Tujuan kredit adalah untuk memperbaiki standar hidup, dengan cara menyediakan akses kredit bagi peningkatan pendapatan, dengan harapan bisa
membantu usaha pertanian dengan cara menggulirkan dana pinjaman Zulkarnain, 2003.
Program kredit yang proses kerjanya dilakukan dengan cara menggulirkan dana. Itu berarti bahwa modal yang tersedia diberikan dalam bentuk kredit, dan
uang yang dikembalikan dalam bentuk bunga dan pelunasannya dimasukkan lagi sebagai dana, dan dengan demikian dapat digunakan lagi untuk memberi kredit
berikutnya. Sehingga dana tersebut selalu bisa bergulir di antara program itu sendiri dan para petani secara berkelanjutan Nirschl dan Sticker, 2005.
Program pinjaman modal usaha dengan pola dana bergulir yang bunga pinjamannya cukup rendah ini dapat memberikan bantuan keuangan bagi usaha
produktif dan merangsang kegiatan tersebut di masyarakat sekaligus memupuk jiwa kewirausahaan. Pinjaman modal ini akan digulirkan dari suatu usaha ke
usaha yang lain sehingga dapat merata dirasakan oleh masayarakat. Dalam jangka panjang, secara makro meningkatnya ekonomi masyarakat berarti juga akan
meningkatnya perekonomian suatu daerah secara keseluruhan Anonimus, 2005.
2.2 Landasan Teori
Sebagai faktor produksi tentu modal mutlak diperlukan dalam usaha pertanian. Tanpa modal sudah pasti usaha tidak bisa dilakukan. Kecukupan modal
mempengaruhi ketepatan waktu dan ketepatan takaran dalam penggunaan masukan. Dengan kata lain, keberadaan modal sangat menentukan tingkat atau
macam teknologi yang diterapkan. Kekurangan modal menyebabkan kurangnya
masukan yang diberikan sehingga menimbulkan risiko kegagalan atau rendahnya hasil yang akan diterima. Tidak dipungkiri bahwa modal suatu saat dan bahkan
sering menjadi masalah dalam pengembangan usaha pertanian. Daniel, 2002b. Masalah produksi pertanian di negara-negara yang sedang berkembang
selalu didekati melalui pendekatan ekonomi. Berbagai program seperti program kredit bagi petani telah diciptakan oleh pemerintah negara-negara yang sedang
berkembang untuk mendorong petani mau meningkatkan produksi mereka Soetrisno, 1998.
Kebijakan pemerintah di bidang kredit pertanian bertujuan agar penggunaan kredit yang tersedia bagi sektor pertanian dapat dipergunakan
seefisien mungkin, artinya kredit bagi pertanian mampu membantu meningkatkan produksi pertanian setinggi-tingginya. Tujuan ini merupakan tujuan yang bersifat
teknis ekonomis. Tetapi kredit pertanian tidak saja mempunyai tujuan teknis ekonomi tetapi pada akhirnya mempunyai tujuan lain, yaitu peningkatan
kesejahteraan petani dan masyarakat petani Mubyarto, 1997. Hal yang serupa juga diungkapkan oleh Tjiptoadinugroho 1994 yang
mengatakan tujuan pokok dari kredit produksi pertanian dapat dibagi tiga, yaitu : a.
Menambah luasnya tanah yang dapat digarap. b.
Meningkatkan hasil produksi. c.
Meningkatkan pendapatan petani. Kredit yang terorganisasi dengan baik merupakan suatu persyaratan untuk
menimbulkan dinamisasi kegiatan ekonomi. Kredit mempunyai fungsi pemerata. Setidak-tidaknya ini berlaku bagi sektor pertanian, yang hingga kini mencakup
bagian terbesar dari masyarakat Indonesia. Kredit harus membantu petani untuk
mengatasi masa paceklik dan kekurangan uang, melakukan pengeluaran- pengeluaran untuk tujuan-tujuan tertentu menggarap tanah, penanaman serta
pemeliharaan, yang kemudian dapat dibayar kembali Djojohadikusumo, 1989. Investasi yang ditanamkan pemerintah pada usaha pembangunan pertanian
diharapkan oleh pemerintah dapat dibayar kembali oleh petani melalui kenaikan produksi mereka Soetrisno, 1992.
Pengalaman menunjukkan bahwa rasionalisasi penyaluran kredit melalui kelompok didasarkan oleh empat alasan, yakni simplifikasi manajemen
penyaluran, minimalisasi biaya penyaluran, minimalisasi risiko tunggakan, dan multlipikasi manfaat kelompok. Alasan terakhir terutama ditujukan bila
penyaluran kredit dihubungkan dengan aksi pengembangan masyarakat, seperti penyuluhan, pertukaran pengalaman dan informasi, dan lain-lain. Gunardi, 1994.
Program-program kredit biasanya mempunyai unsur pendidikan yang jelas, yang salah satu targetnya adalah mengadakan pembinaan bagi para anggota
peminjam dalam kaitannya dengan pengelolaan uang Nirschl dan Sticker, 2005. Pembinaan yang dilakukan terhadap kelompok-kelompok peminjam yaitu
berupa kegiatan yang dilakukan oleh petugas lapangan dalam pertemuan nonformal. Pembinaan terhadap kelompok dapat berupa :
1. Pemantapan organisasi, dengan melakukan pengarahan agar kelompok
peminjam menjadi kelompok mandiri. 2.
Pemantapan administrasi, dengan jalan melakukan pemeriksaan pembukuan, membantu pelancaran distribusi kredit, dan memberikan
bimbingan manajerial.
3. Pemantapan modal usaha yang dilakukan dengan memberikan motivasi
hidup hemat, mengarahkan penggunaan modal dan kredit, membantu kelancaran kredit dan penagihan.
4. Pemantapan usaha produktif yang dilakukan dengan jalan memberikan
alternatif pengembangan usaha dan informasi untuk mendapatkan sarana produksi, membantu memecahkan masalah praktis dalam kegiatan usaha
kelompok, serta monitoring bimbingan pengelolaan usaha anggota kelompok.
Gunardi, 1994.
2.3 Kerangka Pemikiran