yang berbasis seni rupa dan kriya atau kerajinan ada di Yogyakarta pada khususnya maupun di Indonesia pada umumnya. Hal ini sejalan benar dengan kebijakan dari
pihak internal Universitas Negeri Yogyakarta yang di antaranya saat ini tengah fokus untuk mengembangkan khazanah keilmuan vokasi atau sekolah kejuruan melalui
pelbagai bentuk kegiatan strategis, di antaranya melalui penelitian. Demikian juga halnya dalam konteks ini, pelbagai inovasi pengembangan khazanah material baru
misalnya berupa campuran antara lumpur Lapindo dan abu Gunung Merapi dalam keilmuan keramik seni ini, kiranya penting untuk terus dikembangkan dan dan
disosialisasikan.
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan sebagaimana telah disajikan pada Bab V di atas dan juga sesuai dengan pokok permasalahan yang menjadi fokus
penelitain ini, maka kesimpulan penelitian ini dapat disampaikan sebagai berikut. Telah berhasil dikembangkan prototipe produk keramik fungsional berbahan
baku tanah liat hasil olahan campuran antara lumpur Lapindo dan abu Gunung Merapi Yogyakarta, guna kepentingan fungsional pendukung perlengkapan wisata
kuliner baik terkait dengan paralatan atau perabot untuk makan dan minum maupun memasak tablewarecookware, berbasis kearifan lokal di Yogyakarta.
Pembuatan produk keramik sebagaimana dimaksud dilaksanakan dengan tiga tahapan, yakni studi pendahuluan, perancangan, dan pengembangan produk. Pertama,
studi pendahuluan dalam konteks penelitian ini mencakup tiga hal atau kegiatan pokok. Pertama, melakukan studi pendahuluan ke beberapa rumah makan dalam
rangka pemetaan dan identifikasi pelbagai perlengkapan wisata kuliner terutama yang menggunakan keramik yang merefleksikan kearifan budaya lokal di Yogyakarta.
Kedua, adalah kegiatan pengadaan bahan baku lumpur Lapindo dan abu Gunung Merapi untuk pembuatan produk keramik ini. Sementara ketiga adalah melakukan uji
laboratorium kemungkinan kandungan racun toxicity terutama terkait dengan kandungan timbal Pb dan cadmium Cd terhadap produk keramik yang akan
dikembangkan. Kedua, adalah kegiatan pengadaan bahan baku lumpur Lapindo dan abu Gunung Merapi untuk pembuatan produk keramik ini. Sementara itu tahap yang
ketiga, adalah kegiatan terkait dengan uji laboratorium kemungkinan kandungan racun toxicity terutama terkait dengan kandungan timbal Pb dan cadmium Cd
terhadap produk keramik yang akan dikembangkan, baik keramik glasir maupun non glasir, dapat disampaikan bahwa tidak ditemukan atau tidak terdeteksi.
Kedua, perancangan designing. Dalam tahapan perancangan ini, terdapat dua hal utama yang dilaksanakan. Pertama, melakukan proses desaining untuk
pembuatan modelprototype produk keramik fungsional pendukung peralatan wisata kuliner berbasis kearifan budaya lokal di Yogyakarta. Kedua adalah melakukan
perancangan terkait dengan pemberian penanda ikonik yang khas tentang Yogyakarta dan juga pesan lumpur Lapindo dan abu Gunung Merapi Yogyakarta, yang ada pada
produk keramik yang dikembangkan. Ketiga, pengembangan development. Pada fokus tahapan pengembangan
produk keramik ini dapat dikatakan merupakan proses yang memakan waktu yang paling panjang dari keseluruhan proses yang ada. Di dalamnya terdapat beberapa
tahapan kegiatan, yakni mulai dari melakukan pengolahan bahan baku tanah liat campuran antara lumpur Lapindo dan abu gunung Merapi sampai pada kegiatan
pembentukan dan juga pembakaran. Adapun hasil pengembangan produk keramik sebagaimana dimaksud
sebanyak kurang lebih 60 buah, yang secara prinsip terbagi menjadi beberapa kategori, yaitu perlengkapan masak, perlengkapan makan, dan perlengkapan minum.