Manfaat Hasil Pengaruh Penambahan Tawas pada Air Produksi Terhadap Kualitas Tepung Tapioka di PT. Florindo Makmur Sei Rampah

4 melalui pembubuhan sejenis bahan kimia dengan sifat-sifat tertentu yang disebut flokulan. Umumnya flokulan tersebut adalah tawas Alaerts dan Santika, 1984. Dari uraian diatas maka yang menjadi rumusan permasalahan adalah bagaimana pengaruh penambahan tawas pada air produksi terhadap kualitas tepung tapioka. 1.3.Tujuan Untuk mengetahui pengaruh penambahan tawas pada air produksi terhadap kualitas tepung tapioka di PT. Florindo Makmur Sei Rampah.

1.4. Manfaat

Sebagai informasi untuk mengetahui pengaruh penambahan tawas pada air produksi terhadap kualitas tepung tapioka yang memenuhi Standar Nasional Indonesia dan layak didistribusikan kepada konsumen yang diproduksi oleh PT. Florindo Makmur Sei Rampah. Universitas Sumatera Utara BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Singkong

Dalam sistematika tanaman, singkong termasuk kelas Dicotyledoneae. Singkong masuk dalam family Euphorbiaceae yang mempunyai 7.200 spesies, beberapa di antaranya mempunyai nilai komersial, seperti karet Hevea brasiliensis, jarak Ricinus comunis dan Jatropha curcas, umbi-umbian Manihot sp, dan tanaman hias Euphorbia sp. Klasifikasi tanaman singkong sebagai berikut : Kelas : Dicotyledoneae Sub kelas : Arhichlamydeae Ordo : Euphorbiales Famili : Euphorbiaceae Sub family : Manihotae Genus : Manihot Spesis : Manihot Esculenta Crantz Manihot Esculenta Crantz mempunyai nama lain M.utilissima dan M.alpi. Semua genus Manihot berasal dari Amerika Selatan. Brazilia merupakan pusat asal dan sekaligus sebagai pusat keragaman singkong. Manihot mempunyai 100 spesies yang telah diklasifikasikan dan mayoritas ditemukan di daerah yang relatif kering Prihandana, dkk, 2007. Universitas Sumatera Utara 6 Gambar.2.1. tanaman singkong Secara umum singkong mempunyai ketahanan terhadap iklim yang kering. Singkong tidak memerlukan banyak curah hujan. Curah hujan yang optimum bagi tanaman singkong hanya 50-500 mm per tahun. Singkong membutuhkan cuaca basah di awal pertumbuhannya, yakni sampai sekitar umur 3 atau 4 bulan. Namun memerlukan iklim kering setelah 4 bulan hingga panen. Oleh karena itu, sebaiknya singkong ditanam pada musim penghujan. Singkong membutuhkan sinar matahari yang cukup. Lahan yang dipersiapkan untuk menanam singkong sebaiknya tidak terdapat pohon peneduh. Singkong membutuhkan tanah yang gembur untuk perkembangan umbinya. Tanah tersebut harus banyak rongga dan tidak terlalu tandus atau berbatu. Tanah yang terlalu tandus akan menghambat perkembangan umbi singkong. Tanah yang banyak kalium baik untuk singkong, karena menunjang pertumbuhan umbi yang besar Purnamawati, 2006. Tanaman singkong tumbuh di daerah antara 30° lintang selatan dan 30° lintang utara, yakni daerah dengan rata-rata lebih dari 18° dengan curah hujan di Universitas Sumatera Utara 7 atas 500 mmtahun. Namun demikian, singkong dapat tumbuh pada ketinggian 2.000 m dpl atau di daerah sub-tropika dengan suhu rata-rata 16°C, di ketinggian tempat sampai 300 m dpl tanaman singkong dapat menghasilkan umbi dengan baik, tetapi tidak dapat berbunga. Namun di ketinggian tempat 800 m dpl tanaman singkong dapat menghasilkan bunga dan biji Prihandana, dkk, 2007. Perlu diketahui bahwa meskipun singkong diperkirakan dari Brazilia, namun dapat tumbuh dan populer di Indonesia. Karena tanaman ini memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan tanaman lainnya karena : a. Singkong dapat tumbuh pada lahan kering dan kurang subur. b. Daya tahan terhadap penyakit umumnya relatif tinggi. c. Masa panennya tidak diburu waktu, sehingga dapat diolah menjadi beragam makanan utama maupun makanan ringan. d. Selain itu singkong adalah penghasil kalori yang efisien. Artinya tanaman singkong mempunyai kemampuan dalam menghasilkan kalori yang produktif dan efisien di daerah tropis Rismayani, 2007.

2.1.1. Komposisi Kimia Singkong

Umbi dari singkong mengandung pati 85 bahkan lebih. Kandungan gulanya 20 dari seluruh bagiannya. Rata-rata kadar proteinnya 1,25, lemaknya 0,29, dan abunya 1,43. Kadar kalsium yang dimilikinya sebesar 0,12, fosfor 0,16, sodium 0,06, dan magnesium 0,37. Kandungan air dalam singkong kurang lebih sebesar 65 dan sisanya zat kering. Di antara persentase tersebut, bahan Universitas Sumatera Utara 8 ekstrak tanpa nitrogennya sebesar 30,84. Susunan zat-zat dalam singkong tiap 100 g dapat dilihat pada tabel 2.1. Tabel 2.1. Komposisi Kimia Singkong Nama Zat Jumlah Protein Karbohidrat Lemak Vitamin A Vitamin B Vitamin C Serat Kasar 1 g 30 g 0,3 g - 10-100 g 20 g 1-3 g Sumber : Purnamawati, 2006 Bukan hanya umbinya yang bergizi, tiap 100 g daun singkong mengandung 8,3 protein yang dapat dicerna dan 45,5 berat totalnya mengandung bahan kering yang dapat dicerna. Daun muda singkong juga diyakini mengandung vitamin A. Namun, kita perlu hati-hati dalam memilih daun singkong untuk sayur. Daun singkong yang berumur lebih dari lima bulan mengandung 7,59 mg zat racun asam sianida HCN dalam setiap 100 g. HCN dapat menyebabkan manusia dan hewan ternak keracunan. Oleh karena itu, mengambil daun singkong untuk sayur sebaiknya sebelum mencapai umur 5 bulan saat kadar HCN-nya masih rendah Purnamawati, 2006. Universitas Sumatera Utara 9 2.1.2.Perubahan Komposisi Singkong Selama Penyimpanan Singkong yang digunakan pada pembuatan tepung tapioka adalah singkong yang berkualitas baik, singkong hasil panen yang baru saja dipasok langsung diproduksi menjadi tepung tapioka. Beberapa perubahan komposisi kimia singkong, jika dilakukan penyimpanan terlebih dahulu sebelum diproduksi menjadi tepung tapioka, sebagai berikut : a. Perubahan Karbohidrat Perubahan-perubahan berikut dapat terjadi pada komponen karbohidrat selama penyimpanan : 1 Hidrolisa pati karena kegiatan enzim amilase. 2 Kurangnya gula karena pernafasan. 3 Terbentuknya bau asam dan bau apek dari karbohidrat karena kegiatan mikroorganisme. 4 Reaksi kecoklatan bukan karena enzim non-enzymic browning. b. Perubahan dalam Protein Selama penyimpanan nitrogen total sebagian besar tidak mengalami perubahan, akan tetapi nitrogen dari protein sedikit menurun. Jumlah total asam amino bebas menunjukkan perubahan yang berarti hanya bila tingkat kerusakan meningkat lebih lanjut akibat dari kegiatan proteolitik. c. Perubahan Lemak Dua macam kerusakan lemak mungkin terjadi selama penyimpanan biji, yaitu perubahan hidrolitik dan oksidatif. Sementara biji mengandung antioksidan yang cukup efektif, perubahan hidrolitik sebagai akibat kegiatan enzim lipase Universitas Sumatera Utara 10 akan dipercepat oleh suhu dan kadar air yang tinggi. Kerusakan hidrolitik lemak juga dipengaruhi oleh jamur karena aktivitas lipolitiknya yang tinggi Buckle, dkk, 2007.

2.2. Air Yang Digunakan pada Proses Produksi

Air merupakan suatu kebutuhan yang tak dapat ditinggalkan untuk kehidupan manusia, karena air diperlukan untuk bermacam-macam kegiatan seperti minum, pertanian, industri, perikanan, dan rekreasi. Air meliputi 70 dari permukaan bumi, tetapi di banyak negara persediaan air terdapat dalam jumlah yang sangat terbatas. Bukan hanya jumlahnya yang penting, tetapi juga mutu air diperlukan untuk penggunaan tertentu, seperti air yang cocok untuk kegunaan industri atau untuk diminum. Oleh karena itu penanganan air tertentu biasanya diperlukan untuk persediaan air yang didapat dari sumber yang ada di bawah tanah atau sumber-sumber dipermukaan Buckle, dkk, 2007. Air mempunyai sifat melarutkan bahan kimia. Abel Wolman menyatakan bahwa air rumusnya adalah H O + X, dimana X merupakan zat-zat yang dihasilkan air buangan oleh aktivitas manusia selama beberapa tahun. Dengan bertambahnya aktivitas manusia, maka faktor X tersebut dalam air akan bertambah dan merupakan masalah. Faktor X merupakan zat-zat kimia yang mudah larut dalam air dan dapat menimbulkan masalah sebagai berikut: a. Toksisitas b. Reaksi-reaksi kimia yang menyebabkan : pengendapan yang berlebihan, timbulnya busa yang menetap sehingga sulit untuk dihilangkan, timbulnya Universitas Sumatera Utara 11 respon fisiologis yang tidak diharapkan terhadap rasa atau pengaruh laksatif, perubahan dari perwujudan fisik air Sutrisno dan Suciastuti, 2004. Air dalam bahan pangan berperan sebagai pelarut dari berbagai komponen di samping ikut sebagai bahan pereaksi, sedang bentuk air dapat ditemukan sebagai air bebas dan air terikat. Air bebas mudah hilang apabila terjadi penguapan atau pengeringan, sedangkan air terikat secara fisik, yaitu ikatan menurut sistem kapiler dan air terikat secara kimia, antara lain air kristal dan air yang terikat dalam sistem dispersi. Pengurangan air baik secara pengeringan atau penambahan bahan penguap air bertujuan mengawetkan bahan pangan. Kriteria ikatan air dalam aspek daya awet bahan pangan dapat ditinjau dari kadar air, konsentrasi larutan, tekanan osmotik, kelembapan relatif berimbang dan aktivitas air. Kadar air dan konsentrasi larutan sangat sedikit berhubungan dengan sifat- sifat air yang berada dalam bahan pangan. Sekarang telah disepakati bahwa aktivitas air A w merupakan parameter yang sangat berguna untuk menujukkan kebutuhan air atau hubungan air dengan mikroorganisme dan aktivitas enzim Purnomo, 1995.

2.2.1. Kriteria Air yang Digunakan pada Produksi

Air yang digunakan pada proses produksi harus memiliki kriteria sebagai air yang layak digunakan dalam proses produksi. Universitas Sumatera Utara 12

2.2.1.1. Kriteria Kimiawi dan Fisik

Analisa kimiawi dalam pengujian persediaan air sangat berguna dalam banyak hal. Sehubungan dengan persediaan air, perhatian ditunjukkan pada pencarian dan perkiraan adanya bahan-bahan kimia yang beracun dan beberapa bahan yang dapat menimbulkan kesulitan dalam penyediaan air Buckel, dkk, 2007. Adapun tinjauan secara terperinci terhadap setiap unsur yang tercantum dalam standar persyaratan kualitas air dibawah ini akan memberikan gambaran yang sedikit jelas tentang sifat pengaruh unsur-unsur di dalam air, sumber dari unsur-unsur dan akibat yang dapat ditimbulkan apabila konsentrasi adanya unsur- unsur tersebut dalam air melebihi standart yang telah ditetapkan Sutrisno dan Suciastuti, 2004. 1. Derajat keasaman pH pH adalah merupakan istilah yang digunakan untuk menyatakan intensitas keadaan asam atau basa sesuatu larutan. pH merupakan salah satu cara untuk menyatakan konsentrasi ion . Dalam penyediaan air, pH merupakan satu faktor yang harus dipertimbangkan mengingat bahwa derajat keasaman dari air akan sangat mempengaruhi aktivitas pengolahan yang akan dilakukan, misalnya dalam melakukan koagulasi kimia, desinfeksi, pelunakan air water softening, dan dalam pencegahan korosi Sutrisno dan Suciastuti, 2004. 2. Sulfat SO Ion sulfat adalah salah satu anion yang banyak terdapat pada air alam. Sulfat merupakan sesuatu yang penting dalam penyediaan air untuk umum karena pengaruh pencucian perut yang bisa terjadi pada manusia apabila ada dalam Universitas Sumatera Utara 13 konsentrasi yang cukup besar. Karena alasan inilah US Public Health Service Standard menyatakan satu batas yang tinggi 250 mgl dalam air yang akan digunakan untuk konsumsi manusia. Sulfat penting dalam penyediaan air untuk umum maupun untuk industri, karena kecenderungan air untuk mengandungnya dalam jumlah yang cukup besar untuk membentuk kerak air yang keras pada ketel dan alat pengubah panas. Sulfat merupakan suatu bahan perlu dipertimbangkan, sebab secara langsung merupakan “tanggung jawab” dalam dua masalah yang serius yang sering dihubungkan dengan penanganan dan pengolahan air bekas Sutrisno dan Suciastuti, 2004. 3. Sulfida H S Adanya H S maupun dalam air bisa merupakan kelanjutan dari terdapatnya SO dalam air tersebut yang telah direduksi oleh bakteri-bakteri anaerob. H S merupakan gas yang beracun dan berbau busuk, sehingga kehadirannya dalam air akan mempengaruhi penerimaan masyarakat terhadap air tersebut. Selain itu, dalam jumlah besar dapat memperbesar keasaman air sehingga dapat menyebabkan korosifitas pada pipa-pipa logam Sutrisno dan Suciastuti, 2004.

