Ishlah Tsamaniyah KAJIAN TEORI

25 yang mengartikan baik atau memperbaiki. Definisi pertama yang menjurus pada pengertian damai atau mendamaikan seperti yang tertera dalam beberapa buku kamus yang diantaranya adalah sebagai berikut: a. Dalam kamus Bahasa Indonesia ishlah mengandung makna perdamaian atau melakukan upaya perdamaian. b. Dalam kamus pintar Agama Islam yang ditulis oleh Drs. Cholil uman, Mas‟ud Nawi dan Mahmuddin menyebutkan kata ishlah sebagai definisi dari arti mendamaikan pertengkaran. Dalam kajian ilmu agama ishlah adalah suatu jenis akad untuk mengakhiri perlawanan antara dua orang yang bersengketa. Dan demi tercapainya ishlah atau kesepakatan damai sebagai pengganti dari pada perpecahan, dan agar permusuhan antara dua pihak yang sedang berselisih dapat dilerai maka disyariatkan dari petunjuk Al- Qur‟an, Hadits dan Ijma. 39 Dalam pengertian yang kedua ishlah sebagai unsur kata yang mengandung definisi baik atau memperbaiki terdapat dalam kamus Al- Munawwir, Arab-Indonesia, dimana didalamnya menyebutkan ishlah berasal dari kata saleh, ashlaha yang berarti baik atau memperbaiki. Secara istilah ishlah adalah memperbaiki suatu keadaan menjadi lebih baik, lebih berfaedah dalam segala sendi-sendi kehidupan. pengertian ishlah ini termaktub didalam Al- Qur‟an. Allah berfirman didalam surat Al- Anfal ayat 1:     Artinya : “Dan perbaikilah hubungan diantara sesamamu.” Ayat tersebut menjelaskan secara umum, memperbaiki suatu keadaan, hubungan hal ihwal yang terjadi diantara sesama umat Islam dengan taqwa. Dalam pemikiran dan tulisan Kiai Emet Ahmad Khatib yang berjudul Intisab PUI dan Janji Amal, di dalamnya menyebutkan bahwasannya Ishlah adalah 39 Cholil Uman, dkk. Kamus Pintar Agama Islam. Bandung: Citra Umbara, 1995, h 104 26 Artinya: Berkehendak keras untuk merubah sesuatu yang jelek hari ini agar hari esok lebih baik. Karakter inilah yang dimiliki oleh para Nabi, auliya, syuhada dan ulama. Sebagaimana Allah menjelaskan betapa tinginya karakter Al-Ishlah dimiliki oleh Nabi Syu‟aeb dalam menghadapi ummat yang amat kharbatak ternyata berhasil. Kami berbuat tiada maksud dan kehendak kecuali merubah dan perubahan sesuai dengan kemampuan kami, tiada penolong bagi kami kecuali Allah, kepada-Nya kami berserah diri dan hanya kepada-Nya kami kembali. 40 Kalimat Al-Ishlah merupakan satu unsur kepribadian muslim yang telah ditetapkan oleh Allah. Ada unsur lainnya yang sama, yaitu As- Shilah. Pribadi seorang muslim harus bersih dan baik, bisa jadi orang yang bersih dan baik setelah bekerja dan memperbaiki dan membersihkan dirinya. Memperbaiki dan membersihkan diri, pekerjaannya disebut As- Shilah, orangnya disebut As-Sholihun. Setelah dirinya baik dan bersih orang yang iqror amal beralih memperbaiki dan membersihkan orang lain agar orang lainpun baik dan bersih. Pekerjaannya disebut Al-Ishlah, orangnya disebut Al-Mushlihun. Menurut pendapat Alimam Al-Qusyaery, yang dimaksud Ishlah adalah memperbaiki sifat kikir hingga menjadi munfiqun dermawan, jangan merampas hak orang lain menjadi miliknya dan membersihkan hati dari sifat dendam dan hasud. Sedangkan menurut hadits nabi yang disampaikan kepada sahabat Abu Ayyub, bahwa yang dimaksud Ishlah itu adalah: “Kamu harus berusaha memperbaiki manusia tatkala mereka saling menghancurkan.” Dan menurut pandangan ahli shufi yang 40 Emet Ahmad Khatib. Intisab PUI dan Janji Amal. Jakarta: Panitia Seabad PUI, 2009, h 146 27 dimaksud dengan ishlah adalah Harus membuktikan dakwah dengan kerja, dengan muamalah, dan dengan perbuatan menjadi contoh yang luhur, jadi panutan yang luhur. Untuk dapat menjadi orang yang sholihun dan Mushlihun, adalah Pertama terlebih dahulu harus melakukan pertaubatan yang nasuha dengan membersihkan dan memurnikan diri dari dosa dan huru-hara hidup. Kedua harus menyandang sifat-sifat terpuji yang sempurna agar dapat memperbaiki orang lain. Pandangan M. Quraish Shihab mengenai ishlah sedikit diuraikan dalam bukunya Wawasan Al- Qur‟an yang merupakan kajian tafsir Maudhui atas pelbagai persoalan umat. Dimana disebutkan