pernikahan yang dijalani bukanlah hal yang mudah. Masalah keluarga yang dihadapi dapat diselesaikan secara bersama-sama terutama masalah
anak. Dalam hal berkomunikasi dengan anak suami istri ini tidak mendominasi dalam mengenalkan suku masing-masing. Kedua anaknya
dibiarkan mengenal kedua suku yang dimiliki oleh orang tuanya, sehingga anak dapat mengerti kebiasaan dan hal-hal yang dilakukan oleh orang
tuanya meskipun pada akhirnya telah ada keputusan masing-masing anak dalam memilih kelak. Adanya komunikasi yang seperti itu
memperlihatkan adanya komunikasi yang baik antar keduanya dalam mendidik anak-anaknya.
4.2.1.2 Strategi Komunikasi Keluarga II
Keluarga II ini merupakan keluarga yang melakukan pernikahan beda budaya suku, istri Jawa suami Batam. Suami bernama Ibrahim
Azhar dan istri bernama Arinda Puspitasari seorang teller bank swasta di Mojokerto. Penghasilan perbulan keluarga ini cukup besar mencapai 5
juta. Dirumahnya yang begitu sederhana dengan tipe 36 mereka tinggal berempat bersama anaknya. Sedangkan untuk masalah membersihkan
rumah dilakukan oleh pembantu. Apa yang dialami oleh keluarga ini tidak jauh berbeda dengan apa
yang dialami oleh keluarga pertama. Keluarga tersebut berpendapat bahwa strategi komunikasi yang dilakukan adalah benar-benar terbuka Be Open
dan selalu berpikir positif Be Positive, tidak ada satu halpun yang
ditutup-tutupi. Semua masalah yang muncul dalam hal apapun selalu diselesaikan secara bersama-sama, namun pengambil keputusan dipegang
oleh satu pihak yaitu sang istri. Disini suami istri bekerja untuk mendidik anak mereka yang kemudian nantinya mengarahkan anak dalam menjalani
kehidupannya kelak. Pasangan suami istri ini juga mengalami sedikit kesulitan dalam
awal-awal hubungan mereka sebelum memutuskan untuk menikah, sehingga mereka sebelum menikah terlebih dahulu membuat kesepakatan,
pemahaman yang sama, satu jalan pikiran akan banyak hal, yang tujuannya menyatukan perbedaan diantara mereka. Terlihat seperti petikan
berikut :
Informan II Istri
“..kalau buat kesepakatan sih jelas iya, kita diskusikan mau mengambil keputusan harus diomongin dulu..”
Adanya kesepakatan bersama diantara suami istri diamini juga oleh suami, karena menurutnya hal tersebut harus dilakukan untuk mengurangi
kemungkinan terjadinya kesalahpahaman. Seperti yang dituturkan berikut :
Informan II Suami
“..sebelum menikah kami kami membuat kesepakatan terlebih dahulu agar tidak terjadi kesalahpahaman di kemudian hari. Itulah kuncinya untuk
mengurangi ketidakpastian…”
Sekali lagi ada salah satu pihak yang mendominasi, keterbukaan tetap dijaga oleh pasangan Jawa Batam ini karena mereka tidak mau
membatasi satu sama lain dalam hal mengungkapkan perasaan, pendapat
atau ide dan pemikiran khususnya hal-hal yang berkaitan dengan anak mereka. Hal ini juga diperkuat oleh kutipan sang istri setelah memiliki
anak berikut ini:
Informan II Istri
“..ibaratnya kita menumbuhkan tanaman gitu, jadi ya kita sama-sama, nanti kalau malah diatur-atur malah jadi pusing..”
Pak Ibrahim juga menjawab dengan tegas bahwa mereka saling terbuka dan memberi kesempatan yang sama untuk dirinya dan sang istri
untuk dalam menyampaikan apa yang ingin diutarakan karena peran orang tua menurutnya harus sama tidak boleh ada yang menang sendiri, seperti
yang dikatakan berikut ini :
Informan II Suami
“tentu kami memberikan kebebasan untuk menyampaikan pendapat atau pemikiran terutama yang menyangkut masalah anak. Kami sering
berdiskusi tentang banyak hal mulai dari pendidikan, kesehatan dan bagaimana caranya menjadi orang tua yang baik dan peduli terhadap
anak..”
Terutama dalam hal menjaga kekompakan dan keharmonisan keluarga mereka yang memiliki dua budaya suku yang berbeda pasangan
ini menjelaskan bahwa komunikasi dan keterbukaan merupakan hal yang utama, apapun yang terjadi mau besar atau kecil semua harus dibicarakan
bersama agar bisa ditemukan jalan keluar yang membawa kebaikan dan keuntungan bagi kedua belah pihak. Seperti yang dijelaskan dalam
wawancara ini :
Informan II Suami
“..hanya satu kuncinya komunikasi. Jadi kamu selalu mengkomunikasikan semua persoalan rumah tangga secara efektif..”
Karena keluarga ini membebaskan anak dengan dua budaya suku yang berbeda, kebiasaan yang berbeda pula, mereka memberi pengertian
kepada sang anak dengan mengenalkan dan memberi tahu seperti ini budaya sang ayah dan begini budaya sang ibu. Berikut penuturannya :
Informan II Istri
“..dia anak tahu kalau bapaknya dari Batam soalnya kan kakek nenek keluarga ayahnya disana semua, jadi dia tahu. Memang dia beda dengan
teman-temanya yang lain, ayahnya dari Batam, ibunya dari Jawa. Jelas dia harus mempelajari dua budaya suku. Jadi yaa aku yang mengenalkan ini
lho Batam kaya begini, Jawa kaya begini. Keduanya budaya suku kamu, kamu mau ke kakek nenek tidak apa-apa yang penting kamu tahu
bagaimana tradisi dan kebiasaan masing-masing budaya suku. Jadi dari hal-hal kecil seperti ini sudah saya ajarkan..”
Dari pengenalan seperti itu Pak Ibrahim dan Bu Arin mengharapkan sang anak kelak bisa mempelajari 2 budaya suku,2
kebiasaan yang berbeda agar sang anak tidak lupa dengan Batam Jawa, sehingga bila sudah dewasa nantinya anak dapat memilih sendiri budaya
suku apa yang akan diikutinya. Suami istri ini tidak berusaha menentukan budaya suku apa yang paling baik dan paling cocok untuk
anaknya. Mereka menyerahkan semua ke anak karena dari awal pernikahan pun mereka sepakat tidak akan memaksakan budaya suku
masing-masing untuk diikuti atau dipilih sang anak, karena mereka merupakan keluarga yang terbuka, terlihat seperti ini :
Informan II Istri
“.. itu sih terserah mereka kalau sudah besar, tapi sekarang kita masih arahin, mereka masih kecil belum bisa ambil keputusan sendiri. Ya kalau
sekarang diarahin dulu..”
Dari sini dapat diketahui bahwa dengan menerapkan strategi
komunikasi terbuka. Hal ini didasarkan atas adanya saling menerima satu sama lain, saling menghormati adanya perbedaan yang ada dalam
berkomunikasi. Keduanya ini telah diterapkan oleh keluarga II sehingga situasi dan kondisi seperti ini membuat Pak Ibrahim dan Bu Arin merasa
nyaman dalam menjalankan pernikahan. Hal ini membuat terciptanya keharmonisan dalam hubungan suami istri.
Pernikahan yang dilakukan adalah pernikahan beda budaya suku antara istri Jawa dan suami Batam yang telah dikaruniai dua orang anak
perempuan ini cukup harmonis terlihat pasa saat wawancara berlangsung keluarga ini memperlihatkan bahasa nonverbal yang berarti adanya
keharmonisan dan kebahagiaan yang dirasakan. Rumah mereka terlihat begitu sederhana dengan tipe 36, dinding cat rumahnya berwarna hijau
muda dengan interior klasik yang menunjukkan cirri khas Indonesia, karena sang istrilah yang menjadi pencetus konsep ini semua.
Pernikahan berbeda budaya suku bukanlah pernikahan yang mudah untuk dijalani karena itu dibutuhkan komunikasi yang baik diantara
keduanya. Komunikasi yang dijalankan harus bersifat terbuka seperti apa yang telah diterapkan oleh keluarga II ini dalam menentukan budaya
suku untuk sang anak, suami istri ini memberikan kebebasan pada anaknya untuk memilih budaya suku yang akan diikuti. Dalam
menentukan budaya suku untuk anak tidak menjadi masalah yang berarti karena mereka sebelum memutuskan untuk menikah juga sudah sepakat
untuk tidak memaksakan budayasuku kepada anak. Berdasarkan permasalahan yang telah dijabarkan diatas dapat
diketahui bahwa strategi komunikasi yang digunakan suami istri keluarga II ini adalah Be Open, Communicate dan Be Positive.
4.2.1.3 Strategi Komunikasi Keluarga III