Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa kelas XI MIA 2 SMA Negeri 1 Prambanan Sleman pada materi sistem imun.
ABSTRAK
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR SISWA
KELAS XI MIA 2 SMA NEGERI 1 PRAMBANAN SLEMAN PADA MATERI SISTEM IMUN
Fenti Ariningsih Universitas Sanata Dharma
2015
Hasil observasi ditemukan berbagai masalah pada siswa kelas XI MIA 2 SMA Negeri 1 Prambanan Sleman seperti nilai rata-rata kelas hanya 58 dan belum mencapai KKM, selain itu sikap dan motivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran tergolong rendah yang dapat dilihat dari aktivitas siswa di kelas. Penelitian ini bertujuan meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa kelas tersebut pada materi sistem imun dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw.
Subyek penelitian adalah siswa kelas XI MIA 2 SMA Negeri 1 Prambanan Sleman semester genap tahun pembelajaran 2014/2015. Jumlah siswa sebanyak 30 siswa. Penelitian ini menggunakan model penelitian tindakan kelas Kemmis dan Mc Taggart. Penelitian ini menggunakan dua macam instrumen yakni instrumen pembelajaran dan instrumen pengumpulan data.
Setelah diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, hasil belajar dan motivasi siswa mengalami peningkatan. Persentase ketuntasan belajar aspek kognitif siklus I sebesar 26,67% dan pada siklus II meningkat menjadi sebesar 76,67%. Peningkatan juga terlihat pada nilai rata-rata dari 54,53 pada siklus I menjadi 77,43 pada siklus II. Sedangkan persentase hasil belajar afektif siklus I sebesar 83,33% siswa tergolong kategori tinggi, dan pada siklus II meningkat menjadi 100% siswa tergolong kategori tinggi. Hasil motivasi pada siklus I sebanyak 86,67% siswa tergolong dalam kategori tinggi dan sangat tinggi kemudian meningkat sebesar 100% siswa tergolong dalam kategori tinggi dan sangat tinggi pada siklus II.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa kelas XI MIA 2 SMA Negeri 1 Prambanan Sleman pada materi sistem imun.
(2)
ABSTRACT
THE APPLICATION OF JIGSAW COOPERATIVE LEARNING TYPE TO IMPROVE MOTIVATION AND STUDENTS’ LEARNING OUTCOMES
GRADE XI MIA 2 OF SMA NEGERI 1 PRAMBANAN SLEMAN IN IMMUNE SYSTEM MATERIAL
Fenti Ariningsih Sanata Dharma University
2015
Based on the observation’s result is found several problems in class XI MIA 2 SMA Negeri 1 Prambanan such as the average value of the class is 58 that have not yet reach the KKM standard, besides of that attitude and motivation to learn of the student is low it shown from the student activity in class. The purpose of this reserch is to improve motivation and the study result of SMA Negeri 1 Prambanan Sleman students grade XI MIA 2 in system immune material using application of jigsaw cooperative learning type.
The subject of this research is the students of SMA Negeri 1 Prambanan Sleman grade XI MIA 2 in the second semester of 2014/2015. The number of students learning were as many as 30 students. The research is using the research model of Kemmis and Mc Taggart. This study uses two kinds of instruments that learning instruments and data collection instruments.
The students’ results study and motivations increased after the model of jigsaw coopertive lerning type applied. The precentage of mastery cognitive aspects of the first cycle is 26,67% and the second cycle increased to 76,67%. The improvement also can be seen in the average from 54,53 in the first cycle becomes 77,43 in the second cycle. Meanwhile the precentage of affective learning outcomes first cycle 83,33% is classified as high category, and the second cycle increased to 100% of students are also classified as high category. The motivations’ result in the first cycle 86,67% students are classified as high category and very hig, then increased 100% of students are classified as high category and very high in the second cycle.
Based on the results of this study can be concluded that the application of jigsaw cooperative learning type can improve motivations and students’ result study grade XI MIA 2 SMA Negeri 1 Prambanan Sleman on the immune system material.
Keywords: motivation, study results, the application of jigsaw coopertive lerning
(3)
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR SISWA
KELAS XI MIA 2 SMA NEGERI 1 PRAMBANAN SLEMAN PADA MATERI SISTEM IMUN
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Biologi
Oleh :
FENTI ARININGSIH
NIM : 111434014
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
(4)
i
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR SISWA
KELAS XI MIA 2 SMA NEGERI 1 PRAMBANAN SLEMAN PADA MATERI SISTEM IMUN
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Biologi
Oleh :
FENTI ARININGSIH
NIM : 111434014
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
(5)
(6)
(7)
iv
PERSEMBAHAN
Ku Persembahkan Karya ini Untuk :
Allah SWT yang telah mendampingi dalam setiap langkah dan usahaku Kedua Orang Tuaku Bapak Kemis Susanto dan Ibu Lilik Maeni yang selalu
memberikan rasa cinta, semangat, dan doa
Keluarga besar yang ada di Purbasakti yang terus mendukung dan mendoakan Sahabat-sahabat Pendidikan Biologi 2011 yang memberikan semangat dan
pengalaman yang luar biasa
(8)
v MOTTO
“Terkadang kita harus menyelami bagian terdalam diri kita untuk memecahkan masalah kita”
“Keberhasilan adalah kemampuan untuk melewati dan mengatasi dari satu kegagalan ke gagalan berikutnya tanpa kehilangan semangat(Winston
Chuchill)”
“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan (Q.S Al Insyirah 5-6)”
(9)
vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 21 Agustus 2015 Penulis
(10)
vii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertandatangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma Nama : Fenti Ariningsih
Nomor Mahasiswa : 111434014
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS XI MIA 2 SMA NEGERI 1 PRAMBANAN SLEMAN PADA MATERI SISTEM IMUN.
Dengan demikian saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.
Dibuat di : Yogyakarta Pada tanggal : 21 Agustus 2015 Yang menyatakan
(11)
viii ABSTRAK
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR SISWA
KELAS XI MIA 2 SMA NEGERI 1 PRAMBANAN SLEMAN PADA MATERI SISTEM IMUN
Fenti Ariningsih Universitas Sanata Dharma
2015
Hasil observasi ditemukan berbagai masalah pada siswa kelas XI MIA 2 SMA Negeri 1 Prambanan Sleman seperti nilai rata-rata kelas hanya 58 dan belum mencapai KKM, selain itu sikap dan motivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran tergolong rendah yang dapat dilihat dari aktivitas siswa di kelas. Penelitian ini bertujuan meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa kelas tersebut pada materi sistem imun dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw.
Subyek penelitian adalah siswa kelas XI MIA 2 SMA Negeri 1 Prambanan Sleman semester genap tahun pembelajaran 2014/2015. Jumlah siswa sebanyak 30 siswa. Penelitian ini menggunakan model penelitian tindakan kelas Kemmis dan Mc Taggart. Penelitian ini menggunakan dua macam instrumen yakni instrumen pembelajaran dan instrumen pengumpulan data.
Setelah diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, hasil belajar dan motivasi siswa mengalami peningkatan. Persentase ketuntasan belajar aspek kognitif siklus I sebesar 26,67% dan pada siklus II meningkat menjadi sebesar 76,67%. Peningkatan juga terlihat pada nilai rata-rata dari 54,53 pada siklus I menjadi 77,43 pada siklus II. Sedangkan persentase hasil belajar afektif siklus I sebesar 83,33% siswa tergolong kategori tinggi, dan pada siklus II meningkat menjadi 100% siswa tergolong kategori tinggi. Hasil motivasi pada siklus I sebanyak 86,67% siswa tergolong dalam kategori tinggi dan sangat tinggi kemudian meningkat sebesar 100% siswa tergolong dalam kategori tinggi dan sangat tinggi pada siklus II.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa kelas XI MIA 2 SMA Negeri 1 Prambanan Sleman pada materi sistem imun.
(12)
ix ABSTRACT
THE APPLICATION OF JIGSAW COOPERATIVE LEARNING TYPE TO IMPROVE MOTIVATION AND STUDENTS’ LEARNING OUTCOMES GRADE XI MIA 2 OF SMA NEGERI 1 PRAMBANAN
SLEMAN IN IMMUNE SYSTEM MATERIAL
Fenti Ariningsih Sanata Dharma University
2015
Based on the observation’s result is found several problems in class XI MIA 2 SMA Negeri 1 Prambanan such as the average value of the class is 58 that have not yet reach the KKM standard, besides of that attitude and motivation to learn of the student is low it shown from the student activity in class. The purpose of this reserch is to improve motivation and the study result of SMA Negeri 1 Prambanan Sleman students grade XI MIA 2 in system immune material using application of jigsaw cooperative learning type.
The subject of this research is the students of SMA Negeri 1 Prambanan Sleman grade XI MIA 2 in the second semester of 2014/2015. The number of students learning were as many as 30 students. The research is using the research model of Kemmis and Mc Taggart. This study uses two kinds of instruments that learning instruments and data collection instruments.
The students’ results study and motivations increased after the model of
jigsaw coopertive lerning type applied. The precentage of mastery cognitive aspects of the first cycle is 26,67% and the second cycle increased to 76,67%. The improvement also can be seen in the average from 54,53 in the first cycle becomes 77,43 in the second cycle. Meanwhile the precentage of affective learning outcomes first cycle 83,33% is classified as high category, and the second cycle increased to 100% of students are also classified as high category.
The motivations’ result in the first cycle 86,67% students are classified as high
category and very hig, then increased 100% of students are classified as high category and very high in the second cycle.
Based on the results of this study can be concluded that the application of
jigsaw cooperative learning type can improve motivations and students’ result
study grade XI MIA 2 SMA Negeri 1 Prambanan Sleman on the immune system material.
Keywords: motivation, study results, the application of jigsaw coopertive lerning type.
(13)
x
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadiran Allah SWT yang telah memberi rahmat dan karunia yang luar biasa melimpah, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Untuk Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Siswa Kelas XI
MIA 2 SMA Negeri 1 Prambanan Sleman Pada Materi Sistem Imun”.
Skripsi ini diselesaikan untuk memenuhi syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) pada program studi Pendidikan Biologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Penulis menyadari bahwa selama menyelesaikan skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan, dukungan, dan peran serta pihak-pihak yang telah memberikan bantuan baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu penulis mengucapkan trimakasih kepada :
1. Allah SWT yang selalu memberikan perlindungan dan berkatNya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi.
2. Bapak Rohandi, Ph. D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pengetahuan Universitas Sanata Dharma.
3. Bapak Dr. Marcellinus Andy Rudhito, S.Pd selaku Ketua Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
4. Bapak Drs. A. Tri Priantoro, M. For. Sc selaku Ketua Prodi Pendidikan Biologi.
5. Ibu Ika Yuli Listyarini, M.Pd selaku dosen pembimbing yang telah memberi bimbingan dan arahan dalam rangka penyelesaian skripsi ini.
