Tinjauan Pustaka Kerangka Teori

7

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan

Ditinjau dari permasalahan-permasalahan yang ada, maka penulis menganggap perlu adanya pembatasan ruang lingkup dalam pembahasannya. Hal ini dimaksudkan agar masalah penelitian tidak terlalu luas dan berkembang jauh, sehingga penulisan dapat terarah dan terfokus. Dalam penulisan skripsi ini, penulis membatasi ruang lingkup pembahasan yang difokuskan pada nilai moral seperti giri, ninj ō, kejujuran dan kesetiaan yang dapat dilihat dari tingkah laku dan cara berpikir para tokoh dalam novel tersebut. Untuk lebih akurat dalam menunjukkan sikap perilaku berlandaskan nilai moral dari para tokoh, terlebih dahulu penulis akan membahas tentang defenisi novel, setting novel dan nilai moral dalam masyarakat Jepang. Nilai-nilai moral yang ada dalam masyarakat Jepang akan digunakan sebagai acuan untuk menganalisis pesan pesan moral yang muncul dalam novel Furinkazan.

1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori

1.4.1 Tinjauan Pustaka

Karya sastra adalah suatu kegiataan kreatif sebuah karya seni. Sastra merupakan segala sesuatu yang ditulis dan dicetak. Selain itu, karya sastra juga merupakan karya imajinatif yang dipandang lebih luas pengertiannya daripada karya fiksi Wellek dan Werren, 1995:3-4. Selain itu, menurut Boulton dalam Aminuddin 2000:37 mengungkapkan bahwa cipta sastra, selain menyajikan nilai- 8 nilai keindahan sarta paparan peristiwa yang mampu memberikan kepuasan batin pembacanya, juga mengandung pandangan yang berhubungan dengan kompleksitas kehidupan ini. Sastra secara umum terdiri atas berbagai jenis genre sastra seperti puisi, prosa, drama, roman dan lain sebagainya. Salah satu karya sastra dalam bentuk prosa adalah novel. Menurut Nursisto 2000:168 novel adalah media penuangan pikiran, perasaan dan gagasan penulis dalam merespon kehidupan di sekitarnya. Ketika di dalam kehidupan muncul permasalahan baru, nurani penulis novel akan terpanggil untuk segera menciptakan suatu cerita. Di dalam sebuah novel terdapat tokoh yang memainkan sebuah cerita. Menurut Abrams dalam Nurgiyantoro 1994:165 mengatakan bahwa tokoh cerita adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam tindakan. Dan hal ini sangat tergantung pada si pengarang agar dapat melukiskan tokoh sesuai dengan pesan, amanat atau moral yang ingin disampaikan kepada pembacanya. Di dalam novel Furinkazan, melalui penokohannya pengarang mencoba menyajikan suatu karya sastra yang mengandung nilai-nilai moral yang tergambar dari sikap, sifat serta ucapan-ucapan para tokohnya yang memiliki pesan yang dapat bermanfaat bagi para pembacanya. 9

1.4.2 Kerangka Teori

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan moral, konsep giri, ninjo, kejujuran dan kesetiaan dan pendekatan semiotik. Menurut Semi 1993:71 pendekatan moral bertolak dari asumsi bahwa salah satu tujuan kehadiran karya sastra di tengah-tengah pembaca adalah berupaya untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia sebagai makhluk berbudaya, berpikir dan berketuhanan. Dengan pendekatan moral ini, peneliti hendak melihat sejauh mana sebuah karya sastra itu memiliki moral. Adapun yang dimaksud dengan moral disini adalah suatu norma etika, suatu konsep tentang kehidupan yang dijunjung tinggi oleh sebagian besar masyarakat. Moral terutama berkaitan dengan pengertian baik dan buruk. Apa yang baik dianggap bermoral, sedangkan yanng buruk dianggap sebagai amoral. Menurut Darma dalam Wiyatmi 2009:109-120 latar belakang munculnya pendekatan moral adalah pandangan yang mengatakan bahwa karya sastra yang baik selalu memberikan pesan moral kepada pembaca untuk berbuat baik. Pendekatan moral menghendaki sastra menjadi medium perekaman keperluan zaman, yang memiliki semangat menggerakkan masyarakat ke arah budi pekerti yang terpuji. Karya sastra dalam hal ini dinilai sebagai guru yang dapat dijadikan panutan. Karena itu, pendekatan moral menempatkan karya sastra lebih dari hanya sebagai sebuah karya seni Semi, 1993:71-72. Penulis berdasarkan pendekatan moral akan melihat dan menjelaskan segi- segi moral dari para tokoh yang ada di dalam novel ini, untuk konkritnya moral yang berkaitan dengan giri, ninjo, kejujuran dan kesetiaan penulis menggunakan 10 teori giri yang dikemukakan oleh Ruth Benedict, teori ninj ō yang dikemukakan oleh Nobuyuki Honna dalam Wahyuliana, serta teori kejujuran dan kesetiaan yang dikemukakan oleh Izano Nitobe dalam Fatonah. Secara umum, giri adalah tindakan balas budi, dimana orang Jepang jika menerima suatu kebaikan dari orang lain, maka harus membalas kebaikan tersebut dengan setimpal. Menurut Ruth Benedict 1982:125 mengatakan bahwa giri adalah kewajiban yang wajib dibayar dalam jumlah yang tepat sama dengan kebaikan yang diterima dan ada batas waktu pembayarannya. Giri memiliki dua pembagian, yaitu giri kepada dunia yang artinya kewajiban seseorang untuk membayar on kepada sesamanya dan giri kepada nama sendiri yang artinya kewajiban untuk tetap menjaga kebersihan nama serta seseorang dari noda fitnah. Sedangkan ninj ō berkaitan dengan berbagai macam ekspresi emosi manusia seperti perasaan simpati, cinta, pertemanan dan lain sebagainya. Menurut Nobuyuki Honna dalam Wahyuliana 2005:10 menyatakan bahwa ninj ō merupakan perasaan kemanusiaan dan semua orang Jepang mempercayai bahwa perasaan cinta, kasih sayang, belas kasihan dan simpati merupakan perasaan yang paling penting dalam menjaga hubungan kemanusiaan. Orang Jepang selalu mengukur sesuatu atau berusaha mempertimbangkan segala sesuatu berdasarkan perasaan manusiawi. Kejujuran merupakan kekuatan untuk menentukan sikap dan perilaku yang akan dijalani tanpa adanya sikap keragu-raguan. Ketika seseorang berlaku, maka orang tersebut akan selau berada di jalan lurus sebab ia berani untuk mengatakan salah atas sesuatu yang salah, begitupun sebaliknya. Menurut Nitobe dalam 11 Fatonah 2008:48 sifat jujur dimiliki seseorang memang bakat dari dalam dirinya, tetapi ada pun yang berasal dari pembelajaran. Kejujuran juga dapat diartikan mengakui, berkata atau memberikan informasi yang sesuai dengan kenyataan dan kebenaran. Kesetiaan berasal dari kata setia. Setia artinya tidak mengkhianati. Pada saat seseorang setia kepada sesamanya, maka orang tersebut telah percaya bahwa dirinya tidak akan dikhianati. Nitobe dalam Fatonah 2008:51 mengatakan bahwa kesetiaan seorang samurai kepada atasannya akan menimbulkan sikap kepatuhan dalam diri individu samurai. Dalam ajaran konfusiusme Cina kesetiaan kepada orang tua menempati posisi teratas sebagai tugas utama manusia. Namun, di Jepang kesetiaan terhadap atasan menempati urutan teratas dibanding kesetiaan terhadap siapapun. Selain pendekatan moral, penulis juga menggunakan pendekatan semiotik. Luxemburg 1989:44 mengatakan bahwa semiotik adalah ilmu yang mempelajari tanda-tanda, lambang-lambang, sistem lambang dan proses perlambangan. Ilmu tentang semiotik ini menganggap fenomena sosial ataupun masyarakat dan kebudayaan itu merupakan tanda-tanda. Pradopo dkk 2001:71 mengatakan bahwa semiotik itu ilmu yang mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan, komveksi-konveksi yang memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai arti. Tanpa memperhatikan sistem tanda, tanda dan maknanya, dan konveksi tanda, maka struktur karya sastra ataupun karya sastra tidak dapat dimengerti maknanya secara optimal. 12 Berdasarkan teori semiotik di atas, penulis dapat menginterpretasikan kondisi dan sikap tokoh utama ke dalam tanda. Tanda-tanda yang terdapat dalam sebuah novel akan diinterpretasikan dan kemudian akan dipilih bagian mana saja yang merupakan tindakan maupun perbuatan para tokoh yang mencerminkan nilai moral seperti giri, ninjo, kejujuran dan kesetiaan.

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian