3. Masalah apa saja yang dihadapi lembaga BMT sehingga susah
berkembang?
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Untuk mengetahui bagaimana perkembangan BMT di kota Medan. 2.
Untuk mengetahui bagaimana mengembangkan BMT melalui perbankan syariah.
3. Untuk mengetahui masalah apa saja yang dihadapi BMT sehingga susah
berkembang.
1.4. Manfaat Penelitian
Sedangkan manfaat penelitian ini adalah: 1.
Bagi bank menjadi masukan yang mambantu dalam pengembangan BMT di kemudian hari.
2. Bagi BMT dapat menjadi salah satu acuan solusi untuk pengembangan
manajemen dan memperkuat ekstensi BMT. 3.
Dapat menambah wawasan ilmiah dalam ilmu pengetahuan penulis dalam disiplin ilmu.
4. Sebagai tambahan informasi dan bahan masukan bagi mahsiswa Fakultas
Ekonomi USU khusus mahasiswa departemen ekonomi pembangunan yang ingin melakukan penelitian selanjutnya.
Universitas Sumatera Utara
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sejarah Perbankan Syariah
Perbankan syariah atau perbankan Islam adalah suatu sistem perbankan yang dikembangkan berdasarkan syariah
hukum islam. Usaha pembentukan sistem ini didasari oleh larangan dalam agama islam untuk
memungut maupun meminjam dengan bunga atau yang disebut dengan riba serta larangan investasi untuk usaha-usaha yang dikategorikan haram misal:
usaha yang berkaitan dengan produksi makananminuman haram, usaha media yang tidak islami dan lain-lain, dimana hal ini tidak dapat dijamin
oleh sistem perbankan konvensional. Perbankan syariah pertama kali muncul di Mesir tanpa menggunakan
embel-embel islam, karena adanya kekhawatiran rezim yang berkuasa saat itu akan melihatnya sebagai gerakan fundamentalis. Pemimpin perintis usaha
ini Ahmad El Najjar, mengambil bentuk sebuah bank simpanan yang berbasis profit sharing pembagian laba di kota Mit Ghamr pada tahun
1963. Eksperimen ini berlangsung hingga tahun 1967, dan saat itu sudah berdiri 9 bank dengan konsep serupa di Mesir. Bank-bank ini, yang tidak
memungut maupun menerima bunga, sebagian besar berinvestasi pada usaha-usaha perdagangan dan industri secara langsung dalam bentuk
partnership dan membagi keuntungan yang didapat dengan para penabung.
Universitas Sumatera Utara
Masih di negara yang sama, pada tahun 1971, Nasir Social bank didirikan dan mendeklarasikan diri sebagai bank komersial bebas bunga.
Walaupun dalam akta pendiriannya tidak disebutkan rujukan kepada agama maupun syari’at islam.
Islamic Development Bank IDB kemudian berdiri pada tahun 1974 disponsori oleh negara-negara yang tergabung dalam Organisasi Konferensi
Islam, walaupun utamanya bank tersebut adalah bank antar pemerintah yang bertujuan untuk menyediakan dana untuk proyek pembangunan di negara-
negara anggotanya. IDB menyediakan jasa finansial berbasis fee dan profit sharing untuk negara-negara tersebut dan secara eksplisit menyatakan diri
berdasar pada syariah islam. Dibelahan negara lain pada kurun 1970-an, sejumlah bank berbasis
islam kemudian muncul. Di Timur Tengah antara lain berdiri Dubai Islamic Bank 1975, Faisal Islamic Bank of Sudan 1977, Faisal Islamic Bank of
Egypt 1977 serta Bahrain Islamic Bank 1979. Dia Asia-Pasifik, Phillipine Amanah Bank didirikan tahun 1973 berdasarkan dekrit presiden, dan di
Malaysia tahun 1983 berdiri Muslim Pilgrims Savings Corporation yang bertujuan membantu mereka yang ingin menabung untuk menunaikan
ibadah haji. Di Indonesia pelopor perbankan syariah adalah Bank Muamalat
Indonesia. Berdiri tahun 1991, bank ini diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia MUI dan pemerintah serta dukungan dari Ikatan Cendekiawan
Muslim Indonesia ICMI dan beberapa pengusaha muslim. Bank ini sempat
Universitas Sumatera Utara
terimbas oleh krisis moneter pada akhir tahun 90-an sehingga ekuitasnya hanya tersisa sepertiga dari modal awal. IDB kemudian memberikan
suntikan dana kepada bank ini dan pada periode 1999-2002 dapat bangkit dan menghasilkan laba. Saat ini keberadaan bank syariah di Indonesia telah
di atur dalam Undang-undang yaitu UU No. 10 tahun 1998 tentang Perubahan UU No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan.
Hingga tahun 2007 terdapat 3 institusi bank syariah di Indonesia yaitu Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mandiri dan Bank Mega Syariah.
Sementara itu bank umum yang telah memiliki unit usaha syariah adalah 19 bank diantaranya merupakan bank besar seperti Bank Negara Indonesia
Persero dan Bank Rakyat Indonesia Persero. Sistem syariah juga telah digunakan oleh Bank Perkreditan Rakyat, saat ini telah berkembang 104
BPR Syariah. Semoga saja UU No.10 ini dapat membawa kesegaran baru bagi dunia
perbankan kita. Terutama bagi dunia perbankan syariah di tanah air, berdirinya bank-bank baru yang bekerja berdasarkan prinsip syariah akan
menambah semarak lembaga keuangan syariah yang telah ada disini seperti BPRS, BMT, dan Koperasi Syariah Muhamad, 2003: 22.
2.1.1. Pengertian Perbankan dengan Prinsip Syariah
Istilah lain yang digunakan untuk sebutan bank syariah adalah bank Islam. Karnaen Perwaatmadja dan Syafi’i Antonio menyebutkan defenisi
bank Islam:
Universitas Sumatera Utara
”Bank Islam adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syari’at Islam, yakni bank yang dalam beroperasinya mengikuti ketentuan-
ketentuan syariah Islam khususnya yang menyangkut tata bermuamalat secara Islam” Karnaen Perwaatmadja dan Syafi’i Antonio, 1992: 1-2.
Warkum Sumitro menyebutkan defenisi bank Islam adalah: “Bank Islam berarti yang tata cara beroperasinya didasarkan pada tata
cara bermuamalah secara Islam, yakni dengan mengacu kepada ketentuan- ketentuan Al-Qur’an dan Al-Hadits Warkum Sumitro, 2002: 35.”
Di dalam operasionalisasinya bank Islam harus mengikuti dan praktek- praktek usaha yang dilakukan di zaman Rasulullah, bentuk-bentuk usaha
yang telah ada sebelumnya tetapi tidak dilarang oleh Rasulullah atau bentuk-bentuk usaha baru sebagai hasil ijithad para ulama yang tidak
menyimpang dari ketentuan Al-Qur’an dan Al-Hadist. Sudarsono menyatakan bahwa bank syariah adalah:
“Lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa lain dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang
beroperasi disesuaikan dengan prinsip-prinsip syariah. Oleh karena itu, usaha bank akan selalu berkaitan dengan masalah uang sebagai dagang
utamanya Sudarsono, 2004: 27.”
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 tentang perbankan syariah, yang dimaksud dengan bank syariah
adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah. Sedangkan pengertian prinsip syariah adalah prinsip hukum Islam
dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang
syariah.
Universitas Sumatera Utara
Penjelasan Umum UU No.21 Tahun 2008 tentang perbankan syariah menyebutkan tentang fungsi disahkannya peraturan perbankan yang
berdasarkan prinsip syariah. Guna menjamin kepastian hukum bagi stakeholders dan sekaligus memberikan keyakinan kepada masyarakat
dalam menggunakan produk dan jasa bank syariah, dalam Undang- Undang perbankan syariah ini diatur jenis usaha, ketentuan pelaksanaan
syariah, kelayakan usaha, penyaluran dana, dan larangan bagi bank syariah maupun UUS yang merupakan bagian dari bank umum konvensional.
Sementara itu, untuk memberikan keyakinan pada masyarakat yang masih meragukan kesyariahan operasional perbankan syariah selama ini, diatur
pula kegiatan usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah meliputi kegiatan usaha yang tidak mengandung unsur-unsur riba, maisir,
gharar, haram, dan zalim Ibid. Dengan diperkenankannya jenis bank berdasarkan prinsip bagi hasil,
maka dalam sistim perbankan kita saat itu di samping bank konvensional yang kita kenal selama ini, bank dapat pula memilih
kegiatan usaha berdasarkan prinsip bagi hasil. Kegiatan bank berdasarkan prinsip bagi hasil pada dasarnya merupakan perluasan jasa perbankan bagi
masyarakat yang membutuhan dan menghendaki pembayaran imbalan yang tidak didasarkan pada sistim bunga, tetapi atas dasar prinsip bagi hasil
atau jual beli sebagaimana digariskan syari’at Islam. Juga diharapkan akan dapat saling melengkapi dengan lembaga-lembaga keuangan
lainnya yang terlebih dahulu dikenal dalam sistim perbankan kita.
Universitas Sumatera Utara
Disamping itu, pendirian jenis bank bagi hasil ini akan dapat memberi pelayanan kepada bagian dari masyarakat yang karena prinsip agama atau
kepercayaan tidak bersedia memanfaatkan jasa-jasa bank konvensional. Bagaimana pun juga harus diakui bahwa dalam masyarakat banyak
kelompok yang memiliki prinsip bahwa sistem bunga yang dianut oleh perbankan merupakan pelanggaran terhadap syari’at agama dan merupakan
riba yang di dalam hukum Islam merupakan perbuatan dosa atau haram, sejalan dengan itu, bank dengan prinsip bagi hasil dimaksudkan untuk
melayani segmen pasar tersebut.
2.1.2. Prinsip Perbankan Syar’iah
Prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana danatau pembiayaan
kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang sesuai dengan syariah.
Beberapa prinsiphukum yang dianut oleh sistem perbankan syariah antara lain:
a Pembayaran terhadap pinjaman dengan nilai yang berbeda dari nilai
pinjaman dengan nilai ditentukan sebelumnya tidak diperbolehkan. b
Pemberi dana harus turut berbagi keuntungan dan kerugian sebagai akibat hasil usaha institusi yang meminjam dana.
c Islam tidak memperbolehkan menghasilkan uang dari uang. Uang
hanya merupakan media pertukaran dan bukan komoditas karena tidak memiliki nilai intrinsik.
Universitas Sumatera Utara
d Unsur Gharar ketidakpastian, spekulasi tidak diperkenankan. Kedua
belah pihak harus mengetahui dengan baik hasil yang akan mereka peroleh dari sebuah transaksi.
e Investasi hanya boleh diberikan pada usaha-usaha yang tidak
diharamkan dalam islam. Usaha minuman keras misalnya tidak boleh didanai oleh perbankan syariah.
2.1.3. Ciri-ciri Perbankan Syariah
Sistem perbankan syariah merupakan sistem perbankan yang beropersi berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah, memiliki ciri-ciri yang berbeda dengan
bank konvensional. Ciri-ciri yang berdapat dalam sistem perbankan syariah antara lain:
1. Beban biaya yang disepakati bersama pada waktu akad perjanjian
diwujudkan dalam bentuk jumlah yang nominal, yang besarnya tidak kaku. Hal ini sesuai dengan Al-Qur’an, S. Al-Baqarah ayat 280
dengan terjemahan: “Dan jika orang berhutang itu dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan
sebagian atau semua utang itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.”
2. Penggunaan persen kewajiban untuk melakukan pembayaran selalu
dihindarkan, karena persentase bersifat melekat pada sisa utang meskipun batas waktu perjanjian sudah berakhir.
3. Di dalam kontrak-kontrak pembiayaan proyek, bank Islam tidak
menerapkan perhitungan berdasarkan keuntungan yang pasti fixed
Universitas Sumatera Utara
return yang ditetapkan di muka, karena pada hakikatnya yang mengetahui untung ruginya suatu proyek yang dibiayai oleh bank
hanya Allah semata. 4.
Bank Islam tidak menerapkan jual beli dan sewa menyewa uang dari mata uang yang sama, yang dari transaksi itu dapat menghasilkan
keuntungan. 5.
Adanya Dewan Pengawas Syariah yang bertugas untuk mengawasi operasionalisasi bank dari sudut syariahnya Ibid: 20.
Ciri-ciri perbankan syariah seperti tersebut di atas bersifat universal dan kumulatif. Artinya bank syariah yang beroperasi di mana saja
harus memiliki ciri- ciri yang disebutkan di atas, jika tidak dipenuhi, maka hilanglah identitasnya sebagai bank syariah.
Selain itu sistem perbankan yang menggunakan prinsip syariah memiliki karakteristik antara lain sebagai berikut:
1. Peniadaan pembebanan bunga yang berkesinambungan.
2. Membatasi kegiatan spekulasi yang tidak produktif.
3. Prinsip bahwa pembiayaan ditujukan kepada usaha-usaha yang halal
sesuai dengan prinsip syariah dan memiliki keunggulan imperatif terhadap sistem perbankan konvensional Tarigan ed, 2002: 20.
Selain itu sistem perbankan syariah yang menerapkan pola pembiayaan usaha dengan prinsip bagi hasil sebagai salah satu usaha pokok
dalam kegiatan perbankan syariah juga akan menumbuhkan rasa tanggungjawab pada masing- masing pihak, baik bank maupun debiturnya
Universitas Sumatera Utara
akan memperhatikan prinsip kehati- hatian dan akan memperkecil kemungkinan resiko terjadinya kegagalan usaha.
Adanya karakteristik perbankan syariah dengan bank konvensional menyebabkan timbulnya keengganan bagi pengguna jasa perbankan
terutama bagi pengguna jasa yang akan berpindah dari bank konvensional ke bank syariah. Keengganan tersebut disebabkan antara lain karena
hilangnya kesempatan untuk mendapatkan penghasilan tetap berupa bunga dari simpanan. Hal ini menjadi salah satu kendala bagi bank
syariah untuk mendapatkan nasabah dengan cepat.
2.1.4. Peranan Dan Kegiatan Usaha Perbankan Syariah
Pasal 6 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang perbankan menentukan bahwa: “Usaha bank umum dalam menyediakan pembiayaan
danatau melalukan kegiatan usaha lain berdasarkan prinsip syariah ditetapkan dengan ketentuan Bank Indonesia“. Berdasarkan ketentuan di
atas, kegiatan- kegiatan usaha yang dilakukan Bank Umum dengan menerapkan prinsip syariah, dirinci lebih lanjut dalam Pasal 28 dan Pasal
29 Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 3234KEPDIR. Dikatakan Bank Umum Syariah wajib menerapkan prinsip syariah dalam
melakukan kegiatan usahanya yang meliputi :
1. Sebagai Penghimpun Dana, yaitu dengan cara:
a Dengan prinsip Wadiah.
Wadiah dapat diartikan sebagai titipan dari satu pihak ke pihak lain, baik individu maupun badan hukum yang harus dijaga dan dikembalikan
Universitas Sumatera Utara
kapan saja si penyimpan menghendakinya Wiroso, 2005: 20. Adapun prinsip rukun yang harus dipenuhi dalam transaksi dengan
prinsip wadiah adalah sebagai berikut: Wiroso, 2005: 20. 1.
Barang yang dititipkan, 2.
Orang yang penitipkanpenitip, 3.
Orang yang menerima titipan penerima titipan, dan 4.
Ijab qobul. Didalam Pedoman Akutansi Perbankan Syariah Indonesia PAPSI
dijelaskan kakakteristik wadiah, tabungan wadiah, dan bonus simpanan wadiah sebagai berikut:
1. Giro wadiah adalah titipan pihak ketiga pada bank syariah yang
penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, sarana pemerintah pembayaran lainnya atau dengan cara
pemindahbukuan. Termasuk didalamnya giro wadiah yang diblokir untuk tujuan tertentu misalnya dalam rangka escrow account, giro yang
diblikir oleh yang berwajib karena suatu perkara. 2.
Tabungan wadiah adalah titipan pihak ketiga pada bank syariah yang penarikannya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakati
dengan kuintansi, kartu ATM, sarana perintah pembayaran lainnya atau dengan cara pemindahbukuan.
3. Atas bonus simpanan wadiah dikenakan pajak sesuai dengan ketentuan
perpajakan yang berlaku.
Universitas Sumatera Utara
b Dengan prinsip mudharabah.
Mudharabah adlah perjanjian atas suatu jenis perkongsian, dimana pihak pertama shahibuk mal menyediakan dana dan pihak
kedua mudharib bertanggung jawab atas pengelola usaha Wiroso, 2005: 33.
Keuntungan akan dibagi sesuati dengan kesepakatan antara kedua belah pihak yang bersangkutan, dimana jika rugi akan
ditanggung oleh shaibul mal. Mudharabah dalam penghimpun dana di perbankan syariah
terdapat produk: a.
Tabungan. b.
Deposito.
2. Sebagai Penyaluran Atau Pembiyaan Dana
1. Piutang a
Qardh Qardh adalah Transaksi pinjaman dari bank muqridh kepada pihak
tertentu muqtaridh wajib dikembalikan dengan jumlah yang lama sesuai pinjaman. Muqridh dapat meminta jaminan atas pinjaman kepada
muqtaridh Veithzal dan Arviyan, 2010: 216. b
Murabahah Murabahah adalah transaksi jual beli antara bank dengan nasabah,
dimana bank dapat memperoleh sejumlah keuntungan. bank menjadi penjual dan nasabah mennjadi pembeli bank membeli barang yang
Universitas Sumatera Utara
dibutuhkan nasabah dan menjual kepada nasabah yang bersangkutan sebesar harga pokok ditambah keuntungan yang disepakati Veithzal dan
Arviyan, 2010: 216. c
Salam Salam adalah transaksi jual beli dengan cara pesanan muslam fiih
antara pembeli muslam dengan penjual muslam ilaih dimana barangnya belum ada, sehingga barang yang menjadi obyek diserahkan
secara tangguh dan hali bank menjadi pembeli dan nasabah menjadi penjual. Ketentuan dan haraga barang disepakati pada awal akad, dan
pembayaran dilakukan dimuka secara penuh. Apabila bank bertindak sebagai muslam kemudian memesan kepada pihak lain untuk
menyediakan barang muslam fiih, maka hal ini disebut salam pararel Veithzal dan Arviyan, 2010: 217.
d Istihna’
Istihna’ adalah transaksi jual beli barang mashnu’ antara pemesan mustashni’ dengan menerima pesanan shani alur transaksi istihna’
serupa dengan salam, hanya saja dalam istihna’, bank dapat membayar harga pembelian dalam beberapa kali termin pembayaran. Spesifikasi
dan hara barang pesanan disepakti pada awal akad dengan pembayaran dilakukan secara bertahap sesuai kesepakatan. Apabila bank bertindak
sebagai shani’ kemudian menunjuk pihak lain untuk membyat barang masnu’, maka hal ini disebut istihna pararel Veithzal dan Arviyan,
2010: 215.
Universitas Sumatera Utara
2. Investasi.
1. Mudarabah.
a Mudharabah Mutlaqah Investasi tidak terikat
Mudharabah Mutlaqah adalah yaitu pihak pengusaha diberi kuasa penuh untuk menjalankan proyek tanpa laranganganguan apapun
urusan yang berkaitan dengan proyek itu dan tidak terikat dengan waktu, tempat, jenis, perusahaan, dan pelanggan. Investasi tidak terikat
ini pada usaha perbankan syariah diaplikasikan pada tabungan dan deposito Veithzal dan Arviyan, 2010: 216.
b Mudharabah MuqaidahMuqayyadah Investasi terikat
Mudharabah MuqaidahMuqayyadah adalah pemiliik dana membatasi memberi syarat kepada mudharib dalam pengelolaan dana
seperti misalnya hanya untuk melakukan mudharabah bidang tertentu , cara, waktu, dan tempat tertentu saja. Bank disini hanya sebagai agent
saja dan menerima imbalan berupa fee Veithzal dan Arviyan, 2010: 216.
c Musyarakah
Musyarakah adalah sebagai suatu perkongsian dua pihak atau lebih dalam suatu proyek dimana masing-masing pihak berhak atas
segala keuntungan dan bertanggung jawab atas segala kerugian yang terjadi sesuai dengan modal masing-masing. Atau dikatakan pula
Universitas Sumatera Utara
sebagai transaksi kerja sama patungan antara dua pihak atau lebih pemilik modal untuk mrmbiayai suatu jenis usaha yang halal dan
produktif. Pendapatan atau keuntungan dibagi sesuai dengan nisbah yang telah disepakati Veithzal dan Arviyan, 2010: 215.
3. Sewa a.
Ijarah Ijarah adalah transaksi sewa menyewa barang antara bank
muaajir dengan penyewa mustajir. Setelah masa sewa berakhir, barang sewaan dikembalikan kepada muaajir. Secara prinsip, ijarah
sama dengan transaksi jual beli, hanya saja yang menjadi objek dalam transaksi ini adalah dalam bentuk manfaat Veithzal dan Arviyan, 2010:
215. b.Ijarah Muntahhiyah bittamlik
Ijarah Muntahhiyah Bittamlik adalah sewa menyewa yaitu pada akhir masa sewa barang yang disewa dapat diperjual belikan dan di ikutin
berpindah kepemilikan barang tersebut Veithzal dan Arviyan, 2010: 215.
3. Sebagai Penyediaan Jasa – jasa
a Rahn
Rahn adalah Transaksi penyerahan barangharta marhun dari nasabah rahin kepada bank murtahin sebagai jaminan sebagian atau seluruh
hutang Veithzal dan Arviyan, 2010: 217.
Universitas Sumatera Utara
b Wakalah
Wakalah adalah pemberian kuasa dari pemberi kuasa muwakkil kepada penerima kuasa wakil untuk melaksanakan suatu tugas taukil atas nama
pemberi kuasa Veithzal dan Arviyan, 2010: 218. c
Kafalah Kafalah adalah transaksi pemberian jaminan makful ‘alaih yang
diberikan satu pihak kepda pihak lain ketika pemberi jaminan kafill bertanggungjawab atas pembayaran kembali suatu hutang yang menjadi hak
penerima jaminan makful. Lebih dikenal Bank Garansi Veithzal dan Arviyan, 2010: 215.
d Hawalah
Hawalah adalah transaksi pengalihan piutang nasabah muhlil kepada bank muhal‘alaih dari nasabah lain muhal. Muhlil meminta muhal ‘alaih
untuk membayarkan terlebih dahulu piutang yang timbul dari jual beli. Pada saat piutang tersebut jatuh tempo muhal akan membayar kepada muhal
‘alaih. Muhal ‘alaih memperolah imbalan sebagai jasa pengalihan Veithzal dan Arviyan: 215.
e Sharf
Sharf adalah transaksi jual beli suatu valuta dengan valuta lainnya. Pada dasarnya prinsipnya jual beli valuta asing sejalan dengan prinsip sharf,
sepanjang dilakukan pada waktu yang sama spot dan bank mengambil keuntungan dari jual beli valuta asing Veithzal dan Arviyan, 2010: 217.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1 Kinerja Operasional Bank Syariah
Penghimpun Dana Penyaluran Dana
Jasa – Jasa perbankan
1. Wadiah
a. Giro
b. Tabungan
1. Piutang
a. Qardh
b. Murabahah
c. Salam
d. Istishna
1. Rahn
2. Mudarabah
a. Tabungan b. Deposito
2. Investasi a.
Mudarabah b.
Mutlaqah c.
Muqayyadah d.
Musyarakah 2. Wakalah
3. Sewa a. Ijarah
b. ijarah muntahiyyah bittamlik
3. Kafalah
4. Hawalah 5. Sharf
2.2. Sejarah Perkembangan BMT
a. Masa Rasulullah SAW – Ali bin Abi Thalib.
Pada masa Rasulullah SAW ini, Baitul Mal lebih mempunyai pengertian sebagai pihak Al-Jihat yang menangani setiap harta benda
kaum muslimin, baik berupa pendapatan maupun pengeluaran. Saat itu Baitul Mal belum mempunyai tempat khusus untuk menyimpan harta,
karena saat itu harta yang diperoleh belum begitu banyak. Kalaupun ada, harta yang diperoleh hampir selalu habis dibagi-bagikan kepada kaum
muslimin serta dibelanjakan untuk pemeliharaan urusan mereka. Rasulullah SAW senantiasa membagikan ghanimah dan seperlima bagian
darinya al-akhmas setelah usainya peperangan, tanpa menunda-nundanya
Universitas Sumatera Utara
lagi. Dengan kata lain, beliau segera menginfakkannya sesuai peruntukannya masing-masing.
Pada masa Abu Bakar menceritakan ia adalah seorang pedagang dan Khalifah yang sangat wara’ hati-hati dalam masalah harta. Di tengah
jalan, ia bertemu dengan Umar bin Khaththab. Umar bertanya, “Anda mau kemana, hai Khalifah?” Abu Bakar menjawab, “Ke pasar.” Umar berkata,
“Bagaimana mungkin Anda melakukannya, padahal Anda telah memegang jabatan sebagai pemimpin kaum muslimin?” Abu Bakar menjawab, “Lalu
dari mana aku akan memberikan nafkah untuk keluargaku?” Umar berkata, “Pergilah kepada Abu Ubaidah pengelola Baitul Mal, agar ia menetapkan
sesuatu untukmu.” Keduanya pun pergi menemui Abu Ubaidah, yang segera menetapkan santunan ta’widh yang cukup untuk Khalifah Abu
Bakar, sesuai dengan kebutuhan seseorang secara sederhana, yakni 4000 dirham setahun yang diambil dan Baitul Mal.
Pada masa Umar bin Khaththab tetap memelihara Baitul Mal secara hati-hati, menerima pemasukan dan sesuatu yang halal sesuai dengan
aturan syariat dan mendistribusikannya kepada yang berhak menerimanya. Dalam salah satu pidatonya, yang dicatat oleh lbnu Kasir, penulis sejarah
dan mufasir, tentang hak seorang Khalifah dalam Baitul Mal, Umar berkata, “Tidak dihalalkan bagiku dari harta milik Allah ini melainkan dua
potong pakaian musim panas dan sepotong pakaian musim dingin serta uang yang cukup untuk kehidupan sehari-hari seseorang di antara orang-
Universitas Sumatera Utara
orang Quraisy biasa, dan aku adalah seorang biasa seperti kebanyakan kaum muslimin.” Dahlan, 1999.
Pada masa Utsman bin Affan. Namun, dalam hal ini, lbnu Sa’ad menukilkan ucapan Ibnu Syihab Az Zuhri, seorang yang sangat besar
jasanya dalam mengumpulkan hadis, yang menyatakan, “Usman telah mengangkat sanak kerabat dan keluarganya dalam jabatan-jabatan tertentu
pada enam tahun terakhir dari masa pemerintahannya. Ia memberikan khumus seperlima ghanimah kepada Marwan yang kelak menjadi
Khalifah ke-4 Bani Umayyah, memerintah antara 684-685 M dari penghasilan Mesir serta memberikan harta yang banyak sekali kepada
kerabatnya dan ia Usman menafsirkan tindakannya itu sebagai suatu bentuk silaturahmi yang diperintahkan oleh Allah SWT. Ia juga
menggunakan harta dan meminjamnya dari Baitul Mal sambil berkata, ‘Abu Bakar dan Umar tidak mengambil hak mereka dari Baitul Mal,
sedangkan aku telah mengambilnya dan membagi-bagikannya kepada sementara sanak kerabatku.’ Itulah sebab rakyat memprotesnya.” Dahlan,
1999. Pada masa pemerintahan Ali bin Abi Talib, kondisi Baitul Mal
ditempatkan kembali pada posisi yang sebelumnya. Ali, yang juga mendapat santunan dari Baitul Mal, seperti disebutkan oleh lbnu Kasir,
mendapatkan jatah pakaian yang hanya bisa menutupi tubuh sampai separo kakinya, dan sering bajunya itu penuh dengan tambalan.
Universitas Sumatera Utara
b. Masa Khalifah-Khalifah Sesudahnya
Ketika Dunia Islam berada di bawah kepemimpinan Khilafah Bani Umayyah, kondisi Baitul Mal berubah. Al Maududi menyebutkan, jika
pada masa sebelumnya Baitul Mal dikelola dengan penuh kehati-hatian sebagai amanat Allah SWT dan amanat rakyat, maka pada masa
pemerintahan Bani Umayyah Baitul Mal berada sepenuhnya di bawah kekuasaan Khalifah tanpa dapat dipertanyakan atau dikritik oleh rakyat
Dahlan, 1999. c.
Sejarah BMT di Indonesia Mulai dikembangkan tahun 1984 oleh mahasiswa ITB di Masjid
Salman yang mencoba menggulirkan lembaga pembiayaan berdasarkan syariah bagi usaha kecil. Di Jakarta juga dibentuk lembaga serupa dalam
bentuk koperasi, yakni koperasi Ridho Gusti. Maka pada tahun 1992 lahirlah sebuah lembaga keuangan yang beroperasi menggunakan
gabungan konsep Baitul Mal dan Baitut Tamwil, yang target, sasaran, serta skalanya pada sektor usaha mikro.Dengan semakin banyaknya orang-
orang yang memiliki perhatian terhadap lembaga kecil ini serta disamping juga perlu adanya pembinaan pada BMT-BMT serta dibutuhkan adanya
perantara untuk terjalinnya komunikasi dan jaringan antar BMT ataupun penghubung BMT kepada lembaga ekonomi yang lebih besar baik
pemerintah atau swasta, dan tentunya juga dalam usaha untuk menumbuhkan dan mengembangkan BMT dimasa depan, maka berdiri
pulalah lembaga pembina BMT yang berupa Lembaga Pengembangan
Universitas Sumatera Utara
Swadaya Masyarakat LPSM, apakah itu yang bernama Pusat Pengkajian dan Pengembangan Usaha Kecil P3UK, Pusat Inkubasi Bisnis dan Usaha
Kecil PINBUK maupun Dompet Dhuafa DD Republika. Pada tahun 1995, Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil PINBUK telah
didirikan dan mengibarkan bendera dakwahnya dengan memberdayakan para pengusaha kecil. Ini dilakukan dengan mendirikan berbagai lembaga
keuangan alternatif yang berprinsip syariah di lapisan grass root. Lembaga keuangan itu bernama Baitul Maal wat Tamwil BMT atau padanan kata
dari Balai Usaha Mandiri Terpadu. BMT menerapkan prinsip syariah atau bagi hasil yang sangat mudah dikenalkan pada masyarakat baik di
perkotaan maupun pedesaan. Masyarakat di Indonesia memang sudah akrab dengan pola bagi hasil.
Masyarakat Aceh, misalnya, dalam mengelola sawah sudah lama menggunakan sistem mawah bagi hasil antara pemilik sawah dengan
petani pengelola dengan bagi hasil 50:50. Dengan kata lain, apa yang kini dipraktekkan seluruh BMT adalah wujud reinkarnasi kultural berekonomi
masyarakat tempo dulu dalam bentuk pelembagaan yang lebih modern dan sesuai dengan tuntutan zaman. Pelembagaan BMT diilhami oleh sejarah
kuatnya posisi lembaga-lembaga ekonomi di masa awal kebangkitan ekonomi umat Islam. Namun demikian, baitul maal dan BMT punya
banyak perbedaan, baik sejarah maupun perannya. Bila pada tahun 1992-1998 hanya ada satu unit bank syariah di
Indonesia, maka pada tahun 1999 jumlahnya menjadi 3 unit. Dra.Mursida
Universitas Sumatera Utara
Rambe dan Ninawati, SH, yang kemudian diresmikan bersama 17 BMT lainnya oleh Bapak B.J Habibie pada tanggal 21 April 1995 di
Yogyakarta. Kurang lebih tujuh tahun lamanya, terhitung sejak Indonesia
mengalami krisis ekonomi dan moneter pada akhir tahun 1997, peranan Baitul Mal Wa Tamwil BMT cukup besar dalam membantu kalangan
usaha kecil dan menengah. Peranan BMT tersebut sangat penting dalam membangun kembali iklim usaha yang sehat di Indonesia Sadrah, 2004:
27.
2.2.1. Pengertian Baitul Mal Wattamwil BMT
Salah satu lembaga keuangan Islam non bank adalah Baitul Maal wat Tamwil BMT yang berorientasi pada masyarakat Islam lapisan
bawah. Kelahiran BMT merupakan solusi bagi kelompok ekonomi masyarakat bawah yang membutuhkan dana bagi pengembangan usaha
kecil. BMT merupakan lembaga ekonomi rakyat kecil yang berupaya mengembangkan usaha-usaha produktif dan investasi dalam rangka
meningkatkan kegiatan ekonomi pengusaha kecil dengan berdasarkan prinsip syari`ah dan prinsip koperasi. Ridwan, 2004: 5.
BMT adalah lembaga keuangan mikro yang dioperasikan dengan prinsip bagi hasil syariah, menumbuhkembangkan bisnis usaha mikro dan
kecil dalam rangka mengangkat derajat dan martabat serta membela kepentingan kaum fakir miskin. Secara konseptual, BMT memiliki dua
fungsi :
Universitas Sumatera Utara
1. Baitul Tamwil Bait = Rumah, at Tamwil = Pengembangan Harta
melakukan kegiatan pengembangan usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas ekonomi pengusaha mikro dan kecil
terutama dengan mendorong kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan kegiatan ekonominya Soemitra, 2010: 451.
2. Baitul Maal Bait = Rumah, Maal = Harta = menerima titipan dana
zakat, infak dan shadaqah serta mengoptimalkan distribusinya sesuai dengan peraturan dan amanahnya Pinbuk Perwakilan Sumatera Utara,
cara pembentukan BMT, Medan: 1. Visi BMT mengarah pada upaya untuk mewujudkan BMT menjadi
lembaga yang mampu meningkatkan kualitas ibadah anggota ibadah dalam arti yang luas, sehingga mampu berperan sebagai wakil pengabdi Allah
SWT, memakmurkan kehidupan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya.. Titik tekan perumusan Visi BMT adalah mewujudkan
lembaga yang professional dan dapat meningkatkan kualitas ibadah. Misi BMT adalah membangun dan mengembangkan tatanan perekonomian dan
struktur masyarakat madani yang adil berkemakmuran, serta berkeadilan berlandaskan syariah dan diridhoi Allah SWT.
Dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa misi BMT bukan semata-mata mencari keuntungan dan penumpukan laba modal pada
golongan orang kaya saja, tetapi lebih berorientasi pada pendistribusian laba yang merata dan adil, sesuai dengan prinsip-prinsip ekonomi Islam.
Universitas Sumatera Utara
Sebagai lembaga usaha yang mandiri , BMT memiliki ciri-ciri sebagai berikut Sadrah, 2004: 29:
a Berorientasi bisnis, yakni memiliki tujuan mencari laba bersama dan
meningkatkan pemanfaatan sehala potensi ekonomi yang sebanyak- banyaknya bagi para anggota dan lingkungannya.
b Bukan merupakan lembaga social, tetapi dapat dimanfaatkan untuk
mengelola dana social umat seperti zakat, infak, shadaqah, hibah dan wakaf.
c Lembaga ekonomi umat yang dibangun dari bawah secara swadaya yang
melibatkan peran serta masyarakat di sekitarnya.
2.2.2. Tujuan Berdirinya BMT
BMT memiliki tujuan memberikan pelayanan dan pemberdayaan social ekonomi umat melalui kegiatan-kegiatan kongkrit :
1. Pelaksanaan kegiatan usaha simpan berbasis syariah.
2. Penyediaan jasa pembiayaan, investasi dan konsumtif.
3. Sebagai Amal Zakat yang menerima dan menyalurkan ZIS.
4. Membantu pengusaha kecil muslim dalam masalah permodalan.
5. Menggeser peranan rentenir yang sangat mencekik menghisap darah.
6. Menyelamatkan tabungan umat Islam dari ancaman bunga riba, dan
sekaligus menghindarkan mereka dari perbuatan maksia kufur nikmat. 7. Tersedianya semacam koperasi syariah sebagai alternatif lembaga
keuangan ummat.
Universitas Sumatera Utara
8.Tersedianya semacam koperasi syariah sebagai alternatif lembaga mendirikan, membangun dan mengembangkan BMT merupakan wujud
nyata dari amal sholih dan merupakan pelaksanaan dakwah bil hal.
2.2.3. Peraturan dan Badan Hukum BMT.
BMT berazaskan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 serta berlandaskan syariah Islam, keimanan, keterpaduan kaffah,
kekeluargaankoperasi, kebersamaan, kemandirian, dan profesionalisme. Secara Hukum BMT berpayung pada koperasi tetapi sistim operasionalnya
tidak jauh berbeda dengan Bank Syariah sehingga produk-produk yang berkembang dalam BMT seperti apa yang ada di Bank Syariah.
Oleh karena berbadan hukum koperasi, maka BMT harus tunduk pada Undang-undang Nomor 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian dan PP
Nomor 9 tahun 1995 tentang pelaksanaan usaha simpan pinjam oleh koperasi. Juga dipertegas oleh KEP.MEN Nomor 91 tahun 2004 tentang
Koperasi Jasa keuangan syariah. Undang-undang tersebut sebagai payung berdirinya BMT Lembaga Keuangan Mikro Syariah. Meskipun
sebenarnya tidak terlalu sesuai karena simpan pinjam dalam koperasi khusus diperuntukkan bagi anggota koperasi saja, sedangkan didalam
BMT, pembiayaan yang diberikan tidak hanya kepada anggota tetapi juga untuk diluar anggota atau tidak lagi anggota jika pembiayaannya telah
selesai.
Universitas Sumatera Utara
Adapun status dan legalitas hukum, BMT dapat memperoleh status kelembagaan sebagai berikut :
a. Kelompok swadaya masyarakat yang berada di bawah pengawasan
PINBUK berdasarkan Nashkah Kerjasama YINBUK. b.
Berdasarkan Hukum Koperasi : 1.
Koperasi simpan pinjam syariah KSP Syariah. 2.
Koperasi serba usaha syariah KSU Syariah atau Koperasi Unit Desa Syariah KUD Syariah.
3. Unit Usaha Otonom dari Koperasi seperti KUD, Kopontren atau
lainnya. Dengan demikian keberadaan BMT menjadi organisasi yang sah dan
legal. Sebagai lembaga keuangan syariah, BMT harus berpegang teguh pada prinsip-prinsip syariah, di dalamnya mengandung keterpaduan sisi
sosial dan bisnis, dilakukan secara kekeluargaan dan kebersamaan untuk mencapai sukses kehidupan di dunia dan di akhirat.
2.2.4. Produk dan Mekanisme Operasional BMT
1. Beberapa pemrakarsa yang mengetahui mengenai BMT menyampaikan
dan menjelaskan ide atau gagasan itu kepada rekan-rekannya termasuk apa itu BMT, visi, misi tujuan dan usaha-usahanya. Sehingga para
pemrakarsa dapat bertambah. 2.
Dengan berbekal modal awal, pengelola membuka kantor dan menjalankan BMT, dengan giat menggalakkan simpanan masyarakat dan
memberikan pembiayaan pada usaha mikro dan kecil disekitarnya.
Universitas Sumatera Utara
3. Pembiayaan dengan menggunakan bagi hasil sesuai dengan akad. Dari
bagi hasil ini, pengelola membayar honor semampunya bertahap dan membesar, sewa kantor, listrik, dll.
4. Yang paling penting adalah bahwa, dari bagi hasil ini pengelola
membayar pula bagi hasil kepada penyimpan dana, diusahakan lebih besar sedikit dibandingan dengan bunga pada bank konvensional.
5. Dengan memberikan bagi hasil kepada para penabung dan penjelasan
yang tepat tentang visi, misi, tujuan dan usaha-usaha BMT, kekayaan BMT akan semakin bertambah diimbangi dengan pembiayaan pada
usaha mikro dan kecil semakin banyak dan lancar. BMT akan semakin maju dan berkembang.
BMT mempunyai beberapa produk, namun biasanya nama produk dalam suatu BMT terkadang berbeda – beda namun tujauannya sama saja.
yaitu antara lain adalah jenis-jenis usaha BMT sebenarnya dimodifikasi dari produk perbankan Islam. Oleh karena itu, usaha BMT dapat dibagi kepada
dua bagian utama, yaitu memobilisasi simpanan dari anggota dan usaha pembiayaan. Bentuk dari usaha memobilisasi simpanan dari anggota dan
jamaah itu antara lain berupa: 1.
Simpanan Mudharabah Biasa. 2.
Simpanan Mudharabah Pendidikan. 3.
Simpanan Mudharabah Haji. 4.
Simpanan Mudharabah Umrah. 5.
Simpanan Mudharabah Qurban.
Universitas Sumatera Utara
6. Simpanan Mudharabah Idul Fitri.
7. Simpanan Mudharabah Walimah.
8. Simpanan Mudharabah Akikah.
9. Simpanan Mudharabah Perumahan.
10. Simpanan Mudharabah Kunjungan Wisata.
11. Titipan zakat, Infaq, shadaqah ZIS.
12. Produk simpanan lainnya yang dikembangkan sesuai dengan lingkungan
dimana BMT itu berada. Sedangkan jenis usaha pembiayaan BMT lebih diarahkan pada
pembiayaan usaha makro, kecil bawah dan baawah. Diantara usaha pembiayaan tersebut adalah:
1. Pembiayaan Mudharabah.
2. Pembiayaan Musyarakah.
3. Pembiayaan Murabahah.
4. Pembiayaan Al Bai; Bithaman Ajil.
5. Al-Qardhul Hasan.
Usaha-usaha diatas merupakan kegiatan-kegiatan BMT yang berkaitan langsung dengan masalah keuangan. Selain kegiatan-kegiatan
keuangan tersebut, BMT juga mengembangkan usaha dibidang sector ril, seperti kios telepon, kios benda pos, memperkenalkan teknologi maju untuk
peningkatan produktivitas hasil para nasabah, mendorong tumbuhnya industri rumah tangga atau pengolahan hasil, mempersiapkan jaringan
perdagangan atau pemasaran masukan dan hasil produksi, serta usaha
Universitas Sumatera Utara
lainnya yang layak, menguntungkan dalam jangka panjang dan tidak menganggu program jangka pendek.
2.2.5. Profil BMT
Secara umum profil BMT dapat dirangkum dalam butir-butir berikut Andri Soemitra, 2010: 452-455:
a Tujuan BMT, yaitu menambahkan kualitas usaha ekonomi untuk
kesejahteraan anggota pada khususnya dan pada masyarakat pada umumnya.
b Sifat BMT, yaitu mempunyai bisnis yang bersifat mandiri,
ditumbuhkembangkan dengan swadaya dan dikelola secara professional serta berorientasi untuk kesejahteraan anggota dan masyarakat
lingkungannya. c
Visi BMT, yaitu menjadi lembaga keuangan yang mandiri, sehat dan kuat, yang berkualitas ibadah anggotanya meningkat sedemikian rupa
sehingga mampu berperan menjadi wakil pengabdi Allah memakmurkan kehidupan anggota pada khususnya dan umat manusia
pada umumnya. d
Misi BMT, yaitu mewujudkan gerakan pembebasan anggota dan masyarakat dari belengu rentenir maupun jerat kemiskinan.
e Fungsi BMT,
1. Mengidentifikasi, memobilisasi, mengorganisir, mendorong, dan
mengembangkan potensi serta kemampuan ekonomi dan kerja anggota.
Universitas Sumatera Utara
2. Mempertinggi kualitas SDM.
3. Menggalang dan mengorganisir potensi masyarakat dalam
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. f
Prinsip-prinsip utama BMT, yaitu: 1.
Keimanan dan ketakwaan pada Allah SWT. Dengan mengimplementasikan prinsip-prinsip syariah dan muamalah islam
ke dalam kehidupan nyata; 2.
Keterpaduan di mana nilaii-nilai spiritual berfungsi mengarahkan dan menggerakan etika dan moral yang dinamis, proaktif, adil, dan
berakhlak mulia; 3.
Kekeluargaan kooperatif; 4.
Kebersamaan; 5.
Kemandirian; 6.
Profesionalisme; dan 7.
Istikamah: konsisten, kontinuitasberkelanjutan tanpa henti dan tanpa pernah putus asa.
Universitas Sumatera Utara
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Metode Penelitian
Metode adalah cara kerja atau tata kerja untuk dapat memahami obyek yang menjadi sasaran dari ilmu pengetahuan yang bersangkutan Soekanto,
1990: 106. Sedangkan penelitian merupakan suatu kerja ilmiah yang bertujuan
untuk mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologis, dan konsisten Soekanto dan Sri Mumadji, 2001:1.
Penelitian ini merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk
mempelajari sesuatu atau beberapa gejala tertentu dengan cara menganalisisnya. Dengan demikian metode penelitian adalah upaya ilmiah
untuk memahami dan memecahkan suatu masalah berdasarkan metode tertentu.
3.2. Jenis Penelitian
Penelitian mengenai peranan perbankan syariah terhadap
pengembangan bmt di kota Medan, merupakan penelitian studi empiris yang bersifat deskriptif analitis, maksudnya memaparkan data-data yang
ditemukan dilapangan dan menganalisisnya untuk mendapatkan kesimpulan yang benar dan akurat Cholid Narbuko dan Abu Achmadi, 2005: 44.
Penelitian ini didasarkan pada penelitian kepustakaan untuk mendapatkan data sekunder dan penelitian lapangan untuk mendapatkan
Universitas Sumatera Utara
data primer atau data dasar. Adapun yang menjadi sasaran penelitian hukum ini ada dua yaitu norma untuk penelitian kepustakaan dan perilaku untuk
penelitian lapangan Mertokusumo: 30.
Pendekatan yang dipergunakan adalah pendekatan kasus untuk mendapatkan informasi dari responden yang ada kaitannya dengan
permasalahan yang diteliti.
3.3. Jenis dan Sumber Data