29 Pada tahap ini digunakan substrat buatan yang terbuat dari bahan kasa
nyamuk berbahan nilon dengan mata jaring 2 mm yang dibentuk persegi berukuran 15x15 cm
2
menggunakan bingkai kawat. Masing-masing substrat buatan ini kemudian dirangkai menggunakan bingkai dari bambu dengan ukuran
45x30 cm
2
. Kemudian kasa nyamuk yang telah terpasang dirangkai pada sebuah bingkai yang disusun berselang-seling antara kedalaman 1 m dan 2 untuk
memberi peluang yang sama terhadap penempelan larva chironomida Gambar 7 dan Lampiran 2. Rangkaian substrat buatan dibuat sejumlah 30 sesuai dengan
jumlah pengambilan contoh. Pengambilan data parameter kualitas air suhu, kedalaman, pH, DO
dilakukan secara in situ sedangkan TSS dilakukan secara ex situ. Dalam pengambilan data kualitas air diperlukan beberapa alat dan bahan yang meliputi
termometer untuk mengukur suhu perairan, tali berskala untuk mengukur kedalaman, bahan untuk analisis kandungan oksigen terlarut menggunakan
metode titrasi Winkler dan pH indikator dengan skala 5 –10 untuk mengukur pH
perairan. Selain itu, dibutuhkan botol sampel untuk parameter TSS yang diukur secara ex situ.
3.4.5. Penentuan produktivitas larva chironomida
Kegiatan pada tahap ini bertujuan untuk mendapatkan nilai produktivitas sekunder dari larva chironomida. Penentuan produktivitas sekunder dilakukan
terhadap larva chironomida yang diperoleh dari kegiatan di laboratorium dan di lapangan. Panjang total tubuh serta panjang dan lebar kapsul kepala chironomida
yang ditemukan pada setiap waktu pengamatan dan kedalaman diukur dengan menggunakan program Motic Image 2.0 pada komputer yang terhubung dengan
mikroskop majemuk berkamera. Panjang total tubuh diukur mulai dari bagian anterior sampai posterior atau dari segmen pertama hingga segmen terakhir.
Lebar badan diukur pada ruas kelima setelah kepala. Panjang total dan lebar badan digunakan untuk menentukan biomassa melalui pendekatan biovolume
dengan Smit et al. 1993.
30 3.5.
Analisis Sampel 3.5.1.
Spesimen larva chironomida
Sampel chironomida dari lapang dipisahkan disortir dari serasah dan bahan lainnya di bawah mikroskop bedah Olympus SZ6045TR, di laboratorium.
Untuk memudahkan pemisahan organisme dari serasah ditambahkan larutan Rose Bengal
ke dalam sampel tersebut, sehingga terjadi perbedaan warna antara serasah dengan organisme spesimen. Kemudian setiap spesimen diletakkan dalam KOH
10 yang dipanaskan dan dibiarkan mendidih sekitar 1 menit. Pada penelitian pendahuluan, spesimen larva direkatkan pada gelas objek menggunakan CMCP-
10 Polyscience Inc., sedangkan pada penelitian utama digunakan cairan ENTELLAN
®
. Selanjutnya dilakukan pemotretan serta pengukuran morfologi tubuh sampel larva yang telah dipersiapkan dalam bentuk preparat permanen.
Pemotretan dan pengukuran tersebut dilakukan menggunakan mikroskop majemuk Olympus CH20 yang dihubungkan dengan kamera mikroskop serta
program Motic Image Plus 2.0. Identifikasi dilakukan dengan mengacu pada Eppler 2001.
Perkembangan larva chironomida untuk setiap pengambilan sampel diukur berdasarkan panjang dan lebar kapsul kepala. Pengukuran ini dilakukan karena
tubuh larva chironomida seringkali memiliki variasi yang besar sesuai asupan makanannya, sedangkan kapsul kepala bentuknya tetap karena terbuat dari kitin.
Hal ini sesuai dengan penelitian Frouz et al. 2002 yang menyatakan bahwa lebar kapsul kepala chironomida merupakan indikator yang cukup peka untuk
membedakan instar larva. Panjang dan lebar kapsul kepala diukur menggunakan program Motic Image 2.0 pada komputer yang terhubung dengan mikroskop
majemuk berkamera. Selain panjang dan lebar kapsul kepala, juga dilakukan pengukuran panjang total tubuh larva serta lebar tubuh lebar ruas ke-5 setelah
kepala. Ukuran panjang total dan lebar tubuh ini digunakan untuk menentukan biomassa dari larva chironomida melalui pendekatan biovolume Smit et al.
1993. Gambar 8 menunjukkan bagian tubuh larva chironomida yang diukur panjangnya.
32 3.6.
Analisis Data 3.6.1.
Analisis penentuan letak substrat berdasarkan kedalaman dari permukaan air
Pada tahap ini analisis yang dilakukan merupakan analisis deskriptif. Data jenis-jenis larva chironomida yang diperoleh ditabulasikan dan dibuat grafik.
Data deskriptif ini digunakan untuk menentukan posisi kedalaman substrat buatan pada kegiatan selanjutnya.
3.6.2. Analisis capaian instar larva chironomida
Data yang diperoleh selama pengamatan akan diolah untuk menghasilkan penjelasan secara deskriptif dalam bentuk grafik untuk melihat perkembangan,
pertumbuhan, dan produktivititas larva chironomida yang dikaji. Selain itu dilakukan juga analisis statistik untuk menguji perbedaan antar perlakuan atau
waktu pengamatan. Ciri-ciri penting sejumlah besar data dengan segera dapat diketahui melalui
pengelompokan data tersebut ke dalam beberapa kelas dan kemudian dihitung banyaknya pengamatan yang masuk ke dalam tiap kelas. Susunan data ini
biasanya disajikan dalam bentuk tabel yang disebut sebaran frekuensi Walpole 1992. Data yang disajikan dibuat dalam bentuk kelompok untuk memperoleh
gambaran yang lebih baik mengenai populasi yang sedang diamati. Larva chironomida diketahui mengalami empat tahap yang disebut instar.
Analisis kelompok digunakan untuk mengelompokkan larva chironomida berdasarkan instarnya. Analisis kelompok adalah teknik multivariat yang
bertujuan untuk mengelompokkan objek-objek berdasarkan karakteristik yang dimilikinya. Analisis kelompok digunakan untuk mengklasifikasi objek sehingga
setiap objek yang paling dekat kesamaannya dengan objek lain berada dalam kelompok yang sama. Pengelompokan ini dilakukan dengan bantuan program
MINITAB 14 dan panduan penentuan centroid atau pusat data berdasarkan Dettinger-Klemm 2003 dan Zilli et al. 2008.
Rancangan acak lengkap adalah salah satu rancangan percobaan yang paling sederhana. Rancangan ini digunakan apabila bahan maupun kondisi percobaan
bersifat homogen. Metode ini digunakan untuk mengetahui apakah perlakuan konsentrasi bahan organik yang berbeda mempengaruhi perubahan ukuran larva