat, jujur dan
terbuka bagi kepentingan rakyat banyak.
1
1
Sri Sultan HB X. Reformasi Agraria Perspektif Otonomi Daerah dalam NKRI, diambil dari Reformasi Pertanahan, Mandar Maju, Bandung, 2002. hlm 9.
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias, 2008.
USU e-Repository © 2008
Menurut Chaizi Nasucha menyatakan bahwa: “Tanah mempunyai sifat unik karena persediaannya selalu tetap, artinya tanah
tidak dapat diproduksi maupun dikurangi dan lokasinya tidak dapat digeser atau dipindahkan lagi pula secara langsung maupun tidak langsung, tanah
merupakan faktor produksi yang diperlukan dalam memproduksi semua barang yang lainnya, sehingga dapat dikatakan bahwa tanah adalah sumber dari
seluruh kekayaan lainnya.”
2
Sebagai aplikasi penerapan Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 maka pemerintah telah melahirkan produk undang-undang yang secara umum yang mengatur tentang
peruntukan, penggunaan serta pemanfaatan hak atas tanah terhadap kehidupan masyarakat yakni Undang-Undang Pokok Agraria atau disingkat dengan UUPA
yang diundangkan dalam lembaran Negara Tahun 1960–104 dan semenjak tanggal 24 September 1960 telah berjalan dan berlakulah suatu tertib hukum yang baru untuk
bidang hukum Agraria. Dengan lahirnya UUPA maka telah melahirkan beberapa ketentuan yang
mengatur hubungan antara Negara dengan masyarakat bangsa Indonesia atas bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya sebagaimana
yang tercantum dalam penjelasan UUPA sebagai berikut: 1. Meletakan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria nasional yang akan
merupakan alat untuk membawa kemakmuran, kebahagiaan dan keadilan bagi Negara dan rakyat, terutama rakyat tani dalam rangka masyarakat adil dan
makmur.
2. Meletakan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan dan kesadaran dalam hukum pertanahan.
3. Meletakan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi rakyat seluruhnya.
3
2
Chaizi Nasucha, Politik Ekonomi Pertanahan dan Struktur Perpajakan Atas Tanah, PT. Kesaint Blanc Indah Corp, Jakarta, 1995, hlm 3
3
A.P. Parlindungan, Pedoman Pelaksanaan UUPA dan Tata Cara Penjabatan Pembuatan Akta Tanah, Alumni Bandung, 1978, hlm 1.
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias, 2008.
USU e-Repository © 2008
Dari penjelasan ini sudah jelas bahwa UUPA itu sejauh mungkin akan menuangkan seluruh ketentuan-ketentuan agraria dalam suatu undang-undang dan
peraturan pemerintah. Hal- hal yang pokok yang diatur dalam UUPA secara garis besar bila di tinjau
dari memori penjelasannya di temukan delapan prinsip filosofis dari UUPA itu yakni: 1. Prinsip kesatuan hukum agraria untuk seluruh wilayah tanah air, dengan
prinsip ini di nyatakan bahwa kita telah melepaskan adanya dualisme dalam hukum agraria di Indonesia, artinya hukum yang mengatur keagrariaan di
Indonesia yang diakui hanya satu yakni UUPA.
2. Penghapusan pernyataan domein yang bertujuan tercapainya penerapan hak menguasai negara seperti di sebutkan dalam UUD 1945 pasal 33 ayat 3.
3. Fungsi sosial hak atas tanah. 4. Pengakuan hukum agraria nasional berdasarkan hukum adat dan pengakuan
eksistensi dari hak ulayat. 5. Persamaan derajat sesama WNI dan antara laki-laki dan perempuan.
6. Pelaksanaan reforma hubungan antara manusia Indonesia dengan tanah atau dengan bumi, air dan ruang angkasa. Hal ini sudah mendapat tempat dalam
GBHN kita sejak tahun 1988 dengan pemilikan tanah termasuk penggalian hak atas tanah.
7. Rencana Undang-undang penggunaan, persediaan, pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa yang sekarang di tingkatkan pengaturannya lewat UU Nomor
24 Tahun 1992 tentang Undang-Undang Penataan Ruang. 8. Prinsip Nasionalitas.
4
Dengan demikian pemerintah Republik Indonesia dengan seluruh perangkatnya harus dapat mengatur penataan, peruntukan dan penguasaan serta peralihan hak-hak
atas tanah dengan ketentuan-ketentuan tertentu agar tidak adanya pengaturan yang tumpang tindih demi menjaga tertib administarasi hak-hak atas tanah kepada
masyarakat .
4
Muhammad Yamin Lubis, Beberapa Dimensi Filosofis Hukum Agraria, Pustaka Bangsa, Medan, 2003, hlm 30-31.
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias, 2008.
USU e-Repository © 2008
Salah satunya kebijakan pemerintah untuk menjaga ketertiban dan kepastian hukum atas hak-hak atas tanah tersebut adalah dengan melakukan pendaftaran tanah
atas hak-hak atas tanah yang memberikan jaminan hukum terhadap seluruh masyarakat dalam melakukan penataan kembali baik dari segi penggunaannya,
penguasaannya, kepemilikian serta peralihan hak-hak atas tanah. Untuk memenuhi kebutuhan jaminan hukum terhadap hak-hak atas tanah
tersebut maka pemerintah harus dituntut melakukan ataupun menyelenggarakan pendaftaran hak-hak atas tanah dan hal ini sesuai dengan perintah Pasal 19 UUPA ayat
10 yang menyebutkan: “untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran
tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan peraturan pemerintah”.
Pendaftaran tanah tersebut meliputi pengukuran, pemetaan dan pembukuan tanah, pendaftaran dan peralihan hak-hak atas tanah, pemberian surat-surat tanda bukti
hak yang berlaku sebagai suatu alat bukti yang terkuat. Terhadap hak-hak pendaftaran hak atas tanah maka menurut Pasal 16 UUPA bahwa hak-hak atas tanah yang harus
didaftarkan adalah hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak sewa, hak membuka tanah, hak memungut hasil hutan dan hak-hak lain yang tidak
termasuk dalam hak-hak tersebut diatas yang akan ditetapkan dengan undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 53
UUPA. Tindak lanjut dari pasal 16 UUPA tersebut maka lebih jelasnya dituangkan dalam Pasal 9 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 yang
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias, 2008.
USU e-Repository © 2008
menyebutkan objek pendaftaran tanah meliputi : Bidang-bidang tanah yang dipunyai dengan hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan dan hak pakai, hak
pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun, hak tanggungan, tanah Negara.
Selain objek pendaftaran tanah yang telah disebutkan diatas, pendaftaran juga bisa dilakukan terhadap peralihan, atau hapusnya hak-hak lain . Dengan pendaftaran
tersebut dapat memberikan alat pembuktian yang kuat terhadap pemegangnya. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 23 ayat 1 UUPA yang menyebutkan:
“hak milik, demikian pula setiap peralihan, hapusnya dan pembebanannya dengan hak-hak lain harus didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan yang
dimaksud dalam Pasal 19”. Peralihan hak milik atas tanah dapat terjadi karena peristiwa hukum. Dimana
peristiwa hukum tersebut dapat menimbulkan akibat hukum, salah satu contoh peristiwa hukum yang dapat menimbulkan akibat hukum adalah: “karena kematian
seseorang”. Dengan kematian seseorang maka terbukalah hak pewarisan terhadap ahli waris dari harta sipewaris.
Pewarisan adalah peralihan atau pengoperan hak seluruh harta peninggalan kepada ahli waris, hal ini ditegaskan dalam penjelasan Pasal 42 ayat 1 Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 yang menyebutkan: “Peralihan hak pewarisan terjadi karena hukum pada saat pemegang hak yang
bersangkutan meninggal dunia. Dalam arti bahwa sejak itulah para ahli waris menjadi pemegang haknya yang baru” yang dalam proses pendaftaran peralihan hak atas tanah
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias, 2008.
USU e-Repository © 2008
dikuatkan dengan surat tanda bukti ahli waris yang dapat berupa akta keterangan hak mewaris, atau surat penetapan ahli waris atau surat keterangan ahli waris.
Berdasarkan ketentuan Pasal 42 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tersebut maka proses pendaftaran tanah yang di dapatkan dari pewarisan
di daerah Kabupaten Nias masih banyak di jumpai pada kalangan masyarakat yang belum melakukan pendaftaran tanah atau peralihan hak atas tanah karena pewarisan
tersebut. Adapun hal–hal yang sangat dominan mempengaruhi terkendalanya pendaftaran
tanah atau pendaftaran peralihan hak atas tanah yang diperoleh melalui pewarisan terhadap kalangan masyarakat Nias adalah faktor budaya hukum masyarakat setempat
dan ekonomi disamping faktor lainnya seperti administrasi, waktu dan pelayanan, sehingga terhadap kalangan masyarakat Nias masih banyak dijumpai tanah-tanah yang
diperoleh melalui pewarisan belum dilakukan pendaftaran tanah atau peralihan haknya.
Syarat–syarat pendaftaran tanah atau peralihan hak atas tanah yang diperoleh melalui pewarisan, mempunyai karaktertistik yang berbeda dengan pendaftaran tanah
yang diperoleh melalui perbuatan hukum lainnya, di mana dengan adanya surat keterangan pembagian warisan dan dikuatkan dengan surat keterangan hak mewaris
atau surat keterangan waris sudah dapat dijadikan dasar untuk melakukan pendaftaran peralihan hak atas tanah kepada masing-masing ahli waris.
Dari uraian di atas maka penulis ingin mengkaji bagaimana sesungguhnya pendaftaran peralihan hak atas tanah yang di peroleh melalui pewarisan dengan judul
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias, 2008.
USU e-Repository © 2008
“KAJIAN PENDAFTARAN TANAH DARI PEMBAGIAN WARISAN SETELAH PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 1997”.
B. Perumusan Masalah
Bertitik tolak dari uraian dan latar belakang di atas, maka hal-hal yang menjadi permasalahan adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaturan tentang pendaftaran peralihan hak atas tanah yang di
peroleh melalui pembagian warisan setelah Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 di daerah Kecamatan Gunungsitoli Kabupaten Nias?
2. Apa kendala yang dihadapi oleh pemohon dalam pelaksanaan pendaftaran
peralihan hak atas tanah dari pembagian warisan di kecamatan Gunungsitoli Kabupaten Nias?
3. Bagaimana upaya yang dilakukan untuk mengatasi kendala dalam pendaftaran
peralihan hak atas tanah karena pewarisan di kecamatan Gunungsitoli Kabupaten Nias?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini, maka yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui bagaimana pengaturan tentang pendaftaran tanah yang di peroleh dari pembagian harta warisan setelah Peraturan Pemerintah 24 Tahun
1997.
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias, 2008.
USU e-Repository © 2008
2. Untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi oleh pemohon dalam pelaksanaan pendaftaran peralihan hak atas tanah pembagian harta warisan.
3. Untuk mengetahui upaya-upaya yang dilakukan untuk mengatasi kendala dalam pendaftaran peralihan hak atas tanah karena pewarisan.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan akan memberi manfaat bagi pihak-pihak yang melihat baik secara teoritis, secara praktis maupun dalam kehidupan masyarakat.
Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat: 1. Merupakan sumbangan pemikiran untuk pengembangan kesadaran hukum
masyarakat, terutama yang menyangkut masalah tanah warisan yang ada di daerah Nias dan begitu juga diharapkan dapat menjadi acuan sebagai
perbandingan dengan daerah lainnya di Indonesia. 2. Merupakan bahan untuk penelitian lanjutan, baik sebagai bahan awal maupun
sebagai bahan perbandingan untuk penelitian yang lebih luas. Secara praktis hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran
kepada para pihak yang terkait dengan persoalan tanah warisan pada masyarakat Nias.
3. Pemuka-pemuka masyarakat, tokoh adat, dapat mempedomani hasil penelitian ini guna membandingkan dengan persoalan yang dihadapi berkaitan dengan
kasus tanah warisan di Nias.
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias, 2008.
USU e-Repository © 2008
4. Pihak pemerintah dapat mempedomani hasil penelitian ini guna untuk dapat mengambil keputusan berkaitan dengan kasus hak tanah warisan yang ada di
daerah Nias. 5. Pihak investor yang akan menanamkan modalnya di Nias, juga dapat
mempedomani hasil penelitian ini, agar persoalan dikemudian hari tidak lagi karena masalah tanah warisan.
Selain manfaat yang telah disebutkan di atas, diharapkan hasil penelitian ini juga bermanfaat bagi segenap masyarakat Nias pada umumnya agar kepastian hukum
pendaftaran tanah karena pewarisan semakin dapat dipahami, sehingga untuk masalah kedepan yang berkaitan dengan tanah warisan ini tidak perlu muncul lagi,
karena masing-masing pihak sudah menyadari dan memahami hak atas tanah warisan tersebut.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan informasi yang ada dan sepanjang penelurusan kepustakaan khususnya di lingkungan Universitas Sumatera Utara bahwa penelitian judul yang
sama belum pernah dilakukan. Memang ada penelitian pendaftaran tanah namun khusus judul “Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997” di daerah Kecamatan Gunungsitoli Kabupaten Nias belum di temukan. Oleh karena itu penelitian ini dapat dikatakan sebagai
penelitian yang pertama kali dilakukan sehingga keaslian penelitian ini tidak di ragukan.
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias, 2008.
USU e-Repository © 2008
F. Kerangka Teoritis dan Konsepsi
1. Pengertian Tanah
Penjelasan Pasal 4 ayat 1 UUPA mengartikan bahwa tanah sebagai permukaan bumi the surface of the earth. Dengan demikian hak atas tanah adalah
hak atas permukaan bumi. Selanjutnya dalam ayat 2 dari pasal 4 tersebut menyatakan bahwa hak-hak atas tanah tersebut memberi wewenang untuk
mempergunakan tanah yang bersangkutan,demikian juga tubuh bumi dan air serta ruang yang ada di atasnya sekedar di perlukan untuk kepentingan yang langsung
berhubungan dengan penggunaan tanah itu dalam batas-batas menurut UUPA dan peraturan-peraturan hukum lainnya.
5
Tegasnya meskipun secara pemilikan hak atas tanah hanya atas permukaan bumi, penggunaannya selain atas tanah itu sendiri, juga atas tubuh bumi, air dan
ruang yang ada diatasnya. Hal itu sangat logis , karena suatu hak atas tanah tidak bermakna apapun jika kepada pemegang haknya tidak di berikan kewenangan
untuk menggunakan sebagian dari tubuh bumi, air dan ruang diatasnya.
1.1. Pendaftaran Tanah
Pasal 19 ayat 1 UUPA telah menentukan bahwa untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik
Indonesia menurut ketentuan yang di atur dengan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 yang telah diganti dengan Peratuaran Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997
yang mengatur tentang Pendaftaran Tanah.
5
Oloan Sitorus, Perbandingan Hukum Tanah, Mitra Kebijakan Tanah Indonesia, Jokyakarta, 2004, Hlm 8.
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias, 2008.