bahwasannya ishlah yang banyak disebutkan berulang-ulang dalam Al- Qur‟an tidak hanya dikaitkan dengan sikap kejiwaan, melainkan ishlah itu harus digunakan atau diwujudkan dalam perbuatan nyata. Lanjutnya menurut beliau kata ishlah hendaknya tidak hanya dipahami sebatas mendamaikan antara dua orang lebih yang berselisih, melainkan harus dipahami sesuai makna semantiknya dengan memperhatikan penggunaan Al-Quran terhadapnya. Puluhan ayat berbicara tentang kewajiban melakukan shalah atau ishlah. Dalam kamus-kamus bahasa arab, kata shalah diartikan sebagai antonim dari kata fasad kerusakan, yang juga dapat diartikan sebagai yang bermanfaat. Sedangkan kata ishlah digunakan oleh Al-Quran dalam dua bentuk, yaitu: pertama, ishlah yang selalu membutuhkan objek, kedua adalah shalah yang digunakan sebagai bentuk kata sifat. Sehingga, shalah dapat diartikan terhimpunnya sejumlah nilai tertentu pada sesuatu agar bermanfaat dan berfungsi dengan baik sesuai dengan tujuan kehadirannya. Apabila pada sesuatu ada satu nilai yang tidak menyertainya hingga tujuan yang dimaksudkan tidak tercapai, maka manusia dituntut untuk menghadirkan nilai tersebut. Dan hal yang dilakukannya itu dinamai ishlah perbaikan. 41 41 M. Quraish Shihab. Wawasan Al- Quran; Tafsir Maudhu‟i Atas Pelbagai Persoalan Umat. Bandung: Penerbit Mizan, 1997, h 498 28 2. Macam dan makna Ishlah Tsamaniyah Ishlah tsamaniyah terdiri dari delapan bidang yang diperuntukan sebagai target sasaran jalan yang ditempuh dalam perbaikan menuju perubahan hidup agar lebih baik. Adapun Ishlah Tsamaniyah tersebut adalah sebagai berikut: a. Ishlahul Aqidah Perbaikan Aqidah Aqidah asal katanya dari bahasa Arab, yaitu aqada yang secara harfiyah berarti menghubungkan antara dua ujung dari sesuatu secara kokoh atau kuat. 42 Aqidah merupakan dasar-dasar kepercayaan dalam agama yang mengikat seseorang dengan persoalan-persoalan yang prinsipil dari agama. Islam mengikat kepercayaan atau aqidah dengan tauhid, yaitu keyakinan bahwa Allah itu Esa. Ishlahul Aqidah berarti memperbaiki polapikir atau pandangan hidup yang mendasari seseorang dalam bersikap dan bergerak. Aqidah seseorang dapat diimplementasikan dalam bentuk prilaku suluk, moralitas akhlak, visi wijhatun-nazhar dan ittijahnya dalam kehidupan yang nyata. 43 Dengan demikian semakin dangkal aqidah atau tauhid seseorang, maka semakin rendah pula akhlak, watak kepribadian, serta kesiapannya menerima konsep Islam sebagai pegangan hidupnya. Sebaliknya, bilamana aqidah seseorang telah kokoh dan mapan established, maka ia akan jelas terlihat dalam operasoinalnya. Setiap konsep yang berasal dari Islam, pasti akan diterima secara utuh dan dengan lapang dada tanpa rasa keberatan dan terkesan mencari-cari alasan untuk menolaknya. Seorang muslim yang memiliki aqidah yang kuat akan menampakkan hidupnya sebagai amal shaleh. Jadi amal shaleh merupakan fenomena yang tampak sebagai pancaran dari aqidah. 42 Ibid, h 557 43 Daud Rasyid, Islam Dalam Berbagai Dimensi. Jakarta: Gema Insani Press, 1998, h 15 29 Amal shaleh merupakan perbuatan yang baik yang lahir dari seorang muslim yang memiliki aqidah mu‟min. 44 Menurut Sayyid Sabiq Al- „Aqaid al-Islamiyyah aqidah merupakan prinsip perbuatan. Artinya segala macam perbuatan amal niscaya dilakukan dan berpijak diatas landasan akidah. Oleh karena itu baik buruknya suatu amal perbuatan bergantung penuh pada benar salahnya keyakinan atau akidah yang dibangun. 45 Lemahnya akidah merupakan kunci dari sumber malapetaka yang mengancam manusia dari perbuatan yang menyimpang, khususnya kaum muslimin. Salah satu malapetaka tersebut adalah munculnya kerusakan fatal yang menyeluruh, baik individu, masyarakat, maupun negara dan seterusnya. Agar manusia terhindar dari segala penyimpangan perbuatan jahiliyyah, maka berkenaan dengan itu Islam menunjukan kepada umat manusia dengan menuntunnya kepada Tuhan yang Hak Allah. Apabila didalam hatinya sudah tertanam keyakinan bahwa Allah itu Esa, niscaya jiwa mereka mau mendengar dan patuh kepada larangan dan perintah-Nya. Maka apabila jiwa mereka