Instrumen Penelitian METODE PENELITIAN

42 yang lebih dalam. Observasi ini melibatkan peneliti secara langsung, dimana peneliti terlibat langsung dalam situasi dan kondisi yang sedang diamati. Dengan terjun ke lapangan secara langsung diharapkan peneliti mendapatkan banyak informasi tentang peristiwa yang terjadi sebagaimana adanya.

3.5.2 Wawancara

Sebagaimana dicantumkan dalam bagian Pemilihan Partisipan, wawancara pertama dilakukan terhadap wali kelas IV B SD Suka selaku informan I. Salah satu teknik pengumpulan data yang lazim digunakan peneliti dalam penelitian kualitatif adalah wawancara mendalam Afrizal, 2014 : 135. Wawancara mendalam adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan informasi secara langsung dengan mengajukan pertanyaan kepada narasumber informan atau informan kunci untuk mendapat informasi yang mendalam Yaniawati, 2014 : 136. Alasan peneliti menggunakan teknik wawancara semi terstruktur adalah supaya narasumber dapat memberikan jawaban yang fleksibel sesuai dengan keadaannya saat ini, namun tetap tidak keluar dari topik penelitian. Peneliti tetap membuat pedoman wawancara, namun pertanyaan-pertanyaan selanjutnya bergantung pada jawaban yang diungkapkan narasumber, tidak terpaku pada pedoman wawancara yang telah disusun. Peneliti merekam dan mencatat segala yang diucapkan narasumber untuk mengurangi resiko hilangnya data atau bukti.