USU e-Repository © 2008
Untuk mengetahui apa sebenarnya yang dimaksud dengan pendaftaran tanah
maka kita dapat menyimak bunyi dari Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 itu di beri penjelasan yang cukup luas, antara lain menyebutkan:
Pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur meliputi pengumpulan,
pengelolaan, pembukuan dan perjanjian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan
satuan rumah susun, termasuk pemberian tanda bukti hak bagi bidang–bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-
hak tertentu yang membebani haknya.
Menurut A.P Parlindungan pengertian pendaftaran tanah adalah: Kata pendaftaran berasal dari kata cadaster bahasa belanda: kadaster yaitu
suatu istilah yang di pergunakan dalam pelaksanaan pencatatan perekam data tentang sesuatu bidang, pencatatan alas hak, letak, luas, batas-batas dan
pemilik hak atas tanah. kata cadaster berasal dari bahasa latin “capistastrum” yang berarti register atau capita atau unit yang di perbuat dipersiapkan untuk
pajak tanah di romawi capatatio Torrens. Dalam artian yang tegas cadaster adalah record rekaman dari pada lahan-lahan, nilai dari pada tanah, dan
pemegang haknya dan untuk kepentingan perpajakan. Dengan demikian bahwa cadaster merupakan alat yang tepat yang memberikan uraian dan
identifikasi dari lahan tersebut dan juga sebagai continuous recording rekaman yang berkesinambungan daripada hak atas tanah.
6
Sementara itu AP.Parlindungan juga mengutip beberapa pendapat ahli tentang pendaftaran tanah antara lain:
a. Douglass J.Whalan The Torrens, yang menyatakan bahwa pendaftaran tanah itu memiliki tiga keuntungan yaitu:
1. Security and certainly of title, sehingga kebenaran dan kepastian hak tersebut baik dari rangkaian peralihan haknya dan jaminan bagi yang
memperolehnya untuk adanya suatu klaim dari orang lain. 2. Peniadaan dari keterlambatan dan pembiayaan yang berlebihan, dengan
adanya pendaftaran tersebut tidak perlu kita selalu harus mengulangi dari awal setiap adanya peralihan hak, apakah ia berhak atau tidak dan
bagaimana rangkaian dari peralihan itu.
6
A.P Parlindungan, Pendaftaran Tanah di Indonesia, Mandar Maju, Bandung, 1990, hlm 11-12
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias, 2008.
USU e-Repository © 2008
3. Penyederhanaan atas alas hak yang berkaitan, ketelitian, dengan adanya pendaftaran tanah, ketelitian sudah tidak di ragukan lagi.
b. Rowton Simpson sebagaimana yang di rumuskan oleh judicial of the Privey Council sebagai berikut : ”to save person dealing with registered
land form the trouble and expense of going behind the register in order to investigate the history of their author,s title and satisfly themselves of its
validity”.
c. Sir Charles Fortescue Brickdate mengatakan ada enam hal yang harus di gabung dalam pendaftaran tanah yakni, security, simplicity, accuracy,
expedition, cheapness, suitability, to circumstance completeness of the record”.
7
S. Rowton mengatakan bahwa: “Pendaftaran juga merupakan suatu upaya yang tangguh dalam mengatur
administrasi kenegaraan, sehingga dapat dikatakan sebagai jaminan dari mekanisme pemerintahan”
8
A.P Parlindungan mengutip Douglas J. Whalan yang mengatakan bahwa pendaftaran tersebut mempunyai 4 keuntungan yaitu:
a. Security and certainty of title, bahwa pendaftaran tanah itu memberikan jaminan dan kepastian kepada pemegang hak, sehingga kebenaran dan
kepastian dari hak tersebut dapat dijaminkan apabila terdapat suatu klaim dari orang lain dalam rangka peralihan haknya.
b. Peniadaan dari keterlambatan dan pembiayaan yang berlebihan. Dengan adanya pendaftaran tanah ini, pemegang hak atas tanah tidak lagi
diharuskan mengulangi dari awal apabila terjadi peralihan hak dalam rangka menentukan apabila seseorang itu masih berhak atau tidak dan
bagaimana pula peralihan hak itu.
c. Penyederhanaan atas alas hak dan yang berkaitan. Dengan adanya pendaftaran tanah ini maka alas haknya dan yang berkaitan dengan itu
dapat disederhanakan. d. Ketelitian. Dengan adanya pendaftaran tanah ini, maka ketelitian sudah
tidak dapat diragukan lagi karena prosesnya sudah disederhanakan.
9
7
A.P Parlindungan, op cit, hlm 3.
8
S. Rowton Simpson, Land Registration, Cambrige University, 1975, hlm 8
9
A. P Parlindungan, Pendaftaran Tanah Di Indonesia, Cetakan Tambahan, Mandar Maju, Bandung, hlm. 7
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias, 2008.
USU e-Repository © 2008
Sedangkan menurut Boedi Harsono, Pendaftaran Tanah adalah: “Suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh negarapemerintah terus
menerus dan teratur, berupa pengumpulan data tertentu mengenai tanah tertentu di wilayah tertentu dalam rangka memberikan jaminan kepastian
hukum di bidang pertanahan, termasuk didalamnya pemberian tanda bukti dan pemeliharaannnya”.
