Latar Belakang Masalah Penyelesaian Perkara Cerai Gugat Karena Suami Nusyuz (Analisis Putusan Nomor : 3074/Pdt.G/2012/Pajt)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Segala puji bagi Allah Ta’ala yang telah menciptakan makhluk-Nya berpasang-pasangan. Sholawat dan salam semoga dicurahkan kepada Nabi Muhammad saw sebagai suri tauladan di dalam membangun kehidupan rumah tangga. Pernikahan merupakan pintu untuk memasuki jenjang kehidupan berumah tangga dalam konstruksi keluarga baru. 1 Dalam keluarga sesama pasangan harus saling berbagi baik suka maupun duka, saling memberi dan menerima, saling mngasihi dan saling mencintai, karena pada dasarnya cinta itu sederhana. Landasan utama sebuah pernikahan, dimana tujuannya adalah menciptakan rasa tentram di antara suami-istri atas dasar kasih sayang. Namun kenyataannya, jarang sekali sebuah kehidupan rumah tangga berjalan mulus tanpa hantaman badai perselisihan dan terpaan angin pertengkaran di antara suami dan istri. 2 Perkawinan atau pernikahan menurut hukum Islam yaitu ikatan yang sangat kuat atau mitsaqan ghalizan untuk menaati perintah Allah dan melaksanakannya 1 Mufidah, Psikologi Keluarga Islam Berwawasan Gender,Malang: UIN Malang Press, 2008, h.135 2 Butsanah as-Sayyid al-Iraqi, Menyingkap Tabir Perceraian, Jakarta: Dar Thuwaiq, 1996, h.7 adalah ibadah, 3 karena perkawinan dapat mengurangi kemaksiatan, baik dalam bentuk penglihatan maupun dalam bentuk perzinahan. Orang yang berkeinginan untuk melakukan pernikahan, tetapi belum mempunyai persiapan bekal fisik dan nonfisik dianjurkan oleh Nabi Muhammad saw. Untuk berpuasa. Orang berpuasa memiliki kekuatan atau penghalang dari berbuat tercela yang sangat keji, yaitu perzinaan. 4 Islam telah mewajibkan kepada segenap pasangan suami istri supaya menunaikan kewajiban masing-masing. Di antara kemaslahatan yang dikehendaki fitrah, dikuatkan syara’ dan dibenarkan akal adalah bahwa masing-masing pihak dari keduanya harus mengerahkan segenap usaha dan upayanya untuk menciptakan dan mewujudkan rasa cinta, kasih sayang, saling membantu, saling toleran dan ikhlas dalam menghadapi pasangannya. Kebahagiaan masing-masing dari keduanya tergadai oleh kebahagiaan pasangannya. Hal ini sesuai dalam pasal 77 ayat 1 Kompilasi Hukum Islam KHI yang berbunyi: Suami istri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah yang menjadi sendi dasar dari susunan masyarakat. Jika usia perkawinan telah berlangsung lama, maka akan terjadi titik temu dalam sejumlah hal dan banyak hal-hal yang dapat dilakukan secara bersama-sama. Masing-masing dari pasangan suami istri akan mempengaruhi pasangannya baik jalan 3 Instruksi Presiden RI Nomor 1 tahun 1991, KHI di Indonesia, Jakarta: Humaniora Utama Press, 2001, h. 14 4 Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia,Jakarta: Sinar Grafika, 2006, h.7 pikirannya atau tingkat perwujudannya dalam kehidupan, sehingga masing-masing dapat merealisasikan kehidupannya dengan kehadiran pasangannya. 5 Pada dasarnya perkawinan dilakukan untuk selamanya sampai matinya seorang dari suami istri tersebut. Inilah yang dikehendaki agama Islam. Namun, dalam keadaan tertentu ada hal-hal yang menghendaki putusnya perkawinan itu dalam arti bilamana hubungan perkawinan tetap dilanjutkan maka kemudharatan akan terjadi, dalam hal ini Islam membenarkan putusnya perkawinan sebagai langkah terakhir dari usaha melanjutkan rumah tangga. Islam merupakan agama yang inklusif dan toleran memberi jalan keluar, ketika suami istri yang tidak dapat lagi meneruskan perkawinan, dalam arti adanya ketidak cocokan pandangan hidup dan percekcokan rumah tangga yang tidak bisa didamaikan lagi, maka Islam memberikan jalan keluar yang dalam istilah fiqh disebut Thalaq perceraian. Agama Islam membolehkan suami istri bercerai, tentunya dengan alasan-alasan tertentu, kendati perceraian itu sangat dibenci Allah SWT. 6 Putusnya perkawinan dengan begitu adalah suatu jalan keluar yang baik. 7 Adapun kemungkinan yang dapat terjadi dalam kehidupan rumah tangga yang dapat memicu terjadinya perceraian salah satunya adalah perkara Nusyuz. 5 Butsanah as-Sayyid al-Iraqi, Menyingkap Tabir Perceraian, Jakarta: Dar Thuwaiq, 1996, h.11 6 Mohammad Daud Ali, Hukum Islam dan Peradilan Agama,Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002, cet. Ke-2, h.102 7 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia,Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1994, h.339 Perkataan Nusyuz begitu sinonim dengan sikap istri yang ingkar atau tidak bertanggung jawab terhadap suaminya. Namun hakikatnya Nusyuz juga berkemungkinan berlaku pada suami yaitu suami yang tidak melaksanakan tanggungjawab, tidak menunaikan hak-hak istri. Nusyuz di kalangan lelaki lebih tinggi berbanding dengan perempuan. 8 Dalam pergaulan antara suami istri ada kalanya terjadi hubungan yang tidak harmonis. Akibatnya terjadi apa yang ada pada Al-Quran dengan istilah Nusyuz pembangkangan. Pembangkangan dalam arti salah satu pihak melanggar atau tidak melaksanakan kewajiban mereka masing-masing sebagaimana mestinya. Perbuatan Nusyuz bisa terjadi, baik dari pihak istri maupun dari pihak perempuan. 9 Hal ini sebagai mana tersirat dalam Al-Quran Qs. An-Nisa ayat 128 bahwa jika seorang wanita khawatir akan Nusyuz atau sikap acuh dari suaminya, maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya. Namun dalam Kompilasi Hukum Islam Nusyuz hanya berlaku bagi istri dan tidak bagi suami, begitupula dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan pun sama sekali tidak menyinggung akan Nusyuz yang dilakukan suami. Adapun alasan-alasan perceraian yang dibenarkan menurut UU Perkawinan pasal 39 ayat 2 ialah: 8 Norzulaili Mohid Ghazali dan Wan Abdul Fattah Wan Ismail, Nusyuz, Shiqaq dan Ahkam Menurut Al-Quran, Sunah dan Undang-undang Keluarga Islam,Malaysia: Kolej Universiti Islam Malaysia KUIM,2007, xi 9 Hasanuddin, Perkawinan dalam Perspektif Al-Quran, nikah,talak,cerai,rujuk,Jakarta: Nusantara Damai Press, 2011, h.29 1. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan. 2. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 dua tahun berturut- turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya, 3. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 lima tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung. 4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain. 5. Salah satu pihak mendapatkan cacat badan atau penyakit dengan akibat- akibat tidak menjalankan kewajiban sebagai suami istri. Antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak akan ada harapan untuk hidup rukun lagi dalam rumah tangga. 10 Mahkamah Agung RI dalam putusannya Nomor 38KAG1980 tanggal 5 Oktober 1981 juga sudah mengikuti ketentuan bahwa perceraian dapat dilaksanakan apabila perkawinan sudah pecah dan sukar untuk dirukunkan kembali, tanpa melihat siapa yang bersalah dari perselisihan itu. 11 Bertolak dari uraian tersebut di atas, penulis berkeinginan untuk menelaah tentang perceraian, khususnya mengenai putusnya perkawinan karena cerai gugat 10 Kama Rusdiana dan Jaenal Aripin, Perbandingan Hukum Perdata, Jakarta: UIN Jakarta Press, 2007,h. 41 11 Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia,Jakarta: Kencana,2008 ke dalam bentuk skripsi yang berjudul “PENYELESAIAN PERKARA CERAI GUGAT KARENA SUAMI NUSYUZ Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Timur Perkara Nomor : 3074Pdt.G2012PAJT. B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Identifikasi Masalah Masalah apa sajakah yang terkait dalam perceraian, berikut di bawah ini uraiannya: a. Bagaimanakah Tata Cara Perceraian? b. Faktor Apa Saja Yang Menyebabkan Perceraian? c. Bagaiaman Pelaksanaan Cerai Gugat dan Cerai Talak? d. Bagaimanakah Cerai Gugat Karena Nusyuz ? e. Dan Bagaimana Cerai Gugat Menurut Hukum Positif? 2. Pembatasan Masalah Pokok dalam masalah penelitian ini ialah mengenai perceraian, namun di sini penulis membatasi ruang lingkup penulisan skripsi ini hanya pada cerai gugat karena nusyuz yang dilakukan oleh suami. Saat ini masyarakat hanya mengetahui nusyuz hanya dilakukan oleh istri, bahkan dalam Kompilasi Hukum Islam dan Undang-undang Perkawinan itu sendiri hanya mengatur nusyuz yang dilakukan oleh istri. Namun dalam realita kehidupan di masyarakat nusyuz lebih banyak dilakukan oleh suami. 3. Perumusan Masalah Berdasarkan pembatasan masalah di atas maka penulis juga telah merinci rumusan masalah ke dalam beberapa pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut: a. Apa saja faktor penyebab dari Nusyuz suami? b. Bagaimana pandangan hukum Islam terhadap perkara cerai gugat karena Nusyuz yang dilakukan oleh suami? c. Apa yang menjadi pertimbangan Majelis Hakim dalam menyelesaikan perkara Nomor: 3074Pdt.G2012PAJT?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian