Strategi Komunikasi Suami Istri Beda Budaya Dalam Mendidik Anak (Studi In Depth Interview Tentang Strategi Komunikasi Suami Istri Beda Budaya Dalam Mendidik Anak).

(1)

(Studi In Depth Interview Tentang Strategi Komunikasi Suami Istri Beda Budaya Dalam Mendidik Anak)

SKRIPSI

Oleh:

Paksi Sartika Dewi NPM. 0843010138

YAYASAN KESEJAHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

SURABAYA 2012


(2)

ii

karuniaNya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Strategi Komunikasi Suami Istri Beda Budaya Dalam Mendidik Anak”, guna memenuhi syarat untuk menyelesaikan mata kuliah Progdi S1 Ilmu Komunikasi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

Berbagai upaya penulis lakukan demi terselesaikannya skripsi ini, berbagai nasehat dan semangat yang diberikan oleh berbagai pihak telah memotivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi serta menunjang kelancaran proses penyusunannya. Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya serta penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah memberikan segala bantuan demi terselesainya skripsi ini, antara lain kepada :

1. Allah SWT, atas rahmat dan karuniaNya kepada penulis selama ini.

2. Dra.Ec.Hj.Suparwati, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UPN ’’Veteran’’ Jatim.

3. Juwito, S.Sos, M.Si, selaku ketua Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP UPN ’’Veteran’’ Jatim.

4. Drs. Syaifudin Zuhri, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP UPN ‘’Veteran’’ Jatim.


(3)

iii

6. Kedua Orang Tua dan Kakakku yang telah banyak memberikan dukungan dan pengorbanan baik secara moriil maupun materill sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dengan baik.

7. Teman-teman seperjuangan, Tisa, Duma, Irfan, Donath, Dhodo atas segala doa, dukungan, perhatian serta canda tawa selama penulis menyelesaikan skripsi ini.

8. “Anak-anak Kost Dodol Pusparini’08, Oma, Diana, Windy, Prim, Ernin yang selalu memberi dukungan doa serta semangat kepada penulis. You’re the the best.

9. Mahrus, Fika, dan Mas Gombloh. Thank you for the prayers and support given to me.

10. Serta berbagai pihak yang banyak membantu demi terselesaikannya penyusunan skripsi ini.

Akhir kata dengan segala keterbatasannya, penulis berharap skripsi ini akan bermanfaat bagi siapapun yang membacanya.

Surabaya, Juni 2012


(4)

iv

HALAMAN PERSETUJUAN UJIAN SKRIPSI ………..………... i

KATA PENGANTAR ………..……... ii

DAFTAR ISI ………..…….………. iv

ABSTRAKSI ………..……..…..vii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 9

1.3. Tujuan Penelitian ... 9

1.4. Manfaat Penelitian ... 10

BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Landasan Teori ... 11

2.1.1 Komunikasi Interpersonal ... 11

2.1.2 Komunikasi Antar Budaya ... 15

2.1.3 Komunikasi Keluarga (Suami Istri) ... 23

2.2. Pernikahan ... 25

2.2.1 Pengertian Keluarga (Suami Istri) ... 26


(5)

v

2.5. Strategi Komunikasi ... 30

2.5.1 Tujuan Strategi Komunikasi ... 33

2.5.2 Strategi Komunikasi Dalam Mempertahankan Hubungan Pernikahan ... 34

2.6. Kerangka Berpikir ... 36

BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1. Metode Penelitian ... 39

3.2. Tipe Penelitian ... 40

3.3. Lokasi Penelitian ... 40

3.4. Informan ... 40

3.5. Unit Analisis ... 40

3.6. Teknik Pengumpulan Data ... 41

3.7. Teknik Pengolahan Data ... 42

3.8. Teknik Analisis Data ... 42

3.9. Panduan Wawancara ... 43

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Objek Penelitian dan Penyajian Data ... 44


(6)

vi

4.1.3 Identitas Informan ... 47

4.2. Analisis Data ... 48

4.2.1 Strategi Komunikasi Suami Istri Beda Budaya ... 49

4.2.1.1 Strategi Komunikasi Keluarga I ... 49

4.2.1.2 Strategi Komunikasi Keluarga II ... 55

4.2.1.3 Strategi Komunikasi Keluarga III ... 60

4.2.1.4 Strategi Komunikasi Keluarga IV………65

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 71

5.2 Saran ... 71

DAFTAR PUSTAKA ... 73


(7)

ISTRI BEDA BUDAYA (Studi In Depth Interview Tentang Strategi Komunikasi Suami Istri Dalam Mendidik Anak)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimanakah strategi komunikasi yang dilakukan oleh pasangan suami istri yang berbeda budaya dalam mendidik anak mereka, bagaimanakah pasangan suami istri mendidik anak mereka dan mengatasi hambatan komunikasi diantara keduanya.

Landasan teori yang digunakan untuk penelitian ini adalah komunikasi interpersonal dan strategi komunikasi. Dimana strategi itu merupakan taktik atau cara dasar yang menyeluruh dari rangkaian tindakan.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan wawancara mendalam

(in depth interview). Subyek penelitian ini sebanyak 4(empat) pasang suami istri yang menikah beda budaya (suku). Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan

pertanyaan yang diajukan kepada informan berdasarkan guide interview. Untuk

analisis data berupa narasi yang diperoleh dari in depth interview, narasi ini berisi

pendapat, pengalama, pengakuan, dan deskripsi perilaku dari masing-masing informan kemudian dianalisis dan diinterpretasikan oleh peneliti.

Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa strategi komunikasi suami istri dalam medidik anak-anak mereka menurut informan

adalah dengan adanya keterbukaan (Be Open), komunikasi (Communicate), dan

berpikir positif (Be Positive).


(8)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Masyarakat Indonesia sejak dulu sudah dikenal sangat heterogen dalam berbagai aspek, seperti adanya keberagaman ras,suku bangsa, agama, bahasa, adat istiadat,latar belakang pendidikan dan sebagainya. Untuk meningkatkan kehidupan bersama itu setiap hari dimanapun mereka berada tidak bisa terlepas dari komunikasi. Namun dalam melakukan komunikasi tidak setiap orang terampil melakukannya dengan efektif. Hal ini terlebih lagi bila orang yang terlibat dalam komunikasi itu berbeda budaya, kesalahan dalam memahami pesan, perilaku atau peristiwa komunikasi tidak bisa dihindari. (Khotimah, 2000:47)

Kata komunikasi atau communication dalam bahasa inggris berasal dari kata latin communis yang berarti “sama”, communico, communication atau communicate yang berarti “membuat sama” (to make common) (Deddy Mulyana,2002:4)

Banyak makna mengenai arti kata komunikasi, namun dari banyaknya definisi yang ada dapat disimpulkan bahwa komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberitahu atau untuk mengubah sikap, pendapat, perilaku baik langsung secara lisan maupun tak langsung melalui media (Effendy, 2002 : 5)


(9)

penemuan diri (to learn) karena dengan berkomunikasi dapat mencapai tujuan untuk belajar mengenai diri sendiri dan orang lain juga. Sebab persepsi mengenai diri sendiri dihasilkan dari apa yang dipelajari dari diri sendiri dan orang lain selama berkomunikasi, khususnya dalam komunikasi antar pribadi.

Tujuan yang kedua adalah untuk berhubungan (to releate) karena dengan komunikasi dapat membina dan memelihara hubungan dengan orang lain. Dalam berhubungan dan berkomunikasi dengan orang lain maka akan membina dan memelihara hubungan sosial. Selain itu tujuan komunikasi adalah untuk meyakinkan, menghabiskan waktu untuk melakukan persuasi antar pribadi sehari-hari dan berusaha mengubah sikap dan perilaku orang lain.

Tujuan yang ketiga adalah untuk mempengaruhi (to influence). Dengan berkomunikasi bisa mempersuasi orang lain agar dapat menjadi berubah atau sesuai dengan harapan.

Tujuan yang keempat adalah untuk bermain (to play). Dalam hal ini perilaku komunikasi banyak digunakan untuk bermain, menghibur diri dan juga orang lain untuk mengikat perhatian orang lain sehingga dapat mencapai tujuan-tujuan lain (Joseph A.Devito, 1997 : 8-9).

Komunikasi interpersonal merupakan proses pengiriman dan penerimaan pesan antar dua orang atau sekelompok kecil orang dengan beberapa efek dan umpan balik secara langsung. Komunikasi interpersonal berlangsung antara dua orang yang sedang berdua duaan seperti suami istri yang sedang bercakap-cakap. Pentingnya situasi komunikasi antar pribadi ini adalah


(10)

karena prosesnya memungkinkan berlangsung secara dialogis. Komunikasi interpersonal merupakan komunikasi yang paling ampuh dalam usaha untuk mengubah sikap, kepercayaan, opini, dan perilaku. Oleh karena keampuhannya maka komunikasi interpersonal sering digunakan dalam melakukan proses komunikasi persuasif yaitu komunikasi yang secara psikologis manusiawi yang sifatnya halus, luwes yang berupa ajakan, bujukan atau rayuan.

Komunikasi interpersonal melibatkan dua orang dalam situasi interaksi, komunikator menyampaikan suatu pesan kepada komunikasn dan komunikan menerima pesan tersebut. Karena komunikasi interpersonal bersifat dialogis maka ketika komunikan memberi jawaban, ia menjadi encoder dan komunikasn menjadi decoder. (Effendy, 2002 : 14)

Komunikasi sangat penting bagi kehidupan sehari-hari bila kedua pihak mengerti bahasa yang digunakan juga mengenai makna dari apa yang diucapkan. Komunikasi tidah hanya proses yang informative melainkan juga terdapat proses persuasive di dalamnya. Berdasarkan definisi Lasswell komunikasi dalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu. (Effendy, 2002 :10)

Kegiatan komunikasi yang dilakukan dapat terjadi dalam berbagai macam situasi yaitu intrapribadi, antar pribadi, kelompok, dan massa. Sebagaian besar kegiatan komunikasi yang dilakukan komunikasi oleh manusia berlangsung dalam situasi komunikasi antar pribadi. Komunikasi


(11)

antar pribadi mempunyai banyak manfaat seperti komunikasi antar pribadi seseorang dapat menjalin hubungan yang lebih baik dan bermakna dengan seseorang lainnya atau menjalin persahabatan bahkan mendapatkan jodohnya. Melalui komunikasi antar pribadi seseorang individu dapat membantu menyelesaikan persoalan yang sedang dialaminya atau individu lain. Dan dengan komunikasi antar pribadi seseorang dapat mengubah nilai-nilai dan sikap orang lain (Suyanto,Cahyana, 1996 : 195)

Komunikasi antar pribadi dapat terjalin dalam konteks satu komunikator dengan satu komunikan (diadik) atau satu komunikator dengan komunikan tida orang (diadik). Komunikasi antar pribadi dapat berlangsung secara tatap muka atau menggunakan media atau saluran antar pribadi (non media massa) seperti telepon. Dalam situasi antarpribadi komunikasi berlangsung secara sirkuler, peran komunikator dan komunikan terus bertukar karena kedudukan komunikator dan komunikan relative setara. Proses ini disebut dialog, meskipun terkadang bisa saja terjadi monolog (hanya satu pihak yang mendominasi percakapan). Efek komunikasi yang timbul dari komunikasi antarpribadi merupakan efek yang paling kuat dibanding efek komunikasi lainnya. Dalam komunikasi antarpribadi, komunikator juga mempengaruhi langsung tingkah laku komunikannya, memanfaatkan pesan verbal dan non verbal serta merubah atau menyesuaikan pesannya bila yang didapat adalah umpan balik yang negative (Vardiansyah, 2004 : 30-31)

Komunikasi yang baik berawal dari keluarga, karena keluarga merupakan lembaga terkecil dalam masyarakat adalah kehidupan individu.


(12)

Jadi dapat dikatakan keluarga merupakan sumber tumpuan pada komunikasi. Namun masih sering dijumpai berbagai macam problem komunikasi dalam keluarga yang dapat menghalangi kebahagiaan keluarga tersebut (Kuntaraf, 1999 : 10)

Permasalahan dalam keluarga terutama antara suami istri jika tidak segera tidak ditemukan jalan keluarnya akan membawa keluarga tersebut ke arah yang tidak baik. Berawal dari komunikasi berlanjut pada perusakan dan akhirnya pemutusan hubungan. Hal-hal yang bisa memicu pertentangan, perbedaan sering kali banyak ditemui oleh pasangan suami istri yang memiliki budaya yang sama dan alangkah lebih sulitnya bila pasangan suami istri tersebut adalah mereka yang memiliki pasangan beda budaya. Banyaknya hambatan, adanya perbedaan dan pertentangan akan jauh lebih besar muncul dan ditemui dalam kehidupan mereka berumah tangga.

Banyak masalah yang timbul berakar pada masalah komunikasi suami istri apalagi pasangan suami istri yang pernikahannya dengan latar belakang budaya yang berbeda. Percakapan merupakan jalan yang dapat mempererat hubungan suami istri. Bukan hanya pertukaran informasi, percakapan antar suami istri juga merupakan sarana dalam menyampaikan perasaan hati, memperjelas pikiran, menyampaikan ide, sarana untuk saling memberi dukungan, cinta dan kasih, dan komunikasi antar suami istri juga merupakan salah satu jalan untuk belajar mengenal satu sama lain, belajar mengenai kebiasaan masing-masing, belajar untuk memahami perbedaan budaya suami maupun budaya istri dan juga dengan melakukan percakapan suami istri dapat


(13)

melepaskan ketegangan, mencapai kesepakatan, dalam cara untuk mengatasi konflik pasca pernikahan.

Pernikahan beda budaya merupakan penggabungan dua individu dengan latar belakang budaya, bahasa yang berbeda. Namun pernikahan beda budaya ini sudah umum terjadi di masyarakat Indonesia. Pernikahan beda budaya terjadi selain karena adanya rasa saling mencintai juga harus dilandasi rasa toleransi dan menghargai yang kuat satu sama lain. Pernikahan dua budaya yang berbeda akan menimbulkan bias budaya dan distrosi pesan. Dimulai dari perbedaan keyakinan atau agama, perbedaan budaya, benturan-benturan budaya, pola pikir, perbedaan kebiasaan, bagaimana mereka memiliki visi dan misi kesamaan strategi dalam berkomunikasi dan bagaimana pasangan suami istri menerapkan komunikasi yang efektif dan hangat dalam rumah tangganya dan masih banyak pertanyaan dan perbedaan yang perlu dipertimbangkan secara matang dalam menjalani pernikahan beda budaya ini dan hal tersebut harus sangat diperhatikan dengan baik oleh suami istri yang menikah dengan perbedaan budaya.

Perbedaan yang kelak akan menjadi sebuah masalah bila tidak diatasi dengan baik akan muncul dari sebelum dan sesudah menikah hingga memiliki anak. Permasalahan tersebut bagi tiap – tiap keluarga akan berbeda pula. Masalah yang terlihat antara satu keluarga dengan keluarga yang lain akan berbeda pula, namun bisa juga menemui masalah yang sama. Contohnya ketika pasangan suami istri saling berkomunikasi, namun salah satu pihak ada yang kurang paham akan apa yang dibicarakan pasangannya, akibat dari


(14)

kurang fasihnya antar suami istri dalam menggunakan dan memahami bahasa dari pasangannya, sehingga menimbulkan kesalahpahaman satu sama lain. Berbeda budaya sudah tentu berbeda bahasa yang digunakan. Perbedaan bahasa merupakan masalah klasik yang selalu terjadi dalam individu antar budaya. Saat seseorang tidak familiar dengan bahasa tertentu maka bisa terjadi mis interpretasi maksud dari kalimat yang diucapkan orang lain yang sudah terbiasa dengan penggunaan bahasa tersebut sebagai bahasa sehari-hari. Bahasa sebagai salah satu factor yang mempengaruhi keberhasilan komunikasi harus diperhatikan. Bahasa dapat diartikan sebagai berikut :

1. Satu system untuk mewakili benda, tindakan, gagasan dalam

keadaan.

2. Satu peralatan yang digunakan untuk menyampaikan konsep riil

mereka ke dalam pikiran orang lain.

3. Satu kesatuan system makna.

4. Satu kode yang digunakan oleh pakar lingustik untuk

membedakan antara bentuk dan makna.

5. Satu ucapan yang menepati tata bahasa yang telah ditetapkan. 6. Satu system tuturan yang akan dapat dipahami masyarakat.

Karena pentingnya memahami bahasa dalam berkomunikasi, apalagi dalam keluarga yang dibangun oleh pasangan suami istri beda budaya (suku) dalam mendidik anak mereka, selain pengertian bahasa, unsure budaya juga diperhatikan.


(15)

Banyaknya bahasa yang ada di dunia kesemuanya bertujuan untuk berkomunikasi, baik dalam konteks intrapersonal, interpersonal, kelompok maupun massa. Sehingga pasangan sumai istri yang membangun rumah tangga di atas perbedaan budaya (suku) harus memahami fungsi bahwa fungsi bahasa tidak hanya sekedar untuk berkomunikasi, akan tetapi memiliki banyak fungsi, yaitu :

1. Fungsi instrumental.

Mengarah pada fungsi bahasa untuk melayani, pengelolaan lingkungan dan menyebabkan adanya peristiwa-peristiwa yang terjadi.

2. Fungsi regulasi.

Suatu system untuk mengawasi, mengendalikan suatu peristiwa. 3. Fungsi Pemerian.

Fungsi penggunaan bahasa untuk membuat pernyataan, fakta dan pengetahuan.

4. Fungsi Interaksi.

Bahasa berfungsi untuk menjamin, menetapkan ketahanan, kelangsungan proses komunikasi.

5. Fungsi Personal.

Fungsi untuk memberikan kesempatan untuk mengekspresikan perasaan emosi pribadi dan reaksi-reaksi mendalam.

6. Fungsi Heuristik.


(16)

suatu ilmu dan mempelajari lingkungannya. 7. Fungsi Imajinatif.

Fungsi bahasa untuk melayani, penciptaan system atau gagasan yang bersifat iamajinatif.

Setelah mengetahui pengertian bahasa dan fungsi bahasa itu sendiri diharapkan pasangan suami istri yang berbeda budaya (suku) dapat melakukan komunikasi secara efektif untuk menjalani, membangun dan mendidik anak-anak mereka agar tercipta hubungan keluarga yang harmonis diatas perbedaan-perbedaan yang ada.

Dengan adanya fenomena tersebut diatas maka penulis tertarik menjadikan “Strategi Komunikasi Suami Istri Beda Budaya Dalam Mendidik Anak ” sebagai topic penelitian.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang ada, maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah bagaimana strategi komunikasi yang dilakukan oleh pasangan suami istri yang berbeda budaya dalam mendidik anak mereka.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bagaimanakah strategi komunikasi yang dilakukan oleh pasangan suami istri yang berbeda budaya


(17)

dalam mendidik anak mereka, bagaimanakah pasangan suami istri mendidik anak mereka dan mengatasi hambatan komunikasi diantara keduanya.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah memberikan penjelasan kepada masyarakat umum tentang strategi komunikasi yang dilakukan oleh pasangan suami istri yang berbeda budaya dalam mendidik anak mereka.


(18)

11 2.1 Landasan Teori

2.1.1 Komunikasi Interpersonal

Komunikasi Interpersonal atau lebih dikenal dengan komunikasi antarpribadi adalah komunikasi antara orang-orang secara tatap muka yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal ataupun non verbal (Mulyana : 2006)

Kebanyakan komunikasi antar personal berbentuk verbal dan disertai dengan ungkapan-ungkapan nonverbal dan dilakukan secara lisan. Cara tertulis diambil sejauh diperlukan, misalnya memo,surat,atau catatan (Hardjana, 2003)

Dalam buku Joseph A.Devito yang berjudul Essensial Of Human Communications edisi kelima,ia menerapkan bahwa komunikasi interpersonal dapat didefinisikan sebagai komunikasi yang berlangsung antara dua orang yang mempunyai hubungan yang jelas (Devito, 2002 : 134)

Komunikasi antarpribadi juga dapat dibagi dalam tiga rancangan utama yaitu :


(19)

Komunikasi antarpribadi adalah komunikasi yang berlangsung diantara dua orang yang memiliki hubungan yang menetap dan jelas

1. Definisi berdasarkan perkembangan(developmental)

Komunikasi antarpribadi adalah akhir dari perkembangan komunikasi yang bersifat tidak pribadi (impersonal). Pada suatu ekstrim menjadi komunikasi pribadi atau intim pada ekstrim orang lain

2. Definisi berdasarkan komponen (componential)

Definisi ini menjelaskan komunikasi antarpribadi dengan mengamati komponen-komponen utama. Dalam hal ini penyampaian pesan oleh satu orang dan penerimaan pesan oleh orang lain atau sekelompok kecil orang, dengan berbagai dampaknya dan dengan peluang untuk memberikan umpan balik segera (Devito, 2002 : 231)

Komunikasi interpersonal merupakan kegiatan yang dinamis. Dengan memperhatikan kedinamisannya, komunikasi interpersonal mempunyai ciri-ciri yang tetap yaitu :

1. Komunikasi interpersonal adalah komunikasinya dikemas

dalam bentuk verbal ataupun non verbal. Dalam mencakup dua unsur pokok isi pesan dan bagaimana isi itu dikatakan atau dilakukan, baik secara verbal maupun non verbal. Untuk efektifnya kedua unsur itu sebaiknya diperhatikan


(20)

dan dilakukan berdasarkan pertimbangan situasi,kondisi dan keadaan penerima pesannya.

2. Komunikasi interpersonal mencakup perilaku tertentu.

Perilaku dalam komunikasi meliputi perilaku verbal dan non verbal.

Ada tiga perilaku dalam komunikasi interpersonal :

1. Perilaku spontan adalah perilaku yang dilakukan karena

desakan emosi dan tanpa sensor. Artinya perilaku ini terjadi begitu saja. Jika verbal perilaku ini spontan bertanda awal bunyi. Misalnya “hai”, “aduh”,”hore”. Perilaku spontan non verbal, misalnya meletakkan telapak tangan pada dahi waktu sandar,telah berbuat keliru atau lupa,melambaikan tangan pada waktu berpapasan dengan teman, atau menggebrak meja dalam diskusi ketika tidak setuju atas pendapat orang

2. Perilaku menurut kebiasaan (script behavior) adalah

perilaku yang dipelajari dari kebiasaan. Perilaku itu khas,dilakukan pada situasi tertentu dan dimengerti orang.

3. Perilaku sadar (contrived behaviour) adalah perilaku yang

dipilih karena dianggap sesuai dengan situasi yang ada. Perilaku itu dipikirkan dan dirancang sebelumnya dan disesuaikan dengan orang yang akan dihadapi.


(21)

3. Komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang berproses pengembangan.

Komunikasi interpersonal berbeda-beda tergantung dari tingkat hubungan pihak-pihak yang terlibat dalam komunikasi, pesan yang dikomunikasikan. Komunikasi itu berkembang berawal dari saling pengenalan yang diangkat,berlanjut makin mendalam . Tetapi juga dapat putus sampai akhirnya saling melupakan.

4. Komunikasi interpersonal mengandung umpan

balik,interaksi dan koherensi.

Komunikasi interpersonal merupakan komunikasi tatap muka. Karena itu kemungkinan umpan balik (feedback) besar sekali. Dalam komunikasi itu penerima pesan terjadi interaksi yang satu mempengaruhi yang lain dan kedua-duanya saling mempengaruhi dan memberi. Pengaruh itu terjadi pada dataran kognitif-pengetahuan, efektif-perasaan, dan behavioral-perilaku.