10
Selain itu Boedi Harsono juga mengemukakan bahwa: “Pendaftaran berfungsi untuk menyempurnakan kedudukan pemilik ditinjau
dari segi pembuktiannya. Sejak saat itu pendaftaran dilakukan alat bukti yang ada pada pihak berlaku pada pihak ketiga”
11
Pendaftaran tanah itu berfungsi ganda baik dalam pelaksanaan penyusunan hukum agraria nasional sebagai alat yang membawa kemakmuran, kebahagiaan dan
keadilan maupun untuk kesatuan dan kesederhanaan serta kepastian hukum bagi seluruh rakyat Indonesia terutama rakyat tani. Hal ini juga sesuai dengan wewenang
negara sebagai organisasi kekuasaan tertinggi yang dapat dijabarkan dalam pasal 2 ayat 2 UUPA dan untuk itu adalah tugas Pemerintah untuk mendaftarkan tanah
diseluruh wilayah Indonesia dengan peraturan pelaksanaannya, Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 sebagai pengganti dari Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun
1961, sehingga dengan demikian dapat dimengerti bahwa fungsi dari pendaftaran tanah itu antara lain:
a. Fungsi yuridis, dimaksud bahwa tanah itu menjamin kepastian hak dan kepastian hukum. Kepastian itu diberikan dengan suatu alat bukti yang
kuat disebut dengan sertipikat.
10
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Jilid , Jambatan, Jakarta, 1995, hlm 63
11
Boedi Harsono, op cit hal 54.
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias, 2008.
USU e-Repository © 2008
b. Fungsi politis, dimaksudkan adalah sebagai fungsi policy Negara Kesatuan Republik Indonesia, yaitu membina dan melaksanakan unifikasi hukum
kesatuan hukum. c. Fungsi ekonomis, pendaftaran tanah juga dapat berfungsi untuk keperluan
lalu lintas sosial ekonomi seperti yang dinyatakan oleh Pasal 19 ayat 3 UUPA. Sebagai konsekwensi maka sertipikat dapat dijadikan sebagai hak
tanggungan. Sebagai hak tanggungan dijamin dan dilindungi oleh pasal 15 jo Pasal 57 UUPA. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa apabila
sebidang tanah telah didaftarkan sehingga memperoleh sertipikat. Hal ini dapat bernilai ekonomis baik untuk keperluan transaksi atau tanggungan
hutang.
d. Fungsi sosiologis, dengan dilakukannya pendaftaran tanah atau peralihan hak atas tanah akan memberikan pengaman dan ketertiban dalam
masyarakat.
12
Sedangkan menurut Hermanses, ada perbedaan pengertian yang terdapat pada Pasal 19 ayat2 Sub a, dengan ayat 2 Sub b dan c UUPA, perbedaan tersebut
adalah: “Bahwa yang dimaksud dalam Pasal 19 ayat 2 sub a UUPA adalah
Kadester, sedangkan yang dimaksud dalam Pasal 19 ayat 2 sub b dan c adalah pendaftaran hak. Dengan demikian pendaftaran tanah yang dimaksud
dalam Pasal 19 ayat 2 UUPA itu dapat pula dirumuskan meliputi sebagai Kadester dan pendaftaran hak”. Sebab itu pendaftaran tanah biasa juga disebut
dengan Kadester.
13
1.2. Tujuan Pendaftaran Tanah
Tujuan Pendaftaran tanah untuk menjamin kepastian hukum terhadap pemegang hak atas tanah telah diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun
1960 tentang Peraturan Dasar Undang-Undang Pokok Agraria. Di dalam Pasal 19 Undang-Undang Pokok Agraria menyebutkan bahwa untuk menjamin kepastian
12
Syamsul Bahri, Beberapa Aspek Hukum Adat Yang Berpengaruh, Disertasi, USU hlm. 109- 110.
13
Hermanses, Pendaftaran Tanah Di Indonesia, Yayasan Karyadarma, Institut Ilmu Politik, Jakarta, 1984, hlm 1
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias, 2008.
USU e-Repository © 2008
hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan–ketentuan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Adapun maksud pendaftaran tersebut dalam ayat 1 Pasal 19 UUPA meliputi: a. Pengukuran, perpetaan dan pembukuan tanah.
b. Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut. c. Pemberian surat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian
yang kuat. Pendaftaran tanah diselenggarakan dengan mengingat keadaan negara dan
masyarakat, keperluan lalulintas sosial ekonomis serta kemungkinan penyelenggaraannya menurut pertimbangan pemerintah.
Dalam Peraturan Pemerintah diatur biaya-biaya yang bersangkutan dengan pendaftaran termaksud dalam ayat 1 diatas dengan ketentuan bahwa rakyat yang tidak
mampu dibebaskan dari pembayaran biaya-biaya tersebut. Pengertian tanah yang di maksud dalam Pasal 1 tersebut telah memberikan
penjelasan yang cukup mengenai pengertian tentang pendaftaran tanah yang bermaksud untuk memberikan keseragaman tentang ruang lingkup daripada
pendaftaran tanah ini, dengan adanya pengertian pendaftaran tanah tersebut tentunya telah melakukan penyempurnaan dan menampung kelemahan-kelemahan yang
selama ini di temukan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 serta memenuhi syarat atas kepentingan pemegang–pemegang hak atas tanah yang
bersangkutan.