telah terfokus kepada Allah serta memilih sesuatu yang merupakan pilihannya, maka taklif pembenahan hukum serta proses pembenahan dan perbaikan dalam berbagai sektor kehidupan sosial, politik, ekonomi, moral dsb yang sebelumnya dirusak dan dicemari akidah jahiliyyah dapat segera dimulai. b. Ishlahul Ibadah Perbaikan Ibadah Ibadah dalam kamus besar bahasa Indonesia diartikan dengan perbuatan yang menyatakan bakti kepada Allah SWT, yang didasari ketaatan mengerjakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Ibadah mempunyai efek pendekatan pribadi kepada Allah SWT yang 44 Syahidin, et al. Moral dan Kognisi Islam. Bandung: CV ALFABETA, 1993, h 94 45 Muhammad As-Sayyid Yusuf dan Ahmad Durmah. Pustaka Pengetahuan Al- Qur‟an I; dalam Al- Qur‟an dan Reformasi Pembenahan dan Perbaikan. Jakarta: PT Rehal Publika, 2007, h 99 30 mengandung arti penginsyafan diri pribadi akan makna hidupnya, yakni makna hidup yang berpangkal dari kenyataan bahwa kita berasal dari Tuhan dan akan kembali kepada-Nya. Ibadah merupakan bentuk cerminan dari aqidah seseorang. Bagi yang kuat aqidahnya akan merasa ringan dalam melakukan segala macam ibadah. Pelaksanaan ibadah akan menjamin terpeliharanya hubungan manusia dengan Allah. Dengan terpeliharanya hubungan tersebut, akan menyebabkan segala tingkah laku manusia itu didasari dan dijiwai dispiritualisir oleh kesadaran akan kewajiban mentaati peraturan-peraturan dan berbakti kepada Allah SWT. Hanyalah karena Allah semata. 46 Dengan pelaksanaan ibadah ini terhindarlah manusia dari perbuatan syirik, maksiat, munkar, buruk dan jahat. Agar manusia itu tetap terpelihara, maka manusia diwajibkan mengevaluasi dirinya, i‟tikadnya, tingkah lakunya dan kemudian mengulang kembali ikrarnya seperti tercantum dalam surat Al-A n‟aam ayat 162-163:                     artinya: “Katakanlah Muhammad, Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan seluruh alam. Tidak ada sekutu bagi-Nya; dan demikianlah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama berserah diri muslim .” Melalui shalat lima waktu sehari yang dikerjakan secara sungguh-sungguh, giat dan ikhlas dalam mengharap maghfirah dan rahmat kasih sayang-Nya. Sehingga dengan demikian shalat itu 46 Ahmad Surjadi, Da‟wah Islam Dengan Pembangunan Masyarakat Desa. Bandung: Mandar Maju, 1989,h 4 31 mencegah manusia dari perbuatan-perbuatan yang kotor dan munkar. Firman Allah SWT dalam QS. Al-Ankabut ayat 45:                         artinya: “Bacalah kitab Al-Qur‟an yang telah diwahyukan kepadamu Muhammad dan laksanakanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuataan keji dan munkar. Dan ketahuilah mengingat Allah shalat itu lebih besar keutamaannya dari ibadah yang lain . Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” c. Ishlahul A‟dah Perbaikan Budaya Budaya berasal dari bahasa sansekerta “buddhayah,” bentuk jamak dari budhi yang artinya akal. Jadi budaya adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan akal pikiran, nilai-nilai dan sikap mental. Budaya lahir atau muncul bermula dari kebiasaan. Kebiasaan itu bisa baik dan bisa juga tidak. Dalam hal ini maksud dari Islahul A‟dah adalah Membersihkan kebiasaan yang tidak berfaedah atau yang mengandung madhorot menggantikannya dengan sesuatu yang berguna. Membersihkan dan menghilangkan adat kebiasaan yang mengandung kemusyrikan, mengandung bahaya, khususnya bagi generasi yang akan datang, apabila dari generasi sekarang mengamalkan segala kebiasaan buruk yang telah disebutkan diatas. Pada umumnya kebiasaaan buruk yang dilakukan umat islam terlahir dari kebiasaan nenek moyang atau terlahir dari penetrasi kebudayaan barat akibat dari kolonialisme. Bahwa usaha untuk memperbaikinya adalah dengan kembali atau menengok kepada aturan hidup Islam yang segalanya telah dirumuskan dalam Al- Qur‟an dan Hadits. d. Ishlahut Tarbiyah Perbaikan pendidikan Pendidikan atau tarbiyah merupakan proses mendewasakan manusia. Mengubah manusia dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak 32 baik menjadi baik. Menurut pendapat Abdurrahman An-Nahlawi tarbiyah mengandung makna memperbaiki, menguasai urusan, menuntun, menjaga dan memelihara. 