Semakin berkembang komunikasi interpersonal itu semakin intensif umpan balik dan interaksinya karena peran pihak-pihak yang terlibat berubah peran dari penerima pesan menjadi pemberi pesan dan sebaliknya (Hardjana,2003)


(22)

Dari beberapa penjelasan tersebut peneliti berkesimpulan bahwa komunikasi interpersonal merupakan sebuah bentuk proses pertukaran pesan yang dilakukan setidaknya dua orang sebagai perwujudan dari bentuk komunikasi diadik. Dalam proses komunikasi ini masing-masing peserta komunikasi dapat menafsirkan pesan yang dikirim secara langsung sehingga umpan balik bersifat langsung.

2.1.2 Komunikasi Antar Budaya

Perspektif komunikasi antar budaya menekankan bahwa tujuan komunikasi antar budaya adalah mengurangi tiingkat ketidakpastian tentang orang lain. Gudykunst dan Kim oleh Alo Liliweri menunjukkan bahwa orang-orang yang tidak kita kenal selalu berusaha mengurangi tingkat ketidakpastian melalui peramalan yang tepat atas realisasi antar pribadi. Usaha untuk mengurangi tingkat ketidakpastian itu dilakukan melalui tiga tahap interaksi, yakni :

Schramm, oleh Susanto yang dikutip dari Gatra-Gatra Komunikasi antar budaya, mengemukakan efektivitas komunikasi antara lain tergantung pada situasi dan hubungan sosial antara komunikator dengan komunikan terutama dalam lingkup referensi maupun luasnya pengalaman di antara mereka. (Liliweri,2001:171).

Sedangkan Schramm, oleh Mulyono yang dikutip dari Gatra-Gatra Komunikasi menyebutkan, komunikasi antar budaya yang benar-benar efektif harus memperhatikan empat syarat, yaitu:


(23)

a. Menghormati anggota budaya lain sebagai manusia

b. Menghormati budaya lain sebagaimana apa adanya dan

bukan sebagaimana yang kita hendaki.

c. Menghormati hak anggota budaya yang lain untuk

bertindak berbeda dari cara kita bertindak

d. Komunikator pra kontrak atau tahap pembentukan kesan

melalui symbol verbal maupun non verbal.. initial contact and impression, yakni tanggapan lanjutan atas kesan yang muncul dari kontak awal tersebut. Closure, mulai membuka diri yang semula tertutup melalui atribusi dan pengembangan kepribadian implisit.

Konsep penting dalam Komunikasi Antar Budaya :

1. Kebudayaan

Kebudayaan dapat diartikan sebagai keseluruhan symbol,pemaknaan dan penggambaran (imej), struktur aturan, kebiasaan, nilai, pemprosesan informasi dan pengalihan pola-pola konvensi antara para anggota suatu system sosial dan kelompok sosial.

2. Etnosentrisme

Konsep etnosentrisme seringkali dipakai secara bersama-sama dengan rasisme. Konsep ini mewakili sebuah pengertian bahwa setiap kelompok etnik atau ras


(24)

mempunyai semangat bahwa kelompoknyalah yang lebih superior dari kelompok lain.

3. Prasangka

Prasangka adalah sikap antipasti yang didasarkan pada kesalahan generalisasi yang tidak luwes yang diekspresikan lewat perasaan. Prasangka merupakan sikap negative atas suatu kelompok tertentu dengan tanpa alasan dan pengetahuan atas sesuatu sebelumnya. Prasangka ini juga terkadang digunakan untuk mengevaluasi sesuatu tanpa adanya argument atau informasi yang masuk. Efeknya adalah menjadikan orang lain sebagai sasaran, misalnya mengkambinghitamkan sasaran melalui stereotip, diskriminasi, dan penciptaan jarak sosial (Bennet da Janet,1996)

4. Stereotip

Stereotip berasal dari kecenderungan untuk mengorganisasikan sejumlah fenomena yang sama atau sejenis yang dimiliki oleh sekelompok orang ke dalam kategori tertentu yang bermakna. Stereotip berkaitan dengan konstruksi imej yang telah ada dan terbentuk secara turun-menurun menurut sugesti. Ia tidak hanya mengacu pada imej negative tetapi juga positif. Misalnya masyarakat Batak memiliki sikap kasar dan tegas sedangkan


(25)

masyarakat jawa dikenal sebagai masyarakat yang luwes,lemah dan penurut.

Dalam berkomunikasi dengan individu yang berbeda budaya, pasti akan menemukan banyak hambatan. Dalam komunikasi antar budaya dikenal istilah Above The Waterline dan Below The Waterline. Istilah Above The Waterline itu sendiri mengacu pada rintangan yang nampak atau berupa hambatan fisik. Sementara Below The Waterline menjelaskan tentang hambatan-hambatan yang tidak kasat mata dan biasanya ada dalam diri masing-masing individu (Chaney &Martin,2004:11-12)

Berikut hambatan yang dapat dikategorikan Above The Waterline :

a. Budaya : Contoh hambatan dalam hal budaya adalah

perbedaan suku,agama,ras,etnis antara satu dengan lainnya. Sebagai contoh seorang dari Batak kemungkinan akan lebih nyaman berkomunikasi dengan sesama orang Batak dibandingkan dengan orang Jawa, sebab mereka memiliki kebiasaan yang berbeda. Orang Batak lebih terus terang, sementara orang Jawa berupaya menyampaikan sesuatu dengan cara lebih santun sehingga terlihat berbelit-belit.

b. Agama : dalam hal ini perspektif perbedaan agama dengan

latar belakang budaya yang berbeda seringkali memicu timbulnya konflik antar individu yang satu dengan yang


(26)

lainnya. Hal ini akan berdampak negative dalam melakukan proses komunikasi sehari-hari.

c. Persepsi : setiap orang memiliki persepsinya

masing-masing ketika mereka melihat sesuatu hal. Oleh karena itu persepsi yang berbeda membuka kemungkinan untuk timbulnya perbedaan antara seorang dengan yang lainnya.

d. Motivasi : hambatan semacam ini berkaitan dengan tingkat

motivasi dari para pendengar, maksudnya adalah apakah pendengar yang menerima pesan ingin menerima pesan tersebut atau apakah pendengar yang menerima pesan ingin menerima pesan tersebut atau apakah pendengar malas dan tidak punya motivasi sehingga dapat menjadi hambatan dalam komunikasi

e. Pengalaman : pengalaman dapat menjadi hambatan karena

setiap individu memiliki pengalaman hidup yang berbeda-beda.

f. Emosi : sebagai bagian dari pribadi seseorang, emosi

memegang peranan dalam menentukan bagaimana seorang melakukan komunikasi. Jika emosi seseorang sedang buruk maka hambatan komunikasi yang terjadi cenderung akan semakin besar karena tidak dapat berpikiran dengan terbuka dan mempertimbangkan semua hal menggunakan rasio. Hal yang berbeda tentu akan dijumpai ketika seseorang sedang


(27)

memiliki emosi yang stabil maka dapat mengambil keputusan setelah proses pertimbangan yang matang.

g. Bahasa atau verbal : dengan total 485 suku bangsa yang

memiliki 583 bahasa daerah yang berbeda daerah satu dengan lainnya. Indonesia adalah contoh nyata bagaimana bahasa mungkin saja menjadi penghambat dalam proses komunikasi antar budaya.

Berikut hambatan yang dapat dikategorikan Below The Waterline :

a. Persepsi (Perceptions)

b. Norma (Norms)

c. Stereotip (Stereotypes): kesan atau pandangan yang

dibangun mengenai kelompok lain yang belum pasti kebenarannya.

d. Filosofi (Philosophy)

e. Aturan (Rules)

f. Jaringan (Networks)

g. Nilai (Values) : nilai yang dianut

h. Grup cabang (Subcultures group)

Untuk bisa mengatasi hambatan-hambatan dalam komunikasi antar budaya yang timbul dalam konteks komunikasi interpersonal seperti contoh di atas, maka poin penting yang harus dilakukan adalah memahami


(28)

peran budaya di dalam komunikasi itu sendiri. Prinsip utama yang patut diperhatikan dalam melakukan komunikasi antar budaya :

a. Mendidik diri sendiri

Cara terbaik untuk mempersiapkan sebuah komunikasi antar budaya adalah melengkapi diri dengan pengetahuan tentang budaya dari orang lain. Selain itu individu tudak hanya perlu untuk menambah pengetahuan terkait kebudayaan yang berbeda tersebut yang tidak kalah pentingnya adalah mengenali dan memahami ketakutan-ketakutan yang ada pada diri sendiri yang kelak akan menghalangi suatu komunikasi antar budaya yang efektif.

b. Mengurangi ketidakpastian

Semua bentuk komunikasi akan berpotensi menimbulkan ketidakpastian dan ambiguitas. Oleh karena itu seiring dengan besarnya perbedaan yang terjalin dalam suatu komunikasi antar budaya maka ketidakpastian itu akan cenderung membesar jika dibandingkan dengan komunikasi dalam suatu budaya tertentu. Namun hal itu bukannya tidak dapat diatasi. Salah satu cara yang dapat dilakukan apakah dengan aktif mendengarkan dan juga dengan mengecek kembali persepsi yang ada pada diri sendiri.

c. Mengenali perbedaan

Dalam hal ini harus bisa memamahi perbedaan apa yang terbentang antara budaya yang satu dengan budaya yang lain ketika melakukan komunikasi.


(29)

d. Menghadapi stereotip dalam diri sendiri

Stereotip adalah suatu kesan yang dibangun suatu kelompok tertentu terhadap kelompok lainnya yang biasanya belum tentu tepat dan benar. Dalam komunikasi antar budaya stereotip ini memegang peranan yang cukup penting karena mempengaruhi persepsi individu terhadap orang lain sehingga akhirnya mempengaruhi pula tindakan dan perlakuan individu kepada orang dari budaya yang berbeda.

e. Menyesuaikan cara berkomunikasi

Penyesuaian adalah prinsip penting kelima dalam melakukan komunikais interpersonal. Hal ini karena tidak ada dua orang di dunia ini yang memiliki kesamaan identik dalam memaknai sesuatu hal. Jika dalam suatu budaya yang sama saja masih ada perbedaan dalam memaknai sesuatu maka prinsip ini memegang peranan yang lebih penting dalam komunikasi antar budaya

f. Kurangi sikap etnosentrisme

Etnosentrisme dapat dipahami sebagai suatu kecenderungan untuk mengevaluasi nilai, kepercayaan,dan perilaku dari kebudayaan sendiri sehingga akan menjadi lebih baik.

Namun etnosentrisme terkadang akan berkembang menjadi sikap yang begitu mengagungkan kebudayaannya sendiri dan di lain pihak cenderung merendahkan budaya yang berbeda dengan budayanya yang dalam ilmu sosial lainnya dikenal dengan istilah


(30)

Chauvimisme. Sikap ini tentu tidaklah baik sebab akan menjadikan suatu kelompok menjadi tertutup bagi keberagaman yang dimiliki kelompok lainnya.

Oleh karena itu yang terpenting dalam menjalin komunikasi dengan orang dari budaya berbeda adalah menempatkan etnosentrisme terhadap kebudayaan itu pada posisinya dan bukannya menjadikan diri tertutup bagi kebudayaan yang berbeda.

2.1.3 Komunikasi Keluarga (Suami Istri)

Komunikasi keluarga adalah salah satu kegiatan yang pasti terjadi dalam kehidupan suami istri dalam berkeluarga. Tanpa komunikasi keharmonisan akan hilang. Akibatnya kerawanan hubungan antara suami istri, orang tua dan anak akan sulit dihindari. Oleh karena itu komunikasi antara suami istri, orang tua dan anak perlu dibangun dengan baik dan harmonis dalam rangka membangun hubungan yang baik dalam keluarga ( Djamarah, 2004 : 38).

