16 1982 in Saliu Ovuorie 2007. Substrat buatan untuk mendapatkan sampel
makroavertebrata juga diyakini memberikan nilai keragaman yang lebih rendah dikarenakan substrat buatan memiliki bentuk habitat yang seragam untuk proses
kolonisasi. Taylor Kovats 1995 menyebutkan keuntungan utama dalam
penggunaan substrat buatan untuk mendapatkan data makroavertebrata adalah untuk meminimalisasi bentuk variasi fisik seperti jenis substrat, kedalaman, dan
penetrasi cahaya. Alat ini juga dapat digunakan karena tidak menggangu keberadaan organisme asli di kawasan tersebut. Substrat buatan baik digunakan
untuk mendapatkan data mengenai populasi makroavertebrata ketika alat konvensional tidak efisien dan tidak efektif untuk digunakan, khususnya pada
perairan yang memiliki karakteristik sebagai berikut. 1.
Sifat badan air yang memiliki kedalaman tinggi dan keruh. 2.
Sifat substrat yang tidak stabil berupa pasir dan lumpur. 3.
Sifat dasar perairan yang berupa bebatuan besar dan keras. 4.
Sifat badan air yang memiliki arus yang kencang. Melalui substrat buatan, habitat yang tidak cocok untuk organisme benthik
dapat diatasi dengan menyeragamkan bentuk dasar dari habitat yang dapat diletakkan pada area mana pun sesuai dengan kondisi yang diinginkan. Asumsi
mengenai hal ini adalah bahwa komposisi dari organisme yang mengalami kolonisasi di substrat buatan dapat digunakan untuk menduga dampak dari
kegiatan antropogenik dan merupakan hal yang sama saat menggunakan alat grab Hellawell 1978 in Saliu Ovuorie 2007. Flannagan Rosenberg 1982
membagi substrat buatan menjadi 8 tipe sebagai berikut. 1.
Kontainer berisi macam-macam substrat containers filled with various substrates
; 2.
Multiplate atau multiple-plate samplers; 3
Papan, panel, ubin; 4.
Batu bata dan balok; 5.
Lembaran plastik, polyethylene dan kain, tali temali; 6.
Substrat implant; 7.
Substrat organik alami; dan 8.
Beraneka ragam substrat miscellaneous substrates.
17
2.4. Lingkungan perairan yang mempengaruhi chironomida
2.4.1. Kedalaman
Kedalaman merupakan salah satu parameter fisika perairan yang berkaitan erat dengan intensitas cahaya matahari, tekanan, dan suhu di dalam kolom
perairan. Semakin dalam perairan, semakin berkurang intensitas cahaya matahari yang masuk. Semakin besar kedalaman, semakin besar tekanan air. Tekanan
pada air berpengaruh terhadap proses osmosis dalam tubuh organisme sehingga organisme akan berusaha agar tekanan osmosis lingkungan sesuai dengan keadaan
tubuh dan proses osmoregulasi dalam tubuh organisme. Hal ini berpengaruh terhadap pola penyebaran organisme, khususnya makroavertebrata pada kolom
perairan dengan kedalaman yang berbeda Pinder 1986; Wetzel 2001. Kedalaman juga dapat berpengaruh terhadap stratifikasi suhu dalam kolom
perairan berkenaan dengan panas yang diterima pada setiap kolom perairan. Hal ini disebabkan oleh semakin besarnya gaya yang bekerja pada lapisan yang lebih
dalam. Kedalaman merupakan wadah penyebaran atau faktor fisik yang berhubungan dengan banyaknya air yang masuk ke dalam suatu sistem perairan
dan berpengaruh terhadap penyebaran organisme perairan.
2.4.2. Suhu
Suhu merupakan parameter penting dalam perairan dan berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap kehidupan di perairan. Suhu suatu
perairan dipengaruhi oleh musim, lintang latitude, ketinggian dari permukaan laut altitude, waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan awan, dan aliran serta
kedalaman badan air. Perubahan suhu berperan terhadap proses fisika, kimia, dan biologi badan air. Suhu juga sangat berperan dalam mengendalikan kondisi
ekosistem perairan. Peningkatan suhu mengakibatkan peningkatan viskositas, reaksi kimia, evaporasi, dan volatilitas. Peningkatan suhu juga menyebabkan
terjadinya peningkatan dekomposisi bahan organik oleh mikroba Wetzel 2001. Sebagian besar makrozoobenthos dapat mentolerir suhu air di bawah 35
C, walaupun ada yang mampu bertahan pada suhu yang ekstrim panas, misalnya
pada sumber mata air panas yang bersuhu 35 C hingga 50 C. Contoh serangga
yang dapat hidup pada suhu ekstrim tersebut adalah larva diptera Famili Chironomidae, Culicidae, Stratiomyidae, dan Ephydridae; larva Coleoptera Famili
18 Dytiscidae dan Hydrophylidae; Hemiptera; dan Odonata Ward 1992. Menurut
Casper in Rossaro 1991, suhu, substrat, dan kecepatana arus merupakan factor penentu struktur komunitas chironomida. Suhu adalah salah satu faktor penentu
penting bagi laju pertumbuhan dan perkembangan serangga air. Ukuran serangga dewasa sangat tergantung pada suhu perairan yang diterimanya pada saat
perkembangan larva di air Pinder 1986.
