2.4 Pekerja Las Karbit Beresiko Trauma Mata
Usaha pengelasan merupakan salah satu sektor informal yang mempunyai tingkat bahaya dan berisiko terhadap terjadinya kecelakaan kerja dan timbulnya
penyakit akibat kerja. Pekerjaan ini berhubungan dengan penggunaan alat-alat pengelasan yang menghasilkan suhu tinggi, pencahayaan dengan intensitas tinggi,
kebisingan noise. Disamping itu, akan terjadi pula percikan-percikan api dan kerak-kerak logam
pada pemotongan berbagai logam. Semua keadaan ini dapat menimbulkan bahaya kecelakaan atau Penyakit Akibat Kerja PAK seperti terbakar, penyumbatan saluran
pernafasanparu-paru, sakit mata atau bahkan bisa menimbulkan kebutaan dan cacat permanen. Selain pekerja pengelasan itu sendiri, bahaya pengelasan juga bisa
mengenai orang yang berada disekitar lingkungan bengkel las, sebagai contoh sederhana penglihatan seseorang bisa terganggu apabila terkena percikan api
pengelasan Bastiansyah, 2008. Konstruksi las banyak sekali digunakan, pelaksanaan pekerjaan las makin
besar sehingga kecelakaan-kecelakaan yang berhubungan dengan pengelasan menjadi makin banyak. Kecelakaan umumnya disebabkan kurang kehati-hatian pada
pengerjaan las, pemakaian alat pelindung yang kurang benar, pengaturan lingkungan yang tidak tepat. Untuk menghindari kecelakaan tersebut, perlu penguasaan tertentu
dan mengetahui tindakan-tindakan yang menyebabkan faktor-faktor tersebut Bastiansyah, 2008.
Universita Sumatera Utara
2.5 Konsep Dasar Trauma Mata 2.5.1 Pengertian Trauma Mata
Trauma mata adalah rusaknya jaringan pada bola mata, kelopak mata, saraf mata dan atau rongga orbita karena adanya benda tajam atau tumpul yang mengenai
mata dengan kerascepat ataupun lambat. Trauma mata dapat mengakibatkan kerusakan pada bola mata dan kelopak,
saraf mata dan rongga orbita. Kerusakan akan dapat mengakibatkan atau memberikan penyulit sehingga mengganggu fungsi penglihatan Ilyas, 2008.
2.5.2 Klasifikasi Trauma Mata
Menurut Ilyas 2008, mengatakan bahwa trauma mata dapat terjadi dalam bentuk-bentuk berikut:
a. Trauma Tumpul
Trauma tumpul pada mata dapat diakibatkan benda yang keras atau benda yang tidak keras, selain daripada datang dengan keras ataupun lambat mengenai
mata. Kelainan yang dapat terjadi akibat trauma tumpul pada mata dapat memberikan kelainan pada kelopak, konjugtiva, kornea, uvea, lensa, retina dan
saraf optik. b.
Trauma Tembus Bola Mata Trauma tembus dapat mengakibatkan robekan pada konjungtiva saja. Bila
robekan konjungtiva ini kecil atau tidak melebihi 1 cm, maka tidak perlu dilkukan penjaitan. Bila konjungtiva lebih dari 1 cm diperlukan tindakan penjahitan untuk
mencegah terjadinya granuloma. Pada setiap robekan konjungtiva perlu
Universita Sumatera Utara
diperhatikan tidak terdapatnya robekan sklera bersama-sama dengan robekan konjungtiva.
Bila trauma disebabkan benda tajam atau benda asing masuk dalam bola mata, maka akan terlihat tanda-tanda bola mata tembus, seperti tajam penglihatan yang
menurun, tekanan bola mata rendah, bilik mata bengkak, bentuk dan letak pupil yang berubah, terlihat adanya ruptur pada kornea atau sklera, terdapat jaringan
yang proplaps dan konjungtiva kemotis. c.
Trauma Kimia Trauma bahan kimia dapat terjadi pada kecelakaan yang terjadi dalam
laboratorium, industri, pekerjaan yang memakai bahan kimia, pekerjaan pertanian dan peperangan memakai bahan kimia di abad modern. Setiap trauma kimia pada
mata memerlukan tindakan segera. Irigasi daerah yang terkena trauma kimia merupakan tindakan yang segera harus dilakukan untuk mencegah memberikan
penyulit yang lebih berat. Pembilasan dilakukan dengan memakai garam fisiologik atau air bersih lainnya selama mungkin dan paling sedikit 15 – 30 menit. Bahan
kimia yang dapat mengakibatkan kelainan pada mata dapat dibedakan dalam bentuk traum asam dan trauma basa atau alkali.
d. Trauma Radiasi
Yulianti dan Ilyas 2011, Trauma pada mata dapat disebabkan oleh trauma radiasi yang sering ditemukan adalah trauma sinar inframerah, trauma sinar
ultraviolet dan trauma Sinar X dan sinar terionisasi
Universita Sumatera Utara
1 Trauma Sinar Infra Merah
Akibat sinar intra merah dapat terjadi pada saat menatap gerhana matahari dan pada saat bekerja dipemanggangan. Kerusakan ini dapat terjadi akibat
terkonsentrasinya sinar intramerah terlihat. Kaca yang mencair seperti yang ditemukan di tempat pemanggangan kaca akan mengeluarkan sinar intra merah.
Bila seseorang berada pada jarak 1 kaki selama satu menit didepan kaca yang mencair dan pupilnya lebar atau midriasis maka suhu lensa akan naik sebanyak
9 derajat Celcius. Demikian pula iris yang mengapsorpasi sinar intra merah akan panas sehingga akan berakibat tidak baik terhadap kapsul lensa di
dekatnya. Absorpsi sinar intra merah oleh lensa akan mengakibatkan katarak dan eksfoliasi kapsul lensa.
Akibat sinar ini pada lensa maka katarak maka mudah terjadi pada pekerja industri gelas dan pemanggangan logam. Sinar intra merah akan mengakibatkan
keratitis superficial, katarak kortikal anterior-posterior dan koagulasi pada koroid.
Bergantung pada beratnya lesi akan terjadi skotoma sementara ataupun permanen. Tidak ada pengobatan terhadap akibat buruk yang sudah terjadi
kecuali mencegah terkenanya mata oleh sinar intra merah ini. Steroid sistemik dan local diberikan untuk mencegah tebentuknya jaringan parut pada makula
atau untuk mengurangi gejala radang yang timbul. 2
Trauma Sinar Ultra Violet Sinar Las Sinar ultra violet merupakan sinar gelombang pendek yang tidak terlihat
Universita Sumatera Utara
mempunyai panjang gelombang antara 350-295 nm. Sinar ultra violet banyak terdapat pada saat bekerja las, dan menatap sinar
matahari atau pantulan sinar matahari diatas salju. Sinar ultra violet akan segera merusak epitel kornea.
Sinar ultra violet biasanya memberikan kerusakan terbatas pada kornea sehingga kerusakan pada lensa dan retina tidak akan nyata terlihat. Kerusakan
ini akan segera baik kembali setelah beberapa waktu, dan tidak akan memberikan gangguan tajam penglihatan yang menetap.
Pasien yang telah terkena sinar ultra violet akan memberikan keluhan 4-10 jam setelah trauma. Pasien akan merasa mata sangat sakit, mata seperti
kelilipan atau kemasukan pasir, fotofobia, blefarospasme, dan konjungtiva kemotik.
Kornea akan menunjukkan adanya infiltrate pada permukaannya, yang kadang-kadang disertai dengan kornea yang keruh dan uji fluoresein positif.
Keratitis terutama pada fisura palpebra. Pupil akan terlihat miosis. Tajam penglihatan akan terganggu. Keratitis ini dapat sembuh tanpa cacat, akan tetapi
bila radiasi berjalan lama kerusakan dapat permanen sehingga akan memberikan kekeruhan pada kornea. Keratitis dapat bersifat akibat efek
kumulatif sinar ultra violet sehingga gambaran keratitisnya menjadi berat. Pengobatan yang diberikan adalah skloplegia, antibiotika local, analgetik,
dan mata ditutup selama 2-3 hari. Biasanya sembuh setelah 48 jam. Pencegahan didasarkan atas upaya menghindari kemungkinan mata dikenai
Universita Sumatera Utara
oleh sinar ultra ungu atau memakai kacamata yang tidak tembus sinar tersebut. Sinar ultra ungu dari matahari dengan panjang gelombang 290-320 nm adalah
penyebab dari kanker kulit terutama bagi kulit yang kandungan pigmennya rendah Sumakmur, 2009.
