Indikasi lain dari asam asetilsalisilat adalah sebagai : a. Antipiretika : asam asetilsalisilat menurunkan suhu yang meningkat,
sedangkan suhu badan normal hanya terpengaruh sedikit. Turunnya suhu dikaitkan dengan meningkatnya panas yang hilang karena vasodilatasi dari
pembuluh darah permukaan dan disertai keluarnya keringat yang banyak. b. Efek antitrombosit : asam asetilsalisilat mempengaruhi hemostasis. Dosis
rendah tunggal asam asetilsalisilat kira-kira 80 mg sehari menyebabkan sedikit perpanjangan waktu pendarahan, yang menjadi dua kali lipat bila
pemberiannya dilanjutkan selama seminggu. c. Efek antiinflamasi : asam asetilsalisilat menghambat siklooksigenase secara
irreversibel dan bahkan dosis rendah dapat efektif dalam keadaan tertentu, misalnya penghambatan agregasi platelet Katzung, 2002.
F. Metode Pengujian Efek Analgesik
Pengujian analgetika dapat dilakukan secara in vivo maupun secara in vitro. Pengujian analgetika secara in vitro secara umum dikaitkan dengan ikatan
senyawa dengan reseptor yang berhubungan dengan rangsang nyeri sedangkan pengujian secara in vivo berkaitan dengan kemampuan suatu senyawa dalam
menurunkan reaksi hewan uji terhadap rangsang nyeri. Metode-metode pengujian aktivitas analgetika secara in vivo dilakukan
dengan menilai kemampuan zat uji untuk menekan atau menghilangkan rasa nyeri yang diinduksi pada hewan uji mencit, tikus, marmot, yang meliputi induksi
secara mekanik, termik, elektrik dan secara kimia Anonim, 1991. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Turner 1965 membagi metode pengujian daya analgesik menjadi dua, yaitu berdasarkan jenis analgesiknya. Masing-masing metode tersebut antara lain :
1. Golongan analgetika narkotika Analgetika narkotika adalah analgetika dengan mekanisme kerja
sentral. Metode penapisan aktivitas analgesik untuk analgetika narkotika anatara lain sebagai berikut:
a. Metode jepitan ekor Sekelompok mencit disuntik dengan senyawa uji dengan dosis
tertentu secara subkutan s.c. atau intravena i.v.. tiga puluh menit kemudian, jepitan dipasang pada pangkal ekor mencit selama 30 detik.
Mencit yang tidak diberi senyawa uji akan berusaha melepaskan diri dari kekangan tersebut, tetapi mencit yang diberi analgetika akan mengabaikan
kekangan tersebut. Dalam rentang waktu tertentu jepitan dipasang kembali. Respon positif yang menunjukkan adanya efek analgesik apabila
tidak ada usaha untuk melepaskan jepitan selama 15 detik pada tiga kali pengamatan.
b. Metode rangsang panas Hewan percobaan ditempatkan diatas lempeng panas dengan suhu
50
o
C sampai 55
o
C sebagai rangsang nyeri. Alat untuk uji ini dilengkapi dengan penangas yang berisi campuran sama banyak aseton dan etil
format yang mendidih. Mencit yang sudah diberi senyawa uji secara subkutan atau peroral, diletakkan pada hot plate yang sudah dipersiapkan.
Reaksi mencit adalah menjilat kaki depan, kaki belakang lalu meloncat. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Selang waktu antara pemberian rangsang nyeri dan terjadinya respon, disebut waktu reaksi. Waktu reaksi dapat diperpanjang oleh obat-obat
analgetika. Perpanjangan waktu reaksi selanjutnya dapat dijadikan sebagai ukuran dalam mengevaluasi aktivitas analgesik.
c. Metode pengukuran tekanan Metode ini menggunakan suatu alat untuk mengukur tekanan yang
diberikan pada ekor tikus secara seragam. Alat tersebut terdiri dari 2 syringe
yang dihubungkan ujung dengan ujungnya yang bersifat elastis, fleksibel, dan pipa plastik yang diisi dengan cairan. Sisa pipa dihubungkan
dengan manometer. Syringe yang pertama diletakkan secara vertikal dengan ujung menghadap ke atas. Ekor tikus diletakkan di bawah
penghisap syringe. Ketika tekanan diberikan pada penghisap dari syringe yang kedua, tekanan ini akan berhubungan dengan sistem hidrolik pada
syringe yang pertama kemudian dengan ekor tikus. Tekanan yang sama
pada syringe yang kedua akan meningkatkan tekanan pada ekor tikus. Manometer akan membaca ketika tikus memberikan respon. Respon tikus
yang pertama adalah meronta kemudian akan mengeluarkan suara mencicit tanda kesakitan.
d. Metode potensi petidin Metode ini kurang baik, karena dibutuhkan hewan uji dalam
jumlah besar, tetapi dapat digunakan untuk uji sedatif. Tiap kelompok tikus terdiri dari 20 ekor, setengah kelompok dibagi menjadi 3 kelompok
kecil dan diberi petidin dengan dosis berturut-turut yaitu 2, 4, dan 8 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
mgkg. Setengah kelompok dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok petidin dan senyawa uji dengan dosis 25 dari LD
50
. Persen proteksi dihitung dengan bantuan metode rangsang panas.
e. Metode antagonis nalorfin Uji analgesik dengan metode ini bertujuan untuk menunjukkan aksi
obat-obat seperti morfin. Nalorfin memiliki kemampuan untuk meniadakan aksi dari morfin. Hewan uji yang biasa digunakan dalam
metode ini adalah tikus, mencit, dan anjing. Hewan uji diberi obat dengan dosis toksik kemudian segera diikuti pemberian nalorfin 0,5-10,0
mgKgBB secara intravena. Sebuah obat yaitu piritramid dapat menyebabkan respon seperti hilangnya refleks korneal dan refleks
bradipnea. Efek tersebut dapat dilawan setelah 1 menit pemberian nalorfin 1,25 mgKgBB yang disuntikkan secara intravena. Teori menyebutkan
bahwa nalorfin dapat menggantikan ikatan morfin dengan reseptornya. f. Metode kejang oksitosin.
Oksitosin adalah hormon yang dihasilkan oleh kelenjar pituitari posterior, dapat menyebabkan kontraksi uterus sehingga menimbulkan
kejang pada tikus. Respon kejang meliputi kontraksi abdominal sehingga menarik pinggang dan kaki belakang. Respon kejang dapat diatasi dengan
pemberian morfin atau turunannya. Tikus betina diberi estrogen dengan menanam atau memasukkan 15 mg pelet dietilstilbestrol secara subkutan
pada paha tikus. Setelah 10 minggu hewan uji siap diuji analgesik. Senyawa yang akan diuji diberikan 15 menit secara subkutan sebelum
diberi oksitosin secara intraperitoneal. Penurunan kejang dapat teramati dan ED
50
dapat diperkirakan. Selain morfin senyawa analgetika yang bisa diuji dengan metode ini adalah heroin, metadon, kodein, meperidin.
g. Metode pencelupan air panas. Sepuluh tikus disuntik intraperitoneal dengan senyawa uji,
kemudian ekor tikus dicelupkan dalam air panas suhu 58
o
C. respon tikus dilihat dari hentakan ekornya dari air panas.
2. Golongan analgetika nonnarkotika Analgetika nonnarkotika yang mekanisme kerjanya secara perifer.
Metode penapisan analgesik untuk anagetika nonnarkotika antara lain sebagai berikut :
a. Metode rangsang kimia. Didalam metode ini, rasa nyeri yang timbul berasal dari rangsang
kimia yang disebabkan oleh zat kimia yaitu fenilbenzokuinon dan asam asetat yang disuntikkan pada hewan uji secara peritoneal. Metode ini
cukup peka untuk pengujian senyawa-senyawa analgetika yang mempunyai efek analgesik lemah. Selain peka metode ini juga sederhana,
dan reprodusibel. Akan tetapi metode ini memiliki kekurangan yaitu hasilnya tidak spesifik karena senyawa-senyawa selain analgesik seperti
obat antihistamin juga memberikan reaksi positif. Pemberian analgetika akan mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri sehingga jumlah geliat
yang terjadi berkurang sampai tidak terjadi geliat sama sekali. Hal ini tergantung pada efek analgesik dari senyawa yang digunakan.
Untuk uji efek analgesik jenis ini senyawa pembanding yang digunakan biasanya adalah analgetika nonnarkotika seperti asetosal,
parasetamol, dan sebagainya. Perhitungan persen proteksi mengikuti persamaan sebagai berikut:
Proteksi = 100 – [PK x 100]
Keterangan: P = jumlah geliat kumulatif mencit setelah perlakuan K = jumlah rata-rata geliat mencit kelompok kontrol negatif.
Jumlah mencit yang digunakan untuk satu kelompok adalah 6 ekor. Penentuan efek analgesik dengan metode geliat dapat dilakukan dengan
bermacam-macam hewan uji antara lain: anjing, marmot, tikus, merpati, dan mencit. Hewan uji mencit yang lebih sering digunakan ialah mencit
betina, karena betina lebih peka terhadap rangsang dari pada mencit jantan. Respon mencit yang biasa diamati adalah lompatan dan kontraksi
perut dengan disertai tarikan kaki belakang rentangan yang disebut geliat Dewi, 2002.
b. Metode pedodolometer Metode ini menggunakan aliran listrik untuk mengukur besarnya
efek analgesik. Alas kandang tikus terbuat dari kepingan metal yang bisa mengalirkan listrik. Tikus diletakkan pada kandang tersebut kemudian
dialiri listrik. Respon ditandai dengan teriakan dari tikus tersebut. Pengukuran dilakukan setiap 10 menit selama 1 jam.
c. Metode rektodolometer. Tikus diletakkan dalam kandang yang dibuat khusus dengan alas
tembaga yang dihubungkan dengan sebuah penginduksi yang berupa gulungan. Ujung lain dari gulungan tersebut kemudian dihubung dengan
silinder elektroda tembaga. Sebuah voltmeter yang sensitif untuk mengubah 0,1 volt dihubungkan dengan konduktor yang berada di atas
gulungan. Tegangan yang sering digunakan untuk menimbulkan teriakan mencit adalah 1 sampai 2 volt.
G. Keterangan Empiris