Efisiensi Perombakan pada Variasi Lama Waktu Inkubasi

4.2.4. Efisiensi Perombakan pada Variasi Lama Waktu Inkubasi

Aktivitas perombakan zat warna pada kondisi anaerob oleh bakteri selama 1 sampai 10 hari dilakukan secara statik dengan teknik batch. Aktivitas bakteri dalam merombak zat warna dipengaruhi oleh lama waktu kontak antara bakteri dengan zat warna tersebut. Data perombakan zat warna reaktif azo selang waktu 1 sampai 10 hari disajikan pada Lampiran 9. Penurunan konsentrasi zat warna menggunakan 5 jenis bakteri yaitu Aeromonas sp.ML6, Aeromonas sp.ML14 dan Aeromonas sp.ML24, Pseudomonas sp.ML8 dan Flavobacterium sp.ML20 selang waktu 1 sampai 10 hari disajikan pada Gambar 29. Pada 1 hari inkubasi terjadi penurunan konsentrasi zat warna dari 200 mgL menjadi 65,21-27,33 mgL 75,98-83,95, setelah 2 hari turun menjadi 55,04-19,46 mgL 80,45-90,27 dan setelah 10 hari inkubasi menjadi 13,56-6,43 mgL 95,78-96,78. Gambar 29 memperlihatkan bahwa efisiensi perombakan zat warna reaktif azo meningkat dengan lamanya waktu inkubasi. Pada tahap awal, bakteri melakukan fase adaptasi kemudian melakukan fase pertumbuhan eksponensial. dan fase pertumbuhan konstan serta fase kematian yang disebabkan oleh terbentuknya produk senyawa amina aromatik yang memberikan efek toksik bagi kehidupan bakteri. Gambar 29 Perombakan 200 mgL zat warna pada kondisi anaerob dengan lama waktu 1-10 hari inkubasi.

4. 3 Pengolahan Limbah Tesktil Buatan

Limbah tekstil buatan yang digunakan mempunyai konsentrasi zat warna sebesar 175,18 mgL. Pengolahan limbah tekstil buatan dilakukan dengan dua 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Lama inkubasi hari E fis ie n s i p e ro m b a k a n Aeromonas sp. ML6 Pseudomonas sp. ML8 Aeromonas sp. ML14 Flavobacterium sp. ML20 Aeromonas sp. ML24 tahap, yaitu tahap pengolahan anaerob dan tahap pengolahan aerob. Masing- masing tahap menggunakan proses tersuspensi dan pertumbuhan terlekat. Tahap Pengolahan Anaerob Bakteri yang digunakan untuk mengolah limbah pada tahap anaerob adalah bakteri kultur tunggal dan konsorsium. Bakteri kultur tunggal masing-masing adalah Aeromonas sp.ML6, Aeromonas sp.ML14, Aeromonas sp.ML24, Pseudomonas sp.ML8, Flavobacterium sp.ML20, sedangkan konsorsium bakteri yang digunakan terdiri dari Aeromonas sp.ML6, Aeromonas sp.ML14, Aeromonas sp.ML24, Pseudomonas sp.ML8 dan Flavobacterium sp.ML20. Penurunan konsentrasi zat warna pada perombakan limbah tekstil buatan menggunakan bakteri kultur tunggal dan konsorsium pada kondisi anaerob selang waktu 1-4 hari inkubasi disajikan pada Gambar 30. Data selengkapnya disajikan pada Lampiran 11. Gambar 30 Penurunan konsentrasi zat warna pada limbah tekstil buatan selang 1-4 hari inkubasi proses pertumbuhan tersuspensi dan terlekat. Gambar 30 memperlihatkan efisiensi perombakan zat warna pada pengolahan limbah tekstil buatan selang waktu 1; 2; 3 dan 4 hari menggunakan proses pertumbuhan tersuspensi secara berturut-turut adalah 59,85-63,91; 77,63-82,52; 77,75-85,41 dan 79,69-88,49 sedangkan menggunakan pertumbuhan terlekat adalah 61,27-63,91; 78,11-87,65; 78,32-90,24 dan 83,08-90,90. Efisiensi perombakan menggunakan pertumbuhan terlekat lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan tersuspensi, sedangkan untuk pertumbuhan terlekat, efisiensi perombakan dengan konsorsium bakteri lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan kultur tunggal. Dalam keadaan 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 Awal 1 hari 2 hari 3 hari 4 hari 1 hari 2 hari 3 hari 4 hari Lama inkubasi K o ns e nt ras i z a t w a rn