membulat, ujung runcing, tepi rata, permukaan kasap, tulang menyirip, panjang 4-11cm, lebar 2-8 cm, duduk berhadapan, hijau. Bunga majemuk
bentuk malai, harum, kelopak bentuk corong, berambut, panjang ± 7mm, tabung mahkota silindris, jingga, mahkota 3-5, putih, mekar waktu malam hari
dan berjatuhan pada pagi hari. Buah kotak, bulat telur, pipih, panjang ± 1,5m, cokelat. Biji keras, cokelat Anonim, 2006
5. Kandungan kimia
Bunga srigading mengandung minyak atsiri, dan alkaloid niktantina Anonim, 2006. Selain itu, bunga srigading juga memiliki kandungan
sterolterpen, dan flavonoid Anonim, 1995a.
6. Kegunaan
Bunga srigading berguna untuk mengatasi demam, demam nifas demam sehabis bersalin, haid tidak lancar, rematik, dan cacingan pada anak
Anonim, 2006. Selain itu, bunga srigading juga berguna untuk mengobati batuk, wasir, dan eksema Anonim, 1995a.
B. Infusa
Infusa adalah sediaan cair yang dibuat dengan mengekstraksi simplisia nabati dengan air pada suhu 90
˚C selama 15 menit. Penyarian dengan cara infundasi menghasilkan sari yang tidak stabil dan mudah tercemar oleh kuman
dan kapang. Oleh sebab itu sari yang diperoleh tidak bisa disimpan lebih dari 24 jam Anonim, 1995b.
Pembuatan infusa sebagai berikut : 1. Simplisia dengan derajat halus yang sesuai diayak menggunakan ayakan
dengan jumlah lubang tiap inchi adalah 35 dicampur dengan air secukupnya, panaskan diatas tangas air selama 15 menit terhitung mulai suhu mencapai
90 ˚C, sambil sesekali diaduk.
2. Pada saat masih panas campuran tersebut diserkai melalui kain katun. Selanjutnya ditambahkan air panas secukupnya melalui ampas sampai
diperoleh volume infus yang dikehendaki. Apabila simplisia mengandung minyak atsiri maka campuran tersebut diserkai dalam keadaan dingin
Anonim, 1995b. 3. Kecuali dinyatakan lain, dan kecuali untuk simplisia yang tertera dibawah,
infus yang mengandung bukan bahan berkhasiat keras dibuat dengan menggunakan 10 simplisia. Untuk pembuatan 100 bagian infus berikut
digunakan sejumlah yang tertera : a. Kulit kina
: 6 bagian. b. Daun digitalis
: ½ bagian. c. Akar ipeka
: ½ bagian. d. Daun kumis kucing
: ½ bagian. e. Sekale kornutum
: 3 bagian. f. Daun sena
: 4 bagian. g. Rimpang temulawak : 4 bagian.
Anonim, 1995b. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
C. Nyeri
Nyeri merupakan respon langsung terhadap kejadianperistiwa yang tidak menyenangkan yang berhubungan dengan kerusakan jaringan, seperti, luka,
inflamasi, atau kanker Rang, Dale, Ritter, dan Moore, 2003. Nyeri dapat dibedakan berdasarkan waktu timbulnya nyeri yaitu: nyeri
akut dan nyeri kronik Anonim, 2001. Nyeri akut dengan kecepatan penjalaran antara 6-30 meter per detik biasanya memiliki sebuah penyebab yang dapat
ditegaskan dan sering kali berfungsi sebagai perlindungan yang bertindak sebagai peringatan dari ancaman luar atau kegagalan dalam tubuh. Nyeri kronik dengan
kecepatan penjalaran antara 0,5-2 meter per detik sering kali tidak menandakan bahaya yang segera menimbulkan pencegahan dan pasien mungkin tidak
mengartikan nyeri tersebut sebagai penyakit serius Greene dan Harris, 2000. Nyeri berdasarkan sumbernya dapat dikategorikan menjadi nyeri somatik
dan nyeri viseral. Jika nyeri somatik muncul dari kulit, dinamakan nyeri superfisial. Jika nyeri itu berasal dari otot, sendi, atau jaringan connective, disebut
nyeri dalam. Nyeri viseral muncul dari organ dalam dan berbeda bermakna dengan nyeri somatik Anonim, 2001.
Dalam kondisi normal, nyeri berkaitan dengan aktivitas listrik pada serabut saraf aferen utama dengan diameter kecil sari saraf perifer. Ujung saraf
sensoris pada jaringan perifer diaktifkan oleh berbagai macam rangsangan mekanik, suhu, kimia. Berdasarkan rekaman aktivitas pada serabut aferen
menun jukkan bahwa rangsang yang cukup untuk merangsang serabut aferen tersebut menumbulkan sensasi nyeri. Banyak dari serabut ini adalah serabut C tak
bemielin dengan kecepatan konduksi yang rendah dimana grup ini dikenal sebagai nosiseptor C-polimodal. Lainnya adalah serabut bermielin A
δ yang mengonduksi lebih cepat tetapi merespon rangsang perifer yang hampir sama.
Nosiseptor polimodal PMN merupakan saraf sensorik utama di perifer yang memberikan respon terhadap rangsang bahaya. Sebagian besar adalah serabut C
tak bermielin dengan ujung-ujungnya yang merespon terhadap rangsang suhu, mekanik, dan kimia. Zat-zat kimia yang memiliki aksi di PMN dan menimbulkan
nyeri meliputi bradikinin, proton, adenosin tripfosfat ATP dan vanilloid. Polimoidal nosiseptor PMN sendiri disensitisasi oleh prostaglandin, dimana hal
ini dapat menjelaskan mengenai aktivitas analgesik dari obat-obat mirip aspirin Rang dkk, 2003.
Berbagai metabolit dan senyawa dilepaskan dari sel-sel yang terluka, atau terinflamasi, termasuk 5-HT, histamin, asam laktat, ATP dan K+ dimana banyak
yang mempengaruhi terminal-terminal saraf nosiseptik. Eikosanoid merupakan hasil pembentukkan dari fosfolipid. Mereka termasuk dalam kontrol dari berbagai
proses fisiologis serta merupakan mediator dan modulator utama dari reaksi inflamasi. Asam arakidonat ditemukan teresterifikasi dalam fosfolipid. Eikosanoid
yang terpenting adalah prostaglandin, tromboksan, dan leukotrien, walau derivat lain seperti lipoksin juga dihasilkan Rang dkk., 2003. Pembentukkan mediator
derivat fosfolipid dapat dilihat pada Gambar 1. Prostaglandin merupakan mediator yang dihasilkan dari perombakan asam
arakidonat melalui jalur siklooksigenase. Prostaglandin tidak menyebabkan nyeri secara langsung tetapi meningkatkan efek penyebab nyeri dari agen lain secara
kuat seperti bradikinin atau 5-HT. Bradikinin merupakan senyawa penyebab nyeri yang poten, beraksi sebagian dikarenakan lepasnya prostaglandin yang sangat
kuat meningkatkan aksi langsung bradikinin pada terminal-terminal saraf Rang dkk., 2003.
Gangguan membran sel
Fosfolipida
Asam arakhidonat Lyso-glyseril
fosforilkolin PAF
leukotrien prostaglandin
tromboksan prostasiklin
Vasodilatasi, kemotaksis
Penghambat lipoksigenase
Contoh: zileutin NSAID
Rangsangan
Antagonis PAF
Contoh: lexipafant
Glukokortikoid menginduksi
terbentuknya lipocortin
Gambar 1. Pembentukkan mediator-mediator nyeri Rang dkk, 2003
Keterangan : = menghambat
= membentuk NSAID = Non Steroid Anti Inflammatory Drug
PAF = Platelet Activating Factor
Badan sel dari serabut aferen nosiseptik berada di belakang serabut ganglia. Serabut ini memasuki sumsum tulang belakang melalui serabut ganglia
dan berakhir di daerah abu-abu pada dorsal horn. Kebanyakan dari serabut aferen
Lipooksigenase siklooksigenase
Fosfolipase A
2
mediator nyeri
nyeri
nosiseptik berakhir pada permukaan dari tulang belakang. Serabut C dan beberapa serabut A masuk ke dalam badan sel pada lamina I dan II. Sementara serabut A
lainnya masuk lebih dalam ke dalam tulang lamina V. Serabut saraf aferen tak bermielin mengandung beberapa neuropeptida terutama substansi P dan
Calcitonin gene-related peptide CGRP. Zat-zat ini dilepaskan sebagai mediator
di pusat dan perifer dan berperan penting dalam mekanisme nyeri Rang dkk., 2003.
Tiga kelompok utama reseptor kulit yang telah diidentifikasi adalah : 1. Mekanoreseptor mendeteksi sentuhan ringan
2. Termoreseptor mendeteksi panas 3. Nosiseptor mendeteksi luka dan rangsang bahaya Greene dan Harris, 2000.
Sebagian besar reseptor pada kulit memiliki struktur khusus yang merupakan ujung saraf bebas yang sederhana di perifer. Tiga tipe serabut saraf
yang terlibat dalam transmisi nyeri : 1. Serabut A- : berukuran besar, bermielin, cepat dalam menyalurkan impuls
30-100 mdetik, memiliki ambang nyeri yang rendah dan merespon terhadap sentuhan ringan.
2. Serabut A- δ : berukuran kecil, bermielin tipis, dan memiliki kecapatan
konduksi yang lebih rendah 6-30 mdetik. Serabut ini merespon terhadap tekanan, panas, zat kimia, dan memberi reaksi terhadap nyeri yang tajam, serta
menimbulkan refleks penarikan diri atau gerakan cepat lainnya. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3. Serabut C : berukuran kecil, tidak bermielin, dan memiliki kecepatan konduksi yang lambat 1-1,25 mdetik. Serabut ini merespon terhadap seluruh jenis
rangsang bahaya dan mentransmisikan nyeri yang lambat dan tumpul Greene dan Harris, 2000.
Mechanoreceptor Mechanoreceptor
Nociceptor Nociceptor
Thermoreceptor Mechanoreceptor
Gambar 2. Tempat berakhirnya serabut aferen pada 6 lapisan dari sumsum tulang
belakang Rang dkk, 2003
Langkah pertama untuk mencapai sensasi nyeri adalah rangsangan pada ujung-ujung saraf bebas yang dikenal sebagai nosiseptor. Mekanisme rangsang
tersebut melepaskan bradikinin, K
+
, prostaglandin, histamin, leukotrien, serotonin, dan substansi P diantara yang lainnya yang mensensitisasimengaktivasi
nosiseptor. Aktivasi reseptor menimbulkan aksi potensial yang ditransmisikan sepanjang serabut saraf aferen menuju sumsum tulang belakang. Transmisi
nociceptive terjadi pada serabut saraf A
δ dan C aferen. Rangsangan pada serabut A
δ yang bermielin dan berdiameter luas membawa nyeri yang tajam dan terlokalisasi, sebagaimana rangsang pada serabut yang tidak bermielin dan
berdiameter kecil menghasilkan nyeri yang lemah dan tidak terlokalisasi Dipiro, Tabert, Yee, Matzke, Wells, and Posey, 2005.
Pada inflamasi yang akut, sebagai respon terhadap terjadinya kerusakan jaringan maka terjadi proteksi terhadap jaringan yang luka dan meningkatkan
penyembuhannya. Sejumlah mediator inflamasi dilepaskan, seperti bradikinin, prostaglandin, serotonin, histamin, sitokin, eikosanoid, neuropeptida dan proton.
Bradikinin di percaya sebagai mediator pertama yang menyebabkan aktivasi second messenger,
menghasilkan peningkatan konduktansi dan sensitisasi channel natrium. Prostaglandin meningkatkan aktivitas bradikinin; oleh sebab itu
keduanya berpengaruh besar pada proses inflamasi dan perlu waktu lama sebagai target pada penggunaan terapi farmakologis Galler, Bradley, Gammaitoni,
Arnold, dan Alvarez, 2003. Noksius atau rangsang bahaya yang melewati ambang batas nyeri
menimbulkan aktivasi dalam serabut nosiseptor. Nosiseptor banyak terdapat dalam serabut C. Aktivitas yang berupa impuls diteruskan menuju sistem saraf
pusat dan menyebabkan eksitasi neuron sehingga menimbulkan nyeri. Aktivasi serabut C memicu pelepasan Calcitonin gene-related peptide CGRP. Pada
jaringan inflamasi akan dilepaskan Neuron Growth Factor NGF dan mediator lain seperti bradikinin, serotonin, prostaglandin, dan lain-lain. Penghambatan pada
tahap eksitasi oleh analgetika opioid, enkefalin, GABA, aktivasi jalur penghambatan menurun menyebabkan aktivitas analgesik pusat. Analgetika
perifer dan NSAID bekerja menghambat pada pelepasan mediator Rang dkk., 2003.
Faktor pertumbuhan neuron atau neuron growth factor NGF merupakan mediator mirip sitokinin yang dihasilkan oleh jaringan di perifer terutama pada
jaringan yang mengalami peradangan dan beraksi secara spesifik pada serabut saraf aferen serta meningkatkan kemosensitifitas dan kandungan senyawa peptida.
Senyawa peptida dilepaskan di pusat dan di perifer sebagai mediator yang berperan penting dalam terjadinya nyeri Rang dkk, 2003.
Gambar 3. Mekanisme Nyeri Rang dkk, 2003
Keterangan : = menginduksi
= menghambat BK =
Bradikinin +
__ 5-HT
= 5-Hidroksi triptamin serotonin SP
= Substansi P PG
= Prostaglandin NGF
= Neuron Growth Factor faktor pertumbuhan neuron CGRP
= Calcitonin gene-related peptide NA
= Nor Adrenalin GABA = asam -aminobutirat
Serabut aferen yang disebut serabut nyeri nosiseptik membentuk sinapsis dalam dorsal horn dari sumsum tulang belakang bersama banyak neuron non-pain
transmitting atau neuron non-nociceptive. Sinapsis terjadi pada pain transmission
neurons PTN atau interconnecting neurons ICN yang mengeksitasi PTN.
Sebagai tambahan, serabut non-nosiseptik berdiameter besar pada perifer atau neuron yang menurun dari sumsum tulang belakang dapat menghambat baik PTN
maupun ICN dalam dorsal horn. Ketika serabut bermielin berdiameter besar terangsang maka mereka memiliki efek menghambat transmisi nyeri. Secara
fungsional, pentingnya peristiwa antara serabut-serabut yang berbeda tersebut merupakan suatu bukti respon analgesik yang dihasilkan oleh pengobatan yang
merangsang neuron non-nosiseptik berdiameter besar, sebagai contoh, iritasi topikal, dan akupuntur. Teori ini disebut sebagai gate control theory dari transmisi
nyeri Dipiro, Tabert, Yee, Matzke, Wells, and Posey, 1997.
Small- diameter
afferents Pain transmission neurons
Descending inhibitory
systems
Interconnecting neurons
Gambar 4. Skema diagram dari gate control system Dipiro dkk, 1997
Penghilangan rasa nyeri dapat berpengaruh dimana saja sepanjang jalur nyeri, yaitu pad jalur yang melibatkan persepsi atau reaksi terhadap nyeri.
Persepsi merupakan kesadaran terhadap adanya nyeri. Hal ini tidak tergantung pada kondisi kesadaran tetapi tergantung pada jalur aferen yang sempurna pada
reseptor, saraf sensori yang menghantarkan impuls ke otak dan talamus dimana persepsi terjadi. Jika sebuah obat bertindak pada poin manapun sepanjang jalur ini
dan menghambat tranfer informasi ke otak maka nyeri tidak teramati. Reaksi terhadap nyeri merupakan pengalaman nyeri dan merupakan fenomena yang lebih
kompleks yang membutuhkan kesadaran dan kejadian tingkat tinggi pada otak yaitu korteks. Obat dapat menghilangkan nyeri dengan mengubah respon terhadap
nyeri. Penggunaan agen-agen penghilang kegelisahan, disebut obat penenang, dapat menurunkan tingkat reaksi terhadap nyeri Levine, 1978.
Banyak cara yang dapat dilakukan untuk menghilangkan rasa nyeri, diantaranya :
1. Menghilangkan penyebabnya : perbaikan atau pencabutan gigi yang sakit, netralisasi asam lambung pada peptic ulcer.
2. Menggunakan pengukuran fisik : penggunaan panas, dingin, atau tekanan pada bagian yang sakit.
3. Mengalihkan perhatian dari rangsangan nyeri : penggunaan rangsang audiovisual seperti musik, suara aliran air terjun pada proses operasi gigi.
4. Hipnotis. 5. Menggunakan obat-obatan termasuk senyawa farmakologi inaktif seperti
plasebo Levine, 1978. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
D. Analgetika