Komunikasi interpersonal sering dilakukan dalam keluarga, kapan atau dimanapun, komunikasi interpersonal merupakan komunikasi keluarga yang berlangsung secara silih berganti dan timbal balik, baik itu antara suami dan istri, orang tua dan anak. Komunikasi antara suami istri yang baik merupakan kunci dari keadaan keluarga, karena peran suami istri sebagai orang tua sangat penting sehingga komunikasi yang


(31)

berkualitas baik harus diterapkan suami istri, agar kelak anak dapat mengambil contoh untuk bisa berkomunikasi dengan baik dengan lingkungan.

Menurut Galvin (1999 : 218), komunikasi yang efektif dibutuhkan untuk membentuk keluarga yang harmonis, selain factor keterbukaan, otoritas, menghargai kebebasan dan privasi antar anggota keluraga. Tidak benar anggapan orang bahwa semakin sering suami istri melakukan komunikasi interpersonal, maka makin baik hubungan mereka. Persoalannya bukan berapa sering komunikasi dilakukan, tapi bagaimana komunikasi itu dilakukan. Hal ini berarti bahwa dalam komunikasi yang diutamakan adalah bukan kuantitas dari komunikasi, melainkan kualitas dari komunikasi yang dilakukan oleh suami istri (Rakhmat, 2002 : 129) Factor pendukung komunikasi agar berlangsung secara efektif yaitu :

1. Sikap saling percaya.

Apabila tidak ada unsur saling mempercayai komunikasi tidak akan berhasil. Sebab kedua belah pihak dikuasai oleh perasaan curiga.

2. Pertalian.

Keberhasilan komunikasi berhubungan erat dengan situasi atau kondisi lingkungan pada waktu komunikasi tengah berlangsung. Misalanya situasi sedang kacau, maka komunikasi akan terhambat sehingga komunikasinya tidak berhasil.


(32)

3. Keterbukaan.

Bersikap terbuka berarti rela mengungkapkan semua informasi yang relevan dan dibutuhkan untuk menjalin hubungan kerjasama yang harmonis dengan sesama.

4. Dukungan

Situasi keterbukaan belum cukup apabila komunikasi berada dalam tekanan dan ketakutan. Apabila seseorang tahu akan dikritik, maka orang tersebut akan segan untuk berbicara. Oleh karena itu situasi yang mendukung keberhasilan dalam melakukan komunikasi.

2.2 Pernikahan

Pernikahan adalah salah satu bentuk ibadah yang perlu dijaga oleh kedua belah pihak suami istri. Pernikahan bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia sejahtera dan kekal selamanya. Pernikahan memerlukan kematangan dan persiapan fisik mental karena menikah adalah status yang sacral dan dapat menentukan jalan hidup seseorang.

Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 pengertian pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang berbahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Dalam perspektif islam, pernikahan diartikan sebagai akad yang sangat kuat (mitsaqad ghalizan) yang dilakukan secara adat oleh seorang


(33)

laki-laki dengan seorang perempuan untuk membentuk keluarga yang pelaksanaanya didasarkan pada kerelaan dan kesepakatan kedua belah pihak. Karena itu pernikahan bukanlah ibadah dalam arti kewajiban, melainkan hubungan sosial kemanusiaan semata, pernikahan akan bernilai ibadah jka diniatkan untuk mencari ridha Allah SWT (Monit Nurcholis,2006:13)

Menurut kejadian fisik pernikahan adalah perpaduan emosi dua pribadi yang saling berfungsi, meskipun keduanya berbeda dan tetap memegang teguh jati diri masing-masing.

Pernikahan merupakan suatu anugerah sekaligus persembahan diri sendiri kepada pasangan, dimana salah satu tujuan pokok pernikahan adalah usaha suami istri yang untuk saling menyelamatkan. Keseluruhan hidup dalam pernikahan hendaknya diresapi oleh cinta kasih yang tak berkesudahan berkembang menjadi semakin sempurna dan kuat dengan segala usaha serta upaya untuk saling berbagi segalanya menuju penyatuan seluruh hidup mereka sampai akhir (Norwan,2007:105).

2.2.1 Pengertian Keluarga (Suami Istri)

Suami istri dalam keluarga adalah satu kesatuan yang saling mendukung. Suami istri adalah dua orang yang terciri dari pria dan wanita yang hidup bersama diikat secara sah oleh hukum dan agama. Sebagai satu kesatuan, suami istri harus memiliki rasa cinta,saling percaya,saling menghormati satu sama lain dan adanya sikap saling berharap juga


(34)

merupakan salah satu unsur yang penting dalam suami istri untuk membina rumah tangga (Suhendi, 2001 : 42)

Suami dan istri mempunyai peran masing-masing dalam kehidupan berumah tangga. Peran tersebut adalah :

a. Peran suami

1. Sumber kekuasaan,tanggung jawab ekonomi

2. Penghubung dengan dunia luar

3. Pelindung dari ancaman luar 4. Pendidik segi rasional b. Peran istri

1. Sumber kasih sayang

2. Tempat mencurahkan isi hati

3. Pengatur kehidupan rumah tangga

4. Pendidik segi emosional

2.3 Pengertian Anak

Anak merupakan satu individu yang berusia 6-12 tahun, yang masih tinggal dengan orang tua yang masih lengkap ataupun salah satunya (ayah atau ibunya meninggal atau berpisah). Dalam satu rumah dan memiliki hubungan darah secara langsung masih butuh perhatian lebih dari orang tua, karena pada usia tersebut anak mengalami perubahan dalam hal berpikir, berperilaku, juga meniru apa yang mereka lihat. Harus disadari bahwa pemikiran anak berbeda dengan pemikiran orang dewasa. Untuk


(35)

menjelaskan bagaimana anak tumbuh berkembang dalam berpikir, berinteraksi dengan lingkungan fisik dan sosialnya. Perkembangan anak dibagi dalam tiga tahap :

1. Tahap Sensorimotor (dari lahir hingga usia 2 tahun) 2. Tahap Pre- Operational (usia 2-7 tahun)

3. Tahap Concrete Operation (usia 12 tahun)

Uraian singkat perkembangan anak diantaranya mengatakan bahwa sering bertambahnya usia, kemampuan berpikir dan daya imajinasi anak akan semakin menonjol. Anak-anak semakin tidak mudah terpaku pada kesan yang nampak, dan mampu mengkoordinasikan berbagai dimensi dan fenomena. Perkembangan anak menurut psikologi perkembangan dikategorikan dalam dua tahap yaitu : masa kanak-kanak ( 2 - 6 tahun) dan akhir masa kanak-kanak ( 6 - 12 tahun). Pada masa akhir kanak-kanak mempunyai sifat sebagai berikut :

1. Sepanjang akhir anak-anak penambahan kosakata umum terjadi

tidak teratur. Dari berbagai pelajaran sekolah, bacaan, pembicaraan dengan anak-anak lain dan usahanya melalui media massa.

2. Kesalahan kata-kata sedikit.

3. Meningkatnya komunikasi dengan anggota kelompoknya.

4. Anak - anak dapat berbicara apa saja tetapi pokok - pokok

pembicaraan yang digemari bila bercakap-cakap dengan temannya mengenai pengalaman sendiri, keluarga dan permainan.


(36)

5. Pembicaraan yang terjadi lebih terkendali dan terseleksi.

6. Menggunakan televisi pada saat tidak bersama kelompoknya, pada

hari libur dan malam hari.

2.4 Pengertian Mendidik

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, mendidik memiliki arti memelihara dan memberi latihan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Dari kata mendidik, muncul kata pendidikan yang memiliki arti hampir sama, yaitu proses mengubah sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang di usahanya untuk mendewasakan manusia melalui usaha pengajaran dan pelatihan.

Mendidik juga dapat diartikan sebagai upaya menyiapkan sebuah kerangka berpikir pada anak didik agar mampu menampung semua informasi, mengolah dan memilih untuk dijadikan pedoman dimasa mendatang (www.edu BENCHMARK.com)

Pendidikan terbagi ke dalam dua jenis yaitu pendidikan formal dan pendidikan informal. Pendidikan formal merupakan segenap bentuk pendidikan atau pelatihan yang diberikan secara terorganisasi dan berjenjang, baik yang bersifat umum atau yang bersifat khusus, dimana lembaga-lembaga pendidikan yang berhak memberikannya. Sedangkan untuk pendidikan informal merupakan pendidikan atau pelatihan yang terdapat di keluarga atau masyarakat di bentuk yang tidak terorganisir di luar pendidikan formal.


(37)

Mendidik merupakan tugas berat yang harus dilakukan pasangan suami istri karena sudah merupakan kewajiban terhadap anak-anaknya. Anak-anak akan dapat mengerti dan memahami suatu perbedaan bila dalam proses perkembangannya mereka dapat didikan yang baik dan mereka diberi kesempatan untuk mengutarakan pendapatnya terhadap sesuatu. Maka peran suami istri dalam mendidik anaknya merupakan suatu pendidikan yang sifatnya informal, karena pendidikan awal dari seseorang berasal dari keluarga atau lingkungannya bukan dari lembaga pendidikan.

2.5 Strategi Komunikasi

Sondang P. Siagian (1985:21) berpendapat bahwa strategi adalah cara-cara yang sifatnya mendasar dan fundamental yang akan dan oleh suatu hubungan untuk mencapai tujuan dan berbagai sasaran dengan selalu memperhitungkan kendala lingkungannya yang pasti akan dihadapi.

Adapun Pearce dan Robin (1997:20), mendefinisikan strategi sebagai suatu kumpulan keputusan dan tindakan yang menghasilkan perumusan(formulasi) dan pelaksanaan (implementasi) rencana-rencana yang dirancang untuk mencapai sasaran-sasaran.

Sesuai dengan pendapat tersebut di atas, maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa strategi adalah suatu cara atau taktik rencana dasar yang menyeluruh dari rangkaian tindakan yang akan dilaksanakan oleh sebuah hubungan untuk mencapai suatu tujuan atau beberapa sasaran.(Tunggal, 1995:130)


(38)

Seperti halnya dengan strategi dalam bidang apapun, strategi komunikasi harus didukung oleh teori, karena teori merupakan pengetahuan berdasarkan pengalaman yang sudah diuji kebenarannya. Komunikasi secara efektif adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana mengubah sikap (how to change the attitude)

2. Mengubah opini (to change the opinion)

3. Mengubah perilaku (to change behaviour)

Masih menurut Effendy (1981:44) efek komunikasi yang timbul pada komunikan seringkali di klasifikasikan sebagai berikut :

a. Efek Kognitif : terkait dengan pikiran nalar atau rasio.

Misalnya komunikan yang semula tidak tahu, tidak mengerti menjadi mengerti atau tidak sadar menjadi sadar.

b. Efek Afektif : efek yang berkaitan dengan perasaan.

Misalnya komunikan yang semula merasa tidak senang menjadi senang.

c. Efek Konatif : efek yang berkaitan dengan timbulnya keyakinan

dalam diri komunikan untuk melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh komunikator berdasarkan pesan atu message yang ditransmisikan, sikap dan perilaku komunikan pasca proses komunikasi juga tercemin dalam efek konatif.

Gejala-gejala psikis komunikan sangat perlu diketahui oleh seorang komunikator. Gejala-gejala psikis tersebut dapat dipahami bila


(39)

diketahui pula lingkungan pergaulan komunikan yang dalam hal ini biasanta disebut situasi sosial.

Jika sudah tahu sifat-sifat dari komunikan dan tahu pula efek apa yang dikehendaki dari mereka, memilih cara mana yang akan diambil untuk berkomunikasi sangatlah penting, karena ini ada kaitannya dengan media yang harus digunakan.