47 Dari penjelasan tersebut tarbiyah mengandung empat unsur, yaitu: 1 Menjaga dan memelihara fitrah anak menjelang baligh. 2 Mengembangkan seluruh potensi dan kesiapan bermacam-macam hal. 3 Mengerahkan seluruh fitrah dan potensi ini menuju kebaikan dan kesempurnaan yang layak baginya. 4 Proses ini dilakukan secara bertahap. Pendidikan sangat penting dalam Islam sehingga merupakan suatu kewajiban. Sebagaimana yang rasulullah sabdakan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Barri: “menuntut ilmu itu diwajibkan atas setiap orang islam.” Ilmu merupakan suatu kemestian bagi setiap manusia, karena ilmu yang benar adalah mukaddimah iman yang benar. Dengan ilmu manusia memahami alam sekitarnya, yang kemudian dipergunakan untuk membangun bumi. Al- Qur‟an telah menegaskan bahwa orang yang berilmu akan memiliki takwa yang tinggi kepada Allah, karena mereka mengetahui dan memahami tanda-tanda kebesaran dan keagungan Allah, baik yang tertulis dalam Al- Qur‟an maupun yang terlihat dalam alam semesta. Islam sangat menuntut sekali agar umat manusia gemar mencari ilmu pengetahuan, khususnya kaum muslimin melalui pendidikan agama maupun umum. Kedua-duanya merupakan bekal masa depan yang dapat membawa kepada kemaslahatan umat menjadi lebih baik. Dengan pendidikan yang baik dan benar akan melahirkan kehidupan yang beradab yang menandai tingginya martabat manusia dan keluhuran moralnya. 47 Heri Jauhari Muchtar. Fiqh Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005, h 124 33 Maksud melakukan perbaikan dalam pendidikan adalah dengan menciptakan pendidikan secara muslim, baik dalam lingkungan keluarga maupun sekolah atau lembaga formal. Pendidikan itu hendaknya mengasah moral anak menjadi baik, santun dan memiliki sifat-sifat yang baik. Pendidikan hendaklah dibangun dengan tujuan mengubah tingkah laku yang dilandasi oleh nilai islam, baik dalam kehidupan pribadi, keluarga atau kehidupan masyarakat dan kehidupan dalam alam sekitar. Masalah pendidikan erat kaitannya denga persoalan manusia dalam rangka memberikan makna dan arah moral kepada eksistensi fitrinya. Oleh karena itu menurut Prof. Dr. Ahmad Syafi‟i Ma‟arif mengatakan bahwasannya pendidikan seharusnya bertujuan untuk memberikan bekal moral, intelektual dan keterampilan agar peserta didik siap menghadapi masa depannya. Dunia pendidikan atau keilmuan saat ini lebih banyak memusatkan perhatiannya pada dimensi pengajaran terutama menyangkut administrasi dan kurikulum pengajaran. Sedangkan aspek mendasar dari pendidikan itu sendiri yakni upaya melahirkan manusia yang cerdas, terampil dan memiliki akhlak mulia seringkali terabaikan. Pendidikan harus diarahkan untuk membentuk pribadi yang seimbang antara pengetahuan intelektual dan emosional. Seseorang yang hanya fokus pada kecerdasan intelektualnya saja dengan mengabaikan kecerdasan emosionalnya, maka yang terjadi banyak tindak kejahatan. karena itu seharusnya pendidikan difungsikan untuk mempersiapkan peserta didik menjadi manusia yang memiliki prilaku, nilai dan norma sesuai dengan sistem yang berlaku sehingga dapat mewujudkan totalitas manusia yang utuh dan mandiri sesuai tata cara hidup agama dan bangsa. 34 Menurut Prof. Dr. Ahmad Syafi‟i Ma‟arif, bahwasannya pendidikan harus bertujuan untuk memberikan bekal moral, intelektual dan keterampilan agar peserta didik dapat menghadapi masa depannya dengan percaya diri. 48 e. Ishlahul „Ailah Perbaikan Keluarga Keluarga merupakan suatu unit dasar atau aspek terkecil dari masyarakat. Baik tidaknya suatu masyarakat ditentukan oleh baik tidaknya keadaan keluarga pada masyarakat tersebut. Oleh karena itu, apabila kita menghendaki terwujudnya suatu masyarakat yang baik, tertib dan diridhai Allah, mulailah dari keluarga. Sering kali terjadi beberapa kasus mengenai keluarga yang berantakan, keluarga yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya, tidak ada suasana yang menyenangkan, tidak ada komunikasi datang lalu pergi, malah kadang kala suasananya seperti di neraka. Keluarga seperti itu pada umumnya disebut “broken home” keluarga yang pecah. peristiwa tersebut biasanya disebabkan oleh beberapa hal: 1 Kehidupan keluarga yang tidak berlandaskan pada pondasi agama. 2 Terlalu sibuk mencari kehidupan dunia, sehingga keluarga terabaikan. 3 Terpengaruhi oleh pola hidup yang tidak islami, seperti matrealisme, individualisme dan sebagainya. Oleh sebab itu dalam ishlahul „Ailah adalah menciptakan keluarga yang sakinah tentram serta mawaddah warrahmah cinta dan kasih sayang. Islam telah memiliki cara supaya terwujud keluarga yang sakinah, mawaddah dan warrahmah, yakni dengan upaya-upaya sebagai berikut: 49 48 Nana Rukmana, Masjid dan Dakwah; Merencanakan, Membangun dan mengelola Masjid Mengemas Substansi Dakwah Upaya Pemecahan Krisis Moral dan Spiritual. Jakarta: Al- Mawardi Prima, 2002, h 35 49 Hakim abdul Hameed, Aspek-aspek Pokok Agama Islam. Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya, 1982 h, 44 35 1 Untuk mewujudkan keluarga yang sakinah maka harus dimulai dari memilih pasangan hidup yang shaleh atau shalehah. Ukuran pasangan yang shaleh itu harus memiliki empat kriteria, yaitu kecantikan atau ketampanan, keluarga, keturunan atau kedudukan dan agama. Dari keempat kriteria dalam memilih pasangan yang lebih utama adalah harus kuat dalam agamanya. 2 Menikah dan berkeluarga diniatkan karena untuk beribadah semata. 3 Melaksanakan setiap tugas dalam keluarga dengan ikhlas. 4 Memenuhi kebutuhan keluarga dengan cara yang halal. 5 Mendidik serta membina keluarga secara Islam. Kehidupan keluarga apabila diibaratkan menurut M. Quraish Shihab adalah seperti sebuah bangunan. Demi terpeliharanya bangunan itu dari hantaman badai dan goncangan gempa, maka ia harus didirikan fondasi yang kuat dengan berbahan bangunan yang kokoh serta jalinan perekat yang lengket. Gambaran dari fondasi bangunan kehidupan keluarga adalah ajaran agama disertai dengan kesiapan fisik dan mental dari calon ayah dan ibu. Sedangkan kekokohaan bagian-bagian bangunan tercermin antara lain dalam kewajiban memperhatikan buah perkawinan itu, yaitu perhatian terhadap anak, baik semenjak masih di dalam kandungan sampai masa dewasanya. 50 f. Ishlahul Mujtama Perbaikan Sosial Manusia pada umumnya hidup saling bergantungan antara satu dengan yang lainnya. Karena itulah manusia disebut sebagai makhluk sosial yang artinya manusia tidak bisa hidup sendiri. Seorang manusia umumnya saling berinteraksi dengan orang lain di masyarakat banyak. Untuk memudahkan pemahaman hubungan antara manusia dengan masyarakatnya ini, maka perilaku manusia dibagi menjadi 50 M. Quraish Shihab. Membumikan Al- Qur‟an; Fungsi dan Peran Wahyu Dalam Kehidupan Masyarakat. Bandung: PT Mizan Pustaka, 2007 h, 396 36 tiga bentuk dasar, yakni pertama perilakunya, kedua perilaku spontan terhadap hal-hal yang mendadak, dan ketiga perilaku arah kegiatan yang dikerjakannya. Ketiga bentuk perilaku itu bisa disebut sebagai akhlak seorang manusia, yakni perilaku manusia secara umum terhadap orang lain. 51 Seorang muslim secara umum diperintah Allah memiliki sifat kasih dan sifat tolong menolong terhadap orang lain dan itulah perwujudan sifat dari memperbaiki kehidupan sosial, yakni dengan saling tolong-menolong diantara sesama manusia. Pertolongan itu sifatnya sangat luas dan banyak sekali macamnya, seperti membantu orang yang sedang kesusahan baik materi maupun non materi. Dalam pertolongan bidang materi seperti tidak boleh kikir, membebaskan hutang bila sipenghutang terbelit kesusahan yang berat dalam membayar utangnya, memberi makan golongan miskin, merawat anak yatim, dan seterusnya. Pertolongan non materi seperti yang selalu Islam ajarkan kepada manusia adalah dengan selalu menolong orang yang sedang tertimpa kemalangan, menengok orang sakit, mengantar jenazah sampai ke kuburan, menghadiri undangan, dan sebagainya. Dari hal diatas akan terbentuk masyarakat yang satu, masyarakat yang kuat dan kokoh. Menghasilkan kehidupan yang memasyarakatkan masyarakat dengan saling bantu