TINJAUAN PUSTAKA

C. Kebijakan Tarif Cukai Hasil Tembakau di Indonesia Dilihat Dari Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT) dan

Peruntukannya Setelah dana cukai hasil tembakau dikutip selanjutnya akan

dikumpulkan oleh pemerintah untuk dikembalikan kembali kepada masyarakat, disebut Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT)). Semua peraturan yang diterapkan dalam pembagian ini ditetapkan oleh Peraturan Menteri Keuangan. Dimulai dari cukai hasil tembakau dan dasar pembagian kepada daerah. Sedangkan untuk penggunaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) hanya diketahui oleh daerah masing-masing karena penggunaannya menggunakan metode block grant.

Penetapan Alokasi Sementara Dana Bagi Hasil Cukai Hasil

Tembakau

Tahun Anggaran 2009

Sumber : Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, 2009

Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT) diberikan melalui transfer ke rekening masing-masing daerah melalui Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan yang dibawah Departemen Keuangan yang dipimpin oleh Menteri Keuangan dengan dasar Peraturan Menteri Keuangan No. 126/PMK.07/2010 tentang Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Anggaran Transfer ke Daerah. 84 Pada Pasal 21 ketentuan ini menyebutkan bahwa pelaksanaanpenyaluran Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT) dilakukan triwulanan. Penyaluran Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT) tersebut akan dilakukan apabila telah disampaikannya laporan konsolidasi, yaitu laporan penggunaan dana yang tandatanganin oleh Gubernur. Penggunaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT) tersebut dapat dilihat pada Peraturan Menteri Keuangan No.

Tembakau dan Sanksi Atas Penyalahgunaan Alokasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau, pada Pasal 2 peraturan ini menyebutkan bahwa :

1. “Penggunaan dana bagi hasil cukai hasil tembakau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66A ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 39 Tahun 2007, digunakan untuk mendanai kegiatan :

a. Peningkatan kualitas bahan baku;

b. Pembinaan industri;

c. Pembinaan lingkungan sosial;

d. Sosialisasi ketentuan di bidang cukai; dan/atau

e. Pemberantasan barang kena cukai ilegal.

2. Gubernur/bupati/walikota bertanggung jawab untuk menggerakkan, mendorong, dan melaksanakan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan prioritas dan karakteristik daerah masing- masing”.

Dalam peraturan penggunaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT) seluruhnya digunakan untuk menanggulangi permasalahan yang timbul dari tembakau tersebut, seperti para petani yang kesulitan bibit dan pupuk harus diberikan jalan keluar dengan cara memberikan bibit dan pupuk gratis melalui Dinas Pertanian masing-masing daerahnya. Cara yang lebih real lagi adalah dengan memberikan para petani tembakau tersebut informasi mengenai daftar Dalam peraturan penggunaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT) seluruhnya digunakan untuk menanggulangi permasalahan yang timbul dari tembakau tersebut, seperti para petani yang kesulitan bibit dan pupuk harus diberikan jalan keluar dengan cara memberikan bibit dan pupuk gratis melalui Dinas Pertanian masing-masing daerahnya. Cara yang lebih real lagi adalah dengan memberikan para petani tembakau tersebut informasi mengenai daftar

Dalam hal penggunaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT) untuk pembinaan Industri Hasil Tembakau dilakukan dengan cara memberikan kemudahan dalam pengurusan izin-izin terkait usaha industri rokok tersebut. Apabila Industri Hasil Tembakau ingin mengekspor produksinya banyak sekali tahapantahapan yang harus dilaluinya, seperti pembuatan Nomor Registrasi Produk (NRP). Pembuatan Nomor Registrasi Produk tersebut harus menggunakan Tanda DaftarPerusahaan (TDP) dan Izin Usaha Industri (IUI) yang dikeluarkan oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi. Pengurusan izin terkait ekspor tersebut memiliki hambatan dalam hal pungutan liar yang dilakukan oleh para pegawai-pegawai Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi (Depperindag). Setelah izin-izin tersebut selesai dikeluarkan oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan, belum bisa digunakan untuk mengekspor masih ada lagi pengurusan Nomor Registrasi Produk di pusat. Hal ini yang membuat para pengusaha Industri Hasil Tembakau kesulitan dalam mengekspor produk mereka. Dalam pembahasan bab ini ditemukan bahwa ada pandangan yang berbeda-beda dari setiap departemen pemerintah terkait dengan kebijakan tarif cukai hasil tembakau. Namun keadaan seperti ini diluruskan kembali oleh Dalam hal penggunaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT) untuk pembinaan Industri Hasil Tembakau dilakukan dengan cara memberikan kemudahan dalam pengurusan izin-izin terkait usaha industri rokok tersebut. Apabila Industri Hasil Tembakau ingin mengekspor produksinya banyak sekali tahapantahapan yang harus dilaluinya, seperti pembuatan Nomor Registrasi Produk (NRP). Pembuatan Nomor Registrasi Produk tersebut harus menggunakan Tanda DaftarPerusahaan (TDP) dan Izin Usaha Industri (IUI) yang dikeluarkan oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi. Pengurusan izin terkait ekspor tersebut memiliki hambatan dalam hal pungutan liar yang dilakukan oleh para pegawai-pegawai Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi (Depperindag). Setelah izin-izin tersebut selesai dikeluarkan oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan, belum bisa digunakan untuk mengekspor masih ada lagi pengurusan Nomor Registrasi Produk di pusat. Hal ini yang membuat para pengusaha Industri Hasil Tembakau kesulitan dalam mengekspor produk mereka. Dalam pembahasan bab ini ditemukan bahwa ada pandangan yang berbeda-beda dari setiap departemen pemerintah terkait dengan kebijakan tarif cukai hasil tembakau. Namun keadaan seperti ini diluruskan kembali oleh

D. Penelitian Terdahulu

Penelitian yang menganalisis penggunaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau telah beberapa kali dilakukan oleh beberapa orang dan sebagian besar mengatakan bahwa penggunaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau masih jauh dari efisiensi dalam pemanfaatannya maupun transparansinya.

Ditis (2010) dalam penelitiannya yang berjudul “Pemanfaatan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau di kota Surakarta” dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif menyimpulkan bahwa penggunaan dana Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau masih kurang efisien dan belum sinkron dengan penggunaan yang seharusnya serta nominal anggaran yang direalisasikan belum optimal.

Penelitian yang dilakukan oleh Ika (2010) berjudul “Analisis Alokasi Dana Bagi Hasil Tembakau di Kota Surakarta” dengan metode deskriptif mengatakan bahwa alokasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau masih belum jelas dasar dan tolok ukur pembagiannya terumatam pada tahun awal pelaksanaan. Serta realisasi penggunaan alokasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau masih belum dilaksanakan secara baik dari segi jumlah realisasi maupun jenis kegiatan realisasinya.

E. Kerangka Pemikiran

Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau diambilkan dari 2% cukai tembakau yang diterima sebuah daerah. Dana ini dialokasikan untuk pengembangan pembangunan di daerah yang berkaitan contohnya perbaikan infrastruktur, pemulihan akibat-akibat rokok serta menumbuhkan industri rokok skala kecil-menengah

Untuk itu daerah yang mengalokasikan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau dalam hal ini kota Surakarta sudah sewajarnya mengembangkan peraturan dan realisasi penggunaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau secara tepat dan efisien.

Secara skematis kerangka pemikiran dapat dijabarkan sebagai berikut :

Sistematis Kerangka Pemikiran

Kerangka Pemikiran

Karakteristik dan Potensi

Pajak cukai di Kota

Surakarta

Potensi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau di kota Surakarta

Perkembangan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau di kota

Surakarta

Analisis deskriptif terhadap anggaran dan

realisasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil

Tembakau

Analisis terhadap realisasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau

Analisis terhadap alokasi anggaran Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau

Kebijakan penggunaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau kota

Surakrta secara tepat

F. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah disajikan sebelumnya maka disusun hipotesis sebagai berikut ini :

1. Kebijakan dan peraturan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau di kota Surakarta belum mengalokasikan dana secara tepat dan efisien.

2. Perkembangan distribusi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau di kota Surakarta belum secara tepat membagi distribusi dana untuk kegiatan-kegiatan yang seharusnya disponsori DBHCHT.

3. Perkembangan nilai realisasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau di kota Surakarta mengalami lonjakan yang cukup signfikan dari tahun ke tahun.

4. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dengan dana Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau pertahun di kota Surakarta belum sesuai dengan peraturan di tahun awal tapi membaik di tahun berikutnya.