Menurut Sumakmur 2009 yang mengutip Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 5Men1999 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat
Kerja dan Standar Nasional Indonesia SNI 16-7063-2004, NAB radiasi sinar ultra ungu 0,1 mikroWatt cm
2
Tabel 2.1 Waktu Paparan yang Diperkenankan Menurut Intensitas Radiasi Sinar Ultra Ungu
. Dalam hal intensitas sinar ultra ungu di tempat kerja melebihi NABnya.
Eradiasi Efektif mikroWatt cm
2
Waktu Paparan per Hari
0,2 4 jam
0,4 2 jam
0,8 1 Jam
1,7 30 menit
3,3 15 menit
5 10 menit
10 5 menit
50 1 menit
100 30 detik
300 10 detik
3000 1 detik
6000 0,5 detik
30000 0,1 detik
Radiasi sinar ultra unga diukur dengan alat radiometer sinar ultra ungu
yang dengannya intensitas sinar ultra ungu dapat dibaca secara langsung. Alat tersebut potabel, kisaran panjang gelombang antara 180-400 nm, dan mampu
Universita Sumatera Utara
mengukur energi radiasi dari 0 sampai 19.990 mikroWatt cm
2
dengan resolusi 0,1 mikroWatt cm
2
. Sebelum digunakan radiometer sinar ultra ungu harus dikalibarasi. Suhu tempat kerja yang sinar ultra ungunya akan diukur harus
antara 0 sampai 40
o
Menurut Ilyas 2005, gambaran klinik akibat radiasi sinar ultra violet adalah akan terdapat keluhan fotofobia, blefarospasme, lakrimasi pada jam
pertama sesudah kontak dengan sinar ini. Keluhan ini dapat timbul sesudah beberapa jam terkena sinal ultraviolet, terdapat infiltrate kecil pada kornea
berupa keratitis interpalpebra, keratritis ini dapat sembuh tanpa cacat, akan tetapi bila radiasi berjalan lama, kerusakan dapat permanen sehingga akan
memberikan kekeruhan pada kornea. C.
3 Sinar Ionisasi dan Sinar X
Sinar ionisasi dibedakan dalam bentuk : sinar alfa yang dapat diabaikan, sinar beta yang dapat menembus 1 cm jaringan, sinar gama dan sinar X. Sinar
ionisasi dan sinar X dapat mengakibatkan katarak dan rusaknya retina. Dosis karaktogenik bervariasi dengan energi dan tipe sinar, lensa yang lebih muda dan
lebih peka. Akbat dari sinar ini pada lensa, terjadi pemecahan diri sel epitel secara tidak normal. Sedang sel baru yang berasal dari sel germinatif lensa tidak
menjadi jarang. Sinar X merusak retina dengan gambaran seperti kerusakan yang
diakibatkan diabetes mellitus berupa dilatasi kapiler, perdarahan, mikroaneuris mata, dan eksudat. Luka bakar akibat sinar X dapat merusak kornea yang
Universita Sumatera Utara
mengakibatkan kerusakan permanen yang sukar diobati. Biasanya akan terlihat sebagai keratitis dengan iridosiklitis ringann. Pada keadaan yang berat akan
mengakibatkan parut konjungtiva atrofi sel goblet yang akan mengganggu fungsi air mata. Pengobatan yang diberikan adalah antibiotika topical dengan
steroid 3 kali sehari dan siklopegik satu kali sehari. Bila terjad isimblefaron pada konjungtiva dilakukan tindakan pembedahan.
2.5.3 Komplikasi Trauma Mata
Menurut Yulianti dan Ilyas 2011 dapat disimpulkan bahwa trauma mata dapat mengakibatkan beberapa kelainan pada mata:
a. Glaukoma Sekunder Pasca Trauma
Trauma dapat mengakibatkan kelainan jaringan dan susunan jaringan di dalam mata yang dapat mengganggu pengaliran cairan mata sehingga menimbulkan
glaucoma sekunder. Jenis kelainan yang dapat menimbulkan glaucoma adalah konstusi sudut.
b. Glaukoma Kontusi Sudut
Trauma dapat mengakibatkan tergesernya pangkal iris ke belakang sehingga terjadi robekan trubekulum dan gangguan fungsi trubekulum dan ini akan
mengakibatkan hambatan pengaliran keluar cairan air mata. Pengobatan biasanya dilakukan seperti mengobati glaucoma sudut terbua
yaitu dengan obat lokal atau sistemik. Bila tidak terkontrol dengan pengobatan maka dilakukan pembedahan.
Universita Sumatera Utara
c. Glaukoma Dengan Dislokasi Lensa
Akibat trauma tumpul data terjadi putusnya zonula zinn, yang akan mengakibatkan kedudukan lensa tidak normal. Kedudukan lensa tidak normal ini
akan mendorong iris ke depan sehingga terjadi penutupan sudut bilik mata. Penutupan sudut bilik mata akan menghambat pengaliran keluar cairan mata sehingga
akan menimbulkan glaucoma sekunder. Pengobatan yang dilakukan adalah mengangkat penyebab atau lensa sehingga sudut terbuka kembali.
2.5.4 Pencegahan Trauma Mata
Trauma mata dapat dicegah dan diperlukan penerangan kepada masyarakat untuk menghindarkan terjadinya trauma pada mata sendiri :
a. Trauma tumpul akibat kecelakaan tidak dapat dicegah, kecuali trauma tumpul
perkelahian b.
Diperlukan perlindungan pekerja untuk menghindarkan terjadinya trauma tajam. c.
Setiap pekerja yang sering berhubungan dengan bahan kimia sebaiknya mengerti bahan apa yang ada di tempat kerjanya.
d. Pada pekerja las sebaiknya menghindarkan diri terhadap sinar dan percikan bahan
las dengan memakai kaca mata. e.
Awasi anak yang sedang bermain yang mungkin berbahaya untuk matanya.
Universita Sumatera Utara
2.6 Landasan Teori
Berdasarkan pendapat Notoatmodjo 2012 yang mengutip pendapat Green 1980, dapat disimpulkan bahwa perilaku dipengaruhi oleh beberapa faktor:
Gambar 2.1. Faktor yang Memengaruhi Perilaku
Faktor Predisposisi Predisposing Factors -
Kepercayaan -
keyakinan nilai-nilai
Faktor Pendukung Enabling Factors, -
Ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan
Faktor Pendorong Reinforcing Factors -
perilaku petugas kesehatan -
Perilaku masyarakat
Universita Sumatera Utara
2.7 Kerangka Konsep
Berdasarkan Landasan Teori di atas, maka pada penelitian ini dirumuskan Kerangka Konsep Penelitian sebagai berikut:
Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian
Kerangka konsep menggambarkan bahwa variabel independen yaitu variabel pengetahuan, sikap, sarana dan prasarana pekerja las karbit dan variabel dependen
penggunaan alat pelindung diri.
Faktor Predisposisi Predisposing Factors -
Pengetahuan -
Sikap
Penggunaan Alat Pelindung Diri Pada
Pekerja Las Faktor Pendukung Enabling Factors,
- Tersedianya kaca mata pelindung
Faktor pendorong reinforcing factors -
Perilaku PemilikManager
Universita Sumatera Utara
2 2
1 d
P P
Z n
a
− ×
= BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian survei dengan pendekatan cross sectional adalah merupakan penelitian dimana mencari pengaruh antara variabel bebas
pengetahuan, sikap, tersedianya kaca mata pelindung, perilaku pemilikmanager, bagian Balai K3 dengan variabel terikat penggunaan alat pelindung diri dengan
pengukuran atau pengamatan dilakukan pada waktu yang bersamaan.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian