Lapangan Udara Kendari II: Jejak Material Kontestasi Aksis- Sekutu di Panggung Pasifik
5.1 Lapangan Udara Kendari II: Jejak Material Kontestasi Aksis- Sekutu di Panggung Pasifik
Penelitian ini bertolak untuk mencapai satu tujuan besar, yaitu memahami makna dan signifikansi Lapangan Udara Kendari II bagi masyarakat Indonesia pada umumnya dan masyarakat Sulawesi Tenggara pada khususnya. Sebagai sebuah lanskap bersejarah yang sekarang dikenal dengan nama Bandar Udara Haluoleo, narasi sejarah lapangan udara ini membentang ke belakang mulai dari masa Pemerintahan Hindia-Belanda. Jauh sebelum menyandang nama Haluoleo, lapangan udara ini dikenal dengan nama Lapangan Udara Puulanu. Setelah resmi beroperasi sebagai lewat pendaratan pesawat AU Belanda pada tanggal 7 Oktober 1938, berturut-turut lapangan ini beralih penguasaan. Setelah di ambil alih oleh Jepang pada tahun 1942, tentara sekutu masuk tahun 1945 dan mengambil alih lapangan udara ini hingga tahun 1950. Pendirian Detasemen Udara Kendari II pada bulan Oktober 1950 menjadi pangkal perkembangan Bandar Udara Haluoleo di bawah penguasaan Pemerintah RI.
Dari ringkasan kronologi di atas, periode Perang Dunia II merupakan fokus perhatian dalam penelitian ini. Pilihan tersebut didasarkan pada pertimbangan bahwa: (1) masa Perang Dunia II adalah masa yang penting bagi perjalanan bangsa Indonesia tetapi belum memperoleh perhatian yang layak dari kalangan peneliti, baik sejarah, antropologi, maupun arkeologi ; (2) melimpahnya tinggalan arkeologi masa Perang Dunia II di berbagai wilayah di Indonesia yang sayangnya belum pernah dikaji lebih dari sekadar identifikasi awal dan kajian pelestarian cagar budaya; (3) kealpaan para arkeolog Indonesia pada perkembangan spesialisasi kajian dalam arkeologi yang berkenaan dengan medan pertempuran. Dalam pada itu, penelitian ini mencoba mengangkat Situs Lapangan Udara Kendari II sebagai lokus dan fokus kajian dengan menitikberatkan pada upaya (1) rekonstruksi historisitas situs ini berdasarkan data sejarah, dan (2) rekonstruksi Lapangan Udara Kendari II sebagai lanskap medan pertempuran Masa Perang Dunia II berdasarkan tinggalan arkeologisnya.
Berdasarkan hasil penelusuran tinggalan arkeologis di Lapangan Udara Kendari II, diperoleh gambaran tentang kontestasi antara kubu Aksis dan kubu Sekutu dalam Perang Dunia II di Panggung Pasifik. Kontestasi tersebut meninggalkan sejumlah temuan berupa struktur, bangunan, fitur, dan artefak-artefak lainnya yang tersebar dalam area seluas ±1600 ha. Identifikasi tinggalan arkeologis yang dilakukan dengan Berdasarkan hasil penelusuran tinggalan arkeologis di Lapangan Udara Kendari II, diperoleh gambaran tentang kontestasi antara kubu Aksis dan kubu Sekutu dalam Perang Dunia II di Panggung Pasifik. Kontestasi tersebut meninggalkan sejumlah temuan berupa struktur, bangunan, fitur, dan artefak-artefak lainnya yang tersebar dalam area seluas ±1600 ha. Identifikasi tinggalan arkeologis yang dilakukan dengan
Setelah dikonfirmasikan dengan data sejarah, diketahui bahwa tidak semua tinggalan yang ada di situs ini adalah tinggalan Jepang. Belanda yang merintis dan mengoperasikan lapangan udara ini sejak tahun 1938 tercatat membangun sejumlah fasilitas dan menempatkan beberapa pos-pos persenjataan. Selain landasan pacu yang telah beberapa kali mengalami perubahan arah dan panjang landasan, terkonfirmasi bahwa bangunan gudang amunisi yang berjumlah 19 unit merupakan tinggalan Belanda. Sejumlah bangunan lain yang tersebar dalam area Administrative and Maintainance Area mungkin adalah tinggalan belanda. Akan tetapi, untuk membedakannya dengan sisa bangunan tinggalan Jepang masih memerlukan identifikasi lebih jauh. Salah satu fosil indeks yang mungkin bisa digunakan ialah batu bata berlabel NV.N)CK) . Batu bata buatan perusahaan Belanda yang berpusat di Surabaya tersebut mungkin bisa menjadi penentu untuk membedakan antara bangunan buatan Belanda dengan bangunan buatan Jepang. Pun demikian, tidak menutup kemungkinan bahwa Jepang menggunakan material bangunan tinggalan belanda untuk mendirikan bangunan baru. Selain lokasi landasan pacu dan gudang amunisi, jejak penguasaan Belanda atas lapangan udara ini sudah tidak teridentifikasi.
Dibandingkan dengan Belanda yang membangun dan mengoperasikan Lapangan Udara Kendari II dalam rentang tahun 1938-1942, Jepang dalam rentang 3,5 tahun dan di bawah bombardir pesawat sekutu, membangun dan menyisakan lebih banyak fasilitas administrasi dan infrastruktur pertahanan di lapangan udara ini. Dari total 198 temuan survei, ±90 persen adalah tinggalan yang teridentifikasi kuat sebagai bangunan tinggalan Jepang. Bangunan dan struktur yang terkonfirmasi sebagai Dibandingkan dengan Belanda yang membangun dan mengoperasikan Lapangan Udara Kendari II dalam rentang tahun 1938-1942, Jepang dalam rentang 3,5 tahun dan di bawah bombardir pesawat sekutu, membangun dan menyisakan lebih banyak fasilitas administrasi dan infrastruktur pertahanan di lapangan udara ini. Dari total 198 temuan survei, ±90 persen adalah tinggalan yang teridentifikasi kuat sebagai bangunan tinggalan Jepang. Bangunan dan struktur yang terkonfirmasi sebagai
58 buah dan revetment pesawat pembom yang berjumlah 27 buah. Membandingkan antara temuan tinggalan Belanda dengan tinggalan Jepang tidak
sebatas penegasan kronologi perkembangan, tetapi juga mencerminkan perbedaan konteks historis dan motivasi yang menggerakkan keduanya. Bagi Belanda, pendirian Lapangan Udara Puulanu adalah strategi antisipasi menghadapi ancaman invasi Jepang ke wilayah selatan (Groen, 2010). Investasi besar-besaran Belanda untuk menyiapkan infrastruktur militernya yang dimulai tahun 1936, berjalan lambat karena keterbatasan suplai. Bagi Jepang yang tengah berada dalam situasi perang, Lapangan Udara Kendari II adalah lapangan udara strategis untuk mengamankan jalur suplai militer sekaligus menyokong gerak invasi ke selatan hingga Australia. Tanpa mengabaikan dampak proses transformasi situs (C-Tr dan N-Tr) yang terjadi di kawasan tersebut, Lapangan Udara Kendari II pada masa Perang Pasifik memang lebih diwarnai oleh pergulatan Jepang memperluas wilayah jajahan dan mempertahankan dominasinya atas wilayah Hindia-Belanda.
Penguasaan Jepang atas lapangan udara ini menyisakan banyak jejak yang tidak hanya berwujud tinggalan dalam konteks primer, tetapi juga tinggalan-tinggalan dalam konteks sekunder. Temuan yang paling mencolok ialah botol-botol minuman beralkohol, baik yang utuh maupun fragmen. Fussell (1989) dalam karyanya
Wartime: Understanding and Behavior in the Second World War menulis:
The soldier, especially the conscript, suffers so deeply from contempt and damage to his selfhood, from absurdity and boredom and chickenshit, that some anodyne is necessary. In Vietnam drugs served the purpose. In the Second World War the recourse was to drunkenness (Fussell, 1989, p. 96).
Berangkat dari nukilan di atas, maka variasi, frekuensi, dan sebaran temuan botol minuman beralkohol mungkin merupakan gambaran bagaimana minuman seperti bir, anggur, dan sake menjadi obat penenang, pengalih perhatian, jalan pelarian, dari tekanan psikologis yang dialami prajurit Jepang pada masa perang. Lebih lanjut, suplai minuman beralkohol yang diproduksi oleh perusahaan Jepang (Dai Nippon, Sakura, Kirin, dan Kozan Wine) sepertinya diniatkan menjadi pengobat akan kerinduan prajurit pada kampung halaman.
Selain botol minuman beralkohol yang dibuat oleh perusahaan Jepang, tiga temuan lain berupa keramik lantai, piring porselen, dan insulator telegraf menunjukkan Selain botol minuman beralkohol yang dibuat oleh perusahaan Jepang, tiga temuan lain berupa keramik lantai, piring porselen, dan insulator telegraf menunjukkan
terjadinya reorganisasi dan spesialisasi industri manufaktur di Jepang. 41 Rekonstruksi lanskap medan pertempuran Lapangan Udara Kendari II dilakukan
dengan Analisis COCOA, sebuah model analisis medan yang dikembangkan dalam dunia kemiliteran. Penerapan model Analisis COCOA dalam membaca lanskap Lapangan Udara Kendari II terbukti efektif dalam menjelaskan pola sebaran tinggalan pada sebuah situs militer. Elemen-elemen analisis, yaitu: medan penting, penghalang, perlindungan dan persembunyian, observasi dan bidang tembak, serta jalur masuk dipertimbangkan secara matang dalam menempatkan fitur-fitur pertahanan di lanskap medan pertempuran ini. Kendali terhadap medan penting dipertahankan dengan menempatkan sejumlah pos-pos senjata anti pesawat udara di sekeliling landasan pacu. Penentuan jenis senjatanya pun diperhitungkan dengan mempertimbangkan karakteristik bidang tembak dari masing-masing senjata. Vegetasi hutan belukar dan fitur topografi berupa sungai menjadi variabel penting dalam menentukan lokasi administrasi dan perawatan lapangan udara sehingga personil yang bertugas di sana dapat terhindar dari pengintaian dan pengawasan musuh baik secara vertikal maupun horizontal.