a m g L Pertumbuhan tersuspensi Pertumbuhan terlekat 1 2 3 Aeromonas sp. ML14 Pseudomonas sp. ML6 Flavobacterium sp. ML20 Aeromonas sp. ML24 Konsorsium substrat mencukupi, hubungan antar bakteri pada sistem konsorsium dalam melakukan aktivitas perombakan tidak saling mengganggu, bahkan masing- masing bakteri beraktivitas membentuk suatu urutan yang saling menguntungkan. Fenomena hubungan sinergisme antar bakteri ini menjadi keunggulan dalam pemanfaatannya untuk pengolahan limbah. Hal ini disebabkan karena konsorsium bakteri dapat hidup saling bersinergi sehingga menghasilkan efisiensi perombakan yang lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan tersuspensi. Perombakan zat warna azo pada kondisi anaerob, menghasilkan amina aromatik yang lebih toksik dari sebelumnya. Produk intermediate hasil perombakan anaerob tersebut akan mengganggu pertumbuhan bakteri. Pengaruh toksisitas dari amina aromatik lebih tinggi pada sistem pertumbuhan tersuspensi dibandingkan sistem pertumbuhan terlekat karena pada sistem pertumbuhan terlekat, bakteri membentuk lapisan tipis yang berfungsi untuk melindungi diri dari pengaruh lingkungan yang kurang menguntungkan. Pembentukan biofilm pada batu vulkanik sebagai strategi mempertahankan diri dari pengaruh kondisi lingkungan ekstrim Prakash et al. 2003. Gambar 31 memperlihatkan penampakan batu vulkanik dengan banyak rongga-rongga sehingga mempermudah pelekatan bakteri, memperkokoh biofilm dan melindungi mikrob dari abrasi akibat aliran limbah. Barus 2007, yang melaporkan bahwa batu vulkanik sangat baik digunakan untuk mengamobil bakteri pada pengolahan limbah mengandung merkuri. Gambar 31 Scanning electron micrograph penampakan batu vulkanik dengan pembesaran 10.000 X. Tanda panah menunjukkan rongga batu vulkanik. Perlakuan dengan kontrol negatif batu vulkanik tanpa penambahan bakteri terhadap adsorpsi zat warna menunjukkan bahwa batu vulkanik disamping sebagai bahan pengamobil juga mempunyai kemampuan untuk mengadsorpsi zat warna tekstil sebesar 5,67. Kemampuan batu vulkanik mengadsorpsi zat warna disebabkan oleh adanya interaksi fisika antara pori dengan zat warna. Batu vulkanik setelah diamobilisasi menggunakan bakteri terlihat penampakan struktur permukaannya menjadi semakin tertutup. Hal ini menunjukkan bahwa biofilm bakteri sudah terbentuk pada permukaan batu vulkanik. Pembentukan biofilm konsorsium bakteri selama 3 hari pada batu vulkanik secara visual diamati menggunakan scanning electron microscope dan hasilnya disajikan pada Gambar 32. Gambar 32 Scanning electron micrograph biofilm konsorsium bakteri pada batu vulkanik pada kondisi anaerob dengan pembesaran 10.000 X. Tanda panah menunjukkan biofilm pada permukaan batu vulkanik. Proses pembentukan biofilm bakteri pada permukaan batu vulkanik kemungkinan melalui adsorpsi. Bakteri pertama-tama mendekat pada permukaan batu vulkanik selanjutnya terjadi proses adsorpsi sel ke dalam pori. Bakteri pada permukaan batu vulkanik mengalami kolonisasi dengan mengeluarkan senyawa polimer ekstraseluler. Menurut Prakash et al. 2003, biofilm terutama terdiri dari sel mikrob dan matriks polimer ekstraseluler. Polimer eksopolisakarida EPS sekitar 50-90 merupakan senyawa karbon organik. Adanya EPS memperkokoh pelekatan bakteri pada batu vulkanik sehingga dapat menjaga stabilitas populasi dalam reaktor. Hasil pemeriksaan jumlah populasi bakteri yang terlekat pada batu vulkanik dalam reaktor anaerob menggunakan metode total plate count diperoleh sebesar 4,68 x 10 9 – 20,5 x10 9 cfug Tabel 7. Jumlah air limbah tekstil yang diolah dalam reaktor adalah 900 mL sedangkan jumlah batu vulkanik yang digunakan adalah 757 gram. Jadi perkiraan jumlah total bakteri yang terdapat dalam reaktor anarobik untuk mengolah 900 mL limbah tekstil berkisar 3,54 x 10 12- - 15,52 x 10 12 cfu. Jumlah bakteri dalam bioreaktor sudah memadai digunakan untuk pengolahan limbah tekstil. Menurut Cutright, 2001 jumlah populasi bakteri minimum yang dianggap memadai untuk digunakan dalam pengolahan limbah adalah 10 8 cfuL limbah. Tabel 7 Jumlah koloni bakteri teramobil pada batu vulkanik No Isolat Berat batu vulkanik g Jumlah koloni terhitung Jumlah koloni cfugram Petri 1 Petri 2 Petri 3 Petri 4 1 Kontrol 25 - - - - - 2 Aeromonas ML6 25 120x10 9 72x10 9 34x10 10 12x10 10 6,52x10 9 3 Aeromonas ML14 25 148x10 9 276x10 9 24x10 10 40x10 10 10,64x10 9 4 Pseudomonas ML8 25 108x10 9 93x10 9 15x10 10 24x10 10 5,91x10 9 5 Flavobacterium ML20 25 102x10 9 86x10 9 11x10 10 17x10 10 4,68x10 9 6 Aeromonas ML24 25 105x10 9 129x10 9 40x10 10 28x10 10 9,14x10 9 7 Konsorsium 25 260x10 9 240x10 9 85x10 10 70x10 10 20,50x10 9 Dari ke-enam bakteri yang dicobakan, diperoleh tiga bakteri yang menghasilkan efisiensi perombakan zat warna tinggi. Ketiga bakteri tersebut adalah Aeromonas sp.ML6, Aeromonas sp.ML14 dan konsorsium. Efisiensi perombakan zat warna pada reaktor anaerob dengan waktu tinggal limbah 3 hari dalam reaktor menggunakan bakteri Aeromonas sp.ML6, Aeromonas sp.ML14 dan konsorsium menggunakan proses pertumbuhan terlekat adalah 90,00; 89,41 dan 90,24. Hasil perombakan limbah tekstil buatan secara anaerob menggunakan ketiga bakteri tersebut, diukur parameter pH, bau, TDS, TSS, nitrat, nitrit, BOD 5 , COD dan warna. Hasil pengukuran parameter kualitas limbah tersebut disajikan pada Lampiran 12. Nilai BOD 5 , COD, warna, TDS dan TSS dari limbah tekstil buatan sebelum diolah masing-masing sebesar 945 mgL, 4.000 mgL, 2.130 CU, 4.380 mgL dan 1.220 mgL. Setelah diolah menggunakan konsorsium bakteri sistem pertumbuhan terlekat dengan waktu tinggal limbah selama 3 hari, nilai BOD 5 dan COD turun menjadi 454 mgL dan 2.117 mgL atau efisiensi penurunan sebesar 51,96 dan 47,08. Warna turun menjadi 192 CU atau efisiensinya sebesar 90.99. TDS dan TSS masing-masing turun menjadi 2.152 mgL dan 719 mgL. Analisis terhadap sistem pengolahan pada reaktor anaerob menunjukkan bahwa pada reaktor anaerob terjadi perombakan warna yang tinggi, akan tetapi nilai COD dan BOD masih tinggi jika dibandingkan dengan baku mutu nilai COD dan BOD yang dipersyaratkan pada KepMen LH No. 51MENLH101995. Tingginya nilai COD dan BOD pada pengolahan anaerob menunjukkan perombakan zat warna tekstil tidak berlangsung sempurna. Hal ini berarti, pada kondisi anaerob bakteri hanya mampu merombak molekul zat warna yang berukuran besar menjadi molekul-molekul yang lebih sederhana. Konsentrasi BOD 5 dan COD pada limbah tekstil buatan secara empirik digunakan sebagai pendekatan untuk mengetahui ketersediaan sumber hara bagi kehidupan mikrob Brault, 1991. Hal tersebut dilakukan dengan menghitung nisbah COD terhadap BOD 5 ,. Nisah COD terhadap BOD 5 semakin mendekati nilai 1,46 berarti penguraian limbah dikatagorikan semakin sempurna. Lebih lanjut, Utami 1992 menyatakan bahwa bila nisbah COD terhadap BOD 5 lebih kecil dari 1,7 digolongkan sebagai limbah yang mudah terurai, bila berkisar antara 1,7 sampai 10 merupakan limbah yang tidak terurai secara sempurna dan bila lebih besar dari 10, maka limbah masuk ke dalam katagori limbah yang sangat sulit terurai. Nisbah COD terhadap BOD 5 pada limbah tekstil buatan setelah dilakukan pengolahan