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias, 2008.
USU e-Repository © 2008
Penyelenggaraan pendaftaran tanah dalam masyarakat modern merupakan tugas negara yang dilaksanakan oleh pemerintah bagi kepentingan rakyat, dalam
rangka memberikan jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan. Sebagian kegiatannya yang berupa pengumpulan data fisik tanah yang haknya didaftar, dapat
ditugaskan kepada swasta.Tetapi untuk memperoleh kekuatan hukum, hasilnya memerlukan pengesahan pejabat pendaftaran yang berwenang, karena akan digunakan
sebagai data bukti. Sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1 ayat 1 Peraturan Pemerintah
Nomor 24 1997 tentang pengertian pendaftaran tanah memiliki makna bahwa, kata– kata “suatu rangkaian kegiatan” dalam Peraturan Pemerintah tersebut menunjuk
kepada adanya berbagai kegiatan dalam penyelenggaraan pendaftaran tanah, yang berkaitan satu dengan yang lain, berurutan menjadi satu kesatuan rangkaian yang
bermuara pada tersedianya yang di perlukan dalam rangka memberikan jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan bagi rakyat,
Kata-kata “terus menerus” menunjuk kepada pelaksanaan kegiatan, yang sekali dimulai tidak ada akhirnya. Data yang sudah terkumpul dan tersedia selalu
harus di sesuaikan dengan perubahan–perubahan yang terjadi kemudian, hingga tetap sesuai dengan keadaan yang terakhir.
Yang dimaksud dengan “Wilayah” adalah wilayah kesatuan administrasi pendaftaran, yang bisa meliputi seluruh kesatuan negara dan bisa juga desa seperti
yang di tetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997.
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias, 2008.
USU e-Repository © 2008
Kata “teratur” menunjukkan bahwa semua kegiatan harus berlandaskan dengan peraturan perundang-undangan yang sesuai karena hasilnya akan merupakan data
bukti menurut hukum, biarpun daya pembuktian tidak terlalu sama dalam negara- negara yang mengadakan pendaftaran tanah. Data yang dimaksud dalam pendaftaran
tanah adalah: a. Data fisik mengenai tanahnya, pendaftaran tanah mengenai bidang-bidang
tanah. b. Data yuridis mengenai haknya, adalah segala sesuatu yang ada dan melekat
diatas tanahnya misalnya status hukum atas tanah, riwayat tanah, pemilik tanah, baik perseorangan maupun badan hukum privat atau instansi
pemerintahnya.
1.3. Asas Pendaftaran Tanah
Asas merupakan fundamen yang mendasari terjadinya sesuatu dan merupakan dasar dari suatu kegiatan, hal ini berlaku pula pada pendaftaran tanah. Oleh karena
itu, dalam pendaftaran tanah ini terdapat asas yang harus menjadi patokan dasar dalam melakukan pendaftaran tanah.
Dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 menyatakan bahwa pendaftaran tanah dilaksanakan berdasarkan asas-asas yaitu:
a. Azas sederhana, maksudnya adalah:
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias, 2008.
USU e-Repository © 2008
Dalam pendaftaran tanah dimaksudkan agar ketentuan-ketentuan pokoknya maupun prosedurnya dengan mudah dapat difahami oleh pihak-pihak yang
berkepentingan, terutama hak atas tanah. b. Asas aman, maksudnya adalah:
Untuk menunjukkan bahwa pendaftaran tanah perlu diselenggarakan secara teliti dan cermat sehingga hasilnya dapat memberikan jaminan kepastian
hukum sesuai tujuan pendaftaran tanah itu sendiri. c. Asas terjangkau, maksudnya adalah:
Keterjangkauan bagi pihak-pihak yang memerlukan khususnya dengan memperhatikan kebutuhan dan kemampuan golongan ekomoni lemah.
Pelayanan yang diberikan dalam rangka penyelenggaraan pendaftaran tanah harus bisa terjangkau oleh pihak yang memerlukannya.
d.
Asas mutakhir, dimaksudkan adalah: Kelengkapan alat yang memadai dalam pelaksanaannya dan keseimbangan
dalam pemeliharaan datanya. Data yang tersedia harus menunjukkan keadaan yang mutakhir. Untuk itu perlu diikuti kewajiban mendaftar dan pencatatan
perubahan-perubahan yang terjadi dikemudian hari. Asas ini menuntut pula dipeliharanya cara pendaftaran tanah secara terus menerus dan
berkesinambungan, sehingga data yang tersimpan di Kantor Pertanahan Nasional selalu sesuai dengan keadaan nyata di lapangan, dan masyarakat
dapat memperoleh keterangan mengenai data yang benar setiap saat, dan itulah yang berlaku pula pada asas terbuka.
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias, 2008.
