Penetapan Kebijakan

E. Penetapan Kebijakan

Menurut Parsons (2001: 95), terdapat perkembangan proses penetapan kebijakan saat ini. Sejalannya waktu, proses kebijakan juga difokuskan pada bagaimana strategi pembuatan kebijakan dapat lebih tepat untuk pemecahan masalah dan mencapai target sesuai dengan yang direncanakan.

Gambar 2: Model Proses Pembuatan Kebijakan dalam Berbagai Konteks

Political Understanding

Wider

Context the Problems

al Context

Putting

Sumber: Diproses dari Parsons (2001: 96-97) Parsons (2001: 96-97) telah membuat model proses pembuatan

kebijakan berdasarkan tiga konteks yang saling berkaitan satu sama lainnya, yaitu konteks organisasi (organizational context), konteks politik (political context ) and konteks masyarakat yang lebih luas (wider public context). Hal ini dapat diilustrasikan dalam Gambar 2. Berdasarkan pendekatan 3 konteks dalam proses pengambilan kebijakan, Parsons memberikan penjelasannya (2001: 96-97).

Dalam organizational context, dapat dianalisis dari sisi: (1) waktu dan dana agar kebijakan dapat dijalan secara efektif, (2) organisasi dan pihak mana saja yang terlibat dalam kebijakan ini, (3) dampak dari kebijakan implementasi kebijakan dengan kebijakan lainnya yang sudah berlaku, (4) bagaimana kebijakan ini diorganisasikan, (5) bagaimana personal terlibat di dalamnya. Dalam political context, dapat dianalisis beberapa hal, seperti: (1) bagaimana pemerintah dapat berkomitmen menjalankan kebijakan tersebut, (2) apakah terdapat konflik prioritas yang perlu dipecahkan, (3) bagaimana dan kapan anggota legislative terlibat dalam kebijakan ini, (4) strategi untuk penyampaian kebijakan, (5) adalah program quick wins-nya. Dalam wider public context , perlu diperhatikan beberapa, seperti: (1) perlu ada bukti dan telaahan yang jelas mengenai permasalahan yang dihadapi publik, (2) outcome yang diinginkan dari kebijakan, (3) siapakah stakeholder kuncinya, dan bagaimana mereka terlibat didalamnya, (4) bagaimana dengan best practice dari pengalaman negara lain, (5) adalah resiko dari kebijakan ini dan bagaimana mengantisipasinya.

1. Mengapa Ditetapkan Tarif Pelayanan Publik?

Harga dapat juga dikatakan penentuan nilai suatu produk di benak konsumen. Kebijakan harga adalah keputusan-keputusan mengenai harga yang ditetapkan oleh manajemen. Salah satu tugas pokok pemerintah adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat (publik services). Pemberian pelayanan publik pada dasarnya dapat dibiayai melalui dua sumber (Mardiasmo 2004:107), yaitu: (1) pajak, dan (2) pembebanan langsung kepada masyarakat sebagai konsumen jasa publik (charging for service).

Dalam memberikan pelayanan publik, pemerintah dapat dibenarkan menarik tarif untuk pelayanan tertentu baik secara langsung atau tidak langsung melalui perusahaan milik daerah. Mardiasmo (2002:108-109) menyatakan bahwa pembebanan tarif pelayanan publik kepada konsumen dapat dibenarkan karena beberapa alasan, yaitu:

1) Efisiensi Ekonomi

Ketika setiap individu bebas menentukan berapa banyak barang/jasa yang mereka ingin konsumsi, mekanisme harga memiliki peran penting dalam mengalokasikan sumber daya melalui:

a. Pendistribusian permintaan: siapa yang mendapatkan manfaat paling banyak, maka ia akan membayar lebih banyak pula.

b. Pemberian insentif untuk menghindari pemborosan

c. Pemberian insentif kepada suplier berkaitan dengan skala produksi

d. Penyediaan sumber daya pada supplier untuk mempertahankan dan meningkatkan persediaan jasa ( supply of service )

2) Prinsip Keuntungan

Ketika pelayanan tidak dinikmati oleh semua orang, pembebanan langsung kepada mereka yang menerima jasa tersebut dianggap “wajar” bila didasarkan prinsip bahwa yang tidak menikmati manfaat tidak perlu Ketika pelayanan tidak dinikmati oleh semua orang, pembebanan langsung kepada mereka yang menerima jasa tersebut dianggap “wajar” bila didasarkan prinsip bahwa yang tidak menikmati manfaat tidak perlu

Pembebanan tarif pelayanan publik pada dasarnya juga menguntungkan pemerintah karena dapat digunakan sebagai salah satu sumber penerimaan pemerintah. Hanya saja pemerintah tidak boleh melakukan maksimisasi keuntungan, bahkan lebih baik menetapkan harga dibawah full cost. Memberikan subsidi, atau memberikannya pelayanan secara gratis sangat dimungkinkan dalam penetapan tarif bagi masyarakat golongan miskin atau sangat miskin, sehingga pemerintah bisa memberikan benefit yang maksimum kepada masyarakat.

Dasar Pembebanan Tarif Pelayanan Publik

Pelayanan menurut Pass et all (1994) dalam kamus bisnis lengkap Collins adalah aktivitas ekonomi yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan bisnis atau pribadi. Definisi pelayanan menurut Kotler dalam Nasution (2005:98) adalah aktifitas atau manfaat yang ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak menghasilkan kepemilikan apapun, sedangkan untuk produknya, dapat terikat atau tidak terikat pada produk fisik.

Moenir (1992:16) menyatakan bahwa pelayanan adalah suatu proses penggunaan akal pikiran, panca indera dan anggota badan dengan atau tanpa alat bantu yang dilakukan oleh seseorang untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkan baik dalam bentuk barang maupun jasa. Hakikat kualitas pelayanan publik menurut Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63 tahun 2004, dalam Ratminto (2006:19-20) adalah

pemberian pelayanan prima kepada masyarakat yang merupakan perwujudan kewajiban aparatur pemerintah sebagai abdi masyarakat, yang berasaskan kepada:

1) Transparansi atau memiliki sifat keterbukaan.

2) Akuntabilitas, atau dapat dipertanggung jawabkan.

3) Kondisional, atau sesuai dengan kondisi untuk memenuhi prinsip efisiensi dan efektifitas.

4) Partisipatif, yang berarti mendorong peran serta masyarakat.

5) Kesamaan hak atau tidak diskriminatif.

6) Keseimbangan hak dan tanggung jawab, antara pihak pemberi

pelayanan dan pihak penerima pelayanan. Secara politik dan ekonomi, pengeluaran publik dapat diklasifikasikan dalam:

1) Investasi sosial – proyek dan pelayanan yang meningkatkan produktivitas tenaga kerja

2) Konsumsi sosial – proyek dan pelayanan yang merendahkan biaya reproduksi dari tenaga kerja

3) Pengeluaran sosial – proyek dan pelayanan yang diisyaratkan untuk memastikan stabilitas sosial

Sehingga peranan pemerintah dapat diinterpretasikan sebagai pengambil kebijakan tentang:

1) Skala pelayanan – universal atau segmentasi

2) Metode penydiaan – oleh perusahaan negara atau swasta melalui kontrak

3) Regulasi yang dibutuhkan

4) Intervensi terhadap ekonomi lokal dan regional, industri khusus dan perusahaan tertentu

5) Sumber keuangan – tipe dan tingkat perusahaan dan pajak individual

Pemahaman diatas menyebabkan dilakukannya evaluasi pelayanan publik yang terjadi di Indonesia:

1) Keterbatasan rentang pelayanan yang bisa diberikan, seperti batasnya sambungan saluran telepon, besarnya kuantitas air dan kualitas jalan raya

2) Dorongan yang kuat terhadap perusahaan negara untuk mengikuti kriteria pasar

3) Manajemen perusahaan negara dan badan sektor publik sering dituntut untuk mengikuti perkembangan metode mutakhir yang umumnya dipraktikan diswasta

4) Monitor dan evaluasi prestasi, target dan identifikasi tujuan sosial amatlah sulit, dan hal ini seringkali disebabkan oleh keengganan manajemen untuk mengeluarkan data yang terkait

5) Kurangnya pengendalian secara demokratis oleh pekerja dan konsumen

6) Terjadinya pencarian modal untuk memaksimasi keuntungan

7) Masih berbedanya penghargaan terhadap ide, sikap dan pengalaman pekerja antar organisasi sektor publik dan organisasi swasta.

Namun demikian ada berbagai manfaat lebih dari organisasi sektor publik dibanding organisasi swasta:

1) Rentang pelayanan luas dengan biaya yang lebih murah

2) Distribusi yang lebih merata

3) Kerangka hubungan pekerja dan manajemen lebih bersifat kekeluargaan dan permanen

Manfaat tersebut di Indonesia ternyata masih minimal dibanding dengan kekurangannya. Oleh sebab itu, berbagai tuntutan muncul untuk mengubah orientasi peranan organisasi sektor publik. Ada beberapa alasan untuk mengubah orientasi pelayanan publik:

1) Beberapa organisasi swasta dianggap lebih efisien dibanding

organisasi sektor publik

2) Kekuatan pasar dan kompetisi akan meningkatkan pilihan dan

mengurangi biaya pelayanan, sementara itu tuntutan pengembangan kualitas menjadi lebih besar.

3) Sektor dan pasar yang kompetitie lebih cepat tanggap pada pilihan konsumen dan kondisi perubahan permintaan dan penawaran

4) Pemerintah terlalu besar dan boros, sehingga pemerintah lebih baik

berperanan sebagai regulator.

5) Mengurangi ketergantungan pada pemerintah dengan meningkatkan

partisipasi masyarakat melalui mekanisme pasar dan inisiatif individual.

Dalam praktik, pembebanan langsung (direct charging) biasanya ditentukan karena alasan-alasan sebagai berikut (Mardiasmo, 2002:112):

1) Suatu jasa, baik merupakan barang publik maupun barang privat, mungkin tidak dapat diberikan kepada setiap orang, sehingga tidak adil bila biayanya dibebankan kepada semua masyarakat melalui pajak, sementara mereka tidak menikmati jasa tersebut.

2) Suatu pelayanan mungkin membutuhkan sumber daya yang mahal atau

langka sehingga konsumsi publik harus didisiplinkan (hemat).

3) Terdapat variasi dalam konsumsi individual yang lebih berhubungan.

4) Suatu jasa mungkin digunakan untuk operasi komersial yang menguntungkan dan untuk memenuhi kebutuhan domestik secara individual maupun industrial.

Pembebanan dapat digunakan untuk mengetahui arah dan skala permintaan publik atas suatu jasa apabila jenis dan standar pelayanannya tidak dapat ditentukan secara tegas. Beberapa konsep berkaitan dengan prinsip penetapan tarif antara lain adalah konsep tariff dan economic efficiency sebagai berikut:

1) Tarif (A tariff)

Reuveny (2000: 714) mendefinisikan tariff sebagai bagian dari kebutuhan dari pemberi pelayanan atau penghasil produk sebagai sumber penerimaan pemerintah. Penetapan tarif yang didesain secara baik dapat menjadi sumber finansial yang penting dalam menyampaikan pelayanan dan mendorong penggunaan konsumsi yang mendorong penggunaan yang tidak boros.

2) Effisiensi Ekonomi (Economic Efficiency)

Dalam kaitannya tentang konsep efisiensi ekonomi, maka Ebdon (2000: 247) menekankan pentingnya penetapan tarif yang elastis dikaitkan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya tarif tersebut. Konsekuensi dari hal ini adalah perlunya terus mengevaluasi penetapan tarif disesuaikan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi penetapan tarif tersebut, seperti pendapatan masyarakat, tingkat inflasi, jumlah penduduk, dan lain sebagainya.

Caramata (2000:112) berpendapat bahwa pada prinsipnya, manusia itu tidak suka menjalankan konsep efisiensi dalam tindakan ekonominya. Kebanyakan orang cenderung untuk mendapatkan porsi yang lebih banyak. Namun, pada prinsipnya, konsep efisiensi sangat dibutuhkan dalam Caramata (2000:112) berpendapat bahwa pada prinsipnya, manusia itu tidak suka menjalankan konsep efisiensi dalam tindakan ekonominya. Kebanyakan orang cenderung untuk mendapatkan porsi yang lebih banyak. Namun, pada prinsipnya, konsep efisiensi sangat dibutuhkan dalam

Dalam menentukan seberapa besar barang/pelayanan diberikan, terdapat perbedaan antara keputusan yang diambil oleh investor swasta dan keputusan yang diambil oleh suatu perusahan negara. Mangkoesoebroto (1993) menekankan bahwa mengambil keputusan investasi, pihak swasta hanya mementingkan efisiensi, sedangkan pada perusahaan negara haruslah diperhitungkan efisiensi sosial, sehingga timbul suatu pertanyaan seberapakah kapasitas perusahaan negara yang optimum.

a. Kompleksitas Strategi Harga Pelayanan Publik

Menurut Mardiasmo (2002:118) kompleksitas strategi harga pelayanan publik adalah sebagai berikut:

1) Two-part tariffs : banyak kepentingan publik dipungut dengan two-part tariff , yaitu fixed charge untuk menutupi biaya overhead atau biaya infrastruktur dan variable charge yang didasarkan atas besarnya konsumsi

2) Peak-load tariffs : pelayanan publik dipungut berdasarkan tarif tertinggi. Permasalahannya adalah beban tertinggi, membutuhkan tambahan kapasitas yang disediakan, tarif tertinggi untuk periode puncak harus menggambarkan higher marginal cost

3) Diskriminasi harga. Hal ini adalah salah satu cara mengakomodasi pertimbangan keadilan ( equity ) melalui kebijakan penetapan harga. Jika kelompok dengan pendapatan berbeda diasumsikan memiliki pola permintaan yang berbeda, pelayanan yang diberikan kepada kelompok yang berpendapatan rendah dapat disubsidi silang dengan kelompok dengan pendapatan tinggi. Hal tersebut tergantung dari kemampuan 3) Diskriminasi harga. Hal ini adalah salah satu cara mengakomodasi pertimbangan keadilan ( equity ) melalui kebijakan penetapan harga. Jika kelompok dengan pendapatan berbeda diasumsikan memiliki pola permintaan yang berbeda, pelayanan yang diberikan kepada kelompok yang berpendapatan rendah dapat disubsidi silang dengan kelompok dengan pendapatan tinggi. Hal tersebut tergantung dari kemampuan

4) Full cost recovery . Harga pelayanan didasarkan pada biaya penuh atau biaya total untuk menghasilkan pelayanan. Penetapan harga berdasarkan biaya penuh atas pelayanan publik perlu mempertimbangkan keadilan ( equity ) dan kemampuan publik untuk membayar.

5) Harga diatas marginal cost . Dalam beberapa kasus, sengaja ditetapkan harga diatas marginal cost ,

Samuelson dan Nordhaus (2004:134) memberikan definisi-definisi utama tentang konsumsi dan tabungan sebagai berikut:

1) Fungsi konsumsi menghubungkan tingkat konsumsi dengan tingkat pendapatan setelah pajak

2) Fungsi tabungan menghubungkan tabungan dengan pendapatan setelah

pajak. Karena apa yang ditabung sama dengan apa yang tidak dikonsumsi, skedul tabungan dan konsumsi merupakan bayangan cermin.

3) The marginal propensity to consume (MPC=kecenderungan marginal mengkonsumsi) adalah jumlah konsumsi ekstra yang dihasilkan oleh dollar ekstra dari pendapatan setelah pajak. Secara grafik, ini diberikan dengan kemiringan fungsi konsumsi.

4) The marginal propensity to save (MPS=kecenderungan marginal untuk menabung) adalah tabungan ekstra yang dihasilkan oleh dollar ekstra dari pendapatan setelah pajak. Secara grafik, ini merupakan slope dari skedul tabungan.