baik menggunakan proses tersuspensi maupun proses terlekat berkisar antara 4,69 sampai 6,40. Hasil temuan ini menunjukkan bahwa limbah tekstil tersebut masuk ke dalam katagori limbah yang tidak terurai secara sempurna. Kandungan bahan organik tinggi hasil pengolahan anaerob mengisyaratkan bahwa pengolahan limbah tekstil berlangsung tidak efektif dan efisien dengan sistem pengolahan satu tahap. Terbentuknya amina aromatik dari peruraian zat warna azo pada kondisi anaerob yang bersifat lebih toksik dibandingkan zat warna azo sendiri juga menjadi indikator pentingnya dilakukan pengolahan lanjutan pada kondisi aerob. Pengolahan Tahap Aerob Pengolahan lanjutan secara aerob ditujukan untuk menurunkan nilai COD dan BOD yang masih tinggi, perombakan amina aromatik, menghilangkan bau tak sedap serta bahan-bahan pencemar lain yang belum sempurna dirombak pada proses anaerob. Haug et al. 1991, melaporkan mekanisme perombakan amina aromatik pada kondisi aerob dimulai dari oksidasi amina aromatik yang dikatalisis oleh enzim oksigenase sehingga terjadi pemecahan struktur benzena. Cincin aromatik mengalami hidroksilasi dan selanjutnya terjadi pembukaan cincin cleavage melalui pengikatan 2 atom oksigen yang pada akhirnya menghasilkan fumarat dan piruvat Gambar 33. Gambar 33 mekanisme perombakan amina aromatik pada kondisi aerob Perlakuan pengolahan limbah pada tahap aerob sama seperti pada tahap pengolahan anaerob, yaitu menggunakan proses pertumbuhan tersuspensi dan terlekat. Limbah yang diolah adalah hasil pengolahan anaerob menggunakan konsorsium bakteri proses pertumbuhan terlekat. Karakteristik limbah tekstil untuk sampel pengolahan tahap aerob disajikan pada Lampiran 13. Bakteri yang digunakan pada tahap ini adalah bakteri hasil isolasi dari lumpur Sungai Badung yang teridentifikasi Plesiomonas sp.SB1, Plesiomonas sp.SB2, Vibrio sp.SB1, Vibrio sp. SB2 dan Vibrio sp.SB3. Data penurunan COD dan warna hasil pengolahan limbah tahap aerob selang waktu 1 sampai 3 hari menggunakan proses pertumbuhan tersuspensi disajikan pada Gambar 34, sedangkan data selengkapnya disajikan pada Lampiran 14. Gambar 34 Penurunan COD dan warna pada perombakan lanjutan limbah tekstil buatan mengunakan proses pertumbuhan tersuspensi pada kondisi aerob selang waktu 1-3 hari inkubasi. Gambar 34 memperlihatkan bahwa pengolahan lanjutan dengan proses pertumbuhan tersuspensi selang waktu 1; 2 dan 3 hari, nilai COD secara berturut-turut mengalami penurunan dari 2.118 mgL menjadi 616-545 mgL efisiensi 70,92-74,27, 260-231 mgL efisiensi 87,72-89,09 dan 140-102 mgL efisiensi 93,39-95,20. Warna turun dari 195 CU menjadi 128-117 CU efisiensi 34,36-40,00, 118-105 CU efisiensi 39,49-46,15 dan 103-92 CU COOH OH NH 2 NH2 HOOC COOH O O COOH HOOC OH O 2 H 2 O H 2 O Fumarat + Firuvat 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 2000 2200 Awal 1 2 3 Lama inkubasi Hari COD m g L 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 Awal 1 2 3 Lama inkubasi Hari W a rn a C U Plesiomonas sp. SB1 Plesiomonas sp. SB2 Vibrio sp. SB1 Vibrio sp. SB2 Vibrio sp. SB3 Konsorsium Plesiomonas sp. SB1 Plesiomonas sp. SB2 Vibrio sp. SB1 Vibrio sp. SB2 Vibrio sp. SB3 Konsorsium piruvat 47,18-52,82. Dari 6 jenis bakteri yang dicobakan untuk pengolahan limbah pada tahap aerob, diperoleh sebanyak 3 bakteri yang mampu menurunkan nilai COD dan warna yang tinggi. Ketiga bakteri tersebut adalah Vibrio sp.SB1, Vibrio sp.SB3 dan konsorsium bakteri gabungan dari kelima bakteri tersebut. Bakteri- bakteri potensial ini diamobilkan pada batu vulkanik dan selanjutnya digunakan untuk mengolah limbah pada kondisi aerob. Data penurunan COD dan warna hasil pengolahan limbah tahap aerob selang waktu tinggal limbah dalam reaktor 1; 2 dan 3 hari menggunakan proses pertumbuhan terlekat disajikan pada Gambar 35, sedangkan data selengkapnya disajikan pada Lampiran 15. Gambar 35 Penurunan COD dan warna pada perombakan lanjutan limbah tekstil buatan mengunakan proses pertumbuhan terlekat pada kondisi aerob selang waktu 3 hari inkubasi . Gambar 35 memperlihatkan pengolahan aerob dengan lama waktu tinggal limbah 1; 2 dan 3 hari dalam reaktor secara berturut-turut nilai COD turun dari 2.118 mgL menjadi 471-447 mgL efisiensi 77,76, 251-211 mgL efisiensi 88,15- 90,03 dan 99-93 mgL efisiensi 95,34 -95,61. Warna dari 195 CU turun menjadi 118-113 CU efisiensi 39,49-42,05, 116-108 CU efisiensi 40,51- 44,62 dan 76-65 CU efisiensi 61,03-66,67. Efisiensi penurunan COD pada waktu tinggal limbah 3 hari dalam reaktor menggunakan proses pertumbuhan terlekat lebih besar dibandingkan dengan pengolahan menggunakan proses pertumbuhan tersuspensi. Pengolahan lanjutan tahap aerob menggunakan proses pertumbuhan terlekat mampu menurunkan COD sebesar 95,34-95,61 sedangkan menggunakan proses tersuspensi sebesar 93,39-95,20. Secara umum, tingginya efisiensi perombakan COD pada tahap pengolahan aerob disebabkan bahan organik hasil perombakan tahap anaerob mudah dirombak lebih lanjut oleh bakteri pada tahap aerob. 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 2000 2200 Awal 1 2 3 Lama inkubasi Hari COD m g L 50 100 150 200 250 Awal 1 hari 2 hari 3 hari Lama inkubasi Hari W a rna CU Vibrio sp. SB1 Vibrio sp. SB3 Konsorsium Vibrio sp. SB1 Vibrio sp. SB3 Konsorsium 1 2 3 Pengolahan lanjutan pada tahap aerob dengan waktu tinggal limbah 3 hari dalam reaktor menggunakan proses pertumbuhan terlekat menghasilkan efisiensi penurunan warna lebih tinggi dibandingkan menggunakan proses pertumbuhan tersuspensi. Pada proses pertumbuhan terlekat, efisiensi penurunan warna sebesar 60,00-66,67 sedangkan dengan pertumbuhan tersuspensi sebesar 50,77-52,82. Hal ini disebabkan bakteri yang melekat pada batu vulkanik tersebut membentuk lapisan dengan ketebalan tertentu dan mendegradasi zat warna yang teradsorpsi pada batu vulkanik tersebut sampai pada tahap mineralisasi. Disamping penurunan warna, pengolahan lanjutan tahap aerob menggunakan proses pertumbuhan terlekat juga menghasilkan efisiensi penurunan BOD, TDS dan TSS yang lebih tinggi dibandingkan dengan pengolahan dengan proses pertumbuhan tersuspensi. Keunggulan sistem pengolahan dengan proses pertumbuhan terlekat adalah terjadinya wash out bakteri ke lingkungan cukup kecil sehingga populasi bakteri pada bioreaktor tetap terjaga dan reaktor dapat digunakan berulang-ulang untuk mengolah limbah Stolz 2001. Bakteri terlekat pada batu vullkanik dapat diamati secara visual menggunakan scanning electron microscope Gambar 36. Konsorsium bakteri terlekat pada batu vulkanik tahap pengolahan aerob terdiri dari Vibrio sp. SB1, Vibrio sp. SB2, Vibrio sp. SB3, Plesiomonas sp. SB1 dan Plesiomonas sp. SB2. Gambar 36 Scanning electron micrograph biofilm konsorsium bakteri pada batu vulkanik pada kondisi aerob dengan pembesaran 10.000 X. Tanda panah menunjukkan biofilm pada permukaan batu vulkanik. Jumlah populasi bakteri dalam reaktor berperan penting dalam meningkatkan efisiensi pengolahan limbah. Pada umumnya, semakin banyak jumlah bakteri, maka proses pengolahan berlangsung cepat. Hasil perhitungan jumlah bakteri yang terlekat pada batu vulkanik yang digunakan merombak limbah pada kondisi