membantu, saling menopang anatar yang lemah dengan yang kuat kaum berada. Dengan demikian terwujudlah kehidupan yang damai, rukun dan sentosa. g. Ishlahul Iqtishad Perbaikan ekonomi Ekonomi menurut para ahli berasal dari bahasa Yunani, yaitu oicos yang berarti rumah dan nomos yang berarti aturan. Jadi ekonomi adalah aturan-aturan untuk menyelenggarakan kebutuhan hidup 51 Fuad Amsyari. Islam Kaaffah; Tantangaan Sosial dan Aplikasinya di Indonesia. Jakarta: Gema Insani Press, 1995 h, 83 37 manusia dalam rumah tangga. Sedangkan dalam bahasa arab disebut Iqtishad yang membahas persoalan mengenai penghidupan manusia dengan sehemat-hematnya dan secermat-cermatnya. 52 Penggunaan kata iqtishad dalam Al- Qur‟an mempunyai makna bahwa seluruh aktivitas ekonomi Islam harus ditegakan diatas jalan tengah dengan memperhatikan keadilan dan tidak berlebihan dalam penggunaan kekayaan, dan di dalam mencari keuntungan tanpa merugikan dan menindas orang lain, mengutamakan keadilan dan keseimbangan, baik keseimbangan antara individu, masyarakat atau golongan yang masing-masing tingkat perekonomiannya berbeda- beda. Manusia selain sebagai makhluk sosial, ia juga dikategorikan kepada makhluk ekonomi. Oleh karena itu, ia dituntut untuk memenuhi segala kebutuhannya yang terbagi menjadi dua, yakni kebutuhan jasmani dan kebutuhan rohani. Kebutuhan jasmani seperti makan, minum, tempat tinggal dan sebagainya. Sedangkan kebutuhan rohaniyahnya berupa ketenangan, ketentraman dan kebahagiaan. Agama Islam menempatkan aktivitas ekonomi pada posisi strategis dalam kehidupan manusia agar mereka dapat meraih kehidupan yang sejahtera dan lebih bernilai, tidak miskin dan tidak menderita. Berkaitan dengan hal ini Ismail Raji Al-Faruqi menyatakan bahwa kegiatan-kegiatan ekonomi adalah pernyataan dari semangat ajaran islam, karena kemakmuran ekonomi masyarakat adalah yang ingin dicapai oleh umat Islam. 53 oleh karenanya ekonomi sangat penting dalam Islam. Adapun yang menjadi tujuan ekonomi dalam Islam adalah Pertama, mewujudkan ekonomi umat yang makmur dengan melaksanakan produksi barang dan jasa dengan kuantitas dan kualitas 52 Abdullah Zaky Al-Kaaf. Ekonomi Dalam Perspektif Islam. Bandung: CV Pustaka Setia, 2002, h 96 53 Zaki Fuad Chalil, Pemerataan Distribusi Kekayaan Dalam Ekonomi Islam. Banda Aceh: PT Gelora Aksara Pratama, 2009, h 10 38 yang cukup, guna memenuhi kebutuhan jasmani dan rohani dalam rangka menumbuhkan kesejahteraan duniawi dan ukhrawi secara serasi dan seimbang. Kedua, mewujudkan kehidupan ekonomi yang serasi, bersatu, damai dan maju dalam suasana kekeluargaan sesama umat, dengan jalan menghilangkan hawa nafsu untuk menguasai, menumpuk harta, ataupun sikap-sikap lemah terhadap gejala-gejala yang negatif. Ketiga, mewujudkan kehidupaan ekonomi yang tidak menimbulkan kerusakan di bumi, sosial maupun spiritual. Keempat, mewujudkan kehidupan ekonomi yang mandiri tanpa kebergantungan kepada kelompok masyrarakat lain. Untuk dapat mewujudkan kemakmuran dan kebahagiaan hidup manusia harus berusaha mencari dan mengumpulkan harta sesuai dengan petunjuk agama islam. h. Ishlahul Ummah Perbaikan Umat Sebelum memperbaiki ummah terlebih dahulu kita harus mengenal apa itu ummah. Ummah berasal dari kata umm yang artiya ibu. Bagi seorang muslim ummah itu seperti ibu pertiwi yang diwadahi dengan iman dan aqidah yang sama faith and creed. 54 Ummat dalam kamus besar bahasa Indonesia diartikan sebagai para penganut atau pengikut. 