2.2.1.2. Bahan-bahan beracun

Bahan-bahan yang kemungkinan besar dapat menimbulkan bahaya bagi kesehatan apabila terdapat air di dalam pipa dengan jumlah yang melebihi tingkat konsentrasi tertentu. Bahan-bahan kimia dapat menimbulkan kesulitan. Bahan- bahan kimia tertentu yang mungkin terdapat di dalam persediaan air minum yang melalui pipa, meskipun tidak menimbulkan bahaya bagi kesehatan orang-orang Universitas Sumatera Utara 14 yang meminum air tersebut, tetapi dapat menimbulkan kesulitan-kesulitan tertentu apabila terdapat dalam jumlah yang berlebihan. Berikut ini batas toleransi bahan- bahan beracun dalam persediaan pipa dapat lihat pada tabel 2.2. Tabel 2.2. Batas toleransi untuk bahan-bahan beracun dalam persediaan pipa Bahan USPHS 1962 Dinas kesehatan masyarakat A merika Dasar- dasar pertimbangan untuk penolakan persediaan WHO 1971 Batas-batas bahaya yang sebenarnya WHO Eropa 1971 Dasar-dasar pertimbangan untuk penolakan persediaan Timbel Pb Arsenik As Selenium Se ChromiumCr Air Raksa Hg Kadmium Cd Sianide CN Barium Ba Perak Ag 0,05 0,05 0,01 0,05 - 0,01 0,2 1,0 0,05 0,01 0,05 0,01 0.05 0,001 0,01 0,05 1,0 - 0,01 0,05 0,01 0,05 - 0,01 0,05 - - Sumber : Buckle, dkk, 2007

2.2.1.3. Kriteria Bakteriologi

Organisme yang merupakan petunjuk adanya polusi kotoran faeces. Bahaya terbesar sehubungan dengan air adalah bila air tersebut telah tercemar oleh bahan buangan atau kotoran manusia, bahkan bahaya polusi hewan juga tidak boleh dianggap ringan. Bila pengotoran semacam itu baru saja terjadi dan bila hal tersebut disebabkan oleh penderita atau pembawa penyakit menular seperti demam usus atau disentri, air tersebut mungkin mengandung bibit-bibit penyakit yang masih hidup. Air semacam itu dapat berakibat timbulnya penyakit. Meskipun metode-metode bakteriologis modern telah memungkinkan penemuan bakteri-bakteri penyebab penyakit tersebut di dalam saluran buangan dan saluran Batas maksimum konsentrasi yang diperkenankan mgl Universitas Sumatera Utara 15 terusan dari pembuangan, tidaklah praktis kalau kita berusaha mencoba mengisolasi bakteri-bakteri tersebut sebagai suatu pekerjaan rutin terhadap contoh air. Bila organisme patogen terdapat di dalam faeces atau kotoran buangan jumlahnya hampir selalu lebih jauh sedikit daripada jumlah organisme kotoran yang umum, dan organisme yang umum ini lebih mudah dikenali di dalam air. Kalau organisme yang umum ini tidak ditemukan di dalam air, pada umumnya dapat disimpulkan bahwa organisme penyebab penyakit juga tidak ada, dan penggunaan organisme kotoran yang umum sebagai suatu petunjuk adanya polusi kotoran sudah dianggap cukup aman Buckel, dkk, 2007.

2.2.2. Pengaruh Aktivitas Air Pada Tekstur Bahan Pangan

Sifat-sifat tekstur sebenarnya adalah kelompok yang ditimbulkan oleh elemen struktural bahan pangan yang dapat dirasakan oleh perabaan, terkait dengan deformasi, disentegrasi, dan aliran dari bahan pangan di bawah tekanan yang diukur secara objektif oleh fungsi masa, waktu dan jarak. Secara teknik pengukuran tekstur dapat dilakukan dengan uji penyuntikan atau pembuatan lubang kecil, yaitu pengukuran tenaga yang diperlukan untuk melakukan deformasi produk pangan. Tekstur merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pilihan konsumen terhadap suatu produk pangan. Salah satu produk tekstur yang banyak dipakai adalah keempukan. Keempukan daging misalnya, merupakan hal yang lebih diprioritaskan oleh konsumen dalam memilih daging dibandingkan dengan flavor dan aroma. Universitas Sumatera Utara 16 Kebanyakan bahan pangan mempunyai nilai A w lebih dari 0,80 pada saat dikonsumsi. Alasan mengapa bahan pangan dikonsumsi dalam keadaan nilai A w tinggi, karena konsumen menyukai bahan pangan yang agak basah serta mudah dikunyah. Jadi kebasahan, empuk, mudah dikunyah, serta terasa adanya cairan pada mulut saat bahan pangan dikunyah juicy merupakan faktor-faktor tekstur yang dikehendaki. Sebaliknya kondisi bahan pangan yang sering sekali, sangat keras, dan tidak mudah dikunyah merupakan faktor-faktor tekstur yang tidak diharapkan. Sebenarnya banyak hal yang mempengaruhi tekstur bahan pangan, antara lain rasio kandungan protein-lemak, jenis protein, suhu pengolahan, kadar air, dan aktivitas air Purnomo, 1995.

2.2.3. Proses Pengolahan Air yang Digunakan pada Air Produksi

Pengolahan air adalah usaha-usaha teknis yang dilakukan untuk mengubah sifat- sifat suatu zat. Hal ini penting, karena dengan adanya pengolahan ini, maka akan didapatkan air yang memenuhi standart yang telah ditentukan Sutrisno dan Suciastuti, 2004. Bila air mentah tidak memenuhi standar yang diminta oleh industri pengolahan pangan atau tidak memenuhi persyaratan air minum, maka air tersebut harus dimurnikan dengan kombinasi perlakuan kimiawi, fisik dan biologis. Air mentah dari berbagai tempat dapat mempunyai sifat-sifat bakteriologis, biologis, fisik dan kimiawi yang berbeda-beda, maka tidak mungkin menetapkan cara penganganan atau kombinasi proses penanganan secara umum yang akan Universitas Sumatera Utara 17 digunakan pada semua kondisi. Walaupun demikian, pencemar utama dari air warna, kekeruhan, benda-benda tersuspensi, unsur mineral, mikroorganisme dan sebagainya dapat dihilangkan atau jumlahnya dapat dikurangi dengan beberapa proses penanganan standar Buckle, dkk, 2007. Dalam proses pengolahan air ini pada lazimnya dikenal dengan dua cara yaitu : 1. Pengolahan lengkap atau complete treatment process 2. Pengolahan sebagian atau partial treatment process : pengolahan ini dilakukan dengan pengolahan kimiawi atau pengolahan bakteriologi saja. Pengolahan ini dilakukan untuk : a. Mata air bersih. b. Air dari sumur yang dangkal Sutrisno dan Suciastuti, 2004.

2.2.4. Pengolahan Air Lengkap Complete treatment Process

Air akan mengalami pengolahan lengkap, baik fisik, kimia dan bakteriologi. Pada pengolahan ini biasanya dilakukan terhadap air sungai yang kotor dan keruh. Pada hakekatnya, pengolahan lengkap ini dibagi tiga yaitu : 1. Pengolahan fisik. 2. Pengolahan kimia. 3. Pengolahan bakteriologi Sutrisno dan Suciastuti, 2004. Universitas Sumatera Utara 18

2.2.4.1. Pengolahan Air Secara Fisik

Suatu tingkat pengolahan yang bertujuan untuk mengurangimenghilangkan kotoran-kotoran yang kasar, penyisihan lumpur dan pasir, serta mengurangi kadar zat-zat organik yang ada dalam air yang akan diolah Sutrisno dan Suciastuti, 2004. Salah satu cara pengolahan air secara fisik adalah dengan penyaringan, penyaringan digunakan untuk menghilangkan padatan tersuspensi di dalam dapat dilakukan menggunakan penyaringan dengan pasir secara perlahan atau cepat, penyaringan multimedia, penyaring dengan tekanan, penyaring tanah diatomaceous atau penyaring mikro. Penyaring pasir efektif untuk menghilangkan partikel-partikel yang lebih kecil dari pada rongga antara butiran pasir misalnya koloid tanah liat, bahan berwarna, bakteri, oleh karena itu proses penghilangan kotoran cukup kompleks. Pembersihan saringan secara efektif misalnya penghilangan benda-benda padat atau bola-bola lumpur yang terperangkap dapat dilakukan dengan dicuci kembali disertai dengan aerasi secara perlahan-lahan Buckle, dkk, 2007.

2.2.4.2. Pengolahan Air Secara Kimia

Suatu tingkat pengolahan dengan menggunakan zat-zat kimia yang membantu proses pengolahan selanjutnya. Misalnya dengan pembubuhan kapur dalam proses pelunakan dan sebagainya Sutrisno dan Suciastuti, 2004. Koagulasi, Flokulasi dan Pengendapan merupakan cara-cara pengolahan air secara kimia. Benda-benda tersuspensi di dalam air dapat berupa bahan-bahan kasar yang dapat mengendap, sampai bahan-bahan koloid yang lembut yang tidak Universitas Sumatera Utara 19 akan berhenti kecuali benda-benda itu bersatu secara alamiah dan mengendap atau disatukan dengan bantuan bahan penggumpal. Benda-benda padat yang mengendap yang terbentuk oleh koagulasi terpisah-pisah dengan baik, kecuali kalau benda-benda itu bersatu menjadi gumpalan yang lebih besar atau menggumpal dengan baik karena airnya diaduk agar benda-benda padat yang kecil dengan melekat satu dengan yang lainnya dan membentuk benda-benda yang lebih besar. Satu sifat yang penting dari keadaan koloid adalah bahwa partikel atau koloid itu sendiri masing-masing mempunyai muatan listrik. Misalnya, tanah liat koloid dan bahan pewarna keduanya mempunyai muatan negatif di dalam air alam. Muatan ini menyebabkan koloid itu saling tolak- menolak, sehingga benda-benda tersebut tidak menyatu menjadi partikel yang lebih besar yang mengendap tetapi tetap dalam bentuk suspensi Buckle, dkk, 2007. Larutan koloidal yang mengandung partikel-partikel kecil dan koloid dapat dianggap stabil : 1. Partikel-partikel kecil ini terlalu ringan untuk mengendap dalam waktu yang pendek beberapa jam, 2. Partikel-partikel tersebut tidak dapat menyatu, bergabung dan menjadi partikel yang lebih besar dan berat, karena muatan elektris pada permukaan partikel- partikel adalah setanda biasanya bermuatan negatif, sehingga ada repulsielektristatis antara partikel satu dengan lainnya Alaerts dan Santika, 1984. Universitas Sumatera Utara 20 Pengertian proses koagulasi dan flokulasi perlu diketahui perbedaan dalam langkah-langkah berikutnya dalam proses tersebut. Pertama unsur kimia penggumpal dimasukkan kedalam air. Supaya unsur kimia itu bereaksi secara seragam maka unsur itu harus ditaburkan secara rata ke seluruh air. Hal ini memerlukan pengadukan yang cepat atau pencampuran dengan air pada titik dimana penggumpal ditambahkan. Kedua, reaksi-reaksi kimia dan kimia fisik dan perubahan-perubahan yang terjadi, mengarah pada koagulasi dan pembentukan- pembentukan partikel-partikel mikroskopis. Ketiga pengadukan yang lebih perlahan-lahan menyebabkan penyatuan partikel-partikel menjadi kumpulan yang terendap. Penggumpal utama yang digunakan dalam penjernihan adalah tawas Al SO .14H O, tembaga FeSO .7H O, besi-II sulfat Fe SO , besi-III klorida FeCl , silika yang diaktifkan dan tanah liat. Kapur CaOH atau soda abu Na CO sering digunakan untuk membentuk kebasaan yang cukup untuk menghasilkan flokulasi. Jadi penggumpalan adalah garam logam yang bereaksi dengan basa di dalam untuk menghasilkan kumpulan hidroksida logam yang tidak dapat larut Buckle, dkk, 2007. Reaksi antara tawas dengan kalsium bikarbonat dalam air dapat dilihat pada gambar 2.2. Al SO + 6H O 2AlOH + 3H SO 1 3H SO + 3CaHCO 3CaSO + 6H CO 2 6H CO 6CO + 6H O 3 Universitas Sumatera Utara 21 Keseluruhan : Al SO + 3CaHCO 2AlOH + 3CaSO + 6CO 4 Gambar 2.2. Reaksi antara tawasalum dengan kalsium karbonat dalam air Dengan pembubuhan flokulan seperti disebutkan di atas, maka stabilitas akan terganggu karena : 1. Sebagian kecil tawas tinggal terlarut dalam air, molekul-molekul ini dapat menempel pada permukaan koloid dan mengubah muatan elektrisnya karena sebagian molekul Al bermuatan positif sedangkan koloid biasanya negatif pada pH 5-8. 2. Sebagian besar tawas tidak terlarut dan akan mengendap sebagai flok AlOH yang dapat mengurung koloid dan membawanya ke bawah. Proses ini umumnya paling efisien Alaerts dan Santika, 1984. Kelarutan dari AlOH sebanyak 0,3 mgl tergantung pada pH rendah yaitu dengan range pH 5-7,5. Garam-garam besi memberikan hasil penggumpalan yang memuaskan diatas pH 4,5, tetapi garam yang mengandung besi hanya cocok diatas pH 9,5. Garam besi lebih murah daripada alumunium tetapi kecuali pengendapan berlangsung sempurna sisa zat besi di dalam larutan dapat menyulitkan, terutama karena sifat karatnya. Koloid berwarna yang bermuatan negatif menggumpal secara efektif antara pH 4,0 dan 6,0 oleh karenanya kumpulan tawas tidak akan banyak menghilangkan warna. Wadah air sedimentasi harus dibuat sedemikian rupa sehingga terdapat cukup waktu untuk Universitas Sumatera Utara 22 menghilangkan sebanyak mungkin gumpalan yang terapung, sementara arus air tetap lancar tanpa adanya gangguan dari gumpalan tersebut Buckle, dkk, 2007. Baik untuk air atau garam besi dosisnya bervariasi antara 0,03 hingga 0,15gl. Semakin besar kekeruhannya semakin besar jumlah pembubuhan koagulan. pH optimum untuk tawas 6-8 sedangkan untuk garam-garam besi antara 8-10. Jika pH kurang dari optimum, untuk tawas maka flok AlOH akan larut, sedangkan bila lebih besar maka flok yang terbentuk akan mengion menjadi ion aluminat yang mudah larut dalam air. Zat pembantu koagulasi coagulation aid diperlukan jika dengan cara biasa koagulasi tidak bisa berjalan dengan baik, artinya sukar terbentuk flok-flok Budiono dan Sumardiono, 2013.