6. Segenap dosen dan karyawan program studi pendidikan biologi yang dengan tulus dan sabar membagikan ilmu dan membimbing penulis.
7. Bapak Rochmat Yuwono, S.Pd selaku guru bidang studi biologi SMA Negeri 1 Prambanan, atas bantuannya selama proses penelitian berlangsung.
(14)
xi
8. Siswa kelas XI MIA 2 SMA Negeri 1 Prambanan Sleman atas kerjasama dan partisipasi penuhnya dalam penelitian yang telah dilakukan.
9. Kedua orang tua tercinta, Bapak Kemis Susanto dan Ibu Lilik Maeni yang senantiasa mendoakan, mendukung, dan mengarahkan penulis serta sebagai sumber motivasi utama peneliti dalam menyelesaikan skripsi.
10.Sahabat-sahabat tercinta Nining Sugiarti, Maria Benigna, Lia Wuryan Driyani, Salma Yunita Sari dan Fransiska Fenti Damayanti yang telah membantu, memberi dukungan, dan isnpirasi kepada penulis selama menempuh studi.
11.Teman-teman seperjuangan di Pendidikan Biologi 2011 yang telah memberikan semangat, dukungan, dan pengalaman luar biasa kepada penulis.
12.Teman-teman kos Griya Amada Mba Sepen, Venta, Selpa, Risa, Yanti dan Ririn, yang sudah banyak membantu dan memberi semangat kepada peneliti sehingga terselesainya penulisan skripsi ini.
13.Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan semua pihak yang berkepentingan.
Yogyakarta, 21 Agustus 2015 Penulis
(15)
xii DAFTAR ISI
HALAMANJUDUL.... ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING.. ... ii
HALAMAN PENGESAHAN.. ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
HALAMANMOTTO... ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii
ABSTRAK ... viii
ABSTRACT ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 5
C. Batasan Masalah ... 5
D. Tujuan Penelitian... 7
E. Manfaat Penelitian... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9
A. Belajar ... 9
B. Pembelajaran ... 12
C. Motivasi Belajar ... 14
D. Hasil Belajar ... 21
E. Pembelajaran Kooperatif ... 32
F. Pembelajaran Kooperatif Jigsaw ... 41
(16)
xiii
H. Materi Pembelajaran Sistem Imun ... 44
I. Pembelajaran Materi Sistem Imun dengan Jigsaw ... 45
J. Penelitian yang Relevan ... 46
K. Kerangka Berfikir ... 47
L. Hipotesis ... 49
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 50
A. Jenis Penelitian ... 50
B. Setting Penelitian... 50
C. Rancangan Tindakan ... 51
D. Instrumen Penelitian ... 58
E. Metode Analisis Data ... 63
F. Indikator Keberhasilan ... 67
G. Personalia ... 67
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 68
B. Deskripsi dan Hasil Penelitian ... 88
B. Pembahasan ... 88
C. Kendala dalam Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw ... 99
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 101
A. Kesimpulan... 101
B. Saran ... 102
DAFTAR PUSTAKA ... 103
(17)
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Cara Pengukuran Hasil Belajar ... 31
Tabel 3.1. Jenis dan Cara Pengumpulan Data ... 59
Tabel 3.2. Kisi-Kisi Kuisioner Motivasi Belajar Awal ... 61
Tabel 3.3. Kisi-Kisi Kuisioner Motivasi Belajar Akhir ... 61
Tabel 3.4. Kisi-Kisi Hasil Belajar Aspek Afektif ... 62
Tabel 3.5. Kriteria Hasil Persentase Skor Observasi Aspek Afektif Siswa terhadap Pembelajaran ... 65
Tabel 3.6. Panduan Pemberian Skor Kuisioner ... 65
Tabel 3.7. Kriteria Motivasi Belajar ... 66
Tabel 3.8. Indikator Keberhasilan ... 67
Tabel 4.1. Hasil Analisis Nilai Pre Test Siwa Kelas XI MIA 2 ... 75
Tabel 4.2. Hasil Analisis Nilai Post Test Siklus I Kelas XI MIA 2 ... 76
Tabel 4.3. Hasil Belajar Aspek Afektif Siklus I Kelas XI MIA 2 ... 77
Tabel 4.4. Hasil Analisis Motivasi Belajar Awal Siswa Kelas XI MIA 2 ... 77
Tabel 4.5. Hasil Analisis Nilai Post Test Siklus II Kelas XI MIA 2 ... 84
Tabel 4.6. Hasil Belajar Aspek Afektif Siklus II Kelas XI MIA 2 ... 85
(18)
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir ... 48
Gambar 3.1. Desain PTK Model Kemmis dan Mc Taggart ... 51
Gambar 4.1. Para Siswa Sedang Mencari Sumber Informasi dan Referensi ... 71
Gambar 4.2. Siswa Sedang Melakukan Kegiatan Presentasi ... 73
Gambar 4.3. Suasana Pembelajaran Siklus I Siswa dalam Kelompok asal (kiri) dan Siswa dalam Kelompok Ahli (Kanan) ... 74
Gambar 4.4. Suasana Pembelajaran pada Siklus II ... 84
Gambar 4.5. Peningkatan Hasil Belajar Kognitif Siklus I dan Siklus II ... 91
Gambar 4.6. Peningkatan Rata-rata Kelas XI MIA 2 ... 92
Gambar 4.7. Hasil Belajar Aspek Afektif Siklus I dan Siklus II ... Kelas XI MIA 2 ... 95
(19)
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Silabus Pembelajaran Sistem Imun ... 106
Lampiran 2. Rencana Pelaksanan Pembelajaran ... 111
Lampiran 3. Lembar Diskusi Siswa ... 125
Lampiran 4. Kisi-kisi Kuisioner Motivasi Belajar Siswa ... 135
Lampiran 5. Kuisioner Motivasi Belajar Siswa Awal dan Akhir ... 136
Lampiran 6. Kisi-kisi Soal Pre Test ... 143
Lampiran 7. Soal Pre Test ... 145
Lampiran 8. Kisi-kisi Soal Post Test I ... 154
Lampiran 9. Soal Post Test I ... 155
Lampiran 10. Kisi-kisi Soal Post Test II ... 166
Lampiran 11. Soal Post Test II ... 167
Lampiran 12. Lembar Observasi ... 177
Lampiran 13. Surat Ijin Penelitian ... 179
Lampiran 14. Surat Keterangan Selesai Ujian ... 180
Lampiran 15. Pembagian Kelompok Siklus I dan Siklus II ... 181
Lampiran 16. Daftar Kehadiran Siswa Kelas XI MIA 2 ... 182
Lampiran 17. Analisis Hasil Kuisioner Motivasi Belajar ... 183
Lampiran 18. Sampel Hasil Kuisioner Motivasi Awal ... 185
Lampiran 19. Sampel Hasil Kuisioner Motivasi Akhir ... 194
Lampiran 20. Analisis Hasil Belajar Aspek Kognitif (Post Test) Siklus I ... 206
Lampiran 21. Sampel Hasil Post Test Siklus I ... 208
Lampiran 22. Analisis Hasil Belajar Aspek Afektif Siklus I ... 218
Lampiran 23. Sampel Hasil Observasi (Afektif Siklus I) ... 220
Lampiran 24. Sampel Hasil Lembar Diskusi Siswa 1 ... 228
Lampiran 25. Sampel Hasil Lembar Diskusi Siswa 2 ... 230
Lampiran 26. Sampel Hasil Lembar Diskusi Siswa 3 ... 233
Lampiran 27. Sampel Hasil Lembar Diskusi Siswa 4 ... 236
Lampiran 29. Analisis Hasil Belajar Aspek Kognitif (Post Test) Siklus II ... 237
Lampiran 29. Sample Hasil Post TeST Siklus II ... 239
(20)
xvii
Lampiran 31. Sampel Hasil Lembar Observasi (Afektif) Siklus II ... 251
Lampiran 32. Nilai Hasil Belajar Aspek Kognitif Siswa Kelas XI MIA 2 ... 255
Lampiran 33. Nilai Hasil Belajar Aspek Afektif ... 256
Lampiran 34.Dokumentasi Penelitian ... 257
(21)
1 BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Keberhasilan pendidikan di Indonesia sangat tergantung pada
beberapa faktor di antaranya guru sebagai fasilitator dan motivator bagi
siswa, sarana dan prasarana (termasuk metode dan media pembelajaran)
dan keaktifan siswa dalam proses belajar mengajar. Guru merupakan kunci
dalam peningkatan mutu pendidikan dan mereka berada pada titik sentral
dari setiap usaha reformasi pendidikan yang diarahkan pada perubahan
kualitatif. Guru bertanggung jawab untuk mengatur, mengarahkan dan
menciptakan suasana yang mendorong siswa untuk melaksanakan
kegiatan-kegiatan di kelas. Untuk menunjang tugas tersebut diperlukan
pemilihan metode yang tepat dan sesuai dengan materi atau konsep yang
akan diajarkan (variasi gaya mengajar guru). Metode mengajar yang
dipakai guru akan berpengaruh pula terhadap cara belajar siswa, yang
mana setiap siswa mempunyai cara belajar yang berbeda-beda dengan
siswa lainnya. Dengan menggunakan metode yang tepat diharapkan dapat
meningkatkan motivasi siswa dalam proses pembelajaran.
Metode yang digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran di
kelas dapat membuat suasana kelas menjadi menarik dan disukai oleh
siswa sehingga materi yang disampaikan dapat dipahami siswa dengan
(22)
terjadinya interaksi antar siswa untuk memperoleh hasil belajar yang
maksimal. Sejalan dengan perkembangan penelitian di bidang pendidikan
maka ditemukan model-model pembelajaran baru yang dapat
meningkatkan interaksi siswa dalam proses belajar mengajar, yang
dikenal dengan model pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif
(cooperative learning) adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus
pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam
memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar
(Sugiyanto,2010).
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara guru biologi kelas XI
MIA 2 SMA Negeri 1 Prambanan Sleman, salah satu permasalahan yang
terjadi dalam pembelajaran ialah penyampaian materi oleh guru yang
kurang bervariasi. Guru cenderung menggunakan metode ceramah dan
memberikan handout khususnya pada materi sistem imun, sehingga
menyebabkan siswa kurang berminat untuk belajar biologi dan siswa
kurang memahami materi yang diberikan. Hal tersebut berdampak pada
hasil pembelajaran yang tidak memenuhi standar KKM yaitu 75.
Hasil observasi pada kelas XI MIA 2 SMA Negeri 1 Prambanan
Sleman diketahui bahwa hasil belajar siswa kelas XI MIA 2 dalam mata
pelajaran biologi masih rendah, terutama dalam pembelajaran materi
sistem imun pada tahun pelajaran 2013/2014. Nilai rata-rata ujian biologi
materi sistem imun yaitu 58,00. Terdapat 43% siswa yang memperoleh
(23)
memperoleh nilai di bawah KKM yang ditentukan. Dari data tersebut
jelas bahwa hasil belajar siswa kelas XI MIA 2 pada materi sistem imun
perlu ditingkatkan.
Dalam sebuah proses pembelajaran, seharusnya siswa dapat
berperan aktif. Peran aktif siswa yang berhubungan dengan kemauan atau
motivasi siswa dapat terlihat dari cara siswa mempersiapkan diri sebelum
belajar. Siswa yang termotivasi dan ingin berprestasi akan mempersiapkan
diri sebelum proses belajar dimulai. Siswa yang akan mempersiapkan
peralatan belajar seperti buku, alat tulis, dan lain sebagainya. Hasil
observasi yang dilakukan peneliti pada siswa kelas XI MIA 2 Negeri 1
Prambanan Sleman diperoleh sebanyak 50% siswa yang menyiapkan
peralatan belajar. Siswa yang mendengarkan saat guru menerangkan
adalah sebanyak 56%. Siswa yang mencatat hal-hal penting saat pelajaran
berlangsung adalah sebanyak 20 %. Siswa yang bertanya mengenai materi
yang disampaikan oleh guru adalah sebanyak 10%. Siswa yang
mengerjakan tugas adalah sebanyak 75%.
Indikator keberhasilan belajar adalah tercapainya tujuan
pembelajaran oleh siswa. Sedangkan tujuan pembelajaran akan tercapai
apabila mengoptimalkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan kemampuan
yang dimiliki oleh masing-masing siswa. Peningkatan hasil belajar dapat
dilakukan dengan cara memotivasi siswa baik motivasi dari diri siswa
sendiri maupun dari luar siswa. Salah satu cara untuk meningkatkan
(24)
metode yang dapat merangsang siswa agar aktif dan antusias dalam proses
pembelajaran, sebagai contoh penggunaan metode pembelajaran
kooperatif tipe jigsaw.
Menurut Lie dalam Majid (2013) pembelajaran kooperatif tipe
jigsaw merupakan model pembelajaran kooperatif dengan cara siswa
belajar dalam kelompok kecil yang terdiri atas empat sampai enam orang
secara heterogen dan siswa bekerja sama saling ketergantungan pasif dan
bertanggung jawab secara mandiri. Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw
memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dari model pembelajaran
kooperatif tipe jigsaw yaitu dapat melibatkan seluruh peserta didik dalam
belajar dan sekaligus mengajarkan kepada orang lain, sehingga siswa
memiliki tanggung jawab dalam pelaksanaan pembelajaran (Zaini, dkk,
2008). Sedangkan kekurangannya adalah memerlukan waktu yang relatif
lama, memerlukan persiapan yang matang dan memerlukan perhatian dan
pengawasan ekstra ketat dari guru (Wardani, 2002).
Berdasarkan permasalahan di atas, maka penelitian ini akan
menggunakan model pembelajaran tipe jigsaw untuk meningkatkan
motivasi dan hasil belajar siswa. Selanjutnya penelitian ini diberi judul
“PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL
BELAJAR SISWA KELAS XI MIA 2 SMA NEGERI 1 PRAMBANAN
(25)
B.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, permasalahan
penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Apakah model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dapat
meningkatkan motivasi belajar siswa kelas XI MIA 2 SMA Negeri 1
Prambanan Sleman?
2. Apakah model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dapat
meningkatkan hasil belajar siswa kelas XI MIA 2 SMA Negeri 1
Prambanan Sleman?
C.Batasan Masalah
Agar pengkajian masalah dalam penelitian ini tidak terlalu luas
maka diperlukan suatu batasan masalah. Berdasarkan masalah dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Subyek penelitian ini adalah siswa kelas XI MIA 2, dari 4 kelas XI
MIA yang ada di SMA Negeri 1 Prambanan Sleman semester 2 tahun
pembelajaran 2014/2015. Penelitian ini memilih kelas XI MIA 2
karena motivasi dan hasil belajar siswa paling rendah.
2. Obyek penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Materi Pokok
Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sistem
imun pada Kompetensi Dasar 3.14 Mengaplikasikan pemahaman
(26)
hidup manusia dengan kekebalan yang dimilikinya melalui
program immunisasi sehingga dapat terjaga proses fisiologi di
dalam tubuh serta Kompetensi Dasar 4.16 menyajikan data
jenis-jenis imunisasi (aktif dan pasif) dan jenis-jenis penyakit yang
dikendalikannya.
b. Model Pembelajaran
Model pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini
yaitu model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw. Model
pembelajaran kooperatif tipe jigsaw merupakan model
pembelajaran kooperatif dengan cara siswa belajar dalam
kelompok kecil yang terdiri atas empat sampai enam orang secara
heterogen dan siswa bekerjasama saling ketergantungan pasif dan
bertanggung jawab secara mandiri Lie dalam Majid (2013).
c. Motivasi
Motivasi yang diukur dalam penelitian ini merupakan
motivasi belajar siswa dalam mengikuti pembelajaran. Ada dua
jenis motivasi yang diukur dalam penelitian ini, mencangkup
motivasi awal dan motivasi akhir pembelajaran. Kedua motivasi ini
mencangkup keinginan belajar, kesiapan, ketertarikan, keseriusan
dan partisipasi siswa. Motivasi siswa diukur dengan menggunakan
(27)
d. Hasil Belajar
Hasil belajar yang digunakan oleh peneliti yaitu ranah
kognitif dan ranah afektif. Ranah kognitif diukur dengan hasil
post-test setiap akhir siklusnya sedangkan ranah afektif yang dapat
diukur menggunakan lembar observasi meliputi aspek receiving
(penerimaan), responding (jawaban), valuing (penilaian) dan
organization (pengorganisasian).
D.Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui peningkatan motivasi belajar siswa kelas XI MIA
SMA Negeri 1 Prambanan Sleman Pada Materi Sistem Imun melalui
penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw.
2. Untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa kelas XI MIA SMA
Negeri 1 Prambanan Sleman Pada Materi Sistem Imun melalui model
pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw.
E.Manfaat Penelitian
1. Bagi peneliti
Menambah pengetahuan dan pengalaman peneliti dalam menggunakan
model pembelajaran yang sesuai dengan materi yang akan
(28)
2. Bagi siswa
a. Siswa dapat berperan aktif dalam kegiatan belajar-mengajar.
b. Siswa dapat memahami materi imun dengan efektif.
c. Siswa termotivasi untuk mempelajari Biologi.
3. Manfaat bagi guru
Guru dapat memperoleh suatu variasi strategi pembelajaran yang
menyenangkan dan dapat memotivasi siswa.
4. Bagi sekolah
Adanya strategi pembelajaran yang efektif akan membantu perbaikan
proses pembelajaran guna peningkatan kualitas pembelajaran biologi
(29)
9 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Belajar
1. Pengertian Belajar
Menurut Dahar (2006) belajar dihasilkan dari pengalaman
dengan lingkungan yang di dalamnya terjadi hubungan-hubungan antara
stimulus dan respon. Menurut Winkel (2009) belajar adalah suatu aktifitas
mental atau psikis, yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan
lingkungan, yang menghasilkan sejumlah perubahan pengetahuan,
pemahaman, ketrampilan dan nilai sikap. Sedangkan belajar menurut
Slameto (2010) adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk
memperoleh sustu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan,
sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungan.
Belajar merupakan suatu proses akibat dari pengalaman serta
interaksi aktif dengan lingkungan sehingga menghasilkan perubahan
pengetahuan, pemahaman, ketrampilan dan nilai sikap. Belajar merupakan
kegiatan yang tidak dapat disaksikan dari luar. Apa yang sedang terjadi
dalam diri seorang yang sedang belajar, tidak dapat diketahui secara
langsung hanya dengan mengamati orang itu. Bahkan, hasil belajar orang
itu tidak langsung kelihatan, tanpa melakukan sesuatu yang menampakkan
(30)
2. Prinsip Belajar
Menurut Suprijono (2009) ada tiga prinsip dalam belajar yaitu:
pertama, prinsip belajar adalah perubahan perilaku yang memiliki ciri-ciri
sebagai berikut:
a. Sebagai hasil tindakan rasional instrumental yaitu perubahan yang
disadarai.
b. Kontinu atau berkesinambungan dengan prilaku lainnya.
c. Fungsional atau bermanfaat sebagai bekal hidup.
d. Positif atau berakumulasi.
e. Aktif atau sebagi usaha yang direncanakan dan dilakukan.
f. Permanen atau tetap.
g. Bertujuan dan terarah.
h. Mencangkup keseluruhan potensi kemanusiaan.
Kedua, belajar merupakan proses. Belajar terjadi karena didorong
kebutuhan dan tujuan yang ingin dicapai. Belajar adalah proses sistemik
yang dinamis, konstruktif, dan organik. Belajar merupakan kesatuan
fungsional dari berbagai komponen belajar. Dan Ketiga, belajar
merupakan bentuk pengalaman. Pengalaman pada dasarnya adalah hasil
dari interaksi antara siswa dengan lingkungannya.
Bruner dalam Dahar (2011) menganggap bahwa, belajar untuk
menemukan sesuatu (penemuan) sesuai dengan pencarian pengetahuan
secara aktif oleh manusia dan dengan sendirinya memberikan hasil yang
(31)
pengetahuan yang menyertainya, menghasilkan pengetahuan yang
benar-benar bermakna. Bruner menyarankan agar siswa-siswi hendaknya belajar
melalui partisipasi secara aktif dengan konsep dan prinsip-prinsip agar
mereka dianjurkan untuk memperoleh pengalaman dan melakukan
eksperimen-eksperimen yang mengizinkan mereka untuk menemukan
prinsip-prinsip itu sendiri.
Pengetahuan yang didapat dengan belajar dari teori Bruner
menunjukkan beberapa kebaikan seperti pengetahuan itu bertahan lama
atau lama diingat atau lebih mudah diingat bila dibandingakan dengan
pengetahuan dengan pengetahuan yang dipelajari dengan cara-cara lain;
hasil belajar dari penemuan siswa mempunyai efek transfer yang lebih
baik dari pada hasil belajar lainnya; dan secara menyeluruh dapat
meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk berpikir secara
bebas.
