Pengaruh Penambahan Tawas pada Air Produksi Terhadap Kualitas Tepung Tapioka di PT. Florindo Makmur Sei Rampah

(1)

PENGARUH PENAMBAHAN TAWAS PADA AIR PRODUKSI

TERHADAP KUALITAS TEPUNG TAPIOKA

DI PT. FLORINDO MAKMUR

SEI RAMPAH

TUGAS AKHIR

KHUSNIAH ALMAHIROH

112401031

PROGRAM STUDI D-3 KIMIA

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2014


(2)

SEI RAMPAH

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat memperoleh Gelar Ahli Madya

KHUSNIAH ALMAHIROH

112401031

PROGRAM STUDI D-3 KIMIA

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2014


(3)

i

PERSETUJUAN

Judul : Pengaruh Penambahan Tawas pada Air Produksi Terhadap Kualitas Tepung Tapioka di PT. Florindo

Makmur Sei Rampah Kategori : Tugas Akhir

Nama : Khusniah Almahiroh NomorIndukMahasiswa : 112401031

Program Studi : Diploma 3 Kimia Departemen : Kimia

Fakultas : Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Disetujui di Medan, Juli 2014

Program Studi D-3 Kimia

Ketua, Pembimbing,

Dra. Emma Zaidar Nst, M.Si. Dr. Cut Fatimah Zuhra. M.Si. NIP.195512181987012001 NIP.197404051999032001

Diketahui/Disetujui Oleh: Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,

Dr. Rumondang Bulan, M.S


(4)

PERNYATAAN

PENGARUH PENAMBAHAN TAWAS PADA AIR PRODUKSI TERHADAP KUALITAS TEPUNG TAPIOKA DI PT.FLORINDO MAKMUR

SEI RAMPAH

TUGAS AKHIR

Saya mengakui bahwa tugas akhir ini adalah hasil karya saya sendiri. Kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Juli 2014

KHUSNIAH ALMAHIROH 112401031


(5)

iii

PENGHARGAAN

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT Yang Maha Pengasih dan Pemurah, karena hanya dengan limpahan karunia dan ridho-Nya penulis dapat

menyelesaikan Tugas Akhir dengan judul “Pengaruh Penambahan Tawas Pada Air

Produksi di PT.Florindo Makmur Sei Rampah.

Terimakasih penulis sampaikan kepada Dr. Sutarman, M.Sc selaku Dekan FMIPA USU, kepada Dr. Marpongahtun, M.Sc selaku Pembantu Dekan I FMIPA USU, kepada Drs. Nursal. M.Si selaku Pembantu Dekan II FMIPA USU, kepada Dr. Krista Sebayang, M.Si selaku Pembantu Dekan III FMIPA USU, kepada Dr. Rumondang Bulan. MS, selaku ketua departemen kimia FMIPA USU, kepada Dra. Emma Zaidar Nst, MS selaku ketua program studi D3 kimia FMIPA USU.

Terimakasih kepada Dr. Cut Fatimah Zuhra, M.Si selaku dosen pembimbing penulis yang dengan sabar membimbing penulis selama penyusunan tugas akhir ini sampai dengan selesai.

Terimakasih yang tidak terhingga kepada orang tua penulis, Bapak Ahmad Baidowi dan Ibunda Rahmawati yang telah memberikan dukungan baik moril maupun materil. Terimakasih kepada keluarga dan rekan-rekan penulis kimia analis 011 dan seluruh D-3 Kimia yang telah mendukung penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini sampai dengan selesai. Terimakasih kepada Rudi Harianto S yang selalu setia mendampingi penulis dari dulu sampai sekarang. Semoga Allah SWT yang akan membalasnya.


(6)

PENGARUH PENAMBAHAN TAWAS PADA AIR PRODUKSI TERHADAP KUALITAS TEPUNG TAPIOKA

DI PT.FLORINDO MAKMUR SEI RAMPAH

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian mengenai pengaruh penambahan tawas pada air produksi terhadap kualitas tepung tapioka di PT. Florindo Makmur Sei Rampah. Penambahan tawas divariasikan yaitu 2 karung dan 2-4 karung. Penambahan tawas sebanyak 0-2 karung menghasilkan pH air (5-6), kadar SO (0-27 ppm), Baume (kekentalan) (18), pH air tepung tapioka (6-7), warna (93,5), screen (0,05%) dan analisa hasil masak yaitu warna visual (agak keabu-abuan), dan tekstur (agak kejal). Penambahan tawas sebanyak 2-4 karung menghasilkan pH air (4-5), kadar SO (30 ppm), Baume

(kekentalan) (19-20), pH air tepung tapioka (5-6), warna (>93,5), screen (<0,05%), dan analisa hasil masak yaitu warna visual (agak putih), dan tekstur (kejal). Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan tawas pada air produksi dengan range 2-4 karung dapat menghasilkan tepung tapioka yang bagus sesuai dengan Standar Kualitas Tepung Tapioka PT. Florindo Makmur.


(7)

v

THE EFFECT OF INCRECEMENT ALUM IN WATER PRODUCTION TO QUALITY OF TAPIOCA FLOUR

AT PT.FLORINDO MAKMUR SEI RAMPAH

ABSTRACT

We have done a research about the effect of increment alum in production water on quality of tapioca flour at PT. Florindo Makmur Sei Rampah. The increment of alum varited that is 0-2 sacks and 2-4 sacks. The increment of alum is much as 0-2 sacks produce pH water (5-6), rate SO (27 ppm), Baume (viscosity) (18), pH of water tapioca flour (6-7), colour (93,5), screen (0,05%), and analysis of is cooked result is visual colour (grayish), and texture (elastic). The increment of alum is as much as 2-4 sacks produce pH water (4-5), rate SO (30 ppm), Baume (viscosity) (19-20), pH of water tapioca flour (5-6), colour (>93,5), screen (<0,05%) and analysis of things cooked result is visual colour (white) and texture (elastic). This show that using of alum in production water with range 2-4 sacks can produce good tapioca flour according to standart quality tapioca flour PT. Florindo Makmur.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan i

Pernyataan ii

Penghargaan iii

Abstrak iv

Abstract v

Daftar Isi vi

Daftar Tabel viii

Daftar Gambar ix

Daftar Lampiran x

Bab 1. Pendahuluan 1

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Permasalahan 3

1.3. Tujuan 4

1.4. Manfaat 4

Bab 2.Tinjauan Pustaka 5

2.1. Singkong 5

2.1.1. Komposisi Kimia Singkong 7 2.1.2. Perubahan Komposisi Singkong Selama Penyimpanan 9 2.2. Air Yang Digunakan pada Proses Produksi 10

2.2.1. Kriteria Air yang Digunakan pada Produksi 11 2.2.1.1. Kriteria Kimiawi dan Fisik 12 2.2.1.2. Bahan-bahan beracun 13 2.2.1.3. Kriteria Bakteriologi 14 2.2.2. Pengaruh Aktivitas Air Pada Tekstur Bahan Pangan 15 2.2.3. Proses Pengolahan Air yang Digunakan Pada Air Produksi 16 2.2.4. Pengolahan Air Lengkap (Complete Treatment Process) 17 2.4.4.1. Pengolahan Air Secara Fisik 18 2.4.4.2. Pengolahan Air Secara Kimia 18 2.4.4.3. Pengolahan Air Secara Bakteriologi 22

2.3. Tawas/Alum 24

2.4. Pembuatan Tepung Tapioka 25 2.4.1. Pembuatan Tepung Tapioka Skala Kecil/Rumah Tangga 25 2.4.2. Pembuatan Tepung Tapioka Skala Besar/Industri 26

Bab 3. Metode Penelitian 32

3.1. Alat-Alat dan Bahan-Bahan 32

3.1.1. Alat-Alat 32

3.1.2. Bahan-Bahan 33


(9)

vii

3.2.2. Analisa Kadar Air 35

3.2.3. Analisa Residual Screen 325 Mesh 35

3.2.4. Analisa Warna 37

3.2.5. Analisa Hasil Masak Tepung Tapioka 37 3.2.6. Analisa Sulfida ( SO ) 39 3.2.7. Analisa Kekentalan 40

Bab 4. Hasil dan Pembahasan 41

4.1

.