3.6 Instrumen Penelitian

Moleong 1989 : 21 mengemukakan bahwa pencari tahu alamiah dalam pengumpulan data lebih banyak bergantung pada dirinya sebagai alat 43 pengumpulan data. Dengan kata lain, dalam penelitian kualitatif peneliti berperan sebagai instrumen itu sendiri. Berdasarkan pernyataan tersebut, peneliti akan membahas tentang latar belakang keluarga, latar belakang pendidikan, dan pengalaman berdinamika yang mungkin mempengaruhi cara pandang peneliti dalam menganalisis data. Peneliti lahir di Yogyakarta, pada tanggal 19 November 1994. Peneliti adalah anak pertama dari 2 bersaudara. Ibu peneliti bekerja sebagai perawat di sebuah rumah sakit swasta di Yogyakarta, dan Ayah peneliti bekerja sebagai supir ambulans di salah satu rumah sakit swasta di Sleman. Peneliti memiliki seorang adik laki-laki yang kini duduk di bangku kelas II di sebuah SMP swasta di Yogyakarta. Sejak pertama kali masuk SD, peneliti selalu belajar didampingi oleh Ayah peneliti. Hingga kelas 5 SD, peneliti sempat menyukai pelajaran Matematika. namun setelah duduk di bangku SMP semuanya berubah. Menurut peneliti materi yang diajarkan di SMP terlalu sulit dan pada saat itu mata pelajaran Matematika diampu oleh guru yang sama sejak kelas 7 hingga kelas 9. Peneliti menganggap penjelasan beliau terlalu cepat dan cenderung mementingkan siswa yang sudah pandai, sementara siswa yang masih kurang paham kesulitan menyesuaikan materi yang selanjutnya sehingga semakin tertinggal. Hal itulah yang dirasakan peneliti terhadap mata pelajaran Matematika di SMP. Sejak saat itu peneliti selalu merasa cemas jika akan menghadapi ulangan Matematika atau apapun itu yang berhubungan dengan Matematika. Hal tersebut berlangsung hingga masa-masa Ujian Nasional. Pada waktu itu, peneliti hanya mengandalkan les tambahan yang diadakan di sekolah dan tidak mengikuti les privat di luar sekolah. Itu pun tidak cukup membantu. Hasil try out yang peneliti dapatkan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 44 selalu berada di bawah rata-rata. Pada waktu itu peneliti menganggap faktor penyebab kecemasan peneliti adalah pelajaran Matematika yang sangat sulit peneliti pahami. Semua berawal dari guru yang terlalu cepat dalam menjelaskan, dan kurang peduli terhadap siswa yang belum paham. Peneliti belum memahami dasarnya, namun harus mengejar teman-teman yang sudah pandai. Hal tersebut malah membuat peneliti semakin tertinggal. Ketertinggalan dalam memahami materi pembelajaran tersebut menyebabkan peneliti stress jika dihadapkan dengan mata pelajaran matematika. Peneliti cemas jika tidak bisa menyetarakan kemampuan dengan teman-teman yang lain. Peneliti cemas apabila mendapatkan nilai matematika yang jelek pada hasil UN peneliti. Jika mendapatkan hasil yang jelek maka peneliti tidak akan lulus sekolah dan dianggap bodoh oleh teman-teman dan lingkungan. Peneliti cemas jika tidak bisa membanggakan orang tua, meskipun orang tua tidak pernah menuntut peneliti untuk mendapatkan nilai matematika yang tinggi. Sekalipun peneliti telah belajar, peneliti selalu mendapatkan nilai di bawah KKM. Hal tersebut terus peneliti alami sampai ke bangku SMK. Karena sejak awal tidak paham dengan materinya, maka ketika diberi materi baru peneliti semakin kesulitan mengejar. Di bangku SMK nilai matematika peneliti juga selalu jeblok. Selalu di bawah KKM. Lagi-lagi peneliti harus menghadapi Ujian Nasional untuk kelulusan SMK. Peneliti sangat cemas apabila mendapatkan nilai yang buruk pada mata pelajaran matematika, karena peneliti hanya lemah pada mata pelajaran matematika. Berbagai cara telah peneliti usahakan seperti mengikuti les tambahan di sekolah, belajar berkelompok bersama teman yang 45 pandai matematika, hal tersebut tidak memberikan dampak yang besar. Peneliti tetap kesulitan mengejar materi. Hal tersebut terus berlangsung bahkan sampai ke bangku kuliah. Pada semester I dan II ada mata kuliah Pendidikan Matematika murni, peneliti pun kesulitan mengikuti dan selalu mendapatkan hasil yang buruk. Hal tersebut membuat peneliti semakin membenci pelajaran matematika dan menganggap matematika sebagai momok dalam dunia pendidikan. Peneliti memang menganggap matematika sebagai pelajaran yang menakutkan, namun peneliti sangat menyukai mata pelajaran Bahasa Inggris. Kecintaan peneliti terhadap mata pelajaran Bahasa Inggris telah peneliti rasakan sejak SD, dan tidak berubah sampai sekarang. Peneliti selalu mendapatkan nilai yang memuaskan pada setiap latihan atau ulangan Bahasa Inggris. Hal tersebut yang agaknya “menyelamatkan” peneliti selama bersekolah. Meskipun buruk dalam pelajaran matematika namun hal tersebut sedikit tertutup oleh prestasi peneliti dalam bidang Bahasa Inggris. Peneliti pernah ditunjuk untuk mengikuti beberapa lomba yang berkaitan dengan Bahasa Inggris ketika SMK. Peneliti juga pernah mengikuti test TOEIC yang diwajibkan oleh sekolah peneliti. Tak disangka peneliti mendapatkan skor yang tinggi, yakni 700. Hal tersebut peneliti manfaatkan untuk mencoba menjadi tutor les bagi teman-teman peneliti yang rendah dalam pelajaran Bahasa Inggris. Ya, peneliti menjadi tutor bagi beberapa teman sekelas peneliti ketika SMK, dan peneliti dibayar untuk hal itu. Sejak saat itu, peneliti menjadi terbiasa mengajar, ya walaupun teman sendiri. Setidaknya peneliti telah terbekali dengan kemampuan komunikasi yang baik, terutama dalam hal kegiatan belajar mengajar, mengingat profesi peneliti yang nantinya akan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 46 menjadi guru. Hingga pada akhirnya peneliti lulus SMK dan mendaftar di Universitas Sanata Dharma. Pada waktu itu sesungguhnya peneliti ingin mendaftar jurusan Pendidikan Bahasa Inggris, namun karena keterbatasan ekonomi, orang tua peneliti menyarankan untuk memilih jurusan yang lebih terjangkau. Akhirnya peneliti memilih jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Awalnya peneliti tidak menikmati perkuliahan dikarenakan pada semester awal peneliti harus berhadapan dengan matematika lagi, pelajaran yang sangat peneliti benci. Namun seiring berjalannya waktu, akhirnya peneliti bisa menikmati proses perkuliahan di Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma. Selama perkuliahan peneliti mendapatkan banyak sekali pengalaman berharga. Pengalaman berdinamika sejak semester 1 hingga 7 membantu peneliti untuk menjadi pribadi yang lebih terbuka. Sejak semester 2, peneliti sudah melakukan praktek mengajar pramuka di SD. Untuk menjadi pengajar pramuka yang professional, sebelumnya peneliti harus menjalani Kursus Mahir Dasar Pramuka selama satu minggu penuh di Youth Center, yang terletak di Mlati, Sleman, Yogyakarta. Disana peneliti mendapatkan banyak sekali pengalaman terkait dengan pengajaran Pramuka di SD. Kemudian pada semester 3 dan 4, peneliti sudah melakukan praktek bimbingan belajar di SD. Pada semester 3, peneliti melakukan bimbingan belajar kelas atas di salah satu SD Negeri di Yogyakarta. Pada semester 4 peneliti melaksanakan praktek bimbingan belajar kelas bawah di sebuah sekolah swasta di Yogyakarta. Bimbingan belajar tersebut peneliti lakukan selama satu minggu sekali selama 14 kali pertemuan. Bimbingan belajar ini dilakukan selama satu jam setelah jam pulang sekolah. Sesungguhnya PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 47 bukan hal baru bagi peneliti untuk melakukan praktek mengajar karena dulu ketika SMK sudah pernah mengajar teman sendiri. Bedanya saat ini peneliti mengajar siswa yang lebih muda, dan itu membutuhkan kesabaran yang luar biasa besar. Pada semester 5 dan 6 peneliti telah melaksanakan magang guru dan magang kepala sekolah di SD. Pada semester 5, peneliti melakukan praktek magang guru di salah satu sekolah swasta di daerah Sleman. Praktek magang guru ini juga dilakukan seminggu sekali selama kurang lebih 14 kali pertemuan. Bedanya dengan bimbingan belajar, praktek magang guru ini dilaksanakan sejak pagi hingga jam pulang sekolah. Kemudian saat semester 6, peneliti melaksanakan praktek magang kepala sekolah di salah satu SD Negeri di Yogyakarta. Magang kepala sekolah ini juga dilaksanakan selama satu minggu sekali selama 14 kali pertemuan, sejak pagi hari hingga jam pulang sekolah. Namun sayangnya peneliti merasa kurang mendapatkan faedah pada saat melaksanakan praktek magang kepala sekolah ini, dikarenakan kondisi sekolah tempat peneliti magang yang hampir koleps. Jabatan kepala sekolah pun dipegang oleh seorang PLT Sekolah dikarenakan kepala sekolah terjerat suatu kasus tertentu, sehingga tidak dapat membimbing kami para mahasiswa magang. Yang terkahir pada semester 7, peneliti telah melaksanakan PPL atau Program Pengakraban Lapangan selama kurang lebih 3 bulan di SD. Saat PPL inilah yang menurut peneliti memberikan kesan yang paling dalam. Selama PPL peneliti harus bangun pagi setiap hari selama 3 bulan penuh. Peneliti diberi jatah untuk mengajar sebanyak 18 kali pertemuan. Itu pun harus berbagi dengan teman satu kelompok PPL. Awalnya peneliti dan teman-teman merasa kesulitan menyusun PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 48 jadwal mengajar, karena pada saat yang sama ada mahasiswa PPGT juga yang sedang magang di tempat peneliti melaksanakan PPL. Namun setelah didiskusikan bersama, akhirnya jadwal mengajar dapat tersusun secara adil baik bagi mahasiswa PPL maupun mahasiswa PPGT. Selama PPL ini peneliti dituntut untuk menjadi guru “sungguhan” yang mengajar siswa “sungguhan” pula. Tidak sembarangan mengajar, peneliti juga harus menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran setiap kali sebelum mengajar. Hal tersebut harus didiskusikan dengan wali kelas yang bersangkutan. Secara tidak langsung peneliti juga belajar berdinamika dengan seluruh warga sekolah dan belajar berbicara di depan banyak orang, terutama ketika praktik mengajar. PPL juga memberikan kesempatan kepada peneliti untuk menemukan masalah-masalah yang terdapat di sekolah, yang dapat digunakan sebagai penelitian. Pada saat PPL pula peneliti menemukan berbagai karakter siswa yang beraneka ragam, berbagai masalah yang mereka hadapi, baik yang terkait akademik maupun non-akademik. Pada saat PPL juga peneliti belajar berdinamika dengan teman-teman sejawat PPL. Saling menghormati dan menerima perbedaan pendapat. Berdasarkan pengalaman-pengalaman yang telah peneliti dapatkan selama praktek mengajar ini, peneliti menjadi pribadi yang lebih terbuka dan mudah berinteraksi dengan orang baru, sehingga peneliti tidak kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan narasumber. Di samping peneliti sebagai instrumen penelitian, peneliti sudah menyiapkan instrumen pendukung yakni kuesioner, pedoman wawancara, pedoman observasi, alat perekam dan alat tulis. Alur observasi dan wawancara PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 49 yang akan dilakukan terlampir pada bagian lampiran A. Sedangkan kuesioner terlampir pada bagian lampiran B.

3.7 Kredibilitas dan Transferabilitas