USU e-Repository © 2008
Sejalan dengan asas yang terkandung dalam Pendaftaran tanah, maka tujuan yang ingin dicapai dari adanya pendaftaran tanah tersebut diatur lebih lanjut
pada Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, dinyatakan pendaftaran tanah bertujuan:
a. Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain
yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan.
b. Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang
diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan rumah susun yang sudah terdaftar.
c. Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan. Berkaitan dengan tujuan pendaftaran tanah sebagaimana yang diatur dalam
Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 di atas A.P. Parlindungan mengatakan bahwa:
a. Dengan diterbitkannya sertipikat hak atas tanah maka kepada pemiliknya diberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum.
b. Dizaman informasi ini maka Kantor Pertanahan sebagai kantor di garis depan haruslah memelihara dengan baik setiap informasi yang diperlukan
untuk suatu bidang tanah, baik untuk pemerintah sendiri sehingga dapat merencanakan pembangunan negara dan juga bagi masyarakat sendiri.
Informasi itu penting untuk dapat memutuskan sesuatu yang diperlukan di mana terlibat tanah, yaitu data fisik dan yuridisnya, termasuk untuk satuan
rumah susun, informasi tersebut bersifat terbuka untuk umum artinya dapat diberikan informasi apa saja yang diperlukan atas bidang
tanahbangunan yang ada
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias, 2008.
USU e-Repository © 2008
c. Sehingga untuk itu perlulah tertib administrasi pertanahan dijadikan sesuatu hal yang wajar.
14
Disamping itu dengan terselenggaranya pendaftaran tanah juga dimaksudkan terciptanya suatu pusat informasi mengenai bidang-bidang tanah sehingga pihak yang
berkepentingan termasuk pemerintah dengan mudah memperoleh data yang di perlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan
satuan-satuan rumah susun yang sudah di daftar.Terselenggaranya pendaftaran tanah secara baik merupakan dasar dan perwujudan tertib administarasi di bidang
pertanahan.
1.4. Sistem Pendaftaran Tanah
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 yang merupakan revisi dari Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 masih tetap menggunakan sistim
pendaftaran tanah sebagaimana yang dikehendaki oleh Pasal 19 UUPA. Menurut Pasal 19 dan penjelasan umum UUPA, pendaftaran tanah di
Indonesia bertujuan untuk menjamin kepastian hukum atas tanah rechts kadaster. Bahwa pendaftaran tanah yang diselenggarakan menurut sistim publikasi negatif yang
mengandung unsur positif dapat diketahui dari Pasal 19 ayat 2 huruf c, yang mengatakan bahwa pendaftaran meliputi “pemberian surat tanda–tanda bukti hak,
yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat”
14
A.P Parlindungan, Pendaftaran Tanah Di Indonesia Berdasarkan PP No.24 Tahun 1997, Mandar Maju, Bandung, 1999, hlm.2
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias, 2008.
USU e-Repository © 2008
Pada garis besarnya dalam penyelenggaraan pendaftaran tanah di kenal dengan dua sistem publikasi adalah sebagai berikut:
a. Sistem publikasi positif. Dalam sistem ini selalu menggunakan sistem pendaftaran hak maka perlu
adanya register atau buku tanah sebagai penyimpanan dan penyajian data yuridis dan sertifikat hak sebagai surat tanda bukti hak. Pendaftaran atas nama seseorang dalam
register itulah yang membuat seseorang menjadi pemegang hak atas tanah yang bersangkutan bukan perbuatan hukum pemindahan hak yang dilakukan.
Dalam sistem publikasi positif ini orang dengan itikad baik dan dengan pembayaran memperoleh hak dari seseoarang yang telah terdaftar namanya dalam
register memperoleh apa yang disebut indefeasible title hak yang tidak dapat di ganggu gugat demikian jika di kemudian hari terbukti orang yang telah terdaftar
tersebut bukanlah pemegang hak yang sebenarnya. Data yang dimuat dalam register mempunyai daya pembuktian yang mutlak.
Dengan selesainya pendaftaran kepada penerima hak maka pemegang hak yang sebenarnya menjadi kehilangan hak. Dan ia tidak dapat menuntut pembatalan
perbuatan hukum tersebut kepada pembeli dan hanya dia menuntut ganti kerugian kepada negara.
b. Sistem publikasi negatif
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias, 2008.
USU e-Repository © 2008
Dalam sistem ini bukan pendaftaran tetapi sahnya perbuatan hukum yang dilakukan untuk menentukan berpindahnya hak kepada pembeli. Pendaftaran tidak
membuat orang yang telah memperoleh hak dari pihak yang tidak berhak menjadi pemegang hak yang baru. Dalam sistem publikasi negatif ini berlaku dengan azas yang
dikenal dengan “memo plus yuris in alium treansferre potest quamipse habet” maksudnya orang yang tidak dapat menyerahkan atau memindahkan hak melebihi apa
yang dia sendiri punyai. Biarpun sudah melakukan pendaftaran gugatan mungkin saja akan timbul dari pemegang hak yang sebenarnya sepanjang dapat di buktikan.
Dari kelemahan sistem publikasi negatif tersebut di negara-negara yang menggunakan sistem publikasi negatif, seperti negara Belanda dan Hindia Belanda
dahulu dalam pendaftaran tanah-tanah hak diatas dengan lembaga “verjaring” KUH Perdata Pasal 580 Jo 1963. Pasal-pasal KUH Perdata mengenai lembaga verjaring
sudah dicabut oleh UUPA. Tetapi ternyata bahwa dalam Hukum Adat ada lembaga yang dapat digunakan
mengatasi kelemahan sistem publikasi negatif. Lembaga tersebut dalam yurisprudensi dikenal sebagai “rechtsverwerking”, sebagaimana dinyatakan dan ditetapkan dalam
berbagai urusan pengadilan dalam tahun 1950-an. Kalau dengan lembaga verjaring pihak menguasai tanah karena lampaunya waktu menjadi pemiliknya, dengan lembaga
rechtsverwerking terjadi yang sebaliknya. Pihak yang mempunyai tanah karena lampaunya waktu kehilangan hak untuk memperolehnya kembali.