3. Tujuan Belajar
Menurut Suprijono (2009) tujuan belajar yang eksplisit
diusahakan untuk dicapai dengan tindakan instruksional, lazim dinamakan
intructional affects, yang biasa berbentuk pengetahuan dan ketrampilan.
Sementara, tujuan belajar sebagai hasil yang menyertai tujuan belajar
intruksional lazim disebut intructional affects. Bentuknya berupa,
kemampuan berpikir kritis dan kreatif, sikap terbuaka dan demokratif,
(32)
logis dari siswa “menghidupi” (live in) suatu sistem lingkungan belajar
tertentu.
B. Pembelajaran
Menurut Wingkel dalam Siregar (2011), pembelajaran adalah
tindakan yang dirancang untuk mendukung proses belajar siswa, dengan
memperhitungkan kejadian-kejadian ekstrim yang berperan terhadap
rangkaian kejadian-kejadian intern yang berlangsung dialami siswa. Menurut
Gagne dan Brigga dalam Majid (2013), pembelajaran adalah rangkaian
peristiwa (events) yang memengaruhi pembelajaran sehingga proses belajar
dapat berlangsung dengan mudah. Pembelajaran tidak hanya terbatas pada
event-event yang dilakukan oleh guru, tetapi mencangkup semua events yang
mempunyai pengaruh langsung pada proses belajar yang meliputi
kejadian-kejadian yang diturunkan dari bahan-bahan cetak, gambar, program radio,
televisi, film, slide, maupun kombinasi dari bahan-bahan tersebut.
Secara sederhana istilah pembelajaran (instruction) bermakna
sebagai “upaya untuk membelajarkan seseorang atau kelompok orang melalui berbagai upaya (effort) dan berbagai strategi, metode, dan pendekatan ke arah
pencapaian tujuan yang telah direncanakan”. Pembelajaran dapat pula
dipandang sebagai kegiatan guru secara terprogram dalaam desain
instruksional untuk membuat siswa belajar secar aktif yang menekankan pada
(33)
Dengan demikian, pada dasarnya pembelajaran merupakan
kegiatan terencana yang mengkondisikan atau merangsang seseorang agar
bisa belajar dengan baik sesuai dengan tujuan pembelajaran. Oleh sebab itu,
kegiatan pembelajaran akan bermuara pada dua kegiatan pokok. Pertama,
bagaimana orang melakukan tindakan perubahan tingkah laku melalui
kegiatan belajar. Kedua, bagaimana orang melakukan tindakan penyampaian
ilmu pengetahuan melalui kegiatan belajar. Hal ini menunjukkan bahwa
makna pembelajaran merupakan kondisi eksternal kegiatan belajar yang
antara lain dilakukan oleh guru dalam mengkondisikan seseorang untuk
belajar.
Dalam pembelajaran, terjadi proses komunikasi untuk
menyampaikan pesan dari pendidik kepada peserta didik dengan tujuan agar
pesan dapat diterima dengan baik dan berpengaruh terhadap pemahaman serta
perubahan tingkah laku. Dengan demikian, keberhasilan kegiatan
pembelajaran sangat tergantung kepada efektivitas proses komunikasi yang
terjadi dalam pembelajaran tersebut (Majid, 2013).
Proses pembelajaran pada setiap satuan pendidikan dasar dan
menengah harus interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan
memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif seta memberikan ruang
yang cukup bagi prakarsa, kreativitas dan kemandirian sesuai dengan bakat,
minat, dan pengembangan fisik serta psikologis peserta didik (Permendiknas
(34)
siswa bahwa mengajar yang didesaian guru harus berorientasi pada aktivitas
siswa.
C. Motivasi Belajar
1. Pengertian Motivasi Belajar
Menurut Gintings (2010) motivasi dalam belajar dapat diartikan
sesuatu yang menggerakkan atau mendorong murid untuk belajar atau
menguasi materi pembelajaran yang sedang diikutinya. Tanpa motivasi,
murid tidak akan tertarik dan serius dalam mengikuti pelajaran.
Sebaliknya, dengan motivasi yang tinggi, murid akan tertarik dan terlibat
aktif bahkan berinisiatif dalam proses pembelajaran.
Motivasi belajar merupakan faktor psikis yang bersifat non
intelektual. Peranannya yang khas adalah dalam hal penumbuhan gairah,
sehingga murid merasa senang dan semangat dalam belajar. Murid yang
memiliki motivasi kuat akan akan mempunyai banyak energi untuk
melakukan kegiatan belajar.
2. Fungsi Motivasi Belajar
Menurut Angkowo dan Kosasih (2007) motivasi akan menentukan
intensitas usaha murid untuk melakukan sesuatu termasuk melakukan
belajar.
Dalam kehiduapan ini motivasi yang ada pada manusia mempunyai
(35)
a. Mendorong manusia untuk berbuat sehingga motivasi berfungsi
sebagai penggerak atau motivasi sebagai pendorong dari setiap
kegiatan belajar.
b. Menentukan arah perbuatan, kegiatan pembelajaran yakni ke arah
tujuan belajar yang hendak dicapai.
c. Menyeleksi kegiatan pembelajaran, yakni menentukan
kegiatan-kegiatan apa yang harus dikerjakan yang sesuai guna mencapai tujuan
pembelajaran dengan menyelaksi kegiatan-kegiatan yang tidak
menunjang bagi pencapaian tujuan tersebut.
3. Macam-Macam Motivasi
Menurut Uno (2007) motivasi dibedakan menjadi dua macam
yaitu:
a. Motivasi Instrinsik
Motivasi instrinsik timbulnya tidak memerlukan rangsangan dari
luar karena memang telah ada dalam diri individu sendiri, atau sesuai
atau sejalan dengan kebutuhannya. Motivasi instrinsik dapat
ditimbulkan dengan menumbuhkan dan mengembangkan minat
terhadap bidang studi yang relevan. Sebagai contoh, memberitahukan
sasaran yang hendak dicapai dalam bentuk tujuan instruksional pada
saat pembelajaran akan dimulai yang menimbulkan motivasi
keberhasilan mencapai sasaran.
Motivasi intrinsik adalah motivasi yang berasal dari dalam diri
(36)
2011). Motivasi intrinsik yang terdapat dalam diri siswa berguna
dalam situasi belajar yang fungsional. Misalnya keinginan untuk
mendapat ketrampilan tertentu, memperoleh informasi dan pengertian,
mengembangkan sikap untuk berhasil, menyenangi kehidupan,
menyadari sumbangannya terhadap usaha kelompok, keinginan
diterima oleh orang lain, dan lain-lain (Hamalik, 2003).
Dalam aktivitas belajar, motivasi intrinsik sangat diperlukan,
terutama belajar sendiri. Seseorang yang tidak memiliki motivasi
intrinsik sulit sekali melakukan aktivitas belajar terus menerus.
Seseorang yang memiliki motivasi intrinsik selalu ingin maju dalam
belajar. Keinginan itu dilatarbelakangi oleh pemikiran yang positif,
bahwa semua mata pelajaran yang dipelajari sekarang akan dibutuhkan
dan sangat berguna kini dan dimasa mendatang (Djamarah,2011).
b. Motivasi Ekstrinsik
Motivasi ekstrinsik timbul karena adanya rangsangan dari luar
individu, misalnya dalam bidang pendidikan terdapat minat yang
positif terhadap kegiatan pendidikan yang timbul karena melihat
manfaatnya.
Berikut beberapa hal yang dapat menimbulkan motivasi ekstrinsik,
(37)
a. Anak didik
Pendidik memerlukan anak didiknya, sebagai manusia yang
berpribadi, menghargai pendapatnya, pikirannya, perasaannya,
maupun keyakinannya.
b. Metode
Pendidik menggunakan berbagai metode dalam melaksanakan
kegiatan dalam kependidikan.
c. Bimbingan
Pendidik senantiasa memberikan bimbingan dan juga pengarahan
kepada anak didiknya dan membantu apabila mengalami kesulitan,
baik yang bersifat pribadi maupun akademis.
d. Pengetahuan yang luas
Pendidik harus mempunyai pengetahuan yang luas dan penguasaan
bidang studi atau materi yang diajarkan kepada peserta didiknya.
e. Profesionalisme guru dalam profesinya
Pendidik harus mempunyai rasa cinta dan sifat pengabdian kepada
profesinya sebagai pendidik.
4. Upaya-Upaya Memotivasi Siswa dalam Belajar
Dalam kenyataannya, motivasi dalam belajar terkadang meningkat
dengan cepat, tetapi terkadang juga menurun secara drastis. Oleh karena
(38)
Imron (2006), mengemukakan beberapa upaya yang dapat
dilakukan guna meningkatkan motivasi belajar siswa. Beberapa upaya
tersebut adalah:
a. Mengoptimalkan unsur-unsur dinamis pembelajaran.
b. Mengoptimalkan upaya guru saat mengajar dikelas juga menjadi faktor
yang mempengaruhi motivasi siswa dalam belajar. Jika guru tidak
semangat dalam proses pembelajaran maka siswa cenderung tidak
memiliki motivasi belajar, tetapi jika guru bersemangat dalam
melaksanakan pembelajaran maka motivasi siswa dalam belajar akan
lebih baik. Hal-hal yang perlu disajikan oleh guru dalam kegiatan
pembelajaran haruslah menarik sehingga dapat mempengaruhi
tumbuhnya motivasi siswa dengan kemampuan yang dimiliki.
c. Mengembangkan aspirasi, partisipasi dan keaktifan siswa dalam proses
pembelajaran.
5. Bentuk-Bentuk Motivasi dalam Belajar
Motivasi ekstrinsik sangat diperlukan bila ada di antara anak didik
yang kurang berminat mengikuti pembelajaran dalam jangka waktu
tertentu. Peranan motivasi ekstrinsik cukup besar untuk membimbing
anak didik dalam belajar. Untuk seorang guru biasanya memanfaatkan
motivasi ekstrinsik untuk meningkatkan minat anak didik agar lebih
bergairah dalam belajar meski terkadang tidak tepat (Djamarah, 2011).
Guru dapat memberikan berbagai cara untuk menggerakkan untuk
(39)
dimanfaatkan dalam rangka mengarahkan belajar anak didik di kelas,
sebagai berikut.
a. Memberi Angka
Umumnya setiap siswa ingin mengetahui hasil pekerjanya,
yakni berupa angka yang diberikan oleh guru. Siswa yang
mendapatkan angka baik, akan mendorong motivasi belajarnya
menjadi lebih besar, sebaiknya siswa yang mendapatkan angka kurang,
mungkin menimbulkan frustasi atau dapat juga menjadi pendorong
agar belajar lebih baik (Hamalik, 2003)
b. Pujian
Pemberian pujian kepada siswa atas hal-hal yang telah
dilakukan dengan berhasil, besar manfaatnya sebagai pendorong
belajar karena pujian menimbulkan rasa puas dan senang (Hamalik,
2003)
c. Hadiah
Hadiah dapat diberikan kepada anak didik yang berprestasi
tinggi, rangking satu, dua atau tiga dari anak didik lainya. Hadiah
diberikan sebagai penghargaan atas prestasi mereka dalam belajar
untuk memotivasi anak didik agar senantiasa mempertahankan prestasi
belajar selama berdtudi. Dan tidak enutup kemungkinan akan
mendorong anak didik lainnya untuk ikut berprestasi dalam belajar
(40)
d. Kerja Kelompok
Dalam kerja kelompok di mana melakukan kerja sama dalam belajar,
setiap anggota kelompok turut serta, terkadang perasaan untuk
mempertahankan nama baik kelompok menjadi pendorong yang kuat
dalam perbuatan belajar (Hamalik, 2003).
6. Indikator Motivasi Belajar
Dalam kamus besar bahasa indonesia, indikator adalah alat
pemantau (sesuatu) yang dapat memberikan petunjuk atau keterangan
(Depdikbud, 1991). Ada beberapa indikator siswa yang memiliki motivasi
belajar yang tinggi, hal ini dapat dikenali melalui proses belajar di kelas
maupun di rumah. Indikator motivasi menurut Slameto (2010) adalah:
a. Rasa suka atau rasa ketertarikan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa
ada yang menyuruh.
b. Keseriusan dalam melakukan aktivitas di kelas
c. Adanya kesiapan siswa untuk mengikuti pelajaran di kelas
d. Penerimaan akan suatu hubungan antara diri sendiri dengan sesuatu di
luar diri
e. Partisipasi siswa dalam suatu aktivitas
Indikator motivasi belajar siswa menurut Sudjana (2012) dapat di
klasifikasikan sebagai berikut:
a. Perhatian siswa terhadap pelajaran
b. Semangat siswa untuk melakukan tugas-tugas belajarnya
(41)
d. Reaksi yang di tunjuk siswa terhadap stimulus yang di berikan guru
e. Rasa senang dan puas dalam mengerjakan tugas yang di berikan
f. Penguasaan siswa terhadap materi yang diberikan
Fokus dalam penelitian ini menggunakan dua macam motivasi
yaitu motivasi intrinsik dan ekstrinsik. Indikator yang digunakan dalam
penelitian ini adalah:
a. Penguasaan siswa terhadap materi yang diberikan
b. Kesiapan siswa untuk mengikuti pelajaran di kelas
c. Rasa suka atau ketertarikan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada
yang menyuruh
d. Keseriusan siswa dalam melakukan aktivitas pelajaran di kelas
e. Partisipasi siswa dalam suatu aktivitas
D. Hasil Belajar
1. Pengertian Hasil Belajar
Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki
siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2012).
Jenis-jenis hasil belajar menurut Bloom dalam Mustaqim (2008) membedakan
menjadi 3 ranah (domain), yaitu ranah kognitif, afektif dan psikomotor.
Khusus pada ranah kognitif, Anderson dan Krathwohl dalam Gunawan
dkk (2013) merevisi taksonomi Bloom yang sudah lama digunakan
(42)
menerapkan (apply), menganalisis (analyze), mengevaluasi (evaluate), dan
menciptakan (create).
a. Ranah Kognitif
1. Mengingat (Remember)
Mengingat merupakan usaha mendapatkan kembali
pengetahuan dari memori atau ingatan yang telah lampau, baik
yang baru saja didapatkan maupun yang sudah lama didapatkan.
Mengingat merupakan dimensi yang berperan penting daam proses
pembelajaran yang bermakna (maningful learning) dan pemecahan
masalah (problem solving). Kemampuan ini dimanfaatkan untuk
menyelesaikan berbagai permasalahan yang jauh lebih kompleks.
Mengingat meliputi mengenali (recognition) dan memanggil
kembali (recalling).
2. Memahami/mengerti (Understand)
Memahami/mengerti berkaitan dengan membangun sebuah
pengertian dari berbagai sumber seperti pesan, bacaan dan
komunikasi. Memahami/mengerti berkaitan dengan aktivitas
mengklasifikasikan (classification) dan membandingkan
(comparing).
3. Menerapkan (Apply)
Menerapkan menunjuk pada proses kognitif memanfaatkan
atau mempergunakan suatu prosedur untuk melaksanakan
(43)
berkaitan dengan dimensi pengetahuan prosedural (procedural
knowledge). Menerapkan meliputi kegiatan menjalankan prosedur
(executing) dan mengimplementsikan (implementing).
4. Menganalisis (Analyze)
Menganalisis merupakan memecahkan suatu permasalahan
dengan memisahkan tiap-tiap bagian dari permasalahan dan
mencari keterkaitan dari tiap-tiap bagian tersebut dan mencari tahu
bagaimana keterkaitan tersebut dapat menimbulkan permasalahan.
Mengalisis berkaitan dengan proses kognitif memberi atribut
(attributeing) dan mengorganisasikan (organizing).
5. Mengevaluasi (Evaluate)
Evaluasi berkaitan dengan proses kognitif memberikan
penilian berdasarkan kriteria dan standar yang sudah ada. Kriteria
yang biasanya digunakan adalah kualitas, efektivitas, efisiensi, dan
konsistensi. Kriteria atau standar ini dapat pula ditentukan sendiri
oleh siswa. Standar ini dapat berupa kuantitatif maupun kualitatif
serta dapat ditentukan sendiri oleh siswa. Evaluasi meliputi
mengecek (checking) dan mengkritisi (critiquing). Mengecek
mengarah pada kegiatan pengujian hal-hal yang tidak konsisten
atau kegagalan dari suatu operasi atau produk. Mengkritisi
(44)
6. Menciptakan (Create)
Menciptakan sangat berkaitan erat dengan pengalaman
belajar siswa pada pertemuan sebelumnya. Meskipun menciptakan
mengarah pada proses berpikir kreatif, namun tidak secara total
berpengaruh pada kemampuan siswa untuk menciptakan.
Menciptakan di sini mengarahkan siswa untuk dapat melaksanakan
dan menghasilkan karya yang dapat dibuat oleh semua siswa.
Menciptakan meliputi menggeneralisasikan (generating) dan
memproduksi (producing). Menggeneralisasikan merupakan
kegiatan mempresentasikan permasalahan dan penemuan aternatif
hipotesis yang diperlukan. Memproduksi mengarah pada
perencanaan untuk menyelesaikan permasalahan yang diberikan.
b. Ranah afektif
1. Menyimak
Proses menyimak meliputi taraf sadar memperhatikan, kesediaan
menerima, dan memperhatikan secara seektif/terkontrol.
2. Merespon
Hal ini meliputi manut (memperoleh sikap responsif, bersedia
merespon atas pilihan sendiri dan merasa puas dalam merespon.
3. Menghargai
Hal ini mencangkup menerima nilai, mendambakan nilai dan
(45)
4. Mengorganisasi nilai
Meliputi mengkonseptualisasi nilai dan organisasi sistem niai.
5. Mewatak
Yaitu memberlakukan secara umum seprangkat niai, menjujung
tinggi dan memperjuangkan niai.
Ranah afektif menurut Sudjana (2011), ada beberapa jenis
kategori ranah afektif sebagai hasil belajar. Kategorinya dimulai dari
tingkat yang dasar atau sederhana sampai tingkat yang kompleks.
1. Receiving (penerimaan), yakni semacam kepekan dalam menerima
rangsangan (stimulasi) dari luar yang datang kepada siswa dalam
bentuk masalah, situasi, gejala, dll. Dalam tipe ini termasuk
kesadaraan, keinginan untuk menerima stimulus, control, dan
seleksi gejala atau rangsangan dari luar.
2. Responding (jawaban), yakni reksi yang diberikan oleh seseorang
terhadap stimulasi yang datang dari luar. Hal ini mencangkup
ketepatan reaksi, perasaan, kepuasan, dalam menjawab stimulus
dari luar yang datang kepada dirinya.
3. Valuing (penilaian) berkenaan dengan nilai dan kepercayaan
terhadap gejala atau stimulus tadi. Dalam evaluasi ini termasuk di
dalamnya kesediaan menerima nilai, latar belakang, atau
pengalaman untuk menerima nilai dan kesepakatan terhadap nilai
(46)
4. Organization (pengorganisasian), yakni pengembangan dari nilai
ke dalam satu sistem organisasi, termasuk hubungan satu nilai
dengan nilai lain, pemantapan, dan prioritas nilai yang telah
dimilikinya. Yang termasuk ke dalam orginisasi ialah konsep
tentang nilai, organisasi sistem nilai, dll.
5. Karakteristik nilai atau internalisasi nilai, yakni keterpaduan semua
sistem nilai yang telah dimiliki seseorang, yang mempengaruhi
pola kepribadian dan tingkah lakunya. Kedalamannya termasuk
keseluruhan nilai dan karakteristiknya.
Fokus hasil belajar ranah afektif pada penelitian ini adalah pada
tingkatan kategori receiving (penerimaan), responding (jawaban),
valuing (penilaian) dan organization (pengorganisasian).
c. Ranah psikomotor
1. Mengindra
Hal ini bisa berbentuk mendengarkan, melihat, meraba, mencecap
dan membau.
2. Bertindak secara terpimpin
Meliputi gerakan menirukan, dan mencoba melakukan tindakan.
3. Bertindak secara kompleks
Ini adaah taraf mahir, dan gerak/keterampilan sudah disertai
(47)
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar
Perubahan tingkah laku yang terjadi oleh individu sebagai akibat
dari kegiatan belajar merupakan hasil yang telah dicapai dari proses
belajar. Nasution dkk dalam Djamarah (2011) memandang belajar itu
bukanlah suatu aktivitas yang berdiri sendiri. Mereka berkesimpulan ada
unsur-unsur lain yang ikut terlibat langsung di dalamnya, yaitu:
a. Faktor Lingkungan
1. Lingkungan Alami
Lingkungan hidup adalah lingkungan tempat tinggal anak
didik, hidup dan berusaha didalamnya. Pencemaran lingkungan
hidup merupakan malapetaka bagi anak didik yang hidup di
dalamnya. Kesejukan udara dan ketenangan suasana kelas diakui
sebagai kondisi lingkungan kelas yang kondusif untuk
terlaksananya kegiatan belajar mengajar yang menyenangkan.
