kelas. Sedangkan writing activities dinilai berdasarkan laporan hasil praktikum dan esai mengenai peranan larutan penyangga dalam tubuh dan kehidupan sehari-
hari.
2.4 Ketuntasan Belajar
Belajar merupakan usaha aktif yang dilakukan seseorang untuk memperoleh sesuatu dan berubah menjadi lebih baik untuk mencapai suatu tujuan
Suwarto, 2013. Setiap siswa memiliki kriteria yang berbeda untuk mencapai tujuan tersebut. Ada siswa yang dapat mencapai tujuan dengan mudah, ada yang
harus melewati berbagai kondisi untuk mencapai tujuannya, dan ada yang perlu dorongan atau motivasi supaya bisa mencapai tujuan yang diinginkan.
Belajar tuntas adalah adalah suatu sistem belajar yang mengharapkan sebagian besar siswa menguasai tujuan instruksional dari pembelajaran Ischak
Warji, 1987. Departemen Pendidikan Nasional menyatakan bahwa siswa dikatakan tuntas belajarnya apabila telah menguasai 75 kompetensi dari
kompetensi yang telah ditetapkan Depdiknas, 2004. Departemen Pendidikan nasional 2004 juga menyatakan bahwa ada empat prinsip utama pada
pembelajaran tuntas, yaitu: 1.
Kompetensi yang harus dicapai siswa dirumuskan dengan urutan yang hierarkis.
2. Evaluasi yang digunakan adalah penilaian acuan patokan dan setiap
kompetensi harus diberikan umpan balik.
3. Pemberian program remedial bagi siswa yang belum mencapai ketuntasan
belajar 4.
Pemberian program pengayaan bagi siswa yang mencapai ketuntasan belajar lebih awal
Ketuntasan belajar setiap indikator telah ditetapkan dalam suatu kompetensi dasar. Ketuntasan belajar berkisar antara 0-100. Idealnya, untuk
setiap indikator memiliki ketuntasan belajar 75. Satuan pendidikan harus menentukan kriteria minimal dengan mempertimbangkan kemampuan komponen
pembelajaran, seperti kemampuan rata-rata peserta didik dan sumber daya pendukung penyelenggaraan pembelajaran lainnya. Satuan pendidikan diharapkan
dapat mempertahankan dan bahkan meningkatkan ketuntasan belajar BSNP, 2006.
2.5 Penelitian yang Relevan
Pembelajaran menggunakan metode kooperatif tipe STAD dilakukan dengan cara berkelompok secara heterogen dan terbukti dapat memecahkan
masalah pelajaran dengan saling membantu antar anggota kelompok Slavin, 2014. Majoka 2010 juga menyatakan bahwa penggunaan metode ini dapat
meningkatkan kemampuan pemecahan masalah karena keterlibatan siswa yang tinggi. Siswa bekerja dalam kelompok untuk memaksimalkan diri sendiri dan juga
orang lain. Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Khan dan Inamullah 2011. Mereka mengungkapkan bahwa interaksi dan sikap positif
siswa akan meningkat karena pada kelompok tersebut memberikan sumber belajar
tinggi, siswa dengan kemampuan akademik tinggi akan menjadi tutor untuk siswa dengan kemampuan akademik yang kurang. Selain berpengaruh terhadap sikap
siswa, pembelajaran menggunkan metode kooperatif tipe STAD juga berpengaruh terhadap prestasi atau hasil belajar siswa Adesoji Ibraheem, 2009.
Pengaruhnya model ini pada pembelajaran yaitu lebih efektif digunakan untuk meningkatkan prestasi belajar dibandingkan dengan metode ceramah yang sering
digunakan guru Balfakih, 2014; Wyk, 2012. Selain meningkatkan prestasi belajar siswa, STAD juga efektif untuk meningkatkan aktivitas siswa Nugroho et
al., 2009 dan meningkatkan pemahaman konsep siswa Sudarsa et al., 2013.
2.6 Kerangka Berpikir