Cara bagaimana berkomunikasi (how to communication) bisa mengambil salah satu dari dua tatanan berikut ini :

a. Komunikasi tatap muka (face to face communication)

Komunikasi tatap muka dipergunakan apabila mengharapkan adanya efek perubahan tingkah laku (behaviour change) dari komunikan. Mengapa demikian karena sewaktu berkomunikasi memerlukan umpan balik

langsung (immediate feedback ). Dengan saling melihat

seorang komunikator bisa mengetahui pada berkomunikasi apakah komunikan memperhatikan komunikan dan mengerti apa yang komunkan komunikasikan. Jika umpan baliknya positif akan mempertahankan cara berkomunikasi yang dipergunakan dan memeliharanya supaya umpan balik tetap menyenangkan. Bila sebaliknya seorang komunikator mengubah teknik komunikasinya bisa dinyatakan berhasil.


(40)

Komunikasi bermedia banyak digunakan untuk komunikasi informatif karena tidak begitu ampuh untuk mengubah tingkah laku.Kelemahan komunikasi bermedia ialah tidak persuasive. Sedangkan kekuatannya ialah dalam hal keampuhan mengubah tingkah laku komunikan (Onong, 2008 : 31-32)

2.5.1 Tujuan Strategi Komunikasi

Menurut R.Wayne Pace, Brent D & M.Dallas Burnett dalam

bukunya Techniques For Effective tujuan strategi komunikasi tersebut

sebagai berikut :

1. To secure understanding

Untuk memastikan bahwa terjadi suatu pengertian dalam berkomunikasi

2. To establish acceptance

Bagaimana cara penerimaan itu terus dibina dengan baik 3. To motive action

Penggiatan untuk memotivasinya

4. The goalswhich the communicator sought to achieve

Bagaimana mencapai tujuan yang hendak dicapai oleh pihak komunikator dari proses komunikasi tersebut.


(41)

2.5.2 Strategi Komunikasi Dalam Mempertahankan Hubungan Pernikahan Berdasarkan alasan-alasan mempertahankan hubungan pernikahan yang telah dijelaskan sebelumnya, berikut ini akan dibahas tentang strategi komunikasi dalam mempertahankan hubungan pernikahan. Menurut Devito dalam sebuah hubungan romantic, diperlukan adanya romantic rules agar hubungan yang dijalani tetap menyenangkan dan intimacy dengan pasangan tetap terjaga. Romantic Rules disini ada beberapa aturan-aturan yang dibuat dan disepakati oleh pasangan. Aturan-aturan-aturan ini pula yang digunakan untuk mencegah munculnya serta mengatasi masalah yang datang yang dapat mengurangi efektifitas komunikasi serta mempererat intimacy dalam sebuah hubungan. Ketika komunikasi dan intimacy dapat terjaga, maka hubungan akan cenderung dapat bertahan lama( Ayu, 2007 : 34-35)

Mendukung pernyataan Devito tersebut, Wood mengemukakan bahwa mempertahankan hubungan agar tetap dekat dan berlangsung lama merupakan suatu tantangan tersendiri. Ada beberapa hal yang biasa dilakukan agar hubungan yang tetap dijalani dapat berlangsung lama antara lain membangun iklim yang mendukung terciptanya suatu hubungan yang harmonis, menjadi pendengar yang baik bagi pasangan, adanya keterbukaan dalam hubungan, manajemen konflik yang baik, adanay respon yang baik terhadap pasangan serta adanya variasi dalam aktifitas hubungan (Wood, 2004 : 320-322)


(42)

Lebih lanjut Devito juga menyebutkan beberapa strategi komunikasi yang dilakukan oleh pasangan agar hubungan yang mereka jalani dapat bertahan lama antara lain :

1. Be Nice : menjadikan hubungan yang dijalani sebagai suatu hubungan yang menyenangkan.

2. Communicate : komunikasi menjadi hal yang sangat penting dalam suatu hubungan.

3. Be Open : dalam sebuah hubungan diperlukan adanya keterbukaan untuk salinh berbagi dengan pasangan.

4. Give Assurances : adanya jaminan dalam sebuah hubungan misalnya menempatkan pasangan sebagai individu yang istimewa.

5. Share Joint Activities : dalam suatu waktu pasangan biasanya meluangkan waktu mereka untuk beraktivitas bersama disela-sela aktivitas pribadi

6. Be Positive : selalu berpikir positif tehadap pasangan dan hubungan yang dijalani.

7. Focus on Improving Your Self : berusaha menyenangkan pasangan dengan terlihat menarik didepan pasangan (Devito, 2007 : 263-264)


(43)

2.6 Kerangka Berpikir

Pernikahan merupakan penyatuan dua individu dengan segala perbedaan yang ada didalamnya untuk membina suatu rumah tangga. Rumah tangga yang kokoh berawal dari suami istri dalam menerapkan komunikasi diantara mereka berdua yang kemudian akan berlanjut pada cara mereka dalam mendidik anak-anak mereka. Pernikahan yang dilangsungkan oleh dua individu yang memiliki kesamaan budaya yang sama sudah jelas banyak perbedaan, apalagi jika pernikahan tersebut dilakukan oleh dua individu dengan latar belakang budaya yang berbeda. Benturan-benturan budaya, banyaknya perbedaan yang mencolok akan sangat terlihat, terjadinya kesalah pahaman dan terjadinya konflik akan sering dan mudah muncul apabila pasangan suami istri yang berbeda budaya ini tidak saling menghargai, menghormati, terbuka, mau menerima kelebihan dan kekurangan masing-masing dan menerapkan komunikasi yang baik dalam mengurus rumah tangga mereka termasuk dalam hal mendidik anak, dan anak-anak yang akan menjadi korban dari bias budaya yang ada dalam keluarganya, dikarenakan karena ayah dan ibunya memilikiperbedaan budaya (suku) dimana akan muncul beragam kebiasaan yang berbeda.

Tujuan dari komunikasi keluarga, khususnya suami istri yang menjalani pernikahan beda budaya bukanlah sekedar menyampaikan informasi, melainkan membangun suatu bentuk hubungan yang harmonis di atas semua perbedaan yang ada. Sebab kualitas dari hubungan suami


(44)

istri tergantung dari kesanggupan tiap pasangan untuk menyatakan diri kepada pasangannya. Mereka, pasangan suami istri yang dapat berkomunikasi secara terbuka dan jujur akan terhindar dari kesulitan hidup bersama meskipun banyak perbedaan, namun kesulitan dan konflik akan sulit dihindari bila pasangan suami istri tidak dapat berkomunikasi secara jujur dan terbuka. Dengan kata lain, kecakapan komunikasi antara suami istri memegang peranan penting dalam menentukan kebahagiaan pasangan dalam menjalani hidup berumah tangga (Kuntaraf, 1999: 1-2)

Komunikasi interpersonal dinilai paling efektif dalam kegiatan mengubah sikap, kepercayaan, opini dan perilaku. Karena komunikasi interpersonal umumnya terjadi secara tatap muka. Komunikasi yang efektif ditandai dengan komunikasi interpersonal yang terjalin dengan baik. Menurut Effendy, karena efektifitasnya komunikasi interpersonal ini, maka jenis komunikasi interpersonal dianggap cara komunikasi yang paling ampuh untuk mengubah sikap, pendapat, atau perilaku manusia. Alasannya karena komunikasi ini berlangsung tatap muka, oleh karena itu terjadilah kontal pribadi, yaitu pribadi komunikator menyentuh pribadi komunikan.

Komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang sering terjadi dalam keluarga. Komunikasi yang terjadi dalam sebuah interaksi pribadi antara suami istri, ayah dan anak, ibu dan anak, dan antara anak dengan anak (Djamarah, 2004 : 46)


(45)

Oleh karena itu pasangan suami istri perlu membangun komunikasi yang baik melalui komunikasi interpersonal yang intens. Lewat pembicaraan pasangan suami istri tidak hanya bertukar informasi melainkan juga dapat menyatakan perasaan hati, menjelaskan pikiran, dan menyampaikan ide. Dengan ini pasangan suami istri bisa sama-sama belajar akan perbedaan satu sama lain, meluangkan waktu untuk bersama, dan melepas ketegangan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa komunikasi bukan hanya sekedar bertukar informasi, melainkan mempunyai peran penting dalam terciptanya hubungan harmonis antara suami istri yang menjalani perbedaan budaya.

Perbedaan budaya (suku)

Pasangan suami istri beda

budaya

Strategi komunikasi suami istri beda

budaya dalam mendidik anak


(46)

39

Penelitian yang diambil peneliti adalah ingin mengetahui mengenai strategi komunikasi antara suami istri yang menjalani pernikahan beda budaya (suku) dalam mendidik anak mereka, bagaimana pasangan suami istri mendidik anak mereka dan dalam mengatasi hambatan, kesulitan dan permasalahan dalam berkomunikasi didalam rumah tangganya.

Dalam penelitian ini metode kualitatif. Metode kualitatif adalah suatu metode yang tidak menggunakan statistik atau angka-angka tetentu. Peneliti menggunakan teknik wawancara mendalam (indepth interview) untuk memperoleh jawaban dari narasumber. Teknik ini digunakan karena wawancara secara langsung antara peneliti dengan informan, jawaban yang didapat lebih murni, tidak dapat dimanupulasi, sebab dalam wawancara langsung bahasa yang muncul tidak hanya bahasa verbal, melainkan non verbal pun tampak.

Dengan berpedoman pedoman wawancara (interview guide) yang dibuat berdasarkan adanya kenyataan dalam rumah tangga pasangan sumai istri akan membuat suatu komitmen bersama dalam pernikahannya yang berlatar belakang berbeda.


(47)

3.2 Tipe Penelitian

Adapun tipe penelitian yang digunakan peneliti kualitatif karena peneliti ingin menggali informasi lebih dalam tentang strategi yang dilakukan oleh pasangan suami istri dalam mendidik anak mereka.

3.3 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan diwilayah Mojokerto yaitu di Asrama Korem Kota Mojokerto. Pemilihan lokasi ini berdasarkan pertimbangan karena didalamnya terdapat banyak individu-individu yang berasal dari budaya (suku) yang berbeda.

3.4 Informan

Pada penelitian ini informan yang dipilih adalah memiliki cirri-ciri sebagai berikut :

1. Pasangan suami istri yang menikah dengan asal usul budaya

yang berbeda.

2. Keluarga yang memiliki latar belakang budaya (suku ) berbeda dan memiliki anak.

3.5 Unit Analisis

Unit analisis dalam penelitian ini adalah narasi yang diperoleh dari in depth interview (wawancara secara mendalam). Narasi dimaksud


(48)

mencakup rangkaian tulisan atau paragraph yang disusun secara berurutan sesuai dengan wawancara yang dilakukan. Narasi ini merupakan data primer yang berisi pendapat, pengalaman, pengakuan dan deskripsi perilaku dari masing-masing informan kemudian dianalisis dan diinterpretasikan oleh peneliti.

3.6 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan :

1. Wawancara

Yaitu pengumpulan data dengan mengajukan pertanyaan secara langsung oleh peneliti kepada informan. Jawaban-jawaban informan dicatat dan direkam oleh peneliti. Wawancara yang dilakukan adalah wawancara mendalam (in depth interview) yaitu mendapatkan informasi dengan cara langsung bertatap muka dengan informan dengan maksud mendapatkan gambaran lengkap tentang topic yang diteliti (Bungin : 2001 : 110). Peneliti mengajukan pertanyaan-pertanyaan guna mendapatkan informasi yang diharapkan. Dalam melakukan wawancara, peneliti harus memiliki pedoman wawancara (interview guide) yang kemudian dapat dikembangkan lebih lanjut oleh peneliti.

2. Observasi

Yaitu pengamatan dengan menggunakan indera penglihatan yang tidak mengajukan pertanyaan-pertanyaan (Soehartono, 2004 : 69). Data yang


(49)

didapat dengan cara mencatat perilaku subyek (orang), obyek (benda), atau kejadian yang muncul tanpa adanya komunikasi.