2. Lingkungan Sosial Budaya
Lingkungan sosial budaya di luar sekolah ternyata sisi
kehidupan yang mendatangkan probelm tersendiri bagi kehidupan
anak didik di sekolah. Contohnya pabrik, pasar dan arus lalu lintas
yang dekat dengan sekolah tentunya dapat mengganggu
pembelajaran di kelas. Mengingat pengaruh yang kurang
menguntungkan tersebut, tentua akan sangat bijaksana bila
pembangunan gedung sekolah di tempat yang jauh dari lingkungan
(48)
b. Faktor Instrumental
1. Kurikulum
Kurikulum adalah a plan for learning yang merupakan
unsur substansial daam pendidikan. Tanpa kurikulum kegiatan
belajar mengajar tidak dapat berlangsung, sebab materi apa yang
harus guru sampaikan dalam suatu pertemuan kelas, belum guru
programkan sebelumnya.
2. Program
Setiap sekolah mempunyai program pendidikan. Program
pendidikan disusun untuk dijalankan demi kemajuan pendidikan.
Keberhasilan pendidikan di sekiolah tergantung dari baik tidaknya
program pendidikan yang dirancang. Program pendidikan disusun
berdasarkan potensi sekolah yang tersedia, baik tenaga, finansial
dan sara prasarana.
3. Sarana dan Fasilitas
Sarana mempunyai arti penting dalam pendidikan. Gedung
sekolah misalnya sebagai tempat yang strategi bagi berlangsungnya
kegiatan belajar mengajar di sekolah. Saah satu persyaratan untuk
membuat suatu sekolah adalah pemilikan gedung sekolah. Selain
masalah sarana, fasilitas kelengkapan sekolah juga tidak bisa
diabaikan. Buku pegangan anak didik harus lengkap sebagai
penunjang kegiatan belajar. Fasilitas mengajar juga merupakan
(49)
sarana dan fasilitas sangat mempengaruhi kegiatan belajar mengar
di sekolah.
4. Guru
Guru merupakan unsur manusiawi dalam pendidikan.
Kehadiran guru mutlak diperlukan di dalamnya. Kalau hanya ada
anak didik, tetapi guru tidak ada, maka tidak akan terjadi kegiatan
belajar mengajar di sekolah.
c. Kondisi Fisiologis
1. Kondisi Fisiologis
Kondisi fisiologis pada umumnya sangat berpengaruh
terhadap kemampuan belajar seseorang. Orang yang dalam keadaan
segar jasmaninya akan berlainan belajarnya dengan orang yang
dalam keadaan kelelahan. Anak-anak yang kurang gizi ternyata
kemampuan belajarnya di bawah anak-anak yang tidak kekurangan
gizi. Mereka lekas lela, mudah mengantuk dan sukar menerima
pelajaran.
2. Kondisi Pancaindra
Sebagian besar yang dipelajari manusia (anak) yang belajar
adalah dengan membaca, melihat contoh, atau model, melakukan
observasi, mendengarkan keterangan guru, mendengarkan ceramah
dan sebagainya. Karena pentingnya peranan penglihatan dan
(50)
melakukan penelitian untuk menemukan bentuk dan cara
penggunaan alat peraga yang dapat dilihat dan didengar.
d. Kondisi psikologis
1. Minat
Minat mempengaruhi proses dan hasil belajar anak didik.
Tidak banyak yang dapat diharpkan untuk menghasilkan prestasi
belajar yang baik dari seorang anak yang tidak berminat untuk
mempelajari sesuatu.
2. Kecerdasan
Prabu dalam Djamarah (2011) mengatan bahwa anak-anak
yang taraf intelegensinya di bawah rata-rata, yaitu dull normal,
debil, embicil dan idiot sukar untuk sukses dalam sekolah. Mereka
tidak akan mencapai pendidikan tinggi karena kemampuan
potensinya terbatas. Sedangkan anak-anak yang taraf
intelegensinya normal, di atas rata-rata seperti superior, gifted atau
genius, jika saja lingkungan keluarga, masyarakat dan lingkungan
pendidikan turut menunjang, maka mereka akan dapat mencapai
prestasi dan keberhasilan dalam hidupnnya.
3. Kemampuan Kognitif
Dalam dunia pendidikan ada tiga tujuan pendidikan yang
sangat dikenal diakui oleh para ahli pendidikan, yaitu ranah
kognitif, afektif dan psikomotor. Ranah kognitif merupakan
(51)
karena penguasaan kemampuan pada tingkatan ini menjadi dasar
bagi penguasaan ilmu pengetahuan.
Ada tiga kemampuan yang harus dikuasai sebagi jembatan
untuk sampai pada penguasaan kemampuan kognitif, yaitu
persepsi, mengingat dan berpikir. Presepsi adalah proses yang
menyangkut masuknya pesan atau informasi ke dalam otak
manusia. Mengingat adalah suatu aktivitas kognitif, dimana orang
menyadari bahwa pengetahuannya berasal dari masa lampau.
Sedangkan berpir adalah kelangsungan tanggapan-tanggapan yang
disertai dengan sikap pasif dari subyek yang berpikir.
e. Cara pengukuran hasil belajar
Menurut Makmun (2007) ada beberapa indikator dan cara
pengukuran hasil belajar dapat dilihat pada tabel 2.1 dibawah ini.
Tabel 2.1 Cara Pengukuran Hasil Belajar Jenis Hasil
Belajar
Indikator-Indikator Cara Pengukuran
A. Kognitif
Hafalan/Ingatan Dapat menyebutkan/ menunjukkan lagi Pertanyaan/tugas/ Tes Pengertian/ Pemahaman Dapat menjelaskan/
mendefinisikan dengan kata-kata sendiri Pertanyaan/ persoalan/ tes/tugas Aplikasi/ Pengunaan
Dapat memberikan contoh/menggunakan
dengan tepat/memecahkan masalah
Tugas/persoalan/tes
Analisis Dapat menguraikan/ Mengklasifikasi
Tugas/persoalan/tes
Evaluasi Dapat menginterpretasikan/ memberikan
kritik/memberikan
(52)
Jenis Hasil Belajar
Indikator-Indikator Cara Pengukuran
pertimbangan/penilaian
Menciptakan Dapat melaksanakan dan menghasilkan karya yang dibuat oleh siswa
Tugas/persoalan/tes
B. Afektif
Penerimaan Bersikap
menerima/menyetujui atau sebaliknya
Pertanyaan/tes/ skala sikap
Sambutan Bersedia
terlibat/partisipasi/memanfa atkan atau sebaliknya
Tugas/observasi/tes Penghargaan/ Apresiasi Memandang penting/bernilai/berfaedah/i ndah/harmonis/kagum atau Sebaliknya
Skala penilaian/tugas ekspresif/proyektor
Internalisasi/ Pendalaman
Mengakui/mempercayai/me yakinkan atau sebaliknya
Skala sikap/tugas ekspresif/proyekto
Karakterisasi/ Penghayatan
Melembagakan/membiasaka n/menjelmakan dalam pribadi dan prilakunya sehari-hari Observasi/tugas ekspresif/proyektif C. Psikomotorik Ketrampilan bergerak/ Bertindak
Koordinasi mata, tangan dan kaki
Tugas/observasi/tes tindakan
Ketrampilan ekspresi verbal dan non verbal
Gerak, mimik, ucapan Tugas/observasi tes/tindakan
E. Pembelajaran Kooperatif
1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Kata kooperatif (cooperative) memiliki makna mengerjakan
(53)
Sedangkan cooperative learning menurut Margaret dan Hilda (2003)
adalah suatu strategi belajar yang menekankan pada sikap atau perilaku
bersama dalam bekerja atau membantu di antara sesama dalam struktur
kerja sama yang teratur dalam kelompok yang terdiri dua orang atau
lebih.
Selanjutnya menurut Sugiyanto (2010) pembelajaran kooperatif
(cooperative learning) adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus
pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam
memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar. Dalam
cooperative learning belajar dikatakan belum selesai jika salah satu salah
satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pembelajaran
(Isjoni,2010). Belajar kooperatif memungkinkan siswa untuk bekerja
sama untuk memaksimalkan belajar mereka dan belajar anggota lainnya
dalam kelompok tersebut.
2. Tujuan Pembelajaran Kooperatif
Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai
setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting. Menurut Depdiknas
dalam Taniredja (2011), tujuan pertama dalam pembelajaran kooperatif,
yaitu meningkatkan hasil akademik, dengan meningkatkan kinerja siswa
dalam tugas-tugas akademiknya. Siswa yang lebih mampu akan menjadi
narasumber bagi siswa yang kurang mampu, yang memiliki orientasi dan
bahasa yang sama. Sedangkan tujuan yang kedua, pembelajaran
(54)
yang mempunyai berbagai perbedaan latar belajar. Perbedaan tersebut
antara lain perbedaan suku, agama, kemampuan akademik, dan tingkat
sosial. Tujuan penting ketiga dari pembelajaran kooperatif ialah untuk
mengembangkan keterampilan sosial siswa. Ketrampilan siswa yang
dimaksud adalah berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat
orang lain, memancing teman untuk bertanya, mau menjelaskan ide atau
pendapat, bekerja dalam kelompok dan sebagainya.
3. Unsur-unsur Dasar dalam Pembelajaran Kooperatif
Menurut Roger dan David dalam Lie ( 2002) ada berbagai elemen
atau unsur-unsur yang merupakan ketentuan pokok dalam pembelajaran
kooperatif yaitu :
1. Saling ketergantungan positif
Keberhasilan suatu karya sangat bergantung pada usaha setiap
anggotanya. Untuk menciptakan kelompok kerja yang efektif, pengajar
perlu menyusun tugas sedemikian rupa sehingga setiap kelompok
harus menyelesaikan tugasnya sendiri agar yang lain bisa mencapai
tujuan mereka.
2. Tanggung jawab perseorangan
Jika tugas dan pola penilaian dibuat menuut prosedur model
pembelajaran Cooperative Learning, setiap siswa akan merasa
bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik. Kunci keberhasilan
(55)
tugasnya. Kemudia rekan-rekan dalam satu kelompok akan
menuntutnya untuk melaksakan tugas agar tidak menghambat lainnya.
3. Tatap muka
Setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertemu muka dan
berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan memberikan para pembelajar
untuk membentuk sinergi yang menguntungkan semua anggota. Hasil
pemikiran beberapa kepala akan lebih kaya daripada hasil pemikiran
dari satu kelompok saja. Inti dari sinergi ini adalah menghargai
perbedaan, memanfaatkan kelebihan, dan mengisi kekirangan
masing-masing.
4. Komunikasi antar anggota
Keberhasilan suatu kelompok juga bergantung pada kesediaan para
anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka untuk
mengutarakan pendapat mereka. Ketrampilan berkomunikasi dalam
kelompok ini juga merupakan proses panjang. Pembelajar tidak bisa
diharapkan langsung menjadi komunikator yang andal dalam waktu
sekejap. Namun, proses ini merupakan proses yang sangat bermanfaat
dan perlu ditempuh untuk memperkaya pengalaman belajar dan
pembinaan perkembangan mental dan emosional para siswa.
5. Evaluasi proses kelompok
Pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk
mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar
(56)
tidak perlu diadakan setiap kali ada kerja kelompok, tetapi bisa
diadakan selang beberapa waktu setelah beberapa kali pembelajar
terlibat dalam kegiatan pembelajaran.
Sementara itu, menurut Roger dan David (dalam Suprijono, 2009)
mengatakan bahwa tidak semua belajar kelompok bisa dianggap
pembelajaran kooperatif. Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima
unsur dalam model pembelajaran kooperatif harus diterapkan. Lima unsur
tersebut adalah sebagai berikut :
a. Positif interdependence (saling ketergantungan positif)
Dalam unsur ini menunjukkan bahwa dalam pembelajaran
kooperatif ada dua pertanggung jawaban kelompok. Pertama,
mempelajari bahan yang ditugaskan kepada kelompok. Kedua,
menjamin semua anggota kelompok secara individu mempelajari
bahan yang ditugaskan tersebut.
b. Personal responsibility (tangung jawab perseorangan)
Pertanggung jawaban ini muncul jika dilakukan pengukuran
terhadap keberhsilan kelompok. Tujuan pembelajaran kooperatif
adalah membentuk semua anggota kelompok menjadi pribadi yang
kuat. Tanggung jawab perseorangan adalah kunci untuk menjamin
semua anggota yang diperkuat oleh kegiatan belajar bersama. Artinya,
setelah mengikuti kelompok belajar bersama, anggota kelompok harus
(57)
c. Face to face promotive interactiaon (interaksi promotif)
Unsur ini penting karena dapat menghasilkan saling
ketergantungan positif. Ciri-ciri interaksi promotif adalah saling
membantu secara efektif dan efisien, saling memberi informasi dan
sarana yang diperlukan, memproses informasi bersama secara lebih
efektif dan efisien, saling mengingatkan, saling membantu dalam
merumuskan dan mengembangkan argumentasi serta meningkatkan
kemampuan wawasan terhadap masalah yang dihadapi, saling
percaya, dan saling memotivasi untuk memperoleh keberhasilan
bersama.
d. Interpersonal skill (komunikasi antar anggota)
Untuk mengkordinasi kegiatan siswa dalam pencapaian tujuan
siswa harus saling mengenal dan mempercayai, mampu
berkomunikasi secara akurat dan tidak ambisius, saling menerima dan
saling mendukung , dan mampu menyelesaikan konflik secara
konstruktif.
e. Group processing (pemrosesan kelompok)
Pemrosesan mengandung arti nilai. Melalui pemrosesan kelompok
dapat diidentifikasi dari urutan atau tahapan kegiatan kelompok dan
kegiatan dari anggota kelompok. Siapa di antara anggota kelompok
yang sangat membantu dan siapa yang tidak membantu. Tujuan
pemrosesan kelompok adalah meningkatkan efektivitas anggota dalam
(58)
tujuan kelompok. Ada dua tingkat pemrosesan yaitu kelompok kecil
dan kelas secara keseluruhan.
Fokus dalam penelitian ini yakni yang pertama pada unsur saling
ketergantungan positif dimana semua siswa mempelajari bahan yang
ditugaskan kepada kelompok dan menjamin kelompok secara individu
mempelajari bahan yang ditugaskan tersebut. Kedua tanggung jawab
perseorangan dimana setiap anggota kelompok bertanggung jawab pada
tugasnya masing-masing. Ketiga interaksi promotif yang mengedepankan
mengenai kerjasama yakni saling membantu dalam mengembangkan
argumentasi. Keempat yakni komunikasi antar anggota, komunikasi di
sini siswa mampu berkomunikasi secara akurat. Kondisi yang cocok
dalam penelitian ini yakni komunikasi antar anggota, karena
berkomunikasi dengan teman lebih memudahkan siswa untuk bisa
mengasah kemampuan siswa untuk aktif dalam berpendapat. Dan yang
kelima yaitu pemrosesan kelompok, pemrosesan ini untuk mengetahui
apakah setiap anggota kelompok turut berperan aktif atau tidak.
4. Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif
Suprijono (2009) memaparkan sintak model pembelajaran
kooperatif terdiri dari enam fase sebagai berikut:
a. Fase pertama
Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa. Guru
(59)
untuk dilakukan karena siswa harus memahami dengan jelas prosedur
dan aturan dalam pembelajaran.
b. Fase kedua
Guru menyampaikan informasi, sebab informasi ini merupakan isi
akademik.
c. Fase ketiga
Guru harus menjelaskan bahwa siswa harus saling bekerja sama di
dalam kelompok. Penyelesaian tugas kelompok harus merupakan
tujuan kelompok. Tiap anggota kelompok memiliki akuntabilitas
individual untuk mendukung tercapainya tujuan kelompok. Pada fase
ketiga ini terpenting jangan sampai ada free-rider atau anggota yang
hanya menggantungkan tugas kelompok kepada individu lainnya.
d. Fase keempat
Guru perlu mendampingi tim-tim belajar, mengingatkan tentang
tugas-tugas yang dikerjakan peserta didik dan waktu yang
dialokasikan. Pada fase ini bantuan yang diberikan guru dapat berupa
petunjuk, pengarahan, atau meminta beberapa peserta didik
mengulangi hal yang sudah ditunjukkannya.
e. Fase kelima
Guru melakukan evaluasi dengan menggunakan strategi evaluasi yang
(60)
f. Fase keenam
Guru mempersiapkan struktur reward yang akan diberikan kepada
siswa. Variasi struktur reward dapat dicapai tanpa tergantung pada
apa yang dilakukan orang lain. Struktur reward kompetitif adalah jika
siswa diakui usaha individualnya berdasarkan perbandingan dengan
orang lain. Setruktur reward kooperatif diberikan kepada tim
meskipun anggota tim-timnya saling bersaing.
5. Keunggulan Pembelajaran Kooperatif
Menurut Sanjaya (2006), keunggulan dari pembelajaran kooperatif
antara lain :
a. Melalui pembelajaran kooperatif, siswa tidak terlalu bergantung pada
guru, akan tetapi dapat menambah kepercayaan kemampuan berpikir
sendiri, menemukan informasi dari berbagai sumber dan belajar dari
siswa lain.
b. Pembelajaran kooperatif dapat mengembangkan kemampuan
mengungkapkan ide atau gagasan dengan kata-kata secara verbal dan
membandingkannya dengan ide-ide orang lain.
c. Dapat membantu anak untuk respek terhadap orang lain dan
menyadari keterbatasannya serta menerima segala perbedaan.
d. Dapat membantu anak untuk lebih bertanggung jawab dalam belajar.
e. Dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk menguji ide dan
(61)
memecahkan masalah tanpa takut membuat kesalahan, karena
keputusan yang dibuat adalah tanggung jawab kelompok.
f. Dapat meningkatkan kemampuan siswa menggunakan informasi dan
kemampuan belajar abstrak menjadi nyata.
6. Kelemahan Pembelajaran Kooperatif
Menurut Sanjaya (2006), kelemahan dari pembelajaran kooperatif
adalah:
a. Ciri utama pembelajaran kooperatif adalah bahwa siswa saling
membelajarkan. Oleh karena itu, jika tanpa belajar kelompok yang
efektif, maka dibandingkan pembelajaran langsung dari guru, dapat
menyebabkan apa yang seharusnya dipelajari dapat dipahami tidak
dicapai oleh siswa.
b. Keberhasilan pembelajaran kooperatif dalam upaya mengembangkan
kesadaran kelompok memerlukan periode waktu yang cukup panjang,
sehingga tidak mungkin dapat dicapai dengan satu kali atau
sekali-sekali penerapan pembelajaran ini.
F. Pembelajaran Kooperatif Jigsaw
Aranson, dkk melalui Jacobsen (2009) dalam bukunya yang
berjudul “Methods for Teaching” berpendapat bahwa jigsaw merupakan salah
satu tipe pembelajaran model kooperatif yang menempatkan siswa dalam
kelompok-kelompok kecil untuk menyelidiki suatu topik umum. Model
(62)
mengerjakan tugas yang membutuhkan tanggung jawab perorangan. Guru
dapat memberikan tugas khusus kepada masing-masing siswa dalam
kelompok.
Model pembelajaran Jigsaw merupakan model pembelajaran
kooperatif dimana siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4-6
orang secara heterogen dan bekerja sama saling ketergantungan yang positif
dan bertanggung jawab atas ketuntasan bagian materi pembelajaran yang
harus dipelajari dan menyampaikan materi tersebut kepada anggota kelompok
yang lain. Menurut Elliot Aronson, dkk yang telah diadaptasi oleh Salvin, dkk
(Sugiyanto,2010) tahap-tahap pelaksanaan metode Jigsaw adalah sebagai
berikut :
1. Kelas dibagi menjadi beberapa tim yang anggotanya terdiri dari 4 atau 5
siswa dengan karakteristik yang heterogen.
2. Bahan akademik disajikan kepada siswa dalam bentuk teks; dan setiap
siswa bertanggung jawab untuk mempelajari suatu bagian dari bahan
akademik tersebut.
3. Para anggota dari beberapa tim yang berbeda memiliki tanggung jawab
untuk mempelajari suatu bagian akademik yang sama dan selanjutnya
berkumpul untuk saling membantu mengkaji bagian tersebut. Kumpulan
siswa semacam itu disebut “kelompok pakar” (expert group).
4. Selanjutnya para siswa berada dalam kelompok pakar kembali kembali ke
kelompok semula (home teams) untuk mengajar anggota lain mengenai
(63)
5. Setelah diadakan pertemuan dan diskusi dalam “home teams”, para siswa
dievaluasi secara individual mengenai bahan bahan yang yang telah
dipelajari.
Tahap-tahap pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe
jigsaw menurut Trianto (2011) dalam bukunya yang berjudul Mendisain
Model Pembelajaran Inovatif-Progresif adalah sebagai berikut :
1. Siswa dibagi atas beberapa kelompok (tiap kelompok beranggotakan 4-6
orang).
2. Siswa dibagi dalam kelompok asal.
3. Siswa dibagi dalam kelompok ahli.
4. Siswa ditugaskan untuk mengikuti diskusi di kelompok ahli.
5. Siswa dari kelompok ahli kembali ke kelompok asal.
6. Siswa dalam kelompok asal membagikan pengetahuan yang diperoleh dari
kelompok ahli.
7. Presentasi hasil diskusi kelompok asal.
G. Kelebihan dan Kelemahan Metode Jigsaw
Menurut Wardani ( 2002) dan Lie (2002) model pembelajaran
kooperatif tipe Jigsaw memiliki kelebihan antara lain :
1. Dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekaerja sama dengan
siswa lain
2. Siswa dapat menguasai pelajaran yang disampaikan
(64)
4. Rasa harga diri siswa yang lebih tinggi.
5. Meningkatkan kerjasama siswa dalam suasana gotong royong dan
mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan
komunikasi.
6. Siswa lebih memiliki kesempatan berinteraksi sosial dengan temannya.
7. Siswa lebih aktif dan kreatif, serta memiliki tanggung jawab secara
individual.
Kelemahan metode Jigsaw adalah sebagai berikut :
1. Guru dan siswa kurang terbiasa dengan metode ini karena masih terbawa
kebiasaan menggunakan metode konvensional, dimana pemberian materi
terjadi secara satu arah.
2. Memerlukan waktu yang relatif lama.
3. Tidak efektif untuk siswa yang banyak.
4. Memerlukan perhatian dan pengawasan ekstra ketat dari guru.
5. Memerlukan persiapan yang matang.
H. Materi Pembelajaran Sistem Imun
Materi sistem imun terangkum dalam Kompetensi Dasar 3.14
Mengaplikasikan pemahaman tentang prinsip-prinsip sistem imun untuk
meningkatkan kualitas hidup manusia dengan kekebalan yang dimilikinya
melalui program immunisasi sehingga dapat terjaga proses fisiologi di dalam
tubuh serta Kompetensi Dasar 4.16 menyajikan data jenis-jenis imunisasi
(65)
pokok pembelajaran sistem pertahanan tubuh, berdasarkan kurikulum 2013.
Secara umum materi yang akan dipelajari dalam bab sistem sistem pertahanan
tubuh yaitu :
1. Fungsi sistem pertahanan tubuh
2. Mekanisme pertahanan tubuh, yang meliputi:
a. Pertahanan nonspesifik (alamiah)
b. Pertahanan spesifik (adaptif)
3. Faktor yang mempengaruhi sistem pertahan tubuh
4. Gangguan sistem pertahan tubuh
(Irnaningtyas,2014)
I. Pembelajaran Materi Sistem Imun dengan Jigsaw
Setiap siswa membentuk kelompok yang terdiri dari 4-6 orang
siswa didalamnya. Guru membagikan Lembar Diskusi Siswa dan kartu soal
yang memuat tentang pertanyaan-pertanyaan mengenai materi sistem imun
(dalam kelompok asal). Kemudian siswa yang mendapat kartu soal yang sama
nantinya akan mendiskusikan kedalam kelompok ahli. Setelah berdiskusi di
kelompok ahli, siswa kembali kedalam kelompok asal dan mencoba untuk
mengkomunikasikan hasil diskusinya serta menulis jawaban pada LDS.
Kemudian dilanjutkan dengan mempresentasikan hasil diskusi di depan kelas
secara acak.
Dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw
(66)
materi yang diberikan oleh guru. Siswa lebih mudah dalam memecahkan
permasalahan yang ada. Sehingga membantu siswa dalam mengingat materi
pembelajaran sistem imun yang termasuk banyak dan cukup sulit selama ini
untuk diingat maupun dipahami.
J. Penelitian yang Relevan
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan kajian beberapa
penelitian yang dilakukan oleh peneliti lain terhadap penggunaan model
pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, yakni penelitian yang dilakukan oleh
Janah (2010) yang berjudul “Penerapan Pembelajaran Kooperatif Jigsaw
untuk Meningatkan Motivasi Belajar Siswa dalam Pembelajaran Biologi di
Kelas XI IPA2 SMA Batik 2 Surakarta Tahun Pelajaran 2009/2010”. Hasil
penelitian tersebut menunjukkan rata-rata indikator motivasi belajar siswa
dalam pembelajaran biologi pada siklus I adalah 70,42% dan pada siklus II
adalah 82,92%. Dari siklus I ke siklus II motivasi siswa meningkat menjadi
12,5%.
Kemudian, penelitian yang dilakukan oleh Haryana (2012) yang
berjudul “Penerapan Pembelajaran Kooperatif Metode Jigsaw pada Materi
Perubahan dan Pencemaran Lingkungan untuk Meningkatkan Motivasi dan
Hasil Belajar Siswa Kelas XC SMA Pangudi Luhur Sedayu Tahun Ajaran
2011/2012”. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa penerapan pembelajaran kooperatif Jigsaw meningkatkan motivasi belajar 77,14% di
(1)
Lampiran 32. Nilai Hasil Belajar Aspek Kognitif Siswa Kelas XI MIA 2
HASIL BELAJAR ASPEK KOGNITIF SISWA KELAS XI MIA 2
SMA NEGERI 1 PRAMBANAN SLEMANTAHUN PELAJARAN 2014/2015
No Nama Pre Test Post Test I Post Test II
1 Ainun Ma’rifah 57 75 95
2 Alvina Shafwati N.R 45 46 75 3 Annisa Dwi Utari 39 42 77 4 Anugrah Triardian Yoga T. 53 42 70 5 Arda Handika Pradana 35 29 75 6 Bondan Tri Prabowo 29 38 69 7 Dhanu Herawan 12 49 70 8 Dian Pratama Sulistyawati 49 76 95 9 Dwi Ana Wiranti 59 80 77 10 Dwi Kuncoro Jati 41 48 64 11 Faatihah Lailia Anwar 47 54 89 12 Fajarani Susanti 54 84 100 13 Firda Maulidina 35 44 75 14 Fitriasari 53 76 83 15 Gustina Dewi 47 78 85 16 Irvan Danu Saputra 31 47 40 17 Isti Janah 52 42 95 18 Kartika Candra 49 46 84 19 Melinda Triningtyas 42 75 75 20 Mita Safir Fadilla 66 78 95 21 Muhamad Nurimantoro 32 38 75 22 Niawati Pratiwi 46 70 79 23 Nur Dwi Setiawati 47 53 84 24 Prasetya Putra Utama 37 48 85 25 Suyatni Utami 38 47 63 26 Tira Eviana 49 29 78 27 Ulfa Amalya Katika Putri 39 63 78 28 Weni Tri Ardany 30 56 80 29 Winta Nuraisyah 40 62 75 30 Yusuf Haryo Prabowo 29 21 38 Rata-rata Nilai 42,73 54,53 77,43 Prosentase Siswa Tuntas 0,00% 26,67% 76,67% Prosentase Siswa Tidak Tuntas 100,00% 73,33% 23,33%
(2)
Lampiran 33. Nilai Hasil Belajar Aspek Afektif
HASIL BELAJAR ASPEK AFEKTIF SISWA KELAS XI MIA 2
SMA NEGERI 1 PRAMBANAN SLEMANTAHUN PELAJARAN 2014/2015
No Nama Siswa Siklus I Siklus II
Afektif Kategori Afektif Kategori 1 Siswa 1 84,44 Tinggi 84,44 Tinggi 2 Siswa 2 88,89 Tinggi 88,89 Tinggi 3 Siswa 3 80 Tinggi 91,11 Tinggi 4 Siswa 4 80 Tinggi 88,89 Tinggi 5 Siswa 5 88,89 Tinggi 88,89 Tinggi 6 Siswa 6 84,44 Tinggi 84,44 Tinggi 7 Siswa 7 80 Tinggi 84,44 Tinggi 8 Siswa 8 80 Tinggi 84,44 Tinggi 9 Siswa 9 84,44 Tinggi 88,89 Tinggi 10 Siswa 10 66,67 Sedang 88,89 Tinggi 11 Siswa 11 80 Tinggi 88,89 Tinggi 12 Siswa 12 66,67 Sedang 88,89 Tinggi 13 Siswa 13 88,89 Tinggi 84,44 Tinggi 14 Siswa 14 80 Tinggi 88,89 Tinggi 15 Siswa 15 84,44 Tinggi 84,44 Tinggi 16 Siswa 16 80 Tinggi 91,11 Tinggi 17 Siswa 17 86,67 Tinggi 88,89 Tinggi 18 Siswa 18 86,67 Tinggi 88,89 Tinggi 19 Siswa 19 88,89 Tinggi 88,89 Tinggi 20 Siswa 20 80 Tinggi 84,44 Tinggi 21 Siswa 21 66,67 Sedang 88,89 Tinggi 22 Siswa 22 86,67 Tinggi 91,11 Tinggi 23 Siswa 23 88,89 Tinggi 91,11 Tinggi 24 Siswa 24 86,67 Tinggi 88,89 Tinggi 25 Siswa 25 84,44 Tinggi 88,89 Tinggi 26 Siswa 26 66,67 Sedang 84,44 Tinggi 27 Siswa 27 80 Tinggi 91,11 Tinggi 28 Siswa 28 66,67 Sedang 88,89 Tinggi 29 Siswa 29 80 Tinggi 84,44 Tinggi 30 Siswa 30 86,67 Tinggi 84,44 Tinggi
(3)
Lampiran 34.Dokumentasi Penelitian
DOKUMENTASI PENELITIAN SIKLUS I
Gambar 1. Siswa mengerjakan soal pre test Gambar 2. Siswa berdiskusi di kelompok asal Gambar 3. Siswa berdiskusi di kelompok ahli
(4)
Gambar 1. Siswa berdiskusi di kelompok asal Gambar 2. Siswa bertanya kepada peneliti Gambar 3. Peneliti menyampaikan materi
(5)
(6)
Keterangan :
Kartu soal ini digunakan dalam proses pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, dimana siswa yang mendapatkan kartu soal yang sama berkumpul di kelompok ahli untuk mendiskusikan soal tersebut. Setelah selesai berdiskusi di kelompok ahli siswa kembali ke kelompok asal untuk membagikan informasi atau jawaban yang di peroleh dari kelompok ahli dan menuliskan jawaba pada LDS.