Hasil 41

4.2. Perhitungan 44

4.3. Pembahasan 45

Bab 5. Kesimpulan dan Saran 48

5.1. Kesimpulan 48

5.2. Saran 48

Daftar Pustaka 49


(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman Tabel

2.1 Komposisi Kimia Singkong 8 2.2. Batas Toleransi Untuk Bahan-Bahan Beracun Dalam Persediaan Pipa 14

4.1. Penggunaan Tawas 41

4.2. Perbandingan Penggunaan Tawas 42 4.3. Data Kualitas Tepung Tapioka Sebelum Ditambahkan Tawas Pada Air 42 Produksi

4.4. Data Kualitas Tepung Tapioka Saat Ditambahkan Tawas 0-2 Karung 43 Pada Air Produksi

4.5. Data Kualitas Tepung Tapioka Saat Ditambahkan Tawas 2-4 Karung 43 Pada Air Produksi


(11)

ix

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar

2.1. Tanaman Singkong 6

2.2. Reaksi Antara Tawas/Alum Di Dalam Air Dengan Kalsium Karbonat 20


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

Lampiran

1. Standar Kualitas Tepung Tapioka PT. Florindo Makmur 50 2. Alat Yang Digunakan Pada Proses Produksi 51 3. Alat Yang Digunakan Untuk Analisa Di Laboratorium 54


(13)

iv

PENGARUH PENAMBAHAN TAWAS PADA AIR PRODUKSI TERHADAP KUALITAS TEPUNG TAPIOKA

DI PT.FLORINDO MAKMUR SEI RAMPAH

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian mengenai pengaruh penambahan tawas pada air produksi terhadap kualitas tepung tapioka di PT. Florindo Makmur Sei Rampah. Penambahan tawas divariasikan yaitu 2 karung dan 2-4 karung. Penambahan tawas sebanyak 0-2 karung menghasilkan pH air (5-6), kadar SO (0-27 ppm), Baume (kekentalan) (18), pH air tepung tapioka (6-7), warna (93,5), screen (0,05%) dan analisa hasil masak yaitu warna visual (agak keabu-abuan), dan tekstur (agak kejal). Penambahan tawas sebanyak 2-4 karung menghasilkan pH air (4-5), kadar SO (30 ppm), Baume

(kekentalan) (19-20), pH air tepung tapioka (5-6), warna (>93,5), screen (<0,05%), dan analisa hasil masak yaitu warna visual (agak putih), dan tekstur (kejal). Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan tawas pada air produksi dengan range 2-4 karung dapat menghasilkan tepung tapioka yang bagus sesuai dengan Standar Kualitas Tepung Tapioka PT. Florindo Makmur.


(14)

THE EFFECT OF INCRECEMENT ALUM IN WATER PRODUCTION TO QUALITY OF TAPIOCA FLOUR

AT PT.FLORINDO MAKMUR SEI RAMPAH

ABSTRACT

We have done a research about the effect of increment alum in production water on quality of tapioca flour at PT. Florindo Makmur Sei Rampah. The increment of alum varited that is 0-2 sacks and 2-4 sacks. The increment of alum is much as 0-2 sacks produce pH water (5-6), rate SO (27 ppm), Baume (viscosity) (18), pH of water tapioca flour (6-7), colour (93,5), screen (0,05%), and analysis of is cooked result is visual colour (grayish), and texture (elastic). The increment of alum is as much as 2-4 sacks produce pH water (4-5), rate SO (30 ppm), Baume (viscosity) (19-20), pH of water tapioca flour (5-6), colour (>93,5), screen (<0,05%) and analysis of things cooked result is visual colour (white) and texture (elastic). This show that using of alum in production water with range 2-4 sacks can produce good tapioca flour according to standart quality tapioca flour PT. Florindo Makmur.


(15)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Ubi kayu/singkong yang juga disebut Kaspe, dalam bahasa Latin disebut

Manihot Esculenta Crantz, merupakan tanaman yang banyak mengandung karbohidrat. Oleh karena itu singkong dapat digunakan sebagai sumber karbohidrat di samping beras, selain dapat pula digunakan untuk keperluan bahan baku industri seperti, tepung tapioka, pelet, gaplek, gula pasir, gasohol, protein sel tunggal, dan asam sitrat. Tepung tapioka memiliki kadar amilosa yang rendah dan kadar amilopektin yang tinggi dan ini merupakan sifat yang khusus dari singkong yang tidak dimiliki oleh jenis tepung lainnya, sehingga tepung tapioka mempunyai kegunaan yang lebih luas (Rismayani, 2007).

Singkong merupakan tanaman pangan dan perdagangan (Cash Crop).

Sebagai tanaman perdagangan, singkong menghasilkan pati, gaplek, tepung singkong, etanol, gula cair, sorbitol, monosodium glutamat dan pelet. Sebagai tanaman pangan, singkong merupakan sumber karbohidrat bagi sekitar 500 juta manusia di dunia. Di Indonesia, tanaman ini menempati urutan ketiga setelah padi dan jagung. Sebagai sumber karbohidrat, singkong merupakan penghasil kalori terbesar dibandingkan dengan tanaman lain. Singkong nilai kalorinya 250 x 10³ Kal/Ha/Hr, jagung 200 x 10³ Kal/Ha/Hr, beras 176 x 10³ Kal/Ha/Hr, sorgum 114 x 10³ Kal/Ha/Hr, gandum 110 x 10³ Kal/Ha/Hr. Indonesia adalah penghasil singkong urutan keempat terbesar didunia setelah Nigeria, Brazilia,


(16)

dan Thailand. Namun, pasar singkong dunia dikuasai oleh Thailand dan Vietnam (Prihandana, dkk, 2007).

Pengeringan singkong pada pembuatan gaplek sering terjadi perubahan warna menjadi hitam. Perubahan warna tersebut kemungkinan disebabkan karena terjadinya oksidasi oleh enzim polifenolase pada lendir singkong, karena kontak dengan udara sehingga berubah warna menjadi hitam. Pencegahan dapat dilakukan dengan mencuci lendir yang terdapat di antara kulit dan daging singkong segera setelah singkong dikupas atau dipotong. Singkong biasanya dikeringkan sampai kadar air 14-15% yang dikenal sebagai gaplek (Winarno, dkk,1980).

Untuk menghasilkan tepung tapioka yang berkualitas baik, air sangat berpengaruh terhadap mutu bahan pangan, dan hal ini merupakan salah satu sebab mengapa di dalam pengolahan pangan air tersebut sering dikeluarkan atau dikurangi dengan cara penguapan atau pengentalan dan pengeringan (Winarno, dkk, 1980).

Air proses, terutama dibutuhkan untuk melarutkan bahan, menghancurkan bahan, pencucian atau semacam itu dalam proses. Untuk kemurnian air proses biasanya ditetapkan persyaratan tertentu. Air sungai biasa atau air terusan, biasanya tidak sesuai keperluan produksi oleh sebab itu harus selalu mengalami penjernihan terlebih dahulu (Bergeyk dan Viedekerken, 1981).