55 Ummah itu pada dasarnya adalah sama, yakni sama-sama lahir dari manusia pertama dari seluruh manusia Adam as dan Siti Hawa. Lalu terus berkembang dari sedikit menjadi banyak yang semuanya bertebaran di penjuru dunia. Akibat dari pertebaran itu manusia terpecah-pecah dalam berbagai suku, bangsa dan sebagainya. Dengan masalah ini Islam mencoba menunjukan dan menegaskan bahwasannya manusia di dunia itu adalah sama. Oleh karena itu, mereka semua adalah bersaudara dan sama dalam status mereka sebagai makhluk manusia. Kalaupun sekiranya ada suatu 54 M. Amien Rais. Cakrawala Islam. Bandung: MIZAN, 1987, h 5 55 Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Balai Pustaka, 2007, 39 perbedaan diantara manusia itu tidak terletak pada suku, ras, negeri atau bangsa dan bahasa melainkan yang membeda-bedakan kita sebagai umat manusia adalah cita-cita, kepercayaan dan prinsip- prinsip. Untuk membangun suatu umat yang kuat dan bersatu tanpa diskriminasi apapun, maka salah satu jalannya adalah dengan mengikat tali persaudaraan dengan ukhuwa diantara sesama umat manusia. Karena dengan ukhuwa manusia akan hidup tentram, damai dan harmonis. Ukhuwa atau dalam bahasa asingnya disebut brotherhood 56 adalah persamaan diantara umat manusia. Persamaan dan keserasian dalam banyak hal. Karena itu persamaan dan keserasian dalam kerukunan mengakibatkan persaudaraan dan persamaan dalam sifat-sifat juga mengakibatkan persaudaraan. Salah satu faktor penunjang lahirnya persaudaraan adalah adanya persamaan. Semakin banyak persamaan semakin kokoh pula persaudaraan. Persamaan dalam rasa dan cita merupakan faktor yang sangat dominan yang mendahului lahirnya persaudaraaan hakiki dan yang pada akhirnya menjadikan seorang saudara merasakan derita saudaranya. Secara lebih lanjut, pemaknaan ukhuwa menurut Al- Qur‟an dan Asunnah dapat dibedakan menjadi empat bentuk: 1 Ukhuwa fi al-ubudiyah, yaitu seluruh makhluk adalah bersaudara dalam arti memiliki kesamaan. Persamaan ini antara lain, bahwa semua manusia merupakan ciptaan Allah SWT dan tunduk kepada-Nya. Hal itu termaktub dalam surat QS. Al-Baqarah:28.                56 Muhaemin, Et al. Kawasan dan Wawasan Studi islam. Jakarta: Prenada Media, 2005, h 345 40 Artinya: Bagaimana kamu ingkar kepada Allah, padahal kamu tadinya mati, lalu Dia menghidupkan kamu, kemudian Dia mematikan kamu lalu Dia menghidupkan kamu kembali. Kemudian kepada-Nya-lah kamu dikembalikan. Konsekuensi bentuk ukhuwa ini adalah keharusan manusia untuk melestarikan semua ciptaan Allah SWT. Atau manusia dengan alam semesta. 2 Ukhuwa fi al-insaniyah, yaitu seluruh umat manusia adalah bersaudara, karena mereka bersumber dari ayah dan ibu yang sama. QS. Al-Hujurat: 12                                     Artinya: Wahai orang-orang yang beriman Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa, dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah ada diantara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh Allah Maha penerima tobat, Maha Penyayang. Bentuk ukhuwa kedua ini cakupannya sedikit sempit, karena lingkup persaudaraan hanya sebatas manusia dengan manusia yang hidup di dunia, tanpa dibedakan oleh bangsa, ras, suku, bahasa. Mereka semua adalah bersaudara tanpa terkecuali. 3 Ukhuwa fi al-wafhaniyah wa al-nasab, yaitu saudara dalam seketurunan dan kebangsaan. Dalam ukhuwa yang ketiga ini cakupanya lebih sempit, karena lingkup persaudaraan hanya 41 meliputi persaudaraan sebangsa dan setanah air saja. QS. Al- A‟raf: 65.                    Artinya: Dan kepada kaum „Ad kami utus Hud, saudara mereka. Dia berkat a,”wahai kaumku Sembahlah Allah Tidak ada Tuhan sembahan bagimu selain Dia. Maka mengapa kamu tidak bertakwa?” Model ukhuwa yang ketiga ini cakupannya lebih sempit lagi dari bentuk ukhuwa yang kedua, karena lingkup persaudaraan hanya meliputi persaudaraan sebangsa dan setanah air. 4 Ukhuwa fi din al-Islam, yaitu persaudaraan antar intern umat islam. Model keempat atau terakhir ini cakupannya sangat lebih sempit lagi, karena ruang lingkup persaudaraannya hanya sampai sebatas umat Islam saja. QS. Al-Ahzab: 5.                                 Artinya: Panggilah mereka anak angkat itu dengan memakai nama bapak-bapak mereka; itulah yang adil di sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak mereka, maka panggilah mereka sebagai saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu. Dan tidak ada dosa atasmu jika kamu khilaf tentang itu, tetapi yang ada dosanya apa yang disengaja oleh hatimu. Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. Dari keempat bentuk ukhuwa diatas, secara esensial mempunyai kesamaan yaitu adanya anjuran untuk hidup rukun, 42 saling menghormati, bantu membantu, kerjasama penuh tenggang rasa, solidaritas dan hidup sosial dengan mendudukan pada posisinya masing-masing sesuai dengan ciri khas bentuk ukhuwa yang dilakukan. 43