aerob adalah sekitar 1,70 x 10 10 cfug. Jumlah bakteri dalam bioreaktor sudah memadai digunakan untuk pengolahan limbah tekstil. Pengolahan limbah tekstil yang paling optimal diperoleh dari penelitian ini adalah sistem kombinasi anaerob-aerob menggunakan konsorsium bakteri yang diamobilkan pada batu vulkanik. Hubungan penurunan konsentrasi zat warna pada tahap pengolahan anaerob dan penurunan COD, BOD dan TSS pada tahap aerob terhadap waktu pengolahan disajikan pada Gambar 37. Gambar 37 Perombakan zat warna dalam reaktor anaerob dan COD, BOD dan TSS dalam reaktor aerob pada pengolahan limbah tekstil buatan sistem kombinasi anaerob-aerob pertumbuhan terlekat Kurva penurunan COD terhadap lama pengolahan limbah diperoleh persamaan garis Y= 1.686,6e -1,03X dengan nilai koefisien determinasi R 2 sebesar 0,97. Nilai BOD diperoleh persamaan garis Y= 377,07e -0,71X R 2 = 0,950 dan TSS dengan persamaan garis Y= 757,4e -0,21X R 2 =0,96. Persamaan garis dari masing-masing bahan pencemar pada kurva tersebut, dapat digunakan untuk menduga efisiensi waktu yang diperlukan untuk mengolah limbah pada sistem tersebut sampai pada tingkat pemenuhan baku mutu yang dipersyaratkan dalam KepMen LH No.51MENLH101995. Limbah tekstil buatan mempunyai konsentrasi warna sebesar 175,18 mgL, apabila penurunan warna dikehendaki mencapai efisiensi 90 17,52 mgL, maka waktu yang diperlukan untuk mengolah limbah tahap anaerob adalah 3 hari. Hasil pengolahan tahap anaerob selama 3 hari, mampu menurunkan COD dari 4.000 mgL menjadi 2.118 mgL, BOD dari 945 menjadi 500 1000 1500 2000 2500 1 2 3 4 Lama pengolahan hari L im ba h t ida k t er o m bak m g L y = 122,56e -0,6047x R 2 = 0,8651 50 100 150 200 2 4 6 Lama pengolahan hari Ko ns e nt ra s i z at w arn a s is a m g L COD TSS BOD Pada reaktor anaerob Pada reaktor aerob 461 mgL, TDS dari 4.380 mgL 2.150 mgL dan TSS dari 1.220 mgL menjadi 725 mgL. Pengolahan pada tahap aerob yang diperlukan untuk menurunkan COD dari 2.118 mgL menjadi 300 mgL sesuai dengan baku mutu adalah 40 jam, menurunkan BOD dari 461 mgL menjadi 150 mgL diperlukan waktu pengolahan 31 jam, sedangkan TSS dari 725 menjadi 400 mgL diperlukan waktu 64 jam. Penurunan TSS pada sistem ini tampaknya kurang efisien, yaitu diperlukan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan menurunkan nilai COD dan BOD. Untuk menghasilkan kualitas limbah dengan parameter yang diukur berada di bawah baku mutu, maka pengolahan limbah dengan sistem kombinasi anaerob-aerob menggunakan konsorsium bakteri teramobil pada batu vulkanik ditetapkan waktu tinggal limbah dalam reaktor aerob selama 3 hari. 4.4. Pengolahan Air Limbah Tekstil Sistem Kombinasi Anaerob-Aerob Menggunakan Proses Pertumbuhan Terlekat Air limbah pencelupan tekstil diambil dari industri tekstil CV. Mama Leon Tabanan-Bali. Air limbah tekstil tersebut diolah menggunakan sistem kombinasi anaerob-aerob yang masing-masing berisi konsorsium bakteri yang diamobilkan pada batu vulkanik. Sebelum diolah, air limbah diequalisasi pHnya hingga mencapai 7 dengan menambahkan larutan HCl. Pengolahan limbah dilakukan dengan waktu tinggal 3 hari pada tahap anaerob dan 3 hari pada tahap aerob. Karakteristik limbah tekstil sebelum dan setelah diolah disajikan pada Tabel 8. Tabel 8 Karakteristik air limbah tekstil sebelum dan sesudah pengolahan menggunakan kombinasi anaerob-aerob pertumbuhan terlekat. Parameter Satuan Karakteristik limbah awal Karakteristik limbah sesudah diolah selang waktu 6 hari Ulangan Rerata I II III Warna CU 1.587 65,36 68,24 70,08 67,89±2,4 pH - 10,50 6,15 6,00 6,25 6,18±0,1 Bau - - - - - - TDS mgL 6.205 1.170 1.200 1.190 1.187±15,27 TSS mgL 2.688 330 342 335 336±6,03 Nitrat mgL 8,38 4,51 4,57 4,62 4,57±0,1 Nitrit mgL 1,22 0,32 0,31 0,28 0,30±0,0 BOD mgL 907 54,86 60,25 50,76 55,29±4,8 COD mgL 6.000 95,67 105,26 90,46 97,13±7,5 Klorida mgL 499 145 140 148 144,33±4,0 Hasil penentuan karakteriatik limbah tekstil sebelum diolah menunjukkan bahwa semua parameter kualitas limbah yang diukur berada diatas baku mutu yang dipersyaratkan dalam KepMen LH No.51MENLH101995. Jika limbah tekstil tersebut dibuang secara langsung ke badan air dapat mencemari air dan menimbulkan gangguan ekosistem perairan. Pengolahan limbah tekstil dengan sistem kombinasi anaerob-aerob menggunakan konsorsium bakteri proses pertumbuhan terlekat menghasilkan penurunan warna limbah yang tinggi Gambar 38. Warna lebih dominan disebabkan oleh zat-zat warna tekstil yang terbuang sebagai air limbah. Hilangnya warna jelas sekali terlihat setelah mengalami pengolahan tahap anaerob sedangkan dari pengolahan tahap anaerob ke tahap aerob terjadi perubahan warna yang relatif kecil. Hal ini menunjukkan bahwa zat warna tekstil sebagian besar mengalami perombakan pada tahap anaerob. Gambar 38 Perubahan warna limbah tekstil sebelum dan sesudah pengolahan pada reaktor anaerob-aerob selama 6 hari inkubasi. Air limbah tekstil yang digunakan mempunyai konsentrasi warna sebesar 1.587 CU, setelah selang waktu 6 hari pengolahan warna mengalami penurunan dari 1.587 CU menjadi 67,89 CU atau efisiensi penurunan warna sebesar 95,72. Warna tidak tercantum sebagai salah satu syarat baku mutu ditinjau dari KepMen LH No. 51MENLH101995. Secara langsung, warna tidak berbahaya bagi kesehatan manusia, akan tetapi secara tidak langsung berdampak negatif terhadap ekosistem air maupun kesehatan manusia. Air yang berwarna secara estetika memberikan kesan yang negatif. Air berwarna menghambat penetrasi sinar matahari ke dalam air sehingga mengganggu aktivitas fotosintesis. Kurangnya jumlah oksigen dalam air dapat memicu aktivitas mikroorganisme anoksik-anaerob yang menghasilkan bau tak sedap. Dengan alasan ini, limbah Limbah awal Tahap anaerob Tahap aerob zat warna yang dihasilkan dari kegiatan industri tekstil harus diolah sebelum dibuang ke lingkungan. Air limbah tekstil yang dihasilkan dari proses pencelupan tekstil di Industri CV. Mama Leon Tabanan Bali memiliki keasaman pH sangat basa yaitu 10,50 dan pengamatan secara organoleptik tidak berbau. Tingginya pH limbah disebabkan oleh pemakaian NaOH, Na 2 CO 3 atau detergen dalam proses pencelupan tekstil . Air limbah ini, sebelum diolah dikondisikan pada pH 7 untuk mengoptimalkan aktivitas bakteri dalam melakukan perombakan. Setelah dilakukan pengolahan dengan sistem kombinasi anaero-aerob menggunakan bakteri konsorsium yang terlekat pada batu vulkanik selang waktu 6 hari, pH air limbah menurun sedikit dari pH 7 menjadi 6,18. Hasil pengolahan pada tahap anaerob menghasilkan bau sangat menyengat akan tetapi bau menjadi hilang setelah mengalami perombakan aerob. Kondisi pH air limbah hasil pengolahan jika ditinjau berdasarkan KepMen LH No.51MENLH101995, sudah memenuhi persyaratan baku mutu limbah industi untuk dibuang ke lingkungan. Padatan tersuspensi total atau total suspended solid TSS dan total dissolved solid TDS dari air limbah tekstil sebesar 2.688 mgL dan 6.205 mgL. TSS dan TDS yang tinggi berdampak negatif terhadap perairan karena mengurangi penetrasi sinar matahari yang masuk ke badan air, kekeruhan air meningkat yang menyebabkan gangguan pertumbuhan bagi organisme produser. Setelah diolah selang waktu 6 hari dalam reaktor anaerob-aerob mampu menurunkan nilai TSS menjadi 336 mgL atau efisiensi penurunan TSS sebesar 87,50 sedangkan nilai TDS turun menjadi 1.187 mgL atau efisiensi penurunan TDS sebesar 80,87. Nilai TSS dan TDS jika ditinjau dari KepMen LH No. 51MENLH101995 telah memenuhi syarat, karena ambang batas TSS dan TDS yang dipersyaratkan dalam KepMen LH No. 51MENLH101995 sebesar 400 mgL dan 4.000 mgL. Air limbah tekstil yang digunakan mempunyai nilai BOD 5 dan COD masing- masing sebesar 907 mgL dan 6000 mgL. Nilai BOD 5 dan COD menggambarkan kandungan bahan organik pada air limbah. Penyusun utama bahan organik biasanya berupa polisakarida karbohidrat, polipeptida protein dan lemak. Selain jenis bahan organik tersebut, limbah organik juga mengandung bahan organik sintetik seperti pestisida dan surfaktan. Tingginya bahan organik pada air limbah tekstil disebabkan oleh penggunan enzim, detergen, pestisida dan zat warna sintetik pada proses produksi tekstil. Setelah dilakukan pengolahan dengan kombinasi anaerob-aerob selang waktu 6 hari, nilai BOD 5 turun menjadi 55,29 mgL atau efisiensi penurunan BOD 5 sebesar 93,90. Nilai COD turun menjadi 97,13 mgL atau efisiensi penurunan COD sebesar 98,38. Hal ini menunjukkan bahwa penguraian bahan-bahan organik yang terdapat pada limbah tekstil menggunakan sistem kombinasi anaerob-aerob berlangsung efisien. Nilai BOD 5 dan COD hasil pengolahan ini sudah berada dibawah baku mutu air yang dipersyaratkan dalam KepMen LH No. 51MENLH101995. Nitrat, nitrit dan klorida yang terkandung pada limbah tekstil masing-masing sebesar 8,38 mgL; 1,22 mgL dan 499 mgL. Persenyawaan nitrogen terutama nitrit bersifat toksik yaitu menyebabkan keracunan bagi tubuh. Nitrit mengoksidasi ion besi II menjadi besi III di dalam haemoglobin Hb dan mengubah Hb menjadi methaemoglobin MetHb. Pada keadaan normal, darah manusia memiliki kadar haemoglobin berkisar 10-14 mgdL. Apabila perubahan Hb menjadi MetHb mencapai 20-30 dari Hb normal, maka akan terjadi hypoxia yaitu menurunnya kadar oksigen pada darah. Diperairan tergenang, keberadaan nitrat dan nitrit bersama dengan posfat sering menyebabkan terjadinya eutrofikasi pada perairan. Eutrofikasi mendorong terjadinya perubahan keanekaragaman dan dominansi organisme akuatik, kekeruhan meningkat dan menyebabkan terjadinya kondisi anoksik di perairan. Untuk itu, nitrat dan nitrit pada air limbah sangat perlu diminimalkan sebelum dibuang ke lingkungan. Nitrogen pada limbah tekstil berasal pemakaian enzim pada proses produksi tekstil. Air limbah tekstil setelah diolah selang waktu 6 hari konsentrasi nitrat dan nitrit turun menjadi 4,71 mgL dan 0,33 mgL atau efisiensi sebesar 43,80 dan 72,95. Konsentrasi nitrat dan nitrit dalam limbah jika ditinjau KepMen LH No. 51MENLH101995 berada di bawah baku mutu air limbah industri. Baku mutu nitrat dan nitrit menurut KepMen LH No. 51MENLH101995, adalah sebesar 30 mgL dan 3,0 mgL. Klorida diperlukan oleh mahluk hidup untuk pengaturan tekanan osmotik sel. Perairan yang diperuntukkan bagi keperluan domestik, termasuk air minum, pertanian dan industri sebaiknya memiliki kadar klorida lebih kecil dari 100 mgL. Kadar klorida yang tinggi pada perairan dapat meningkatkan sifat korosivitas air sehingga mudah mengakibatkan terjadinya perkaratan peralatan yang terbuat dari logam. Sistem pengolahan limbah kombinasi anaerob-aerob proses pertumbuhan terlekat ini mampu menurunkan kandungan klorida dalam air limbah dari 499 mgL menjadi 144,33 mgL atau efisiensi penurunannya 71,14.

4.5 Toksisitas Limbah Hasil Pengolahan