1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Karya sastra sebagai hasil cipta manusia selain memberikan hiburan juga sarat dengan nilai, baik nilai keindahan maupun nilai- nilai ajaran hidup. Orang
dapat mengetahui Nilai- Nilai Hidup, susunan adat istiadat, suatu keyakinan, dan pandangan hidup orang lain atau masyarakat melalui karya sastra. Dengan
hadirnya karya sastra yang membicarakan persoalan manusia, antara karya sastra dengan manusia memiliki hubungan yang tidak terpisahkan.
Sastra dengan segala ekspresinya merupakan pencerminan dari kehidupan manusia. Adapun permasalahan manusia merupakan ilham bagi pengarang untuk
mengungkapkan dirinya dengan media karya sastra. Hal ini dapat dikatakan bahwa tanpa kehadiran manusia, sastra mungkin tidak ada.
Sastra adalah ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat, keyakinan dalam suatu bentuk gambaran kongkret yang
membangkitkan pesona dengan alat bahasa Sumardjo, 1997:3. Karya sastra bukan hanya mengejar bentuk ungkapan yang indah, tetapi juga
menyangkut masalah isi ungkapan, bahasa ungkapannya, dan nilai ekspresinya. Kepadatan isi dan bentuk, bahasa dan ekspresinya merupakan hasil kepekatan
sastrawan dalam menghayati kehidupannya. Karya sastra adalah suatu kegiatan kreatif sebuah karya seni. Sastra
merupakan segala sesuatu yang ditulis dan tercetak. Selain itu, karya sastra juga
2
merupakan karya imajinatif yang dipandang lebih luas pengertiannya daripada karya fiksi Wellek dan Werren, 1995:3-4.
Sebagai hasil imajinatif, sastra berfungsi sebagai hiburan yang menyanangkan, juga guna menambah pengalaman batin bagi para pembacanya.
Membicarakan yang memiliki sifat imajinatif, kita berhadapan dengan tiga jenis genre sastra, yaitu prosa, puisi, dan drama. Salah satu jenis prosa adalah novel.
Menurut Nursisto 2000:168 mengatakan bahwa novel adalah penuangan pikiran, perasaan dan gagasan penulis dalam merespon kehidupan di sekitarnya.
Ketika di dalam kehidupan muncul permasalahan baru, nurani penulis novel akan terpanggil untuk segera menciptakan suatu cerita.
Sedangkan menurut Nurgiyantoro 1994:31 novel merupakan struktur organisme yang kompleks, unik dan mengungkapkan sesuatu secara tidak langsung.
Jadi sebuah karya sastra yang dibentuk oleh beberapa unsur struktur yang merupakan sebuah keseluruhan. Keseluruhan tersebut saling berkaitan. Novel
dibangun dari sejumlah unsur dan setiap unsur akan saling berhubungan dan saling menentukan, yang kesemuanya akan menyebabkan novel tersebut menjadi sebuah
karya yang bermakna. Dengan memenuhi ketentuan di atas, maka novel dapat dibuat dengan tidak membosankan dan ada ketegangan-ketegangan sehingga
menarik untuk dinikmati, dipahami, dan dimanfaatkan sebagai sebuah karya sastra. Kehadiran karya sastra ditengah-tengah masyarakat pembaca adalah
berupaya untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia sebagai makhluk berbudaya, berpikir dan berketuhanan. Oleh karena itu, dalam penyajian karya
sastra hendaknya memiliki moral. Moral merupakan suatu norma tentang
3
kehidupan yang telah diberikan kedudukan istimewa dalam kegiatan atau kehidupan masyarakat.
Menurut Semi 1993:71 mengatakan bahwa karya sastra yang bernilai tinggi adalah karya sastra yang mengandung moral yang tinggi, yang dapat mengangkat
harakat umat manusia. Dalam hal ini, karya sastra yang diciptakan oleh seorang penulis tidak semata-mata mengandalkan bakat dan kemahiran berekspresi, tetapi
lebih dari itu, seorang penulis melahirkan karya sastra karena ia juga memiliki visi, aspirasi, itikad baik, dan perjuangan, sehingga karya sastra yang dihasilkannya
memiliki nilai tinggi. Moral dalam karya sastra biasanya mencerminkan pandangan hidup
pengarang yang bersangkutan, pandangannya tentang nilai-nilai kebenaran, dan hal itulah yang ingin disampaikannya kepada pembaca. Melalui cerita, sikap dan
tingkah laku para tokoh itulah pembaca diharapkan dapat mengambil hikmah dari pesan-pesan moral yang disampaikan atau diamanatkan.
Menurut Lillie moral berasal dari kata mores bahasa Latin yang berarti tata cara dalam kehidupan atau adat istiadat dalam Budianingsih, 2004:24.
Kamus Besar Bahasa Indonesia mengatakan bahwa moral adalah ajaran tentang baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban dan
sebagainya. Pengertian moral juga memiliki kesetaraan atau kesamaan arti dengan pengertian akhlak, budi pekerti dan susila dalam http:artikel2.comkumpulan-
bermacam2-artikel04pengertian-moral. Konsep moral yang diutarakan di atas dapat dijadikan sebagai inspirasi
dalam menciptakan karya sastra berupa novel oleh para pengarang. Salah satunya adalah novel yang berjudul Furinkazan. Novel ini mengungkapkan nilai moral
4
pada masyarakat Jepang. Novel ini berisi tentang kisah seorang samurai bernama Yamamoto Kansuke yang hidup pada zaman Sengoku Jidai, di mana perang
saudara dan perebutan wilayah melingkupi wilayah Jepang. Keterbatasan fisik membuatnya dipandang sebelah mata. Namun, Takeda Shingen yang berencana
memperluas wilayah kekuasaannya mengangkat Yamamoto Kansuke sebagai ahli strateginya. Dan berkat bakatnya dalam diplomasi dan pemahamannya akan
strategi perang berhasil membuat Klan Takeda sukses besar. Furinkazan merupakan salah satu novel karya Yasushi Inoue. Yasushi Inoue
lahir di Asahikawa pada tanggal 6 Mei 1907. Yasushi Inoue terkenal serius dalam membuat cerita fiksi sejarah, keakuratannya membuat buku-bukunya banyak
diminati dan diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa. Melalui karya-karyanya, Yasushi Inoue telah mendapatkan berbagai penghargaan.
Berdasarkan konsep sastra dan novel di atas, bahwa dalam novel Furinkazan terdapat nilai moral yang diambil dari para tokoh yang dapat dijadikan sebagai
wawasan dan pengetahuan yang bermanfaat bagi para pembaca. Nilai-nilai moral yang berkembang di dalam masyarakat Jepang berakar dari
ajaran konfusianisme Cina dan diajarkan kepada seluruh masyarakat Jepang pada abad ke-6. Meskipun berasal dari luar Jepang, tetapi ajaran ini tidak semuanya
diserap mentah oleh masyarakat Jepang Bary dalam Fatonah, 2008:36. Menurut Inazo Nitobe dalam Fatonah 2008:37 mengatakan bahwa
pedoman moral dan etika bangsa Jepang adalah Bushido yang artinya “Jalan Ksatria”. Bushido mengajarkan kesetiaan, kejujuran, etika sopan santun dan tata
krama, disiplin, rela berkorban, kerja keras, kebersihan, hemat, kesabaaran,
5
ketajaman berpikir, serta kesehatan jasmani dan rohani Beasley dalam Fatonah, 2008:37.
Sedangkan menurut Masakatsu Ishii seorang wartawan media Jepang Jiji Press mengatakan bahwa ada empat prinsip moral rakyat Jepang yang merupakan
semacam kewajiban sosial yang harus dimiliki oleh setiap rakyat Jepang, yaitu on, gimu, giri dan ninj
ō. Keempat unsur ini berasal dari kebudayaan samurai Jepang dalam
http:zidiyuto.blogspot.com201201prinsip-hidup-negara-jepang.html. Berdasarkan uraian dan pernyataan di atas, penulis mencoba memaparkan
dan membahas nilai moral yang terdapat dalam novel Furinkazan yang dicerminkan oleh para tokoh berupa giri, ninjo, kejujuran dan kesetiaan yang
diungkapkan oleh Yasushi Inoue dalam skripsi yang berjudul “Analisis Pesan Moral Dalam Novel Furinkazan Karya Yasushi Inoue”.
1.2 Perumusan Masalah