2.2.4.3. Pengolahan Air Secara Bakteriologi

Suatu tingkatan pengolahan untuk membunuhmemusnahkan bakteri-bakteri yang terkandung di dalam air yakni dengan carajalan membubuhkan kaporit atau zat desinfektan Sutrisno dan Suciastuti, 2004. Desinfeksi merupakan pembasmian hama pada air hampir selalu dilakukan dengan menggunakan gas atau senyawa klorin. Cara-cara lain yang mungkin digunakan kadang-kadang termasuk penggunaan ozon dan sinar ultraviolet. Sasaran klorinasi pada air adalah penghancuran bakteri melalui daya germisidal dari klorin terhadap bakteri. Ada beberapa kegunaan skunder yang penting dari klorinasi termasuk oksidasi besi, mangan dan hidrogen sulfida, penghancuran senyawa-senyawa tertentu yang menghasilkan rasa dan bau, pengendalian Universitas Sumatera Utara 23 ganggang dan organisme-organisme lumpur dalam tempat-tempat penanganan, dan sebagai bahan mempermudah terjadinya koagulasi Buckle, dkk, 2007. Air alam merupakan larutan yang kompleks dari banyak senyawa, dimana sebagian besar dapat diabaikan tetapi sebagian mempengaruhi klorinasi sebagai berikut : 1.Padatan tersuspensi dapat melindungi bakteri terhadap klorin. 2. Bahan organik dapat bereaksi dengan klorin bebas sehingga klorin mempunyai sifat yang lemah sebagai pembasmi hama atau bahkan sifat tersebut hilang sama sekali. 3. Amonia bereaksi dengan klorin bebas membentuk kloramin atau kombinasi sisa klorin yang mempunyai sifat sebagai pembasmi hama yang lebih rendah dari pada sisa klorin bebas. 4. Air dengan kebasaan rendah yang mempunyai pH kurang dari 7,2 lebih muda dibasmi daripada yang mempunyai pH di atas 7,6. 5. Nitrit bereaksi dengan menghilangkan klorin bebas dan dapat juga menghasilkan warna yang menyimpang dengan pereaksi ortholidin kecuali jika diguanakan uji ortholidin-arsenit untuk memperbaiki kesalahan semacam itu. 6. Mangan membentuk warna yang menyimpang dengan uji ortholidin yang lama meskipun uji ortholidin-arsenit dapat membetulkan kesalahan semacam itu. Universitas Sumatera Utara 24 7. Zat besi, bila ada dalam konsentrasi di atas kira-kira 1 mg menyebabkan kesalahan dengan uji ortholidin yang lama yang dibenarkan dengan uji ortholidin-arsenit. Zat besi dan mangan juga bereaksi dengan klorin bebas dalam keadaan tereduksi dan oleh karenanya menambah jumlah klorin yang dibutuhkan untuk pembasmian Buckle, dkk, 2007. Prinsip dari pembebasan sisa atau pemecahan klorinasi ialah menambah klorin yang cukup untuk mengadakan oksidasi semua bahan-bahan organik, zat besi, mangan dan bahan-bahan lain yang tereduksi di dalam air yang sedang diolah dan juga untuk mengoksidasi amonia bebas di dalam air mentah, sehingga sisa klorin yang masih tertinggal dan tersedia sebagai sisa klorin yang kurang aktif atau kloramin. Hal ini dapat dicapai dalam dosis klorin ditingkatkan dengan sistem coba-coba sampai uji ortholidin-arsenit menunjukkan bahwa sisa klorin ada dalam bentuk sisa klorin yang bebas dan bukannya dalam bentuk kombinasi sisa klorin Buckle, dkk, 2007. 2.3.Tawas Alum Alumunium sulfat atau biasanya disebut sebagai tawas. Bahan ini banyak dipakai, karena efektif untuk menurunkan kadar karbonat. Bahan ini paling ekonomis murah dan mudah didapat di pasar serta mudah disimpan. Bentuknya serbuk, kristal, koral Sutrisno dan Suciastuti, 2004. Tawas alum dapat terdiri dari:Al SO .11 H O, atau .14 H O, atau .18 H O ; komposisi tawas sebagai hasil tambang adalah Al SO .14H O; Kristal dengan mutu p.a bersifat 18 H O Alaerts dan Santika, 1984. Universitas Sumatera Utara 25 Tawas adalah kelompok garam rangkap berhidrat berupa kristal dan bersifat isomorf. Kristal tawas ini cukup mudah larut dalam air, dan kelarutannya berbeda-beda tergantung pada jenis logam dan suhu. Tawas merupakan salah satu senyawa kimia yang dibentuk dari molekul air dan dua jenis garam, salah satunya biasanya Al SO . Tawas kalium juga sering dikenal sebagai alum, mempunyai rumus formula yaitu K SO .Al SO .2 4H O Http:id.wikipedia.orgwikiTawas. Tawas telah dikenal sebagai flokulator yang berfungsi untuk menggumpalkan kotoran-kotoran pada proses penjernihan air. Tawas sering digunakan sebagai penjernihan air, kekeruhan dalam air dapat dihilangkan melalui penambahan sejenis bahan kimia yang disebut koagulan. Untuk menentukan dosis yang optimal, koagulan yang sesuai dan pH yang akan digunakan pada proses penjernihan air, secara sederhana dapat dilakukan dalam laboratorium dengan menggunakan tes yang sederhana Alaerts dan Santika, 1984.

2.4. Pembuatan Tepung Tapioka

Pembuatan tepung tapioka bisa dilakukan dalam skala kecil atau rumah tangga dan skala besar atau industri.

2.4.1. Pembuatan Tepung Tapioka Skala KecilRumah Tangga

Hal pertama yang dilakukan untuk membuat tepung tapioka adalah penyediakan singkong yang telah dikupas. Kegiatan berlanjut dengan menggiling singkong, tambahkan air lalu peras dan saring dengan kain saring. Disimpan hasil saringan Universitas Sumatera Utara 26 selama 1 malam untuk mengendapkan pati. Kemudian buang air di atas endapan dan tiriskan hasil pengendapan. Lalu dijemur di bawah sinar matahari sampai kering. Ditumbuk, lalu diayak Http:www.nguntoronadi.wonogiri.org .

2.4.2. Pembuatan Tepung Tapioka Skala BesarIndustri

Dalam pembuatan suatu produk terdiri dari 3 tahapan yaitu, input, proses, dan output. Pada industri tepung tapioka input berupa penyediaan bahan baku, proses berupa bagaimana proses yang terjadi sehingga menghasilkan produk, sedangkan output berupa produk yang akan didistribusikan kepada konsumen. Dalam proses pembuatan tepung tapioka digunakan alat-alat dan bahan-bahan yaitu sebagai berikut : a. Air Produksi Sumber air yang digunakan adalah air sungai yang disalurkan melalui pipa air. Terdapat dua aliran penampungan, yang pertama masuk kedalam sain filterwater treatment di dalam sain filter terdapat coral, ijuk, karbon aktif dan batu silika. Sedangkan aliran penampungan yang kedua adalah bak pengendapan di dalam bak pengendapan ini ditambahkan tawas, kemudian masuk ke dalam bak final yang digunakan dalam proses produksi Anonim, 2013. b. Sovel Kendaraan pengangkut yang dibagian depannya terdapat sebuah baket yang yang dapat digerakkan ke atas, ke bawah, ke kiri, ke kanan sehingga dapat digunakan untuk mengangkut singkong yang terdapat di dalam lapangan dan dimasukkan ke dalam hopper Anonim, 2013. Universitas Sumatera Utara 27 c. Hopper Sebuah bak, yang terbuat dari besi, yang berfungsi untuk menampung dan meratakan singkong sehingga pada conpayer tidak terjadi penumpukan singkong Anonim, 2013. d. Conpayer Singkong Suatu bidang miring yang dibuat dari besi dan karet, yang berfungsi untuk membawa singkong ke culung Anonim, 2013. e. Culung Sebuah alat berbentuk silinder yang terbuat dari besi yang berfungsi untuk memisahkan kulit ari singkong dan tanah Anonim, 2013. f. Cucian 1 Sebuah tempat yang terbuat dari besi yang digunakan untuk mencuci singkong sehingga benar-benar bersih dari kotoran-kotoran yang masih tersisa pada singkong Anonim, 2013. g. Cucian 2 Sama seperti cucian 1, yang berfungsi untuk mencuci singkong, dimana pada cucian 2, singkong benar-benar dalam keadaan bersih bebas dari kotoran yang menempel Anonim, 2013. Universitas Sumatera Utara 28 h.Conpayer Rantai Suatu alat yang terbuat dari besi berbetuk miring yang dibagian tengah alat tersebut terdapat sebuah rantai dan di rantai tersebut diberi palang besi yang berfungsi untuk menaikkan singkong ke dalam kacip Anonim, 2013. i. Kacip Tempat yang terbuat dari besi yang berfungsi untuk menghancurkan singkong menyacah singkong. Di dalam kacip terdapat besi-besi pemisah yang berguna untuk mencincang singkong Anonim, 2013. j. Parutan Di dalam proses produksi terdapat 4 unit parutan , yaitu parutan 1, parutan 2, parutan 3 dan parutan 4. Parutan ini berfungsi untuk memarut singkong yang sudah dicincang di dalam kacip Anonim, 2013. k. Extrator Sebuah alat yang terbuat dari stainlis, yang berbentuk silinder, extrator mempunyai beberapa bagian yang meliputi : 1. Extrator ampas terdiri dari : A. Extrator ampas 1 : terdiri dari 5 unit B. Extrator ampas 2 : terdiri dari 5 unit C. Extrator ampas 3 : terdiri dari 5 unit Universitas Sumatera Utara 29 2. Extrator kain terdiri dari : A. Extrator kain 1 : terdiri dari 5 unit B. Extrator kain 2 : terdiri dari 4 unit 3. Extrator extraExtrator ampas halus terdiri dari 3 unit Step 1 merupakan pembentukan ampas yaitu dari extrator ampas no. 1 kemudian masuk ke dalam extrator ampas no 2, ampas yang telah diolah extrator ampas no. 2 kemudian ditampung ke dalam tangki 2. Ampas yang telah ditampung ke dalam tangki 2 kemudian masuk ke dalam extrator ampas no 3. Pengolahan dari extrator ampas no. 3 kemudian ke dalam ekstrator ampas no. 2, kemudian ditampung ke dalam tangki ampas no. 2 kemudian diolah ke dalam extrator extra. Dalam extrator extra setelah diolah, ditampung ke dalam tangki step 2, kemudian kembali lagi ke dalam parutan dimana terdapat 4 parutan. Hasil yang telah masuk extrator ampas no. 1 kemudian ditampung ke dalam tangki 1 Anonim, 2013. Step 2 merupakan pengolahan air tepung yaitu air tepung. Air tepung yang telah ditampung pada tangki 1 dimasukkan ke dalam extrator kain no. 1. Air tepung yang telah disaring di dalam extrator kain no. 1 ditampung ke dalam tangki. Air tepung yang telah ditampung di dalam tangki 2 masuk ke dalam sparator encer 1 dan 2 pada proses pemisahan pertama. Di dalam sparator encer 1 dan 2, terdapat tingkat kekentalan yang diukur dengan Baume yaitu Baume sparator 1 yaitu encer dari 5-4, Baume sparator 2 yaitu Universitas Sumatera Utara 30 10-11. Kemudian diolah lagi di dalam extrator kain 2 hasilnya ditampung ke dalam tangki 4 Anonim, 2013. l. Sparator Sebuah alat yang terbuat dari stainlis, berfungsi untuk memisahkan elot dan sari pati tepung tapioka. Sparator terdiri dari 5 unit, 3 unit sparator encer dan 2 unit sparator kental. Yang masing-masing Baumenya, sparator 1 yaitu sparator encer dengan Baumenya 5-4, sparator 2 yaitu 10-11, sparator 3 Baumenya diatas 11 sedangkan sparator 4 dan 5 Baumenya yaitu 19-20 kemudian masuk ke tangki final dengan Baumenya 19-20 Anonim, 2013. m. Centerfuge Sebuah alat yang terbuat dari stainlis, yang berfungsi sebagai tahap pengeringan awal yaitu pengubahan dari sagu tepung tapioka cair menjadi sagu tepung tapioka basah dengan waktu maksimal 15 menit. Centerfuge memiliki kadar air 30- 35 Anonim, 2013. n. Oven Dari sagu tepung tapioka basah dikeringkan menjadi sagu tepung tapioka kering pada pengeringan ke dua yang alatnya disebut oven. Pada pengeringan di oven kadar air maksimal yaitu 13,0 – 13,5 yang dikeringkan dengan pemanasan dengan menggunakan boiler dimana bahan bakar yang digunakan adalah kayu dan cangkang, kemudian ditampung dengan menggunakan corong yang kemudian dimasukkan ke dalam karung Anonim, 2013. Universitas Sumatera Utara 31 o. Corong Pengemasan, Alat Pemeriksaan Warna dan Porklif Di dalam corong ada 6 unit, yaitu corong 1, 2, 3, 4, 5 dan 6. Sebelum dikemas sagu tepung tapioka dianalisa warna dengan alat yang bernama kett electric laboratory dengan menggunakan warna pembanding yang telah memenuhi standar. Setelah itu sagu tepung tapioka ditampung ke dalam karung kemudian sagu tepung tapioka ditimbang dengan berat 25 kg dan 50 kg gunung agung merah 25 dan gunung agung merah 50. Kemudian karung dijahit pada bagian atasnya dengan jarum. Dan diangkut menggunakan porklif dan disimpan di gudang penyimpanan tepung tapioka Anonim, 2013. Universitas Sumatera Utara BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1.Alat-Alat dan Bahan-Bahan 3.1.1. Alat-Alat Peralatan yang digunakan adalah : 1. Peralatan Gelas : a. Gelas Ukur 25 ml, 50 ml, 100 ml Pyrex b. Beaker Glass 50 ml, 250 ml Pyrex c. Spatula d. Pipet Tetes e. Labu Erlenmeyer 250 ml Pyrex f. Buret 50 ml Pyrex g. Baume Germany 2. pH Meter Knick 3. Neraca Analitik Pujitsu 4. Botol Aquadest 5. Kuas Bersih 6. Kett Determination Balance type FD-600 7. Ayakan Screen 325 Mesh 8. Pompa Vakum 9. Beaker Plastik 1500 ml, 2000 ml 10. Kertas Saring Whatmann No.42 11. Stopwatch 12. Oven 13. Kett Electric Laboratory 14. Lap bersih Universitas Sumatera Utara 33 15. Hot Plate 16. Sendok 17. Mangkok Plastik 18. Centong Plastik 19. Pisau Cutter 20. Cling Wrap Plastik Pembungkus 21. Pipa penampung

3.1.2. Bahan-Bahan

Bahan-bahan yang digunakan adalah : 1. Tepung Tapioka 2. Larutan Tepung Tapioka 3. Aquadest pH 6,5-7,0 4. Aquadest 5. Larutan pH 4 6. Larutan pH 7 7. Indikator Amilum 1 8. Larutan Standart Iodine 0,01 N. 3.2. Prosedur Analisa Kualitas Tepung Tapioka 3.2.1.Analisa pH Tepung Tapioka pH adalah konsentrasi ion hidrogen yang terdapat dalam larutan, dimana pH dapat dijadikan sebagai tolak ukur kadar keasaman dan kebasaan dari suatu senyawa . Universitas Sumatera Utara 34 Prosedur : a. Dikalibrasikan pH meter . b. Ditekan cal 1 pada pH meter, lalu ditekan meas pada pH meter. c. Dimasukkan elektroda kedalam larutan berpH 4 dan digoyang sampai muncul gambar seperti keran air. Lalu lihat pHnya . d. Dibersihkan elektroda dengan tissue gulung. Ditekan cal 2 pada pH meter, lalu ditekan meas pada pH meter. e. Dimasukkan elektroda kedalam larutan berpH 7 dan digoyang-goyang sampai muncul gambar seperti keran air. f. Elektroda dibersihkan dengan tissue gulung sampai bersih. g. Elektroda dimasukkan pada tabung penyimpanan elektroda yang diisi oleh aquadest netral. h. Menimbang tepung tapioka sebanyak 10 gr dengan menggunakan neraca analitik. i. Diencerkan dengan aquadest sebanyak 40 ml dengan menggunakan gelas ukur. j. Elektroda dimasukkan ke air sagu yang telah diencerkan, lalu diaduk. Universitas Sumatera Utara 35 k. Dilihat pH yang dihasilkan pada monitor. Dicatat pH yang tertera pada pH meter.

3.2.2. Analisa Kadar Air

Kadar air di dalam tepung tapioka sangat berpengaruh terhadap kualitas tepung tapioka yang akan berdampak pada olahan tepung tapioka, baik lem, sirup glukosa, pemanis buatan, produksi kertas, dan lain-lainnya. Prosedur : a. Dihidupkan alat dengan cara menekan tombol power setelah pada layar monitordisplay tertera tulisan 0,00 gr. b. Dimasukkan sampel ± 5 gram pada alat. c. Di tekan tombol start pada alat moisture determination FD 600. d. Dibiarkan selama 15 menit dengan suhu 105°C. e. Di catat kadar air yang tertera pada layar monitor.

3.2.3. Analisa Residual Screen 325 Mesh

Residual Screen 325 mesh adalah zat-zat pengotor partikel-partikel selain tapioka yang ada dalam tapioka yang memiliki ukuran partikel lebih besar dari 325 mesh. Universitas Sumatera Utara 36 Prosedur : a. Ditimbang kertas saring bulat yang bebas air. b. Ditimbang sampel sebanyak 100 gram. c. Dimasukkan ke dalam beaker plastik. d. Dihidupkan keran air dan diaduk sampel dengan menggunakan batang pengaduk. e. Dituangkan air tepung tapioka ke dalam ayakan screen mesh 325 sampai habis tertuang. f. Digoyang-goyang ayakan sampai semua air tepung tapioka habis dan tersisa padatan tepung tapioka yang tidak larut residu. g. Dipasang kertas saring yang sudah ditimbang ke atas pompa vakum. h. Dituangkan residu kedalam kertas saring, dan disemprot sisa residu yang menempel di ayakan dengan botol semprot. i. Dihidupkan pompa vakum, dengan menekan tombol On dibagian belakang pompa vakum. j. Didiamkan hingga airnya kering. k. Diangkat kertas saring. l. Dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 100°C selama ± 40 menit. Universitas Sumatera Utara 37 m. Diangkat kertas saring, dan dimasukkan ke dalam desikator. n. Didiamkan hingga suhu berkurang. o. Ditimbang kertas saring dengan neraca analitik. p. Dicatat hasilnya.

3.2.4. Analisa Warna

Warna atau whiteness adalah derajat putih tapioka. Prosedur : a. Dihidupkan alat kett electric laboratory. b. Dimasukkan bahan standar lalu ditentukan derajatnya 86,3. c. Diganti bahan standar dengan sampel tepung tapioka, kemudian dimasukkan kedalam wadah sampel. d. Dibaca angka yang ada pada layar alat. e. Dicatat hasil derajat yang tertera pada layar kett electric laboratory.

3.2.5. Analisa Hasil Masak Tepung Tapioka

Pengertian dimasak dalam metode ini adalah adanya proses memasak tepung tapioka yang ditambahkan air mendidih dan diolah menjadi bentuk adonan. Universitas Sumatera Utara 38 Prosedur : a. Ditimbang tepung tapioka sebanyak 25 gr dengan menggunakan neraca analitik. b. Dimasukkan ke dalam mangkok yang bebas dari air. c. Dipanaskan aquadest sampai mendidih. d. Diukur sebanyak 17,5 ml dengan menggunakan gelas ukur. e. Dimasukkan ke dalam beaker glass. f. Dipanaskan kembali air yang berada di dalam beaker glass hingga mendidih. g. Dimasukkan kedalam mangkok yang berisi tepung tapioka. h. Dicampurkan sampai terbentuk adonan kenyal tepung tapioka. i. Dicetak dengan menggunakan cetakan bulat. j. Dimasukkan ke dalam air yang mendidih. k. Dihidupkan stop watch yang sudah diatur waktunya selama 2 menit. l. Dimasak adonan tepung tapioka, kemudian diangkat dengan menggunakan centong plastik. m. Dikemas dengan membungkusnya menggunakan plastik cling wrap. n. Diamati warna yang terlihat pada hasil masakan tepung tapioka tersebut. Universitas Sumatera Utara 39 o. Diamati tekstur hasil masak.

3.2.6. Analisa Sulfida SO₂

Sulfida atau belerang adalah banyaknya kadar sulfur atau belerang dalam tapioka. Prosedur : Analisa untuk larutan blanko : a. Diukur 100 ml larutan blanko dengan menggunakan gelas ukur. b. Ditambahkan 3 tetes indikator amilum 1 . c. Dititrasi dengan larutan standar iodin 0,01 N hingga terjadi perubahan warna dari bening menjadi kebiruan. d. Dicatat volume larutan standar iodin 0,01 N yang terpakai. Analisa untuk sampel : a. Ditimbang sampel sebanyak 15 g dengan menggunakan neraca analitik. b. Diukur aquadest sebanyak 150 ml dengan menggunakan gelas ukur. c. Ditambahkan aquadest. d. Diaduk hingga rata dengan spatula. e. Disaring dengan menggunakan kertas saring whatman No. 42. Universitas Sumatera Utara 40 f. Diukur filtrat sebanyak 100 ml dengan menggunakan gelas ukur. g. Dimasukkan ke dalam erlenmeyer. h. Ditambahkan indikator amilum 1 sebanyak 3 tetes. i. Dititrasi dengan larutan standar iodin 0,01 N hingga terjadi perubahan warna dari putih menjadi kebiruan. j. Dicatat volume larutan standar iodin 0,01 N yang terpakai. k. Dihitung kadar SO .

3.2.7. Analisa Kekentalan

Nilai atau ukuran kekentalan pada air tepung tapioka. Prosedur : a. Diambil air tepung tapioka yang berada di sparator 1,2, 3,4 dan 5. b. Dimasukkan ke dalam pipa penampung. c. Dimasukkan Baume ke dalam pipa penampung. d. Diamati skala pada Baume. e. Dicatat. Universitas Sumatera Utara BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

Dari pengamatan yang diperoleh pada penentuan pengaruh penambahan tawas pada air produksi terhadap peningkatan kualitas tepung tapioka di PT. Florindo Makmur, dihasilkan data penggunaan tawas yang bergantung terhadap kondisi air produksi yang berasal dari air sungai dapat dilihat pada tabel 4.1. Tabel 4.1.Penggunaan Tawas No Cuaca Keadaan air Volume air dalam bak penampungan Ljam Jumlah Tawas perkarung 1 Bagus stabil Agak jernih 60.000 0-2 2 Kurang bagus musim penghujan Agak keruh 60.000 2-4 Universitas Sumatera Utara Dari data di atas perbandingan penambahan tawas dengan beberapa periode terhadap kualitas tepung tapioka dapat dilihat pada tabel 4.2. Tabel 4.2. Perbandingan Penggunaan Tawas No Analisa Kualitas Tepung Tapioka Periode Penambahan Tawas Sebelum Digunakan Tawas Penambahan Tawas 0-2 Karung Penambahan Tawas 2-4 Karung Penambahan Tawas Lebih Dari 4 Karung 1. pH air produksi 5-7 6 4,5 3-4 2. SO ppm 27 29 30 31-32 3. Be° 18 19 19-20 19-20 4. pH air tepung 6,5-7 5,5 5-6 4 5. Screen 0,05 0,07 0,05 - 6. Warna visual Agak keabuan Agak keabuan Agak putih putih 7. Tekstur Agak kejal Agak kejal kejal Lebih kejal Dari data perbandingan di atas maka dapat diperoleh data kualitas tepung tapioka sebelum ditambahkan tawas pada air produksi dapat dilihat pada tabel4.3. Tabel 4.3. Data Kualitas Tepung Tapioka Sebelum Ditambahkan Tawas Pada Air Produksi Jam pH air SO ppm Be° pH tepung Screen Warna Visual Tekstur 11.00 5,60 26,32 19 6,5 0,132 Agak keabuan Lembek 13.00 5,50 27,00 20 6,6 0,128 Agak keabuan Kejal 15.00 5,43 26,27 19 6,7 0, 215 Abu-abu Agak Lembek 17.00 6,45 27,03 20 7,0 0,047 Agak keabuan Kejal 19.00 5,50 27,05 19 6,5 0,057 Agak keabuan Kejal 21.00 5,64 27,01 20 6,6 0,128 Abu-abu Lembek 23.00 5,57 27,02 20 6,4 0,037 Abu-abu Agak Kejal 01.00 6,00 27,56 20 6,7 0,128 Abu-abu 03.00 5,63 27,06 20 6,8 0,049 Abu-abu Kejal 05.00 5,58 27,41 20 6,4 0,055 Abu-abu Kejal Universitas Sumatera Utara Data kualitas tepung tapioka setelah ditambahkan tawas sebanyak 0-2 karung pada air produksi dapat dilihat pada tabel 4.4. Tabel 4.4. Data kualitas tepung tapioka saat ditambahkan tawas 0-2 karung pada air produksi Jam pH air SO ppm Be° pH tepung Screen Warna Visual Tekstur 11.00 6,00 28,22 19 5,5 0.077 Abu-abu Agak kejal 13.00 6,50 29,00 19 5,6 0,058 Agak Kejal Kejal 15.00 6,03 29,37 19 5,7 0,075 Abu-abu Agak kejal 17.00 6,55 29,04 20 5,8 0,073 Agak keabuan Kejal 19.00 6,48 29,07 19 5,5 0,074 Kejal 21.00 6,09 29,15 19 5,5 0,072 Agak keabuan Kejal 23.00 6,37 29,02 19 5,3 0,074 Abu-abu Agak kejal 01.00 6,65 29,66 19 5,9 0,075 Agak kebuan Agak kejal 03.00 6,43 29,36 19 5,2 0,076 Abu-abu Kejal 05.00 6,38 29,71 20 5,3 0,070 Abu-abu Kejal Data kualitas tepung tapioka setelah ditambahkan tawas sebanyak 2-4 karung pada air produksi dapat dilihat pada tabel 4.5. Tabel 4.5. Data kualitas tepung tapioka saat ditambahkan tawas 2-4 karung pada air produksi Jam pH air SO ppm Be° pH tepung Screen Warna Visual Tekstur 11.00 4,53 27,32 19 5,4 0.032 Agak Putih Kejal 13.00 4,50 30,51 20 5,6 0,028 Agak Putih Kejal 15.00 4,43 31,27 19 5,6 0,015 Putih Kejal 17.00 4,45 26,33 20 5,3 0,017 Putih Kejal 19.00 4,50 27,25 19 5,5 0,027 Agak Putih Kejal 21.00 4,64 27,34 20 5,5 0,018 Putih Kejal 23.00 4,57 25,37 20 5,5 0,027 Agak Putih Kejal 01.00 4,50 26,43 20 5,4 0,028 Agak Putih Kejal 03.00 4,63 28,21 19 5,6 0,029 Putih Kejal 05.00 4,58 29,41 20 5,4 0,035 Putih Kejal Universitas Sumatera Utara

4.2. Perhitungan 1. Perhitungan Kadar SO₂