Tanggapan warga terhadap pelaksanaan perkawinan di Desa Pandeyan di pandang dari segi hukum adat kejawen.

3. Tanggapan warga terhadap pelaksanaan perkawinan di Desa Pandeyan di pandang dari segi hukum adat kejawen.

Terdapat beberapa tanggapan dari warga desa mengenai perkawinan adat kejawen di desa Pandeyan terhadap pelaksanaannya. Tanggapan tanggapan tersebut diantaranya:

a) Dari tokoh Pemerintah Desa Pandeyan Dari Pemerintah Desa Pandeyan bapak Samsul selaku Kepala Desa Pandeyan beranggapan bahwa “perkawinan dilaksanakan sebaiknya sesuai dengan kebiasaan yang di lakukan warga lainnya sebab bagaimanapun kita akan menghindar dari kebiasaan yang berlaku tentunya akan ada akibat yang dirasakan baik disadari maupun tidak disadari warga dan akan dirasakan secara nyata”. Kemudian dari bapak Harsi Waluyo juga menambahkan “aturan yang sudah berlaku dan dijalankan di suatu daerah apabila ditinggalkan tetap aka nada juga akibatnya apalagi aturan itu sudah menjadi kebiasaan warga desa kalau dilanggar a) Dari tokoh Pemerintah Desa Pandeyan Dari Pemerintah Desa Pandeyan bapak Samsul selaku Kepala Desa Pandeyan beranggapan bahwa “perkawinan dilaksanakan sebaiknya sesuai dengan kebiasaan yang di lakukan warga lainnya sebab bagaimanapun kita akan menghindar dari kebiasaan yang berlaku tentunya akan ada akibat yang dirasakan baik disadari maupun tidak disadari warga dan akan dirasakan secara nyata”. Kemudian dari bapak Harsi Waluyo juga menambahkan “aturan yang sudah berlaku dan dijalankan di suatu daerah apabila ditinggalkan tetap aka nada juga akibatnya apalagi aturan itu sudah menjadi kebiasaan warga desa kalau dilanggar

Sedangkan bapak Larno menganggap bahwa kebiasaan-kebiasaan itu hanya merupakan suatu aturan yang tidak masuk akal, karena dalam suatu Negara yang merdeka dan didukung oleh teknologi adat istiadat dikalahkan dan lebih diutamakan dengan hal-hal yang masuk akal dan dapat ditemukan jalan keluarnya melalui permusyawarahan bersama bukan melalui praduga. Hal tersebut juga sama dengan yang diucapkan dengan pihak kaur kesra yaitu bapak Semo yang mengatakan “perkawinan itu dilaksanakan oleh masyarakat yang juga merupakan warga Negara Indonesia yang percaya terhadap Pancasila dan teknologi masa kini, jadi segala sesuatu lebih baik di putuskan dengan akal sehat, dalam perkawinan seharusnya sesuai dengan sahnya hukum Negara dan agama yang menjadi pegangan bangsa indonesia bukan kepercayaan sepihak”

b) Dari tokoh Agama Dari segi agama jelas menentang adanya hukum atau peraturan seperti yang dibuat-buat oleh manusia dan menganggap kebiasaan tersebut merupakan suatu aturan yang mutlak padahal kemutlakan itu ada di tangan Tuhan Yang Maha Esa segala sesuatu itu terjadi sesuai dengan kehendak-Nya. Hal tersebut diungkapkan oleh bapak Nurshaleh yang dikuatkan oleh bapak Sakimo serta tokoh agama lainnya bahwa takdir itu berada di tangan tuhan kita sebagai manusia hanya menjalani dan tidak dapat melebihi kekuasaan tuhan karena tuhanlah yang disembah dan memiliki kuasa bukan zat atau kekuatan lain bilapun ada mereka tergolong dalam orang-orang yang menyekutukan Allah.

c) Dari tokoh masyarakat Tokoh masyarakat yang merupakan narasumber dari permasalahan ini menganggap bahwa peraturan adat merupakan suatu peraturan yang sudah dijalankan oleh warga Pandeyan dan selalu memilki sebab dan akibat yang sama antara masa lalu dan sekarang. Seperti yang dikatakan mbah Darso Kasino yang mengatakan mengenai adat perkawinan “Perkawinan dengan adat kejawen yaitu suatu perkawinan yang masih mengikuti kaidah-kaidah hokum adat yang merupakan hokum alam yang ada di Desa disini khususnya di Desa Pandeyan dan c) Dari tokoh masyarakat Tokoh masyarakat yang merupakan narasumber dari permasalahan ini menganggap bahwa peraturan adat merupakan suatu peraturan yang sudah dijalankan oleh warga Pandeyan dan selalu memilki sebab dan akibat yang sama antara masa lalu dan sekarang. Seperti yang dikatakan mbah Darso Kasino yang mengatakan mengenai adat perkawinan “Perkawinan dengan adat kejawen yaitu suatu perkawinan yang masih mengikuti kaidah-kaidah hokum adat yang merupakan hokum alam yang ada di Desa disini khususnya di Desa Pandeyan dan

d) Dari warga desa Menurut warga desa sendiri baik yang melanggar adat maupun yang tidak, baik yang percaya maupun yang tidak terdapat 40 responden masing-masing menjelaskan bagaimana pemahaman mereka terhadap adat yang berlaku terutama yang menyangkut perkawinan.

Saudara Saryoko mengatakan bahwa sebelum menikah kurang mengetahui adat yang berlaku di desa Pandeyan, sebenarnya sudah ada yang menegur tindakannya saat akan menikah tetapi karena berpegang pada keputusan sendiri akhirnya saudara saryoko baru menyadari bahwa dia melanggar adat perkawinan kejawan. Selain itu ada juga warga yang melanggar tetapi tetap tidak percaya dengan hokum adat yang berlaku di desa Pandeyan. Saudara Karnno yang melanggar adat Adu Cocor bersitegguh pada pendiriannya bahwa yang terjadi pada keluarganya bukan karena dampak dari pelanggaran adat kejawen melainkan itu semua sudah takdir dari Tuhan Yang Maha Esa.

Selain itu dari arga desa lain yang tidak melakukan pelangaran memilikin pendapat yang berbeda-beda ada yang tetap percaya dan menjalankan adat kejawen yang berlaku ada juga yang tidak percaya dan tidak mengikuti adat tersebut. Seperti halnya pada bapak Sutarto yang percaya pada adat perkawinan kejawen “ sebagai orang jawa asli saya masih mengikuti jejak orang tua saya untuk tetap menjalankan adat yang telah berlaku di desa ini”. Seangkan menurut Tarno Kasmin yang juga mengatakan bahwa ia juga percaya pada adat kejawen “ Selain itu dari arga desa lain yang tidak melakukan pelangaran memilikin pendapat yang berbeda-beda ada yang tetap percaya dan menjalankan adat kejawen yang berlaku ada juga yang tidak percaya dan tidak mengikuti adat tersebut. Seperti halnya pada bapak Sutarto yang percaya pada adat perkawinan kejawen “ sebagai orang jawa asli saya masih mengikuti jejak orang tua saya untuk tetap menjalankan adat yang telah berlaku di desa ini”. Seangkan menurut Tarno Kasmin yang juga mengatakan bahwa ia juga percaya pada adat kejawen “

Selain itu ada juga warga desa yang sudah tidak percaya dan mulai meninggalkan adat perkawinan kejawen sebagai aturan di masyarakat desa Pandeyan. Bapak Sukar Bejo tidak percaya pada adat perkawinan kejawen:

Keluarga saya ada yang mengalami sakit yang aneh semua badannya bengkak tetapi masih dapat melakukan aktivitas seperti biasa, kata keluarga saya dia sakit akkibat dari perkawinan yang melanggar adat tetapi bagi saya itu disebabkan karena kecerobohannya pada saat belum menikah bukan karena kesalahan menikahi wanita yang tempat tinggalnya dekat dengan rumahnya”.

Sama halnya dengan bapak Kardo yang mengungkapkan bahwa selama ini yang dikatakan warga tentang dampak pelanggaran adat itu hanya sebuah pendapat warga terhadap suatu perkawinan yang dikaitkan dengan yang pernah terjadi dahulu.

Menurut saya orang dahulu dikatakan melanggar adat disebabkan yang dinikahi itu memiliki ikatan darah sehingga sekarang ada yang melakukan perkawinan yang sama walau tidak ada ikatan sedarah dikait-kaitkan dan apabila ada yang sakit dan meninggal dianggap itu akibat dari pelanggaran adat padahal itu hanya suatu kebetulan saja.

Untuk mengetahui seberapa banyak responden yang percaya dan tidak dapat dilihat pada table dibawah ini: Tabel 13. Tanggapan Warga Desa Terhadap Pelaksanaan Hukum Adat kejawen

No Responden

Tidak Percaya Ragu-ragu Pem. Desa

Percaya

1 Samsul

Harsi Waluyo Larno Semo

Tokoh Agama

Gino Samino Asmuni Sakimo Nurshaleh

Tokoh Masyarakat

Darso Kasino Marto Mariman

Warga Desa

Saryoko Parmin Karno Tarno Kasmin Wahyu. P Hardi Kustiyo Waliman Karjo Sularmin Warsito Dedy Ariyanto Kardo Darminto Yatno Karimin Haryono Tarmin Katiyo

Kurniawati Sukar Bejo Suparto Rejono Wiwik Lestari Adi Laksono Sutarto Hermawan Eko Setiyo Darmaji Untung Mulyadi Sakinem Sono Sukir Cahyo Nursiat Larsi Giyarmi Warni Sukaten Samijem Tumiyem Larno (mantan lurah) Sunar Subroto

Jumlah

Dari table diatas dapat diambil kesimpulan bahwa tanggapan warga desa Pandeyan terdapat 26 respondren yang percaya yaitu yang terdiri dari 2 responden dari pemerintah desa, 2 narasumber yaitu tokoh masyarakat, dan 22 warga desa Pandeyan dengan tanggapan bahwa adat perkawinan kejawen tetap dilaksanakan dan digunakan sebagai aturan dalam melaksanakan perkawinan. Dari yang tidak percaya terhadap adat perkawinan kejawen terdapat 18 Dari table diatas dapat diambil kesimpulan bahwa tanggapan warga desa Pandeyan terdapat 26 respondren yang percaya yaitu yang terdiri dari 2 responden dari pemerintah desa, 2 narasumber yaitu tokoh masyarakat, dan 22 warga desa Pandeyan dengan tanggapan bahwa adat perkawinan kejawen tetap dilaksanakan dan digunakan sebagai aturan dalam melaksanakan perkawinan. Dari yang tidak percaya terhadap adat perkawinan kejawen terdapat 18

11 warga desa yang menganggap adat perkawinan yang terlalu di percayai untuk perlahan dihapus karena sudah dianggap sebagai sesuatu yang tidak masuk akal. Selain itu terdapa 7 responden yang ragu-ragu dalam melaksanakan adat perkawinan ataukah melaksanakan adat perkawinan kejawen apabila akan melaksanakan perkawinan yaitu yang terdiri dari warga desa terutama warga desa yang belum menikah.