2.4.3. Oksigen terlarut
Dissolved Oxygen DO atau oksigen terlarut adalah jumlah mgL gas
oksigen yang terlarut dalam air. Kadar oksigen yang terlarut bergantung pada suhu, salinitas, turbulensi air, dan tekanan atmosfer. Semakin besar suhu dan
ketinggian, serta semakin kecil tekanan atmosfer, kadar oksigen terlarut akan semakin kecil Wetzel 2001.
Fluktuasi harian oksigen dapat mempengaruhi parameter kimia yang lain, terutama pada saat kondisi tanpa oksigen, yang dapat mengakibatkan perubahan
sifat kelarutan beberapa unsur kimia di perairan. Selain itu, penurunan konsentrasi DO juga dapat menyebabkan dampak yang kurang baik bagi
makroavertebrata karena oksigen terlarut dibutuhkan untuk respirasi makroavertebrata seperti serangga akuatik sehingga merupakan parameter
lingkungan yang sangat penting Ward 1992. Beberapa jenis anggota Chironomidae tahan terhadap kandungan oksigen yang rendah Pinder 1986.
Distribusi dan kelimpahan benthos misalnya larva serangga, crustacea, dan moluska sangat dipengaruhi oleh konsentrasi oksigen dan tipe dasar perairan.
Kebanyakan populasinya ditemukan di atas sedimen pada lapisan termoklin dan tepi danau yang mengalami turbulensi oksigen dan yang memiliki makanan
melimpah. Pada bagian bawah termoklin, jumlah mereka turun karena terjadi penurunan suhu. Organisme yang memiliki spesialisasi tertentu saja yang dapat
mendiami zona profundal danau eutrof yang juga memiliki kandungan oksigen rendah Goldman Horne 1983.
2.4.4. Bahan organik
Bahan organik dalam bentuk detritus merupakan hasil pembusukan tumbuhan dan hewan yang telah mati atau hasil buangan dari limbah domestik
19 dan industri. Berbagai jenis bahan organik yang terdapat di alam ini dirombak
didekomposisi melalui proses oksidasi, yang dapat berlangsung dalam suasana aerob keberadaan oksigen maupun anaerob tanpa oksigen. Produk hasil akhir
dari dekomposisi atau oksidasi bahan organik pada kondisi aerob adalah senyawa- senyawa yang stabil. Sementara produk akhir dari dekomposisi pada kondisi
anaerob, selain karbondioksoda dan air, juga berupa senyawa-senyawa yang tidak stabil dan bersifat toksik, misalnya amonia, metana, dan hidrogen sulfida.
Keberadaan bahan organik di perairan juga dapat menjadi sumber makanan bagi beberapa kelompok organisme, terutama kelompok organisme pemakan detritus
Pinder 1986.
2.4.5. Nilai pH
Puissance d’Hydrogen pH atau kekuatan hidrogen didefinisikan sebagai
logaritma negatif dari ion hidrogen GoldmanHorne 1983. Nilai pH penting untuk mengindikasikan jumlah ion hidrogen bebas yang berada di dalam air
karena adanya logaritma negatif pH= -log
10
[H
+
]. Perkiraan dari alkalinitas, karbondioksida, dan reaksi asam basa diperoleh dengan menggunakan nilai pH.
Konsentrasi ion hidrogen juga merupakan salah satu indikator utama untuk evaluasi kualitas air permukaan mengontrol reaksi kimia berbagai nutrien di
danau Goldman Horne 1983. Derajat keasaman pH normal memiliki nilai 7 sementara bila nilai pH 7
menunjukkan zat tersebut memiliki sifat basa, sedangkan nilai pH 7 menunjukkan keasaman. Nilai pH=0 menunjukkan derajat keasaman tertinggi,
dan pH 14 menunjukkan derajat kebasaan tertinggi. Umumnya indikator sederhana yang digunakan adalah kertas lakmus yang berubah menjadi merah bila
keasamannya tinggi dan biru bila keasamannya rendah. Selain mengunakan kertas lakmus, indikator asam basa dapat diukur dengan pH meter yang bekerja
berdasarkan prinsip elektrolitkonduktivitas suatu larutan. Nilai pH bersama suhu perairan, oksigen terlarut, nitrat, alkalinitas, ukuran
partikel, dan kandungan bahan organik merupakan beberapa faktor yang mempengaruhi kekayaan jenis, kelimpahan, komposisi, dan distribusi
chironomida di ekosistem perairan Pinder 1986, Rossaro 1991, Lobinske et al. 1996. Woodcock et al. 2005 dalam penelitiannya menemukan bahwa ada