3. Studi Literatur

Adalah teknik pengumpulan data dengan mencari data penunjang dengan mengolah buku-buku dan sumber bacaan lain yang berkaitan dengan masalah penelitian.

3.7 Teknik Pengolahan Data

Proses pengolahan data dimulai dari pengolahan hasil rekaman sebagai data primer. Data yang diperoleh disini berupa transkrip wawancara yang kemudian dikelompokkan menurut indentitas individu agar lebih mudah dalam proses analisis data. Pada penelitian ini dipilih klasifikasi berdasarkan individu untuk memudahkan dalam menganalisis narasi.

3.8 Teknik Analisis Data

Seluruh data diperoleh dari wawancara, observasi, literatur maka peneliti akan menggunakan teknik analisis data bersifat menjelaskan yang akan menunjukkan fakta dan sifat informan lewat data yang diperoleh berdasarkan strategi komunikasi suami istri dan mengkaji sesuai dengan konsep strategi komunikasi yang ada untuk kemudian mengetahui bagaimana strategi komunikasi suami istri yang menjalani pernikahan beda budaya (suku) dalam mendidik anak-anaknya.


(50)

3.9 Panduan Wawancara

Panduan wawancara ini dibuat sebagai panduan dalam mencari data. Panduan ini dibuat berdasarkan studi literature yang telah peneliti ungkapkan pada bab sebelumnya. Peneliti akan menyatakan beberapa poin pertanyaan kepada informan yang diharapkan dapat menggali informasi yang dibutuhkan sesuai dengan materi penelitian dari para informan diantaranya adalah :

1. Sebelum menikah, apakan anda membuat kesepakatan

untuk menyatukan perbedaan antara kalian?

2. Siapa diantara kalian yang paling sering menjadi pengambil

keputusan?

3. Apa kalian saling memberi kebebasan satu sama lain untuk

mengutarakan pendapat atau pemikiran terutama tentang anak?

4. Apa kiat atau tips anda untuk menjaga keharmonisan dan

kekompakan dalam mendidik anak dalam pernikahan atau keluarga kalian yang banyak perbedaan?

5. Bagaimanakah kalian memberi pengertian pada anak

tentang adanya perbedaan budaya(suku) dalam keluarga?

6. Bagaimana kalian memberi kebebasan pada anak untuk


(51)

44 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian dan Penyajian Data 4.1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

Komunikasi interpersonal merupakan proses pengiriman dan penerimaan pesan antar dua individu dengan adanya umpan balik langsung. Pentingnya situasi komunikasi interpersonal adalah adanya proses yang memungkinkan berlangsung dialogis. Komunikasi interpersonal dianggap paling ampuh dan efektif dalam mengubah sikap, kepercayaan, opini, dan perilaku komunikan. Apalagi jika komunikasi tersebut dilakukan oleh suami istri yang beda budaya yang memiliki banyak sekali perbedaan, sehingga harus ada komunikasi yang baik dalam segala hal diantara keduanya agar dapat menemukan kesepakatan, satu pemikiran dan satu tujuan yang sama. Oleh karena itulah peneliti ingin meneliti dan menggali lebih dalam bagaimana strategi komunikasi yang dilakukan oleh pasangan suami istri dalam mendidik anak mereka.

Strategi komunikasi keluarga sendiri bisa diartikan sebagai taktik atau cara dasar komunikasi yang terjadi dalam satu keluarga. Strategi komunikasi yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah komunikasi antara suami istri dalam mendidik anak mereka untuk memberikan kebebasan dalam memilih budaya yang akan dimiliki dan penggunaan


(52)

bahasa untuk berkomunikasi. Penelitian ini dikhususkan untuk suami istri beda budaya (suku) yang tinggal di Asrama Korem Mojokerto

Perbedaan yang terdapat dalam pernikahan bukanlah sesuatu yang sangat menakutkan, tetapi adanya perbedaan harus disikapi dengan baik agar pernikahan dapat berjalan lancar apalagi perbedaan budaya (suku). Peneliti mengambil empat informan yang memiliki pasangan beda budaya (suku) yang tingal dikawasan Asrama Korem Mojokerto.

Semua informan memiliki berbagai persamaan dan perbedaan jika dilihat dari alasan mereka untuk memutuskan bagaimana mendidik anak, memberi kebebasan satu sama lain dalam berpendapat, mereka mengetahui bahwa pernikahan yang akan dibangun bukanlah hal yang mudah. Secara keseluruhan wawancara berlangsung lancar, dimana seluruh informan terbuka dalam memberikan informasi dan juga mengungkapkan secara mendalam strategi komunikasi suami istri beda budaya dalam hal mendidik anak.

4.1.2 Penyajian Data

Dalam penelitian ini, peneliti ingin mencari dan mengetahui strategi komunikasi suami istri dalam mendidik anak mereka. Data diperoleh dan dipaparkan dengan melakukan wawancara mendalam (in depth interview) yang dilakukan terhadap suami istri yang berbeda budaya (suku). Wawancara dilakukan untuk menggali informasi sebanyak-banyaknya dari informan yang berkaitan dengan permasalahan yang


(53)

sedang diteliti oleh peneliti. Data yang diperoleh tersebut akan disajikan secara terperinci dan dianalisis kualitatif sehingga diperoleh jawaban dan kesimpulan dari pokok masalah yang ada. Kesimpulan dari pokok masalah yang ada didasarkan pada 7 strategi komunikasi menurut Devito (2007 :263-264) yang terdiri dari :

1. Be Nice : menjadikan hubungan yang dijalani sebagai suatu hubungan yang menyenangkan.

2. Communicate : komunikasi menjadi hal yang sangat penting dalam suatu hubungan.

3. Be Open : dalam sebuah hubungan diperlukan adanya keterbukaan untuk salinh berbagi dengan pasangan.

4. Give Assurances : adanya jaminan dalam sebuah hubungan misalnya menempatkan pasangan sebagai individu yang istimewa.

5. Share Joint Activities : dalam suatu waktu pasangan biasanya meluangkan waktu mereka untuk beraktivitas bersama disela-sela aktivitas pribadi

6. Be Positive : selalu berpikir positif tehadap pasangan dan hubungan yang dijalani.

7. Focus on Improving Your Self : berusaha menyenangkan pasangan dengan terlihat menarik didepan pasangan (Devito, 2007 : 263-264)


(54)

4.1.3 Identitas Informan

Dalam penelitian ini yang dijadikan informan adalah suami istri yang beda budaya (suku). Adapun identitas informan antara lain :

1. Informan I

Nama Suami : Akhmad Ardeni Usia : 35 tahun

Asal suku : Bali

Nama Istri : Noviana Citra Mala

Usia : 33 tahun

Asal suku : Jawa

2. Informan II

Nama Suami : Ibrahim Azhar Usia : 39 tahun

Asal suku : Sumatra

Nama Istri : Arinda Puspitasari

Usia : 35 tahun

Asal budaya : Jawa

3. Informan III

Nama Suami : Mudjiono Usia : 50 tahun


(55)

Asal suku : Jawa

Nama Istri : Cut Sesa Husaini

Usia : 45 tahun

Asal suku : Aceh

4. Informan IV :

Nama Suami : Supriyono Usia : 51 tahun

Asal suku : Jawa

Nama Istri : Elly Nuraini

Usia : 50 tahun

Asal suku : Kalimantan

4.2. Analisis Data

Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan pada masing-masing keluarga peneliti ingin mengetahui bagaimana strategi komunikasi suami istri yang terjalin dalam masing-masing keluarga. Wawancara ini dikhususkan pada bagaimana komunikasi yang terjalin antar suami istri yang berbeda budaya (suku). Dalam hal ini strategi komunikasi dalam mendidik anak, memberi kebebasan satu sama lain dalam berpendapat. Strategi komunikasi yang terjalin dalam keluarga narasumber rata-rata terbuka dan berpikiran positif sehingga adanya konflik yang terjadi bukan


(56)

merupakan hal yang susah untuk diselesaikan karena mereka selalu memutuskan apapun secara bersama-sama.

4.2.1 Strategi Komunikasi Suami Istri Beda Budaya 4.2.1.1 Strategi Komunikasi Keluarga I

Berikut ini merupakan hasil wawancara peneliti dengan narasumber yakni keluarga pertama. Keluarga pertama menikah beda budaya (suku), suami (Bali) istri (Jawa). Suami bernama Akhmad Ardeni (Deni) yang bekerja sebagai anggota TNI dengan pangkat Serda, kemudian si istri hanya dirumah mengurus anak dan keadaan rumah namun terkadang membuat kue kering untuk dijual saat lebaran.

Setelah ditelusuri penghasilan dalam keluarga ini perbulan mencapai 2,5 juta. Kegiatan sehari-hari yang dilakukan dalam keluarga ini adalah setiap pagi sang istri selalu memasak dan membuatkan minuman untuk anak-anaknya. Namun ketika menjelang lebaran sang istri sibuk menerima pesanan kue kering dalam jumlah yang cukup banyak.

Pada saat ini anak masih kecil dan telah sepakat bahwa anak mereka mengikuti budaya(suku) sang ibu, kelak bila sudah dewasa anak akan memilih sendiri budaya yang akan dianutnya. Strategi komunikasi suami istri dalam keluarga ini benar-benar terbuka, semua dibicarakan bersama sehingga keluarga ini menganut strategi komunikasi Be Open. Maka dari itu adanya konflik bukan merupakan hal yang susah untuk diselesaikan karena meskipun ada salah satu pihak yang mendominasi


(57)

secara teratur pihak lain tidak keberatan dan membiarkannya unuk memenangkan argumentasi atau mengambil keputusan. Hal ini sesuai yang dikembangkan oleh Devito dan selengkapnya sebagai berikut :

Informan 1 ( suami)

“…banyak perbedaan itu pasti, karena pernikahan ini melibatkan 2 perbedaan budaya (suku) antara Bali dengan Jawa..”

Sambil mengingat-ingat, Pak Deni menjawab pertanyaan yang diajukan oleh peneliti. Dari pernyataan tersebut terlihat bahwa sebelum pasangan tersebut memutuskan untuk menikah dan membicarakan kepada keluarga masing-masing mereka diskusi terlebih dahulu membicarakan segala hal bersama sebelum melangkah ke jenjang pernikahan. Hal ini dapat memperlihatkan bahwa sebelum menikah saja untuk memutuskan sesuatu dibicarakan secara bersama-sama sehingga hubungan komunikasi yang dijalani benar-benar baik, tercermin dalam kutipan berikut ini :

Informan 1 (istri)

“..kita berbeda kebudayaan, jadi kita itu tidak mau adanya kesalahpahaman karena perbedaan budaya tadi. Intinya kita saling menghormati dan menghargai satu sama lain..”

Kutipan hasil wawancara tersebut menunjukkan bahwa kesepakatan antara mereka sebelum menikah telah dibicarakan dan dibuat sebelumnya. Pertanyaan yang dilontarkan peneliti adalah siapakan diantara mereka yang paling mendominasi pengambilan keputusan dalam urusan keluarga, terutama yang berhubungan dengan anak dan apakah salah satu


(58)

pihak tidak merasa keberatan dengan jawaban yang terlihat adalah adanya satu pihak yang mendominasi. Tetapi tidak secara mutlak karena semua dibicarakan terlebih dahulu, namun porsinya tetap berada di salah satu pihak. Terlihat seperti dalam kutipan wawancara keluarga 1

Informan 1 (istri)

“…jadi hampir semua permasalahan selalu kita berunding,tapi tetap kembali ke saya keputusan itu. Jadi semua-semua urusan rumah tangga itu saya yang memutuskan, suami hanya memberikan dukungan,masukan ke saya. Tapi tetap keputusan saya yang buat,dia selalu percaya sama saya dan syukur sampai sekarang tidak pernah ada masalah ya..”