Air sungai dalam penggunaannya, haruslah mengalami suatu pengolahan yang sempurna, mengingat bahwa air sungai ini pada umumnya mempunyai


(17)

3

derajat pengotoran yang tinggi sekali. Air dikatakan keruh, apabila air tersebut mengandung begitu banyak partikel bahan yang tersuspensi sehingga memberikan warna/rupa yang berlumpur dan kotor. Bahan-bahan yang menyebabkan kekeruhan ini meliputi : tanah liat, lumpur, bahan-bahan organik yang tersebar secara merata dan partikel-partikel kecil yang tersuspensi lainnya.

Dalam hal ini perlu ditambahkan koagulan, koagulan adalah bahan kimia yang dibutuhkan pada air untuk membantu proses pengendapan partikel-partikel kecil yang tak dapat mengendapkan dengan sendirinya. Sesuai dengan nama dari unit ini, maka unit ini berfungsi untuk membubuhkan koagulan secara teratur sesuai dengan kebutuhan (dengan dosis yang tepat) (Sutrisno dan Suciastuti,2004).

Dari uraian diatas maka penulis tertarik untuk menganalisa Pengaruh Penambahan Tawas Pada Air Produksi Terhadap Kualitas Tepung Tapioka Di PT. Florindo Makmur Sei Rampah.

1.2.Permasalahan

Pada Pengolahan tepung tapioka dibutuhkan air yang digunakan untuk mencuci singkong, dari hasil cucian yang baik akan menghasilkan tepung tapioka yang memiliki kualitas baik. Sebagian besar air baku untuk penyediaan air bersih diambil dari air permukaan seperti sungai, danau, dan sebagainya. Salah satu langkah penting dalam pengelolahan untuk mendapatkan air bersih adalah menghilangkan kekeruhan dari air baku tersebut. Kekeruhan dihilangkan


(18)

melalui pembubuhan sejenis bahan kimia dengan sifat-sifat tertentu yang disebut flokulan. Umumnya flokulan tersebut adalah tawas (Alaerts dan Santika, 1984).

Dari uraian diatas maka yang menjadi rumusan permasalahan adalah bagaimana pengaruh penambahan tawas pada air produksi terhadap kualitas tepung tapioka.

1.3.Tujuan

Untuk mengetahui pengaruh penambahan tawas pada air produksi terhadap kualitas tepung tapioka di PT. Florindo Makmur Sei Rampah.

1.4. Manfaat

Sebagai informasi untuk mengetahui pengaruh penambahan tawas pada air produksi terhadap kualitas tepung tapioka yang memenuhi Standar Nasional Indonesia dan layak didistribusikan kepada konsumen yang diproduksi oleh PT. Florindo Makmur Sei Rampah.


(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Singkong

Dalam sistematika tanaman, singkong termasuk kelas Dicotyledoneae. Singkong masuk dalam family Euphorbiaceae yang mempunyai 7.200 spesies, beberapa di antaranya mempunyai nilai komersial, seperti karet (Hevea brasiliensis), jarak (Ricinus comunis dan Jatropha curcas), umbi-umbian (Manihot sp), dan tanaman hias (Euphorbia sp). Klasifikasi tanaman singkong sebagai berikut :

Kelas : Dicotyledoneae

Sub kelas : Arhichlamydeae

Ordo : Euphorbiales

Famili : Euphorbiaceae

Sub family : Manihotae

Genus : Manihot

Spesis : Manihot Esculenta Crantz

Manihot Esculenta Crantz mempunyai nama lain M.utilissima dan M.alpi.

Semua genus Manihot berasal dari Amerika Selatan. Brazilia merupakan pusat asal dan sekaligus sebagai pusat keragaman singkong. Manihot mempunyai 100 spesies yang telah diklasifikasikan dan mayoritas ditemukan di daerah yang relatif kering (Prihandana, dkk, 2007).


(20)

Gambar.2.1. tanaman singkong

Secara umum singkong mempunyai ketahanan terhadap iklim yang kering. Singkong tidak memerlukan banyak curah hujan. Curah hujan yang optimum bagi tanaman singkong hanya 50-500 mm per tahun. Singkong membutuhkan cuaca basah di awal pertumbuhannya, yakni sampai sekitar umur 3 atau 4 bulan. Namun memerlukan iklim kering setelah 4 bulan hingga panen. Oleh karena itu, sebaiknya singkong ditanam pada musim penghujan. Singkong membutuhkan sinar matahari yang cukup. Lahan yang dipersiapkan untuk menanam singkong sebaiknya tidak terdapat pohon peneduh. Singkong membutuhkan tanah yang gembur untuk perkembangan umbinya. Tanah tersebut harus banyak rongga dan tidak terlalu tandus atau berbatu. Tanah yang terlalu tandus akan menghambat perkembangan umbi singkong. Tanah yang banyak

kalium baik untuk singkong, karena menunjang pertumbuhan umbi yang besar (Purnamawati, 2006).

Tanaman singkong tumbuh di daerah antara 30° lintang selatan dan 30° lintang utara, yakni daerah dengan rata-rata lebih dari 18° dengan curah hujan di


(21)

7

atas 500 mm/tahun. Namun demikian, singkong dapat tumbuh pada ketinggian 2.000 m dpl atau di daerah sub-tropika dengan suhu rata-rata 16°C, di ketinggian tempat sampai 300 m dpl tanaman singkong dapat menghasilkan umbi dengan baik, tetapi tidak dapat berbunga. Namun di ketinggian tempat 800 m dpl tanaman singkong dapat menghasilkan bunga dan biji (Prihandana, dkk, 2007).

Perlu diketahui bahwa meskipun singkong diperkirakan dari Brazilia, namun dapat tumbuh dan populer di Indonesia. Karena tanaman ini memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan tanaman lainnya karena :

a. Singkong dapat tumbuh pada lahan kering dan kurang subur. b. Daya tahan terhadap penyakit umumnya relatif tinggi.

c. Masa panennya tidak diburu waktu, sehingga dapat diolah menjadi beragam

makanan utama maupun makanan ringan.

d. Selain itu singkong adalah penghasil kalori yang efisien. Artinya tanaman singkong mempunyai kemampuan dalam menghasilkan kalori yang produktif dan efisien di daerah tropis (Rismayani, 2007).

2.1.1. Komposisi Kimia Singkong

Umbi dari singkong mengandung pati 85% bahkan lebih. Kandungan gulanya 20% dari seluruh bagiannya. Rata-rata kadar proteinnya 1,25%, lemaknya 0,29%, dan abunya 1,43%. Kadar kalsium yang dimilikinya sebesar 0,12%, fosfor 0,16%, sodium 0,06%, dan magnesium 0,37%. Kandungan air dalam singkong kurang lebih sebesar 65% dan sisanya zat kering. Di antara persentase tersebut, bahan


(22)

ekstrak tanpa nitrogennya sebesar 30,84%. Susunan zat-zat dalam singkong tiap 100 g dapat dilihat pada tabel 2.1.

Tabel 2.1. Komposisi Kimia Singkong Nama Zat Jumlah Protein

Karbohidrat Lemak Vitamin A Vitamin B Vitamin C Serat Kasar

1 g 30 g 0,3 g

- 10-100 g

20 g 1-3 g Sumber : Purnamawati, 2006

Bukan hanya umbinya yang bergizi, tiap 100 g daun singkong mengandung 8,3% protein yang dapat dicerna dan 45,5% berat totalnya mengandung bahan kering yang dapat dicerna. Daun muda singkong juga diyakini mengandung vitamin A. Namun, kita perlu hati-hati dalam memilih daun singkong untuk sayur. Daun singkong yang berumur lebih dari lima bulan mengandung 7,59 mg zat racun asam sianida (HCN) dalam setiap 100 g. HCN dapat menyebabkan manusia dan hewan ternak keracunan. Oleh karena itu, mengambil daun singkong untuk sayur sebaiknya sebelum mencapai umur 5 bulan saat kadar HCN-nya masih rendah (Purnamawati, 2006).


(23)

9

2.1.2.Perubahan Komposisi Singkong Selama Penyimpanan

Singkong yang digunakan pada pembuatan tepung tapioka adalah singkong yang berkualitas baik, singkong hasil panen yang baru saja dipasok langsung diproduksi menjadi tepung tapioka. Beberapa perubahan komposisi kimia singkong, jika dilakukan penyimpanan terlebih dahulu sebelum diproduksi menjadi tepung tapioka, sebagai berikut :

a. Perubahan Karbohidrat

Perubahan-perubahan berikut dapat terjadi pada komponen karbohidrat selama penyimpanan :

1) Hidrolisa pati karena kegiatan enzim amilase. 2) Kurangnya gula karena pernafasan.

3) Terbentuknya bau asam dan bau apek dari karbohidrat karena kegiatan mikroorganisme.

4) Reaksi kecoklatan bukan karena enzim (non-enzymic browning). b. Perubahan dalam Protein

Selama penyimpanan nitrogen total sebagian besar tidak mengalami perubahan, akan tetapi nitrogen dari protein sedikit menurun. Jumlah total asam amino bebas menunjukkan perubahan yang berarti hanya bila tingkat kerusakan meningkat lebih lanjut akibat dari kegiatan proteolitik.

c. Perubahan Lemak

Dua macam kerusakan lemak mungkin terjadi selama penyimpanan biji, yaitu perubahan hidrolitik dan oksidatif. Sementara biji mengandung antioksidan yang cukup efektif, perubahan hidrolitik sebagai akibat kegiatan enzim lipase


(24)

akan dipercepat oleh suhu dan kadar air yang tinggi. Kerusakan hidrolitik lemak juga dipengaruhi oleh jamur karena aktivitas lipolitiknya yang tinggi (Buckle, dkk, 2007).

2.2. Air Yang Digunakan pada Proses Produksi

Air merupakan suatu kebutuhan yang tak dapat ditinggalkan untuk kehidupan manusia, karena air diperlukan untuk bermacam-macam kegiatan seperti minum, pertanian, industri, perikanan, dan rekreasi. Air meliputi 70% dari permukaan bumi, tetapi di banyak negara persediaan air terdapat dalam jumlah yang sangat terbatas. Bukan hanya jumlahnya yang penting, tetapi juga mutu air diperlukan untuk penggunaan tertentu, seperti air yang cocok untuk kegunaan industri atau untuk diminum. Oleh karena itu penanganan air tertentu biasanya diperlukan untuk persediaan air yang didapat dari sumber yang ada di bawah tanah atau sumber-sumber dipermukaan (Buckle, dkk, 2007).

Air mempunyai sifat melarutkan bahan kimia. Abel Wolman menyatakan bahwa air rumusnya adalah H O + X, dimana X merupakan zat-zat yang dihasilkan air buangan oleh aktivitas manusia selama beberapa tahun. Dengan bertambahnya aktivitas manusia, maka faktor X tersebut dalam air akan bertambah dan merupakan masalah. Faktor X merupakan zat-zat kimia yang mudah larut dalam air dan dapat menimbulkan masalah sebagai berikut:

a. Toksisitas

b. Reaksi-reaksi kimia yang menyebabkan : pengendapan yang berlebihan, timbulnya busa yang menetap sehingga sulit untuk dihilangkan, timbulnya


(25)

11

respon fisiologis yang tidak diharapkan terhadap rasa atau pengaruh laksatif, perubahan dari perwujudan fisik air (Sutrisno dan Suciastuti, 2004).

Air dalam bahan pangan berperan sebagai pelarut dari berbagai komponen di samping ikut sebagai bahan pereaksi, sedang bentuk air dapat ditemukan sebagai air bebas dan air terikat. Air bebas mudah hilang apabila terjadi penguapan atau pengeringan, sedangkan air terikat secara fisik, yaitu ikatan menurut sistem kapiler dan air terikat secara kimia, antara lain air kristal dan air yang terikat dalam sistem dispersi. Pengurangan air baik secara pengeringan atau penambahan bahan penguap air bertujuan mengawetkan bahan pangan. Kriteria ikatan air dalam aspek daya awet bahan pangan dapat ditinjau dari kadar air, konsentrasi larutan, tekanan osmotik, kelembapan relatif berimbang dan aktivitas air. Kadar air dan konsentrasi larutan sangat sedikit berhubungan dengan sifat-sifat air yang berada dalam bahan pangan. Sekarang telah disepakati bahwa aktivitas air (Aw) merupakan parameter yang sangat berguna untuk menujukkan

kebutuhan air atau hubungan air dengan mikroorganisme dan aktivitas enzim (Purnomo, 1995).

2.2.1. Kriteria Air yang Digunakan pada Produksi

Air yang digunakan pada proses produksi harus memiliki kriteria sebagai air yang layak digunakan dalam proses produksi.


(26)

2.2.1.1. Kriteria Kimiawi dan Fisik

Analisa kimiawi dalam pengujian persediaan air sangat berguna dalam banyak hal. Sehubungan dengan persediaan air, perhatian ditunjukkan pada pencarian dan perkiraan adanya bahan-bahan kimia yang beracun dan beberapa bahan yang dapat menimbulkan kesulitan dalam penyediaan air (Buckel, dkk, 2007).

Adapun tinjauan secara terperinci terhadap setiap unsur yang tercantum dalam standar persyaratan kualitas air dibawah ini akan memberikan gambaran yang sedikit jelas tentang sifat pengaruh unsur-unsur di dalam air, sumber dari unsur dan akibat yang dapat ditimbulkan apabila konsentrasi adanya unsur-unsur tersebut dalam air melebihi standart yang telah ditetapkan (Sutrisno dan Suciastuti, 2004).

1. Derajat keasaman (pH)

pH adalah merupakan istilah yang digunakan untuk menyatakan intensitas keadaan asam atau basa sesuatu larutan. pH merupakan salah satu cara untuk menyatakan konsentrasi ion . Dalam penyediaan air, pH merupakan satu faktor yang harus dipertimbangkan mengingat bahwa derajat keasaman dari air akan sangat mempengaruhi aktivitas pengolahan yang akan dilakukan, misalnya dalam melakukan koagulasi kimia, desinfeksi, pelunakan air (water softening), dan dalam pencegahan korosi (Sutrisno dan Suciastuti, 2004).

2. Sulfat (SO )

Ion sulfat adalah salah satu anion yang banyak terdapat pada air alam. Sulfat merupakan sesuatu yang penting dalam penyediaan air untuk umum karena pengaruh pencucian perut yang bisa terjadi pada manusia apabila ada dalam


(27)

13

konsentrasi yang cukup besar. Karena alasan inilah US Public Health Service Standard menyatakan satu batas yang tinggi 250 mg/l dalam air yang akan digunakan untuk konsumsi manusia. Sulfat penting dalam penyediaan air untuk umum maupun untuk industri, karena kecenderungan air untuk mengandungnya dalam jumlah yang cukup besar untuk membentuk kerak air yang keras pada ketel dan alat pengubah panas. Sulfat merupakan suatu bahan perlu

dipertimbangkan, sebab secara langsung merupakan “tanggung jawab” dalam

dua masalah yang serius yang sering dihubungkan dengan penanganan dan pengolahan air bekas ( Sutrisno dan Suciastuti, 2004).

3. Sulfida (H S)

Adanya H S maupun dalam air bisa merupakan kelanjutan dari terdapatnya SO dalam air tersebut yang telah direduksi oleh bakteri-bakteri anaerob. H S merupakan gas yang beracun dan berbau busuk, sehingga kehadirannya dalam air akan mempengaruhi penerimaan masyarakat terhadap air tersebut. Selain itu, dalam jumlah besar dapat memperbesar keasaman air sehingga dapat menyebabkan korosifitas pada pipa-pipa logam (Sutrisno dan Suciastuti, 2004).

2.2.1.2. Bahan-bahan beracun

Bahan-bahan yang kemungkinan besar dapat menimbulkan bahaya bagi kesehatan apabila terdapat air di dalam pipa dengan jumlah yang melebihi tingkat konsentrasi tertentu. bahan kimia dapat menimbulkan kesulitan. Bahan-bahan kimia tertentu yang mungkin terdapat di dalam persediaan air minum yang melalui pipa, meskipun tidak menimbulkan bahaya bagi kesehatan orang-orang


(28)

yang meminum air tersebut, tetapi dapat menimbulkan kesulitan-kesulitan tertentu apabila terdapat dalam jumlah yang berlebihan. Berikut ini batas toleransi bahan-bahan beracun dalam persediaan pipa dapat lihat pada tabel 2.2.

Tabel 2.2. Batas toleransi untuk bahan-bahan beracun dalam persediaan pipa Bahan USPHS (1962) (Dinas

kesehatan masyarakat A merika) (Dasar-dasar pertimbangan untuk penolakan persediaan) WHO (1971) Batas-batas bahaya yang sebenarnya

WHO (Eropa) (1971) (Dasar-dasar pertimbangan untuk penolakan persediaan) Timbel (Pb) Arsenik (As) Selenium (Se) Chromium(Cr) Air Raksa (Hg) Kadmium (Cd) Sianide (CN) Barium (Ba) Perak (Ag) 0,05 0,05 0,01 0,05 - 0,01 0,2 1,0 0,05 0,01 0,05 0,01 0.05 0,001 0,01 0,05 1,0 -0,01 0,05 0,01 0,05 - 0,01 0,05 - -Sumber : Buckle, dkk, 2007

2.2.1.3. Kriteria Bakteriologi

Organisme yang merupakan petunjuk adanya polusi kotoran (faeces). Bahaya terbesar sehubungan dengan air adalah bila air tersebut telah tercemar oleh bahan buangan atau kotoran manusia, bahkan bahaya polusi hewan juga tidak boleh dianggap ringan. Bila pengotoran semacam itu baru saja terjadi dan bila hal tersebut disebabkan oleh penderita atau pembawa penyakit menular seperti demam usus atau disentri, air tersebut mungkin mengandung bibit-bibit penyakit yang masih hidup. Air semacam itu dapat berakibat timbulnya penyakit. Meskipun metode-metode bakteriologis modern telah memungkinkan penemuan bakteri-bakteri penyebab penyakit tersebut di dalam saluran buangan dan saluran


(29)

15

terusan dari pembuangan, tidaklah praktis kalau kita berusaha mencoba mengisolasi bakteri-bakteri tersebut sebagai suatu pekerjaan rutin terhadap contoh air. Bila organisme patogen terdapat di dalam faeces atau kotoran buangan jumlahnya hampir selalu lebih jauh sedikit daripada jumlah organisme kotoran yang umum, dan organisme yang umum ini lebih mudah dikenali di dalam air. Kalau organisme yang umum ini tidak ditemukan di dalam air, pada umumnya dapat disimpulkan bahwa organisme penyebab penyakit juga tidak ada, dan penggunaan organisme kotoran yang umum sebagai suatu petunjuk adanya polusi kotoran sudah dianggap cukup aman (Buckel, dkk, 2007).

2.2.2. Pengaruh Aktivitas Air Pada Tekstur Bahan Pangan

Sifat-sifat tekstur sebenarnya adalah kelompok yang ditimbulkan oleh elemen struktural bahan pangan yang dapat dirasakan oleh perabaan, terkait dengan deformasi, disentegrasi, dan aliran dari bahan pangan di bawah tekanan yang diukur secara objektif oleh fungsi masa, waktu dan jarak. Secara teknik pengukuran tekstur dapat dilakukan dengan uji penyuntikan atau pembuatan lubang kecil, yaitu pengukuran tenaga yang diperlukan untuk melakukan deformasi produk pangan.

Tekstur merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pilihan konsumen terhadap suatu produk pangan. Salah satu produk tekstur yang banyak dipakai adalah keempukan. Keempukan daging misalnya, merupakan hal yang lebih diprioritaskan oleh konsumen dalam memilih daging dibandingkan dengan flavor dan aroma.


(30)

Kebanyakan bahan pangan mempunyai nilai Aw lebih dari 0,80 pada saat

dikonsumsi. Alasan mengapa bahan pangan dikonsumsi dalam keadaan nilai Aw

tinggi, karena konsumen menyukai bahan pangan yang agak basah serta mudah dikunyah. Jadi kebasahan, empuk, mudah dikunyah, serta terasa adanya cairan pada mulut saat bahan pangan dikunyah (juicy) merupakan faktor-faktor tekstur yang dikehendaki. Sebaliknya kondisi bahan pangan yang sering sekali, sangat keras, dan tidak mudah dikunyah merupakan faktor-faktor tekstur yang tidak diharapkan.

Sebenarnya banyak hal yang mempengaruhi tekstur bahan pangan, antara lain rasio kandungan protein-lemak, jenis protein, suhu pengolahan, kadar air, dan aktivitas air (Purnomo, 1995).

2.2.3. Proses Pengolahan Air yang Digunakan pada Air Produksi

Pengolahan air adalah usaha-usaha teknis yang dilakukan untuk mengubah sifat-sifat suatu zat. Hal ini penting, karena dengan adanya pengolahan ini, maka akan didapatkan air yang memenuhi standart yang telah ditentukan (Sutrisno dan Suciastuti, 2004).

Bila air mentah tidak memenuhi standar yang diminta oleh industri pengolahan pangan atau tidak memenuhi persyaratan air minum, maka air tersebut harus dimurnikan dengan kombinasi perlakuan kimiawi, fisik dan biologis. Air mentah dari berbagai tempat dapat mempunyai sifat-sifat bakteriologis, biologis, fisik dan kimiawi yang berbeda-beda, maka tidak mungkin menetapkan cara penganganan atau kombinasi proses penanganan secara umum yang akan


(31)

17

digunakan pada semua kondisi. Walaupun demikian, pencemar utama dari air (warna, kekeruhan, benda-benda tersuspensi, unsur mineral, mikroorganisme dan sebagainya) dapat dihilangkan atau jumlahnya dapat dikurangi dengan beberapa proses penanganan standar (Buckle, dkk, 2007).

Dalam proses pengolahan air ini pada lazimnya dikenal dengan dua cara yaitu :

1. Pengolahan lengkap atau complete treatment process

2. Pengolahan sebagian atau partial treatment process : pengolahan ini dilakukan dengan pengolahan kimiawi atau pengolahan bakteriologi saja. Pengolahan ini dilakukan untuk :

a. Mata air bersih.

b. Air dari sumur yang dangkal (Sutrisno dan Suciastuti, 2004).

2.2.4. Pengolahan Air Lengkap (Complete treatment Process)

Air akan mengalami pengolahan lengkap, baik fisik, kimia dan bakteriologi. Pada pengolahan ini biasanya dilakukan terhadap air sungai yang kotor dan keruh. Pada hakekatnya, pengolahan lengkap ini dibagi tiga yaitu :

1. Pengolahan fisik. 2. Pengolahan kimia.


(32)

2.2.4.1. Pengolahan Air Secara Fisik

Suatu tingkat pengolahan yang bertujuan untuk mengurangi/menghilangkan kotoran-kotoran yang kasar, penyisihan lumpur dan pasir, serta mengurangi kadar zat-zat organik yang ada dalam air yang akan diolah (Sutrisno dan Suciastuti, 2004).

Salah satu cara pengolahan air secara fisik adalah dengan penyaringan, penyaringan digunakan untuk menghilangkan padatan tersuspensi di dalam dapat dilakukan menggunakan penyaringan dengan pasir (secara perlahan atau cepat), penyaringan multimedia, penyaring dengan tekanan, penyaring tanah

diatomaceous atau penyaring mikro. Penyaring pasir efektif untuk menghilangkan partikel-partikel yang lebih kecil dari pada rongga antara butiran pasir (misalnya koloid tanah liat, bahan berwarna, bakteri), oleh karena itu proses penghilangan kotoran cukup kompleks. Pembersihan saringan secara efektif (misalnya penghilangan benda-benda padat atau bola-bola lumpur yang terperangkap) dapat dilakukan dengan dicuci kembali disertai dengan aerasi secara perlahan-lahan (Buckle, dkk, 2007).

2.2.4.2. Pengolahan Air Secara Kimia

Suatu tingkat pengolahan dengan menggunakan zat-zat kimia yang membantu proses pengolahan selanjutnya. Misalnya dengan pembubuhan kapur dalam proses pelunakan dan sebagainya (Sutrisno dan Suciastuti, 2004).

Koagulasi, Flokulasi dan Pengendapan merupakan cara-cara pengolahan air secara kimia. Benda-benda tersuspensi di dalam air dapat berupa bahan-bahan kasar yang dapat mengendap, sampai bahan-bahan koloid yang lembut yang tidak


(33)

19

akan berhenti kecuali benda-benda itu bersatu secara alamiah dan mengendap atau disatukan dengan bantuan bahan penggumpal. Benda-benda padat yang mengendap yang terbentuk oleh koagulasi terpisah-pisah dengan baik, kecuali kalau benda-benda itu bersatu menjadi gumpalan yang lebih besar atau menggumpal dengan baik karena airnya diaduk agar benda-benda padat yang kecil dengan melekat satu dengan yang lainnya dan membentuk benda-benda yang lebih besar. Satu sifat yang penting dari keadaan koloid adalah bahwa partikel atau koloid itu sendiri masing-masing mempunyai muatan listrik. Misalnya, tanah liat koloid dan bahan pewarna keduanya mempunyai muatan negatif di dalam air alam. Muatan ini menyebabkan koloid itu saling tolak-menolak, sehingga benda-benda tersebut tidak menyatu menjadi partikel yang lebih besar yang mengendap tetapi tetap dalam bentuk suspensi (Buckle, dkk, 2007).

Larutan koloidal yang mengandung partikel-partikel kecil dan koloid dapat dianggap stabil :

1. Partikel-partikel kecil ini terlalu ringan untuk mengendap dalam waktu yang pendek (beberapa jam),

2. Partikel-partikel tersebut tidak dapat menyatu, bergabung dan menjadi partikel yang lebih besar dan berat, karena muatan elektris pada permukaan partikel adalah setanda (biasanya bermuatan negatif), sehingga ada repulsielektristatis antara partikel satu dengan lainnya (Alaerts dan Santika, 1984).


(34)

Pengertian proses koagulasi dan flokulasi perlu diketahui perbedaan dalam langkah-langkah berikutnya dalam proses tersebut. Pertama unsur kimia penggumpal dimasukkan kedalam air. Supaya unsur kimia itu bereaksi secara seragam maka unsur itu harus ditaburkan secara rata ke seluruh air. Hal ini memerlukan pengadukan yang cepat atau pencampuran dengan air pada titik dimana penggumpal ditambahkan. Kedua, reaksi-reaksi kimia dan kimia fisik dan perubahan-perubahan yang terjadi, mengarah pada koagulasi dan pembentukan-pembentukan partikel-partikel mikroskopis. Ketiga pengadukan yang lebih perlahan-lahan menyebabkan penyatuan partikel-partikel menjadi kumpulan yang terendap. Penggumpal utama yang digunakan dalam penjernihan adalah tawas (Al (SO ) .14H O), tembaga (FeSO .7H O), besi-II sulfat (Fe (SO ) ), besi-III klorida (FeCl ), silika yang diaktifkan dan tanah liat. Kapur (Ca(OH) ) atau soda abu (Na CO ) sering digunakan untuk membentuk kebasaan yang cukup untuk menghasilkan flokulasi. Jadi penggumpalan adalah garam logam yang bereaksi dengan basa di dalam untuk menghasilkan kumpulan hidroksida logam yang tidak dapat larut (Buckle, dkk, 2007).

Reaksi antara tawas dengan kalsium bikarbonat dalam air dapat dilihat pada gambar 2.2.

Al (SO ) + 6H O 2Al(OH) + 3H SO (1)

3H SO + 3Ca(HCO ) 3CaSO + 6H CO (2)


(35)

21

Keseluruhan :

Al (SO ) + 3Ca(HCO ) 2Al(OH) + 3CaSO + 6CO (4)

Gambar 2.2. Reaksi antara tawas/alum dengan kalsium karbonat dalam air

Dengan pembubuhan flokulan seperti disebutkan di atas, maka stabilitas akan terganggu karena :

1. Sebagian kecil tawas tinggal terlarut dalam air, molekul-molekul ini dapat menempel pada permukaan koloid dan mengubah muatan elektrisnya karena sebagian molekul Al bermuatan positif sedangkan koloid biasanya negatif (pada pH 5-8).

2. Sebagian besar tawas tidak terlarut dan akan mengendap sebagai flok Al(OH)

yang dapat mengurung koloid dan membawanya ke bawah. Proses ini

umumnya paling efisien (Alaerts dan Santika, 1984).

Kelarutan dari Al(OH) sebanyak 0,3 mg/l tergantung pada pH rendah yaitu dengan range pH 5-7,5. Garam-garam besi memberikan hasil penggumpalan yang memuaskan diatas pH 4,5, tetapi garam yang mengandung besi hanya cocok diatas pH 9,5. Garam besi lebih murah daripada alumunium tetapi kecuali pengendapan berlangsung sempurna sisa zat besi di dalam larutan dapat menyulitkan, terutama karena sifat karatnya. Koloid berwarna yang bermuatan negatif menggumpal secara efektif antara pH 4,0 dan 6,0 oleh karenanya kumpulan tawas tidak akan banyak menghilangkan warna. Wadah air sedimentasi harus dibuat sedemikian rupa sehingga terdapat cukup waktu untuk


(36)

menghilangkan sebanyak mungkin gumpalan yang terapung, sementara arus air tetap lancar tanpa adanya gangguan dari gumpalan tersebut (Buckle, dkk, 2007).

Baik untuk air atau garam besi dosisnya bervariasi antara 0,03 hingga 0,15g/l. Semakin besar kekeruhannya semakin besar jumlah pembubuhan koagulan. pH optimum untuk tawas 6-8 sedangkan untuk garam-garam besi antara 8-10. Jika pH kurang dari optimum, untuk tawas maka flok Al(OH) akan larut, sedangkan bila lebih besar maka flok yang terbentuk akan mengion menjadi ion aluminat yang mudah larut dalam air. Zat pembantu koagulasi (coagulation aid) diperlukan jika dengan cara biasa koagulasi tidak bisa berjalan dengan baik, artinya sukar terbentuk flok-flok (Budiono dan Sumardiono, 2013).

2.2.4.3. Pengolahan Air Secara Bakteriologi

Suatu tingkatan pengolahan untuk membunuh/memusnahkan bakteri-bakteri yang terkandung di dalam air yakni dengan cara/jalan membubuhkan kaporit atau zat desinfektan (Sutrisno dan Suciastuti, 2004).

Desinfeksi merupakan pembasmian hama pada air hampir selalu dilakukan dengan menggunakan gas atau senyawa klorin. Cara-cara lain yang mungkin digunakan kadang-kadang termasuk penggunaan ozon dan sinar ultraviolet. Sasaran klorinasi pada air adalah penghancuran bakteri melalui daya germisidal dari klorin terhadap bakteri. Ada beberapa kegunaan skunder yang penting dari klorinasi termasuk oksidasi besi, mangan dan hidrogen sulfida, penghancuran senyawa-senyawa tertentu yang menghasilkan rasa dan bau, pengendalian


(37)

23

ganggang dan organisme-organisme lumpur dalam tempat-tempat penanganan, dan sebagai bahan mempermudah terjadinya koagulasi (Buckle, dkk, 2007).

Air alam merupakan larutan yang kompleks dari banyak senyawa, dimana sebagian besar dapat diabaikan tetapi sebagian mempengaruhi klorinasi sebagai berikut :

1.Padatan tersuspensi dapat melindungi bakteri terhadap klorin.

2. Bahan organik dapat bereaksi dengan klorin bebas sehingga klorin mempunyai sifat yang lemah sebagai pembasmi hama atau bahkan sifat tersebut hilang sama sekali.

3. Amonia bereaksi dengan klorin bebas membentuk kloramin atau kombinasi sisa klorin yang mempunyai sifat sebagai pembasmi hama yang lebih rendah dari pada sisa klorin bebas.

4. Air dengan kebasaan rendah yang mempunyai pH kurang dari 7,2 lebih muda dibasmi daripada yang mempunyai pH di atas 7,6.

5. Nitrit bereaksi dengan menghilangkan klorin bebas dan dapat juga menghasilkan warna yang menyimpang dengan pereaksi ortholidin kecuali jika diguanakan uji ortholidin-arsenit untuk memperbaiki kesalahan semacam itu.

6. Mangan membentuk warna yang menyimpang dengan uji ortholidin yang lama meskipun uji ortholidin-arsenit dapat membetulkan kesalahan semacam itu.


(38)

7. Zat besi, bila ada dalam konsentrasi di atas kira-kira 1 mg menyebabkan kesalahan dengan uji ortholidin yang lama yang dibenarkan dengan uji ortholidin-arsenit. Zat besi dan mangan juga bereaksi dengan klorin bebas dalam keadaan tereduksi dan oleh karenanya menambah jumlah klorin yang dibutuhkan untuk pembasmian (Buckle, dkk, 2007).

Prinsip dari pembebasan sisa atau pemecahan klorinasi ialah menambah klorin yang cukup untuk mengadakan oksidasi semua bahan-bahan organik, zat besi, mangan dan bahan-bahan lain yang tereduksi di dalam air yang sedang diolah dan juga untuk mengoksidasi amonia bebas di dalam air mentah, sehingga sisa klorin yang masih tertinggal dan tersedia sebagai sisa klorin yang kurang aktif atau kloramin. Hal ini dapat dicapai dalam dosis klorin ditingkatkan dengan sistem coba-coba sampai uji ortholidin-arsenit menunjukkan bahwa sisa klorin ada dalam bentuk sisa klorin yang bebas dan bukannya dalam bentuk kombinasi sisa klorin (Buckle, dkk, 2007).

2.3.Tawas/Alum

Alumunium sulfat atau biasanya disebut sebagai tawas. Bahan ini banyak dipakai, karena efektif untuk menurunkan kadar karbonat. Bahan ini paling ekonomis (murah) dan mudah didapat di pasar serta mudah disimpan. Bentuknya serbuk, kristal, koral (Sutrisno dan Suciastuti, 2004).

Tawas (alum) dapat terdiri dari:Al (SO ) .11 H O, atau .14 H O, atau .18 H O ; komposisi tawas sebagai hasil tambang adalah Al (SO ) .14H O; Kristal dengan mutu p.a bersifat 18 H O (Alaerts dan Santika, 1984).


(39)

25

Tawas adalah kelompok garam rangkap berhidrat berupa kristal dan bersifat isomorf. Kristal tawas ini cukup mudah larut dalam air, dan kelarutannya berbeda-beda tergantung pada jenis logam dan suhu.

Tawas merupakan salah satu senyawa kimia yang dibentuk dari molekul air dan dua jenis garam, salah satunya biasanya Al (SO ) . Tawas kalium juga sering dikenal sebagai alum, mempunyai rumus formula yaitu K SO .Al (SO ) .2 4H O (Http://id.wikipedia.org/wiki/Tawas).

Tawas telah dikenal sebagai flokulator yang berfungsi untuk menggumpalkan kotoran-kotoran pada proses penjernihan air. Tawas sering digunakan sebagai penjernihan air, kekeruhan dalam air dapat dihilangkan melalui penambahan sejenis bahan kimia yang disebut koagulan. Untuk menentukan dosis yang optimal, koagulan yang sesuai dan pH yang akan digunakan pada proses penjernihan air, secara sederhana dapat dilakukan dalam laboratorium dengan menggunakan tes yang sederhana (Alaerts dan Santika, 1984).

2.4. Pembuatan Tepung Tapioka

Pembuatan tepung tapioka bisa dilakukan dalam skala kecil atau rumah tangga dan skala besar atau industri.

2.4.1. Pembuatan Tepung Tapioka Skala Kecil/Rumah Tangga

Hal pertama yang dilakukan untuk membuat tepung tapioka adalah penyediakan singkong yang telah dikupas. Kegiatan berlanjut dengan menggiling singkong, tambahkan air lalu peras dan saring dengan kain saring. Disimpan hasil saringan


(40)

selama 1 malam untuk mengendapkan pati. Kemudian buang air di atas endapan dan tiriskan hasil pengendapan. Lalu dijemur di bawah sinar matahari sampai kering. Ditumbuk, lalu diayak (Http://www.nguntoronadi.wonogiri.org).

2.4.2. Pembuatan Tepung Tapioka Skala Besar/Industri

Dalam pembuatan suatu produk terdiri dari 3 tahapan yaitu, input, proses, dan output. Pada industri tepung tapioka input berupa penyediaan bahan baku, proses berupa bagaimana proses yang terjadi sehingga menghasilkan produk, sedangkan output berupa produk yang akan didistribusikan kepada konsumen. Dalam proses pembuatan tepung tapioka digunakan alat-alat dan bahan-bahan yaitu sebagai berikut :

a. Air Produksi

Sumber air yang digunakan adalah air sungai yang disalurkan melalui pipa air. Terdapat dua aliran penampungan, yang pertama masuk kedalam sain filter/water treatment (di dalam sain filter terdapat coral, ijuk, karbon aktif dan batu silika). Sedangkan aliran penampungan yang kedua adalah bak pengendapan (di dalam bak pengendapan ini ditambahkan tawas), kemudian masuk ke dalam bak final yang digunakan dalam proses produksi (Anonim, 2013).

b. Sovel

Kendaraan pengangkut yang dibagian depannya terdapat sebuah baket yang yang dapat digerakkan ke atas, ke bawah, ke kiri, ke kanan sehingga dapat digunakan untuk mengangkut singkong yang terdapat di dalam lapangan dan dimasukkan ke dalam hopper (Anonim, 2013).