Selanjutnya dalam Pasal 24 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 mengakui adanya lembaga perolehan hak karena lampaunya waktu verjaring. Secara
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias, 2008.
USU e-Repository © 2008
eksplisit pengakuan ini dirumuskan dalam Pasal 24 ayat 2 bahwa “pembukuan hak dapat dilakukan berdasarkan kenyataan penguasaan fisik bidang tanah yang
bersangkutan selama 20 tahun atau lebih secara berturut-turut oleh pemohon pendaftaran dan pendahulu-pendahulunya”. Dari Pasal ini menetapkan suatu lembaga
pembuktian semacam verjaring 20 tahun”
15
Dalam upaya mengatasi kelemahan sistem publikasi negatif tersebut Pasal 32 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 juga mengakui adanya lembaga
“rechtsverwerking”. Pasal 32 ayat 2 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, menyatakan:
Dalam hal atas suatu bidang tanah sudah diterbitkan sertipikat secara sah atas nama orang atau badan hukum yang memperoleh tanah tersebut dengan itikat baik dan
secara nyata menguasainya. Maka pihak yang merasa mempunyai hak atas tanah itu tidak dapat lagi menuntut pelaksanaan hak tersebut, apabila dalam waktu 5 tahun sejak
diterbitkannya sertipikat kepada kepala kantor pertanahan yang bersangkutan ataupun tidak mengajukan gugatan ke pengadilan mengenai penguasaan tanah atau penerbitan
sertipikat tersebut.
15
Eliyanju, Pendaftaran Peralihan Hak milik Atas Tanah Karena Pewarisan Menurut PP No. 24 Tahun 1997 Penelitian Di Kota Siantar , Tesis MKn USU, Medan, 2000, Hlm 57
Lembaga perolehan hak karena lampaunya waktuVerjaring di atur dalam pasal 24 PP 24 Tahun 1997 berdasarkan kenyataan penguasaan fisik selama 20 tahun,sedangkan dalam KUHPerdata di
atur dalam pasal 1963 yang menyatakan”siapa yang beritikad baik dan berdasarkan suatu alas hak yang sah , memperoleh suatu benda tak bergerak , suatu bunga, atau suatu piutang lain yang tidak harus
dibayar atas tunjuk, memperoleh haknya diatasnya, dengan jalan daluwarsa, dengan penguasaan selama dua puluh tahun”bahkan dalam tersebut di nyatakan bahwa”siapa yang dengan itikad baik
menguasainya selama tiga puluh tahun, memperoleh hak milik, dengan tidak dapat di paksa untuk mempertunjukkan alas haknya.
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias, 2008.
USU e-Repository © 2008
Ketentuan ini bertujuan untuk pada satu pihak tetap berpegang pada sistem publikasi negatif dan pada lain pihak untuk secara seimbang memberikan kepastian
hukum kepada pihak yang dengan itikad baik menguasai sebagian tanda buktinya, yang menurut UUPA berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.
1.5. Objek Pendaftaran Tanah
Dalam ketentuan Pasal 16 UUPA adalah pelaksanaan ketentuan Pasal 4, sesuai dengan asas yang diletakkan dalam Pasal 5 UUPA, bahwa hukum pertanahan
yang nasional didasarkan atas hukum adat maka penentuan hak-hak atas tanah dan air dalam pasal ini didasarkan pula atas sistimatik dari hukum adat. Hak-hak atas tanah
yang dimaksud dalam Pasal 16 ayat 1 UUPA adalah hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak sewa, hak membuka tanah, hak memungut hasil hutan
dan hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak diatas yang akan ditetapkan dengan undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara sebagai yang
disebutkan dalam Pasal 53 UUPA. Ketentuan objek pendaftaran tanah sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal
16 UUPA tersebut diatas juga lebih ditegaskan dalam Pasal 9 Peraturan Pemerintah 24 Tahun 1997 adalah objek pendaftaran tanah yang meliputi sebagai berikut:
a. Bidang-bidang tanah yang dipunyai dengan hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan dan hak pakai.
b. Tanah hak pengelolaan. c. Tanah wakaf.
Aliyusran Gea: Kajian Pendaftaran Tanah Dari Pembagian Warisan Setelah PP 24 Tahun 1997 Studi Penelitian Di Kecamatan gunung Sitoli Kabupaten Nias, 2008.
USU e-Repository © 2008
d. Hak milik atas satuan rumah susun. e. Hak tanggungan.
f. Tanah negara. Sedangkan pendaftaran tanah yang objeknya bidang tanah yang berstatus tanah
negara dilakukan dengan mencatatnya dalam daftar tanah dan tidak diterbitkannya sertipikat.
2. Pewarisan