Kutipan tersebut memperlihatkan kepada kita bahwa dengan jawaban yang santai informan menyatakan bahwa peran pengambil keputusan ada ditangan sang istri, karena sang suami menyerahkan sepenuhnya ke istri dan suami tidak pernah mereka keberatan. Kepercayaan yang diberikan sang suami membuat istri lebih berhati-hati dalam membuat keputusan dengan meminta dukungan dan masukan terlebih dahulu. Dari sini dapat mengambil kesimpulan bahwa komunikasi yang dijalani benar-benar terbuka (Be Open). Adanya perbedaan budaya (suku) bukan menjadi masalah yang besar dalam keluarga karena masing-masing pihak saling memberi kebebasan untuk mengutarakan ide atau pendapat yang berhubungan dengan anak, seperti yang dikatakan berikut ini.

Informan 1 (suami)

“..,kami selalu menjelaskan tentang semua hal terutama ketika menyangkut anak,mulai adanya perbedaan budaya sampai banyak hal yang bersifat umum..”


(59)

Kutipan diatas menjelaskan bahwa keterbukaan, saling berbagi merupakan pedoman dari keluarga satu untuk berkomunikasi. Dalam menjalani pernikahan dengan adanya 2 budaya (suku) yang berbeda pasangan ini menjalani pernikahannya dengan sewajarnya meskipun banyak perbedaan mereka tetap satu pendapat bahwa ingin memberikan yangterbaik untuk anak seperti yang tercermin dalam wawancara berikut ini

Informan 1 (istri)

“…sebetulnya kalau kiat-kiat khusus tidak ada, jadi kita berjalan normal saja, orang tua mendidk pasti pengen yang terbaik buat anak ya, jadi yaa berjalan seperti pasangan yang lain..”

Kutipan ini menjelaskan bahwa segala sesuatu mengenai anak diharapkan yang terbaik. Bu Novi begitu serius menjawab pertanyaan yang diajukan oleh peneliti dan sesekali mengumbar senyuman pasa peneliti sehingga memperlihatkan adanya kenyamanan dan kebahagiaan yang dirasakan dalam pernikahannya. Hal diatas juga dikatakan oleh suami. Berikut ini penuturannya kepada peneliti

Informan 1 (suami)

“…keluarga kami ini berasal dari latar belakang budaya (suku) yang beda, tetapi diluar itu semua anak-anak sudah paham dan mengerti kalau orang tuanya berasal dari suku yang beda. Dan satu lagi saya dan istri mempunyai porsi yang sama dalam hal mendidik anak-anak..”

Kutipan diatas adalah jawaban ketika peneliti menanyakan soal kiat dan tips mereka dalam menjaga keharmonisan dan kekompakan pernikahan mereka. Sambil meminum teh, Pak Deni menjawab pertanyaan peneliti. Setelah ditelusuri ternyata pasangan ini sama-sama memberi porsi


(60)

yang rata dalam mengenalkan dan memberi pengertian ke anak mereka tentang dua suku yang berbeda dalam keluarganya, seperti dalam penuturannya berikut ini :

Informan 1 (suami)

“… kami memperkenalkan pada anak-anak perbedaan budaya (suku) antara saya dengan istri (sambil melirik istrinya). Akhirnya mereka mau menerima dan memahami perbedaan ini…”

Bu Novi yang memangku anaknya Anis anaknya juga sesekali meminum teh dan memakan kudapan yang dibuat olehnya sambil menjawab pertanyaan pewawancara. Dari pernyataan diatas porsi yang sama juga ditanamkan pada anak mereka untuk memperkenalkan dua budaya (suku) yang ditanamkan sejak kecil untuk anaknya akan berdampak baik dalamkehidupan anak ketika dewasa nanti.

Sambil bermain dengan anaknya yang masih berumur 2 tahun Pak Deni dan Bu Novi menjawab pertanyaan pewawancara mengenai kebebasan seperti apa yang mereka sepakati untuk anak dan masa depan anak mereka, berikut penuturannya :

Informan 1 (suami)

“… kami mempunyai kesepakatan untuk memberikan kebebasan pada anak-anak untuk memilih budaya (suku) dan juga kehidupan di luar sana jika kelak dewasa nanti…”

Kutipan diatas menunjukkan adanya keterbukaan kedua belah pihak (suami istri) dalam berkomunikasi untuk member kebebasan pada anaknya. Sang istri juga menjawab dengan jawaban yang hampir sama


(61)

bahwa sebelum menikah salah satu kesepakatan yang mereka buat adalah member kebebasab sepenuhnya kepada anak. Berikut penuturannya :

Informan 1 (suami)

“..iya jadi semua terserah sama anaknya. Yang terpenting kita hanya mengarahkan yang terbaik buat mereka..”

Terlihat jelas dari kutipan diatas bahwa dalam keluarga 1 ini sang istri mendominasi keputusan-keputusan dalam keluarga, namun tidak berlaku secara mutlak karena peran suami dalam member dukungan dan masukan juga terlibat. Berdasarkan hasil wawancara sebagaimana dijabarkan diatas keluarga yang menikah beda budaya (suku) ini Bu Novi yang berasal dari Jawa dan Bapak Deni yang berasal dari Bali memiliki dua putrid menganut strategi komunikasi Be Open.

Pada saat wawancara berlangsung keadaan rumah begitu santau karena kami melakukan wawancara diteras rumah. Rumah keluarga ini sangat sederhana dengan tipe 36, penatan perabotan rumah tangga terlihat rapi sehingga enak dipandang mata. Di halaman depan rumah berjajar tanaman yang bermacam-macam karena sang istri memiliki hobi berkebun. Setiap hari sang suammi berangkat ke kantor pukul 07.30 WIB dengan mengendarai motor Yamaha Mio yang berjarak 1 km dari rumahnya.

Strategi komunikasi yang terjalin dalam keluarga ini dapat dikatakan sebagai keluarga yang sangat harmonis. Adanya perbedaan budaya (suku) bukan menjadi masalah bagi keluarga ini untuk menjalankan pernikahan. Padahal mereka telah mengetahui bahwa


(62)

pernikahan yang dijalani bukanlah hal yang mudah. Masalah keluarga yang dihadapi dapat diselesaikan secara bersama-sama terutama masalah anak. Dalam hal berkomunikasi dengan anak suami istri ini tidak mendominasi dalam mengenalkan suku masing-masing. Kedua anaknya dibiarkan mengenal kedua suku yang dimiliki oleh orang tuanya, sehingga anak dapat mengerti kebiasaan dan hal-hal yang dilakukan oleh orang tuanya meskipun pada akhirnya telah ada keputusan masing-masing anak dalam memilih kelak. Adanya komunikasi yang seperti itu memperlihatkan adanya komunikasi yang baik antar keduanya dalam mendidik anak-anaknya.

4.2.1.2 Strategi Komunikasi Keluarga II

Keluarga II ini merupakan keluarga yang melakukan pernikahan beda budaya (suku), istri (Jawa) suami (Batam). Suami bernama Ibrahim Azhar dan istri bernama Arinda Puspitasari seorang teller bank swasta di Mojokerto. Penghasilan perbulan keluarga ini cukup besar mencapai 5 juta. Dirumahnya yang begitu sederhana dengan tipe 36 mereka tinggal berempat bersama anaknya. Sedangkan untuk masalah membersihkan rumah dilakukan oleh pembantu.

Apa yang dialami oleh keluarga ini tidak jauh berbeda dengan apa yang dialami oleh keluarga pertama. Keluarga tersebut berpendapat bahwa strategi komunikasi yang dilakukan adalah benar-benar terbuka (Be Open) dan selalu berpikir positif (Be Positive), tidak ada satu halpun yang


(63)

ditutup-tutupi. Semua masalah yang muncul dalam hal apapun selalu diselesaikan secara bersama-sama, namun pengambil keputusan dipegang oleh satu pihak yaitu sang istri. Disini suami istri bekerja untuk mendidik anak mereka yang kemudian nantinya mengarahkan anak dalam menjalani kehidupannya kelak.

Pasangan suami istri ini juga mengalami sedikit kesulitan dalam awal-awal hubungan mereka sebelum memutuskan untuk menikah, sehingga mereka sebelum menikah terlebih dahulu membuat kesepakatan, pemahaman yang sama, satu jalan pikiran akan banyak hal, yang tujuannya menyatukan perbedaan diantara mereka. Terlihat seperti petikan berikut :

Informan II (Istri)

“..kalau buat kesepakatan sih jelas iya, kita diskusikan mau mengambil keputusan harus diomongin dulu..”

Adanya kesepakatan bersama diantara suami istri diamini juga oleh suami, karena menurutnya hal tersebut harus dilakukan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kesalahpahaman. Seperti yang dituturkan berikut :

Informan II (Suami)

“..sebelum menikah kami kami membuat kesepakatan terlebih dahulu agar tidak terjadi kesalahpahaman di kemudian hari. Itulah kuncinya untuk mengurangi ketidakpastian…”

Sekali lagi ada salah satu pihak yang mendominasi, keterbukaan tetap dijaga oleh pasangan Jawa Batam ini karena mereka tidak mau membatasi satu sama lain dalam hal mengungkapkan perasaan, pendapat


(64)

atau ide dan pemikiran khususnya hal-hal yang berkaitan dengan anak mereka. Hal ini juga diperkuat oleh kutipan sang istri setelah memiliki anak berikut ini:

Informan II (Istri)

“..ibaratnya kita menumbuhkan tanaman gitu, jadi ya kita sama-sama, nanti kalau malah diatur-atur malah jadi pusing..”

Pak Ibrahim juga menjawab dengan tegas bahwa mereka saling terbuka dan memberi kesempatan yang sama untuk dirinya dan sang istri untuk dalam menyampaikan apa yang ingin diutarakan karena peran orang tua menurutnya harus sama tidak boleh ada yang menang sendiri, seperti yang dikatakan berikut ini :

Informan II (Suami)

“tentu kami memberikan kebebasan untuk menyampaikan pendapat atau pemikiran terutama yang menyangkut masalah anak. Kami sering berdiskusi tentang banyak hal mulai dari pendidikan, kesehatan dan bagaimana caranya menjadi orang tua yang baik dan peduli terhadap anak..”

Terutama dalam hal menjaga kekompakan dan keharmonisan keluarga mereka yang memiliki dua budaya (suku) yang berbeda pasangan ini menjelaskan bahwa komunikasi dan keterbukaan merupakan hal yang utama, apapun yang terjadi mau besar atau kecil semua harus dibicarakan bersama agar bisa ditemukan jalan keluar yang membawa kebaikan dan keuntungan bagi kedua belah pihak. Seperti yang dijelaskan dalam wawancara ini :


(65)

Informan II (Suami)

“..hanya satu kuncinya komunikasi. Jadi kamu selalu mengkomunikasikan semua persoalan rumah tangga secara efektif..”

Karena keluarga ini membebaskan anak dengan dua budaya (suku) yang berbeda, kebiasaan yang berbeda pula, mereka memberi pengertian kepada sang anak dengan mengenalkan dan memberi tahu seperti ini budaya sang ayah dan begini budaya sang ibu. Berikut penuturannya :

Informan II (Istri)

“..dia (anak) tahu kalau bapaknya dari Batam soalnya kan kakek nenek keluarga ayahnya disana semua, jadi dia tahu. Memang dia beda dengan teman-temanya yang lain, ayahnya dari Batam, ibunya dari Jawa. Jelas dia harus mempelajari dua budaya (suku). Jadi yaa aku yang mengenalkan ini lho Batam kaya begini, Jawa kaya begini. Keduanya budaya (suku) kamu, kamu mau ke kakek nenek tidak apa-apa yang penting kamu tahu bagaimana tradisi dan kebiasaan masing-masing budaya (suku). Jadi dari hal-hal kecil seperti ini sudah saya ajarkan..”

