PEMBAHASAN TEMUAN PENELITIAN

5.2. PEMBAHASAN TEMUAN PENELITIAN

Dalam sub bab ini temuan penelitian yang dipaparkan sebelumnya akan dibahas secara runtut. Pembahasan diawali dengan temuan penelitian yang terkait dengan penerapan strategi penerjemahan dalam menerjemahkan data penelitian ini. Selanjutnya pembahasan diarahkan pada temuan penelitian yang terkait dengan penerapan ideologi penerjemahan. Di bagian akhir, diungkap temuan penelitian yang berhubungan dengan peran ideologi dan strategi penerjemahan terhadap kualitas terjemahan.

5.2.1. Strategi Penerjemahan

Sebelumnya telah disampaikan bahwa data penelitian ini berjumlah 381. Dari jumlah tersebut, 368 data diterjemahkan dengan menerapkan strategi penerjemahan tunggal dan sebanyak 13 data diterjemahkan dengan menerapkan strategi penerjemahan kuplet. Tampak jelas bahwa jumlah data yang diterjemahkan dengan strategi penerjemahan tunggal lebih banyak daripada jumlah data yang diterjemahkan dengan strategi penerjemahan kuplet. Hal ini disebabkan karena sifat dari strategi penerjemahan yang diarahkan pada tataran mikro. Dengan lain istilah, bahwa strategi penerjemahan pada lazimnya diterapkan pada satuan lingual yang berada di bawah tataran kalimat atau klausa, yaitu kata atau frasa (dalam hal ini istilah bahasa Using)

Berdasarkan jumlah kemunculannya atau penerapannya pada keseluruhan data penelitian ini diketahui bahwa strategi peminjaman murni menempati urutan pertama (132 kali), yang diikuti oleh strategi transposisi (90 kali), strategi sinonim (69 kali), strategi padanan deskriptif (26 kali), strategi penambahan (semantis) (23 kali), strategi penyusutan (11 kali), strategi perluasan (10 kali), strategi penambahan (struktural) (13 kali), strategi penghilangan (6 kali), strategi terjemahan resmi (5 kali), strategi analisis komponensial (2 kali), dan strategi padanan budaya (1 kali).

Tingginya tingkat pemakaian strategi peminjaman murni dalam penelitian ini disebabkan karena penerjemah ingin menciptakan efek eksotika pada bahasa sasaran dengan mempertahankan istilah (kata atau frasa) budaya Using tanpa ada perubahan apa pun. Diharapkan wisatawan asing yang datang akan mendapatkan gambaran mengenai kekayaan budaya daerah Banyuwangi. Lagipula, penerjemah memang tidak boleh memaksakan diri untuk menerjemahkan istilah yang memang tidak ada padanannya dalam bahasa sasaran. Namun demikian, terlalu banyaknya istilah asing

(istilah Using) ternyata berdampak pada sulitnya pembaca sasaran memahami isi dari publikasi pariwisata yang ada.

Strategi transposisi menduduki tempat kedua terbanyak digunakan karena perbedaan aturan gramatikal yang dimiliki oleh bahasa sumber (bahasa Using) dan bahasa sasaran (bahasa Inggris). Pada umumnya, bahasa Using menganut hukum diterangkan menerangkan (DM), sedangkan bahasa Inggris menganut hukum menerangkan diterangkan (MD). Dengan demikian, perubahan susunan kata harus disesuaikan dengan aturan bahasa sasaran, dalam hal ini melalui penerapan strategi transposisi. Jika tidak, maka akan terjadi distorsi makna atau kesulitan di pihak pembaca sasaran.

Strategi terbanyak ketiga adalah strategi sinonim. Strategi ini diterapkan karena penerjemah merasa kesulitan untuk mencari padanan budaya yang tepat bagi istilah budaya Using dalam bahasa Inggris. Sementara itu, penerapan strategi padanan deskriptif atau analisis komponensial mungkin bisa mengganggu kenyamanan pembaca. Resiko yang muncul dengan penggunaan strategi sinonim adalah kurang akuratnya terjemahan yang dihasilkan.

Penelitian ini menunjukkan bahwa tidak semua strategi penerjemahan yang biasa dipakai untuk menerjemahkan istilah budaya diterapkan di sini karena berbagai pertimbangan, seperti keakuratan dan keberterimaan.

5.2.2. Ideologi Penerjemahan

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat dua ideologi penerjemahan yang mendasari proses pengambilan keputusan yang dilakukan penerjemah, yaitu ideologi foreinisasi dan ideologi domestikasi. Kemunculan dua ideologi tersebut mengindikasikan adanya konflik batin yang dialami oleh penerjemah. Di satu sisi dia ingin bersetia pada teks BSu, tetapi di lain sisi dia juga ingin menghasilkan terjemahan yang berterima dan memiliki tingkat keterbacaan tinggi. Namun demikian, analisis data secara keseluruhan menunjukkan dengan jelas bahwa penerjemah cenderung menerapkan ideologi domestikasi. Memang benar bahwa penggunaan ideologi foreinisasi dengan menerapkan strategi peminjaman murni menduduki peringkat teratas dalam hierarki penggunaan strategi penerjemahan terbanyak, tetapi tetap saja apabila keseluruhan strategi yang diterapkan dijumlah dan Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat dua ideologi penerjemahan yang mendasari proses pengambilan keputusan yang dilakukan penerjemah, yaitu ideologi foreinisasi dan ideologi domestikasi. Kemunculan dua ideologi tersebut mengindikasikan adanya konflik batin yang dialami oleh penerjemah. Di satu sisi dia ingin bersetia pada teks BSu, tetapi di lain sisi dia juga ingin menghasilkan terjemahan yang berterima dan memiliki tingkat keterbacaan tinggi. Namun demikian, analisis data secara keseluruhan menunjukkan dengan jelas bahwa penerjemah cenderung menerapkan ideologi domestikasi. Memang benar bahwa penggunaan ideologi foreinisasi dengan menerapkan strategi peminjaman murni menduduki peringkat teratas dalam hierarki penggunaan strategi penerjemahan terbanyak, tetapi tetap saja apabila keseluruhan strategi yang diterapkan dijumlah dan

5.2.3. Peran Ideologi dan Strategi Penerjemahan terhadap Kualitas Terjemahan

Sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya bahwa ideologi dan strategi penerjemahan memiliki keterkaitan erat dengan kualitas terjemahan yang dihasilkan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari 381 data sumber, 320 (83,99%) diterjemahkan secara akurat, 44 (11,55%) diterjemahkan secara kurang akurat, dan

17 (4,46%) diterjemahkan secara tidak akurat. Sementara itu, 361 (94,75%) berterima, 3 (0,79%) kurang berterima, dan 17 (4,46%) tidak berterima. Ditinjau dari aspek keterbacaannya, 176 (46,19%) memiliki tingkat keterbacaan tinggi dan 205 (53,81%) memiliki tingkat keterbacaan sedang.

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa teknik peminjaman murni memberikan dampak yang sangat positif terhadap keakuratan penerjemahan. Sementara itu kekurangakuratan dan ketidakkuratan yang terjadi pada terjemahan lebih disebabkan oleh penggunaan strategi penghilangan, strategi sinonim yang tidak tepat, dan penambahan-semantis. Tampak jelas bahwa penerjemah memiliki kompetensi budaya BSu yang baik, namun hal tersebut tidak diikuti oleh kompetensi budaya dan BSa yang baik pula. Pemanfaatan ideologi domestikasi, pemilihan strategi penerjemahan yang berorientasi pada BSa menunjukkan bahwa penerjemah

Penting untuk disampaikan bahwa biasanya pengambilan keputusan dalam proses penerjemahan yang dilandasi oleh ideologi domestikasi, di satu sisi berperan positif dalam menghasilkan terjemahan dengan tingkat keberterimaan dan keterbacaan yang tinggi dan di lain sisi berdampak negatif terhadap kekuratan pesan. Hasil penelitian ini menunjukkan hal lain. Meskipun penerjemah menggunakan ideologi domestikasi, tingkat keakuratan terjemahan yang dihasilkan tergolong tinggi. Tingkat keberterimaannya yang tinggi memang sesuai dengan yang seharusnya, namun tingkat keterbacaannya cenderung sedang dan bukannya tinggi.

Hal serius lain yang perlu diperhatikan adalah ketidakkonsistenan dalam menerjemahkan istilah-istilah budaya yang sama. Tentu saja hal ini tidak berimbas pada tingkat keakuratan pesan, namun mampu membingungkan pembaca sasaran.

Sekali lagi, publikasi pariwisata memang teks yang tidak menitikberatkan pada keakuratan pesan (seperti teks-teks bidang eksakta), namun lebih pada keterbacaan.