Strategi Komunikasi Keluarga III

menentukan budaya suku untuk anak tidak menjadi masalah yang berarti karena mereka sebelum memutuskan untuk menikah juga sudah sepakat untuk tidak memaksakan budayasuku kepada anak. Berdasarkan permasalahan yang telah dijabarkan diatas dapat diketahui bahwa strategi komunikasi yang digunakan suami istri keluarga II ini adalah Be Open, Communicate dan Be Positive.

4.2.1.3 Strategi Komunikasi Keluarga III

Perbedaan budaya suku yang terdapat dalam keluarga III yaitu Aceh istri dan Jawa suami. Si istri menjadi guru atau tenaga pengajar di salah satu SMA Swasta di Mojokerto dan suami merupakan seorang PNS yang bekerja di salah satu instansi pemerintahan di Mojokerto. Untuk mengisi waktu luangnya sang suami mempunyai usaha sampingan mendistribusikan air mineral dan elpiji ke pelanggan-pelanggannya. Dari penghasilan suami saja perbulan mencapai 3 juta. Keluarga ini tinggal di Asrama Korem Mojokerto. Sang istri yang berprofesi sebagai guru dibantu oleh seorang pembantu untuk mengurus anak mereka. Seperti halnya keluarga I dan II, keluarga III dalam penelitian ini juga menerapkan strategi komunikasi suami istri yang selalu terbuka dan dalam mengambil keputusan selalu dibicarakan secara bersama. Akan tetapi tetap salah satu pihak yang memegang keputusan akhir dan mendominasi segala sesuatunya. Dalam keluarga ini untuk urusan rumah dan keluarga dipegang oleh sang istri karena dianggap lebih teliti dan mengetahui segalanya. Bila ada permasalahan semua diselesaikan dengan membicarakan telebih dahulu, sang istri sebagai pengambil keputusan dari pihak yang mendominasi, memintya masukan dahulu kepada suaminya. Berikut ini penuturannya : Informan III Suami “..untuk masalah urusan rumah tangga sepenuhnya saya serahkan pada sang istri. Saya percaya penuh pada istri dan asti akan melakukan yang terbaik untuk keluarga..” Dengan tegas Mudjiono menjawab pertanyaan peneliti soal siapa yang paling sering menjadi pengambil keputusan dalam rumah tangga mereka. Berdasarkan kutipan diatas suami istri ini menempatkan sang istri sebagai puhak yang dominan, akan tetapi tidak otoriter. Adanya kesepakatan untuk menjadikan istri sebagai pembuat keputusan dengan penuh tanggung jawab didasarkan pada kesepakatan mereka untuk saling terbuka dan member kebebasan satu sama lain untuk menyampaikan ide dan pendapat yang berkaitan dengan anak. Informan III Istri “..iya tentu yaa kami berdua sih sama-sama ingin kasih ruang untuk sama lain untuk mengekspresikan diri juga, mengutarakan pendapat juga. Yang berhubungan dengan anak pastinya juga. Tahu sendiri kan kalau persoalan anak itu orang tua harus sama-sama berperan. Jadi kita selalu bicarain gitu seperti pendidikan,kesehatan anak sampai cara mengasuh anak. Tapi balik lagi porsinya lebih lanjut pastinya lebih banyak ke saya istri..” Jadi kita selalu dibicarakan gitu seperti tentang pendidikan, kesehatan anak sampai cara mengasuh anak. Tapi balik lagi porsinya lebih lanjut pastinya lebih banyak ke saya istri..” Dari kutipan diatas jelas bahwa dibalik peran sang istri sebagai pihak yang dominan, diskusi tetap dilakukan oleh pasangan ini dalam menentukan satu kesepakatan untuk segala sesuatunya, terutama yang menyangkut anak. Adanya kesepakatan seperti itu merupakan salah satu dari banyak kesepakatan yang mereka buat sebelum meutuskan untuk menikah. Langgengnya pernikahan antara Aceh dengan Jawa ini tidak lain adalah karena adanya rasa toleransi yang cukup dijunjung tinggi dan adanya kesepakatan dan persetujuan dari kedua pihak dalam membuat kesepakatan bersama sebagaimana terdapat dalam kutipan berikut : Informan III Suami “..sebelum menikah kami memiliki kesepakatan berdua tentang pernikahan ini. Yakni tentang adanya komunikasi, rasa toleransi yang tinggi untuk saling menghormati..” Kutipan tersebut menunjukkan perbedaan yang ada antar dua budaya suku bisa dijembatani dengan kesepakatan bersama yang telah dibuat. Sehingga mereka juga tidak menjadikan status budaya suku sang anak kelak menjadi permasalahan yang berarti. Yang tersirat dalam pernyataan berikut : Informan III Suami “..untuk sekarang sih anak masih ikut saya, karena kita tinggalnya di Jawa jadi simple aja,diambil mudahnya. Jadi untuk kedepannya belum dibicarakan dulu dan dijalani