Dari pengenalan seperti itu Pak Ibrahim dan Bu Arin mengharapkan sang anak kelak bisa mempelajari 2 budaya (suku),2 kebiasaan yang berbeda agar sang anak tidak lupa dengan Batam/ Jawa, sehingga bila sudah dewasa nantinya anak dapat memilih sendiri budaya (suku) apa yang akan diikutinya. Suami istri ini tidak berusaha menentukan budaya (suku) apa yang paling baik dan paling cocok untuk anaknya. Mereka menyerahkan semua ke anak karena dari awal pernikahan pun mereka sepakat tidak akan memaksakan budaya (suku) masing-masing untuk diikuti atau dipilih sang anak, karena mereka merupakan keluarga yang terbuka, terlihat seperti ini :


(66)

Informan II (Istri)

“.. itu sih terserah mereka kalau sudah besar, tapi sekarang kita masih arahin, mereka masih kecil belum bisa ambil keputusan sendiri. Ya kalau sekarang diarahin dulu..”

Dari sini dapat diketahui bahwa dengan menerapkan strategi komunikasi terbuka. Hal ini didasarkan atas adanya saling menerima satu sama lain, saling menghormati adanya perbedaan yang ada dalam berkomunikasi. Keduanya ini telah diterapkan oleh keluarga II sehingga situasi dan kondisi seperti ini membuat Pak Ibrahim dan Bu Arin merasa nyaman dalam menjalankan pernikahan. Hal ini membuat terciptanya keharmonisan dalam hubungan suami istri.

Pernikahan yang dilakukan adalah pernikahan beda budaya (suku) antara istri (Jawa) dan suami (Batam) yang telah dikaruniai dua orang anak perempuan ini cukup harmonis terlihat pasa saat wawancara berlangsung keluarga ini memperlihatkan bahasa nonverbal yang berarti adanya keharmonisan dan kebahagiaan yang dirasakan. Rumah mereka terlihat begitu sederhana dengan tipe 36, dinding cat rumahnya berwarna hijau muda dengan interior klasik yang menunjukkan cirri khas Indonesia, karena sang istrilah yang menjadi pencetus konsep ini semua.

Pernikahan berbeda budaya (suku) bukanlah pernikahan yang mudah untuk dijalani karena itu dibutuhkan komunikasi yang baik diantara keduanya. Komunikasi yang dijalankan harus bersifat terbuka seperti apa yang telah diterapkan oleh keluarga II ini dalam menentukan budaya (suku) untuk sang anak, suami istri ini memberikan kebebasan pada anaknya untuk memilih budaya (suku) yang akan diikuti. Dalam


(67)

menentukan budaya (suku) untuk anak tidak menjadi masalah yang berarti karena mereka sebelum memutuskan untuk menikah juga sudah sepakat untuk tidak memaksakan budaya(suku) kepada anak.

Berdasarkan permasalahan yang telah dijabarkan diatas dapat diketahui bahwa strategi komunikasi yang digunakan suami istri keluarga II ini adalah Be Open, Communicate dan Be Positive.

4.2.1.3 Strategi Komunikasi Keluarga III

Perbedaan budaya (suku) yang terdapat dalam keluarga III yaitu Aceh (istri) dan Jawa (suami). Si istri menjadi guru atau tenaga pengajar di salah satu SMA Swasta di Mojokerto dan suami merupakan seorang PNS yang bekerja di salah satu instansi pemerintahan di Mojokerto. Untuk mengisi waktu luangnya sang suami mempunyai usaha sampingan mendistribusikan air mineral dan elpiji ke pelanggan-pelanggannya. Dari penghasilan suami saja perbulan mencapai 3 juta. Keluarga ini tinggal di Asrama Korem Mojokerto. Sang istri yang berprofesi sebagai guru dibantu oleh seorang pembantu untuk mengurus anak mereka.

Seperti halnya keluarga I dan II, keluarga III dalam penelitian ini juga menerapkan strategi komunikasi suami istri yang selalu terbuka dan dalam mengambil keputusan selalu dibicarakan secara bersama. Akan tetapi tetap salah satu pihak yang memegang keputusan akhir dan mendominasi segala sesuatunya. Dalam keluarga ini untuk urusan rumah dan keluarga dipegang oleh sang istri karena dianggap lebih teliti dan


(1)

68

Informan IV ( Istri)

“..kita saling beri kebebasan untuk beri pendapat, apalagi berhubungan dengan anak. Tahu sendiri persoalan anak cukup rumit jadi kedua orang tua harus berperan, mendukung satu sama lain..”

Adanya kebebasan yang diperlihatkan untuk masing-masing pribadi dalam urusan anak menjadikan keluarga ini memiliki porsi yang sama rata antara satu dengan yang lain dalam member arahan dan pengenalan akan masing-masing budaya (suku). Seperti yang dikatakan berikut ini :

Informan IV (Istri)

“.. kami menginginkan anak bisa mengenal dan memahami budaya (suku) yang dimiliki kedua orang tuanya..”

Dengan melihat kutipan diatas dapat diketahui bahwa suami dan istri sama-sama ingin kelak sang anak bisa mengenal dan memahami budaya (suku) kedua orang tuanya. Dan dari hal tersebut kunci dari pernikahan mereka yang terlihat tanpa hambatan yang berarti adalah sama-sama saling menghargai, dan mengkomunikasikan atau membicarakan segala sesuatunya. Berikut kutipannya :

Informan IV (Suami)

“..inti pokoknya kita harus saling terbuka, saling menghargai satu sama lain. Ketika kita buat kesepakatan harus dibicarakan lebih lanjut..”

Informan IV (Istri) “..hanya satu kata.. Komunikasi..”

Dari kutipan wawancara diatas dapat diketahui bahwa keluarga ini selalu mengutamakan komunikasi dan toleransi antara satu dengan yang


(2)

lain, sehingga kekompakan dan keharmonisan dapat mereka jaga dalam keluarga mereka yang dikaruniai 2 orang anak ini. Dan dari situ mereka sepakat dan memberi pengertian ke anak akan perbedaan budaya(suku), mereka menceritakan juga menjelaskan dengan sederhana dan sedikit demi sediki agar sang anak tidak mengalami kebingungan akan hal tersebut. Dengan cara seperti itu, diharapkan sang anak bisa mengerti dan menerima secara bertahap akan adanya multicultural dalam keluarganya. Seperti yang dijelaskan berikut ini:

Informan IV (Suami)

“..dengan cara menceritakan, pokoknya sesederhana mungkin biar dimengerti anak kita, kita ajarkan pelan-pelan, sedikit-sedikit, tidak langsung “brek” gitu. Nanti malah susah dan ribet..”

Hal senada juga dilakukan oleh istrinya pada saat wawancara berlangsung suami terlihat mendengarkan dengan seksama pertanyaan dari pewawancara. Sebelum memutuskan untuk menikah suami istri ini membuat kesepakatan tertentu karena mereka menganggap bahwa segala sesuatunya harus terkonsep dengan jelas agar kesalahpahaman bisa diminimalisasikan. Selain menyerahkan semuanya kepada Tuhan, mereka juga berusaha dengan jalan membuat suatu komitmen bersama bagaimana pernikahan akan dijalankan, bagaimana dengan urusan anak, pendidikan, kesehatan dan lainnya. Munculnya kesepakatan tentang cara mengenalkan ke anak tentang adanya multikultur dalam keluarganya, bagaimana nantinya mendidik anak untuk mengarahkannya dalam menentukan kehidupan ketika dewasa. Komunikasi yang mereka jalani adalah


(3)

70

komunikasi yang menggunakan sistem terbuka. Mereka menganggap strategi seperti itu sangat baik karena jika semua dibicarakan maka kesalahpahaman bisa dihindari agar konflik-konflik yang harusnya tidak muncul, bisa disingkirkan.

Perbedaan budaya (suku) bukan menjadi masalah dalam keluarga ini dalam menjalankan pernikahan dan mendidik anaknya. Masalah keluarga yang dihadapi dapat diselesaikan secara bersama terutama dalam mendidik anaknya, bagaimana agar tidak terjadi kecemburuan di masing-masing pribadi atau keputusan anak kelak. Masa penjajakan dan toleransi yang begitu besar membuat keluarga ini tetap menjaga keterbukaan pemikran, pandangan dalam keluarganya.

Dalam hal berkomunikasi dengan anak, suami istri ini tidak mendominasi dalam mengenalkan budaya (suku) masing-masing. Anak dibiarkan mengenal budaya (suku) kedua orang tuanya, sehingga anak mengerti kebiasaan-kebiasaan, adat bahkan hal-hal yang dilakukan oleh orang tuanya meskipun pada akhirnya keputusan ada ditangan sang anak.


(4)

71 5.1 Kesimpulan

Berdasarkan analisis data dan pembahasan dari hasil penelitian, maka dapat dikemukakan bahwa terdapat 1 kesamaan dari 4 informan dalam menggunakan strategi komunikasi dalam hubungan suami istri. Strategi keluarga pertama, strategi yang digunakan adalah adanya saling keterbukaan (Be Open) dan berkomunikasi yang efektif (Communicate). Begitu pula dengan strategi komunikasi keluarga kedua,ketiga dan keempat.

Strategi komunikasi yang digunakan antara suami istri beda budaya yaitu adanya keterbukaan dan komunikasi yang efektif. Banyak diantara masyarakat yang menganggap pernikahan beda budaya (suku) dalam mendidik anak merupakan pernikahan yang susah dijalankan karena bisa memicu terjadinya konflik yang cukup sering. Namun setelah dijalankan secara bersama, terbuka, toleransi yang tinggi, saling pengertian dan menghargai membuat pernikahan ini terasa mudah. Pernikahan yang jika dilandasi rasa saling menghormati serta menghargai maka akan bertahan sampai takdir memisahkan

5.2 Saran

1. Perbedaan-perbedaan budaya(suku) bisa memicu ketidak harmonisan keluarga. Untuk itu diperlukan jiwa yang besar dan sikap yang dewasa dalam menanggapi konflik,persepsi yang salah,omongan-omongan yang dapat memicu prahara rumah tangga.


(5)

72

2. Strategi komunikasi yang dilakukan oleh pasangan suami istri beda budaya (suku) memang sudah benar yakni adanya keterbukaan dengan pasangan dan saling berkomunikasi. Agar tidak terjadi kerancuan dalam pembagian peran orang tua, sebaiknya harus ada mana yang dipimpin dan mana yang memimpin. Sehingga dalam hal ini tidak ada yang merasa dirugikan.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Devito, J.A. 1997. Komunikasi Antar Manusia,edisi 5, Jakarta : Profesional Books.

Hardjana,Agus M. 2003. Komunikasi Interpersonal. Yogyakarta : Kanisius. Liliweri, A. 2001. Gatra-Gatra Komunikasi Antar Budaya. Yogyakarta : Pustaka

Pelajar.

Liliweri, A. 2007. Dasar-Dasar Komunikasi Antar Budaya. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Moeleong,J.L. 2002. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Monib, Moh. Nurcholis. 2007. Kado Cinta Bagi Pasangan Beda Agama. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Moss,Sylvia dan Tubbs,L Stewart. 2000. Human Communication : Prinsip-Prisnsip Dasar. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Mulyana, D. & Rakhmat, J. 2004. Komunikasi Antar Budaya Panduan Berkomunikasi Dengan Orang-Orang Berbeda Budaya. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Mulyana, D. 2005. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung : PT.Remaja Rosdakarya.

Rachmat, Jalaluddin. 2002. Psikologi Komunikasi. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Suhendi, Handi, Ramdani Wahyu. 2001. Pengantar Studi Sosiologi Keluarga. Bandung : CV. Pustaka Setia.

Uchana, O. 2008. Dinamika Komunikasi. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Internet :

Hubungan Pernikahan Dalam Praktik Kebudayaan, Diakses pada 9 Maret 2012 dari http : // shvoong.com

Pengertian Mendidik, Diakses pada 9 Maret 2012 dari www.eduBENCHMARK.com