BAB III GAMBARAN UMUM

A. Latar Belakang Keluarga, Pendidikan dan Pengalaman Hidup

Kiai Emet Ahmad Khatib merupakan salah seorang tokoh yang sangat penting yang berjasa membawa perubahan besar di Pondok Pesantren Bobos. Beliau merupakan tonggak kebangkitan pesantren Bobos pada periode tahap kebangkitan II yang berlangsung pada tahun 60-an. Sosoknya yang ramah, santun serta wawasan keilmuannya yang luas mengglobal membuatnya menjadi figur yang membawa pengaruh positif, baik dilingkungan pesantren maupun masyarakat. Oleh karena itu beliau disebut sebagai salah satu tokoh Mujaddid pembaharu dalam dunia pendidikan dakwah di Kabupaten Cirebon, khususnya di desa Bobos Kecamatan Dukupuntang. 57 Kiai Emet Ahmad Khatib merupakan anak dari pasangan Kiai Nur dan ibu Tsuaebah yang lahir disalah satu desa terpencil di Kabupaten Cirebon. semenjak kecil Ahmad Khatib atau pa Emet lebih dikenal dengan sebutan Emet atau Memet oleh keluarganya maupun sahabat-sahabatnya. Dan sebagai orang tua yang taat beragama, maka kiai Nur sangat memprioritaskan pendidikan agama bagi seluruh putera-puterinya termasuk si Emet. Pendidikan yang diterima Kiai Emet bermula atau berasal dari didikan keluarga, kemudian dengan pengajian Al- Qur‟an di masjid. Dan bersekolah di madrasah At-Talibin atau yang sekarang bernama Madrasah Diniyah Awaliyyah MDA Al-Ishlah. Dimana MDA ini merupakan lembaga sekolah atau pendidikan yang mengajarkan kajian agama islam yang diperioritaskan untuk anak-anak muda atau remaja yang tidak mampu untuk mondok tinggal di asrama santri. Singkat sejarah MDA ini merupakan lembaga pendidikan yang didirikan oleh Ahmad Suja‟i pada tahun 1921. Adapun kegiatan belajar- 57 Sholahuddin AR, dikutip oleh Adang Djumhur Salikin, Pemikiran Intisab K. Emet Ahmad Khatib. Cirebon: Al-Ishlah Press, 2010, h xxix 44 mengajar MDA berlangsung tidak kurang dan tidak lebih hanya tiga jam, yaitu dari siang hari pukul 13.00 sampai sore hari pukul 16.00 WIB. 58 Setelah selesai atau tamat dari At-Talibin, Emet menghilang dari lingkungan dan sempat menggegerkan sanak saudara, pada akhirnya didapatkan informasi bahwa Emet berada di pesantren Sukamanah di desa Cimerah sekarang desa Sukarapih Kecamatan Singaparna Kabupaten Tasikmalaya. Pimpinan pesantrennya adalah KH. Zaenal Mustafa, dimana beliau merupakan salah seorang tokoh NU Tasikmalaya yang dikenal heroik dan anti penjajahan. Karena selalu memimpin para santri dan ulama untuk melawan dominasi Jepang yang terbesar terjadi pada 25 Februari 1944. Dan oleh karenanya KH. Zaenal Mustafa telah ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional melalui SK. Presiden Nomor 064TK1972. 59 Belajar di pondok pesantren pada masa kolonial atau penjajahan, dimanapun keadaannya hampir sama, yakni para kiai pimpinan pesantren selalu mengkampanyekan jihad dan memimpin perlawanan. Ilmu-ilmu yang diajarkanpun bukan materi baku pondok pesantren, tetapi ilmu-ilmu praktis yang bermanfaat untuk perlawanan dan penjagaan seperti pencak silat, tarekat, ilmu hikmah tenaga dalam dan wirid-wirid kekebalan. Sekembalinya dari Sukamanah, beliau langsung mengajarkan ilmu- ilmu penjagaan diri seperti diatas tadi kepada remaja muda desa Bobos dan sekitarnya. Oleh karena itu, tak heran disaat remaja pak Emet lebih dikenal orang sebagai pendekar ketimbang sebagai santri. Namun, jauh didasar lubuk hatinya beliau sebenarnya ingin sekali menjadi orang pintar, bukan sebagai pendekar atau jagoan silat. Kiai Emet tidak patah arang untuk mewujudkan keinginannya dan tidak mau menyerah pada situasi yang kurang kondusif tersebut. Sebagai keturunan langsung dari pendiri pesantren Bobos mendapat pengaruh langsung dari santri yang menuntut ilmu di pesantren. Pesantren Bobos yang telah ada sejak tahun 1850 pernah disinggahi KH. Abdul Halim 58 Wawancara dengan pak Solahuddin. Tgl 30 Mei 2013, pkl 16. 45 WIB 59 Ibid. H xxx