apa adanya..” Selain itu pasangan ini juga terlihat terbuka dalam mengenalkan dan member pengertian pada anaknya mengenai adanya lebih dari satu budaya suku dalam keluarganya. Informan III Istri “..kita cukup kasih pengertian sih kaya lewat cerita atau dongeng, terus kebiasaan yang kita lakukan kaya lewat bahasa yang kita gunakan, sosialisasi dengan dunia luar juga. Sesederhana itu karena kami yakin pemahaman akan suatu hal akan tumbuh dengan sendirinya dalam proses perkembangan anak itu sendiri..” Kutipan diatas menunjukkan bahwa dalam membesarkan anak, pasangan suami istri sepakat memberikan pengertian kepada anaknya akan adanya perbedaan budayasuku dalam keluarganya, dimana sang ayah yang bersuku Jawa dan ibunya yang bersuku Aceh. Maka dari itu sejak kecil anak sudah dikenalkan dua budaya suku. Hal ini dapat memperlihatkan adanya porsi yang sama rata bagi pasangan untuk memperkenalkan masing-masing budaya pada anaknya. Jika dalam mendidik anak saja terlihat ada keterbukaan maka kesepakatan dalam memberi kebebasan pada anak untuk memilih dan menentukan jalan hidupnya dalam hal ini budaya suku bisa dijadikan pertimbangan untuk pasangan lainnya yang memiliki kasus yang sama,berikut kutipannya : Informan III Istri “..kasih kebebasan ke anak kita, terus kalau sudah cukup umur yaa kita juga tidak mau orang tua yang terlalu mengekang. Terus kalau untuk memilih seperti budayasuku, cita-cita dan sebagainya ya kita kasih pengertian saja..” Informan menjawab pentanyaan yang dilontarkan peneliti sambil mempersilahkan pewawancara untuk menikmati makanan kecil yang sudah disajikan. Kalimat pada kutipan diatas mencerminkan adanya kebersamaan diantara suami istri yang dirasakan dalam hal berkomunikasi. Ketika wawancara berlangsung istri terlihat sedikit pemalu namun tegas dalam bicara. Begitu pun dengan suami yang mengaku ia merupakan orang yang bebas seperti penuturannya : Informan III Suami “saya ini orangnya pendiam. Dan sering memberikan kebebasan seperti yang anak-anak inginkan..” Dari situ memunculkan adanya kesamaan pemikiran anatara suami istri untuk masa depan anak, semakin jelas terlihat kekompakan mereka dalam berumah tangga. Rumah yang terletak di Jalan Gajah Mada ini terlihat cukup ramai karena keluarga ini tinggal bersama ketiga orang anaknya. Rumahnya terlihat cukup sederhana dengan tipe 36 terlihat begitu rapi dan asri. Hal ini terlihat dengan adanya furniture yang elegan namun sangat terjaga dan adanya berbagai macam tanaman hias di depan rumah. Keluarga ini begitu ramah,hal ini terlihat ketika peneliti berpamitan baik Pak Mudjiono dan Bu Sesa sama-sama bersalaman dan mengantarkan peneliti sampai pagar depan. Adanya perbedaan diantara keduanya bukan menjadi penghalang untuk dapat mempertahankan pernikahan. Pernikahan beda budaya suku dianggap sebagaian orang sebagai pernikahan yang susah, tetapi keluarga ini menganggap pernikahan beda budaya suku sebagai pernikahan yang mengajarkan banyak hal baik untuk masing-masing setelah dijalani karena pasangan suami istri ini memiliki kesamaan yaitu sama-sama ingin mengisi satu sama lain, menerima apa adanya apapun kelebihan dan kekurangan pasangannya. Keluarga ini memiliki tiga orang anak dalam mendidik anak dikenalkan dua budaya suku, namun dalam memutuskan budaya suku yang akan diikuti dan dipilih orang tua memberikan kebebasan bagi anaknya untuk memilih. Dalam kehidupan sehari-hari si anak dalam melakukan sesuatu selalu diberi penjelasan mengenai kebiasaan,tradisi dari masing-masing budayasuku kedua orang tuanya. Komunikasi yang dilakukan oleh keluarga ini berlangsung secara efektif karena suami istri selalu membicarakan terlebih dahulu ketika ingin memutuskan sesuatu meskipun keputusan akhir sang istrilah yang menetapkan. Dimaksudkan disini adalah segala hal selalu dibicarakan agar masing-masing punya kesempatan yang sama untuk menyatakan pendapat, memberi masukan satu sama lain, semua keputusan yang ada dalam keluarga selalu berdasar atas pemikiran kedua belah pihak sehingga meskipun istri yang menentukan keputusan apa yang diambil, peran suami tidak dibiarkan begitu saja. Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa strategi komunikasi yang digunakan adalah Be Open dan Communicate.

4.2.1.4 Strategi Komunikasi Keluarga IV