(41)

27

c. Hopper

Sebuah bak, yang terbuat dari besi, yang berfungsi untuk menampung dan meratakan singkong sehingga pada conpayer tidak terjadi penumpukan singkong (Anonim, 2013).

d. Conpayer Singkong

Suatu bidang miring yang dibuat dari besi dan karet, yang berfungsi untuk membawa singkong ke culung (Anonim, 2013).

e. Culung

Sebuah alat berbentuk silinder yang terbuat dari besi yang berfungsi untuk memisahkan kulit ari singkong dan tanah (Anonim, 2013).

f. Cucian 1

Sebuah tempat yang terbuat dari besi yang digunakan untuk mencuci singkong sehingga benar-benar bersih dari kotoran-kotoran yang masih tersisa pada singkong (Anonim, 2013).

g. Cucian 2

Sama seperti cucian 1, yang berfungsi untuk mencuci singkong, dimana pada cucian 2, singkong benar-benar dalam keadaan bersih bebas dari kotoran yang menempel (Anonim, 2013).


(42)

h.Conpayer Rantai

Suatu alat yang terbuat dari besi berbetuk miring yang dibagian tengah alat tersebut terdapat sebuah rantai dan di rantai tersebut diberi palang besi yang berfungsi untuk menaikkan singkong ke dalam kacip (Anonim, 2013).

i. Kacip

Tempat yang terbuat dari besi yang berfungsi untuk menghancurkan singkong (menyacah singkong). Di dalam kacip terdapat besi-besi pemisah yang berguna untuk mencincang singkong (Anonim, 2013).

j. Parutan

Di dalam proses produksi terdapat 4 unit parutan , yaitu parutan 1, parutan 2, parutan 3 dan parutan 4. Parutan ini berfungsi untuk memarut singkong yang sudah dicincang di dalam kacip (Anonim, 2013).

k. Extrator

Sebuah alat yang terbuat dari stainlis, yang berbentuk silinder, extrator mempunyai beberapa bagian yang meliputi :

1. Extrator ampas terdiri dari :

A. Extrator ampas 1 : terdiri dari 5 unit

B. Extrator ampas 2 : terdiri dari 5 unit


(43)

29

2. Extrator kain terdiri dari :

A. Extrator kain 1 : terdiri dari 5 unit

B. Extrator kain 2 : terdiri dari 4 unit

3. Extrator extra/Extrator ampas halus terdiri dari 3 unit

Step 1 merupakan pembentukan ampas yaitu dari extrator ampas no. 1 kemudian masuk ke dalam extrator ampas no 2, ampas yang telah diolah extrator ampas no. 2 kemudian ditampung ke dalam tangki 2. Ampas yang telah ditampung ke dalam tangki 2 kemudian masuk ke dalam extrator ampas no 3. Pengolahan dari extrator ampas no. 3 kemudian ke dalam ekstrator ampas no. 2, kemudian ditampung ke dalam tangki ampas no. 2 kemudian diolah ke dalam extrator extra. Dalam extrator extra setelah diolah, ditampung ke dalam tangki step 2, kemudian kembali lagi ke dalam parutan dimana terdapat 4 parutan. Hasil yang telah masuk extrator ampas no. 1 kemudian ditampung ke dalam tangki 1 (Anonim, 2013).

Step 2 merupakan pengolahan air tepung yaitu air tepung. Air tepung yang telah ditampung pada tangki 1 dimasukkan ke dalam extrator kain no. 1. Air tepung yang telah disaring di dalam extrator kain no. 1 ditampung ke dalam tangki. Air tepung yang telah ditampung di dalam tangki 2 masuk ke dalam sparator encer 1 dan 2 pada proses pemisahan pertama. Di dalam sparator encer 1 dan 2, terdapat tingkat kekentalan yang diukur dengan


(44)

10-11. Kemudian diolah lagi di dalam extrator kain 2 hasilnya ditampung ke dalam tangki 4 (Anonim, 2013).

l. Sparator

Sebuah alat yang terbuat dari stainlis, berfungsi untuk memisahkan elot dan sari pati tepung tapioka. Sparator terdiri dari 5 unit, 3 unit sparator encer dan 2 unit sparator kental. Yang masing-masing Baumenya, sparator 1 yaitu sparator encer dengan Baumenya 5-4, sparator 2 yaitu 10-11, sparator 3 Baumenya diatas 11 sedangkan sparator 4 dan 5 Baumenya yaitu 19-20 kemudian masuk ke tangki final dengan Baumenya 19-20 (Anonim, 2013).

m. Centerfuge

Sebuah alat yang terbuat dari stainlis, yang berfungsi sebagai tahap pengeringan awal yaitu pengubahan dari sagu (tepung tapioka) cair menjadi sagu (tepung tapioka) basah dengan waktu maksimal 15 menit. Centerfuge memiliki kadar air 30- 35 % (Anonim, 2013).

n. Oven

Dari sagu (tepung tapioka) basah dikeringkan menjadi sagu (tepung tapioka) kering pada pengeringan ke dua yang alatnya disebut oven. Pada pengeringan di oven kadar air maksimal yaitu 13,0 – 13,5 % yang dikeringkan dengan pemanasan dengan menggunakan boiler dimana bahan bakar yang digunakan adalah kayu dan cangkang, kemudian ditampung dengan menggunakan corong yang kemudian dimasukkan ke dalam karung (Anonim, 2013).


(45)

31

o. Corong Pengemasan, Alat Pemeriksaan Warna dan Porklif

Di dalam corong ada 6 unit, yaitu corong 1, 2, 3, 4, 5 dan 6. Sebelum dikemas sagu (tepung tapioka) dianalisa warna dengan alat yang bernama kett electric laboratory dengan menggunakan warna pembanding yang telah memenuhi standar. Setelah itu sagu (tepung tapioka) ditampung ke dalam karung kemudian sagu ( tepung tapioka) ditimbang dengan berat 25 kg dan 50 kg (gunung agung merah 25 dan gunung agung merah 50). Kemudian karung dijahit pada bagian atasnya dengan jarum. Dan diangkut menggunakan porklif dan disimpan di gudang penyimpanan tepung tapioka (Anonim, 2013).


(46)

3.1.Alat-Alat dan Bahan-Bahan 3.1.1. Alat-Alat

Peralatan yang digunakan adalah : 1. Peralatan Gelas :

a. Gelas Ukur 25 ml, 50 ml, 100 ml Pyrex b. Beaker Glass 50 ml, 250 ml Pyrex c. Spatula

d. Pipet Tetes

e. Labu Erlenmeyer 250 ml Pyrex f. Buret 50 ml Pyrex

g. Baume Germany

2. pH Meter Knick

3. Neraca Analitik Pujitsu 4. Botol Aquadest

5. Kuas Bersih

6. Kett Determination Balance type FD-600

7. Ayakan Screen 325 Mesh 8. Pompa Vakum

9. Beaker Plastik 1500 ml, 2000 ml 10. Kertas Saring Whatmann No.42 11. Stopwatch

12. Oven

13. Kett Electric Laboratory


(47)

33

15. Hot Plate 16. Sendok

17. Mangkok Plastik 18. Centong Plastik 19. Pisau Cutter

20. Cling Wrap (Plastik Pembungkus) 21. Pipa penampung

3.1.2. Bahan-Bahan

Bahan-bahan yang digunakan adalah : 1. Tepung Tapioka

2. Larutan Tepung Tapioka 3. Aquadest pH 6,5-7,0 4. Aquadest

5. Larutan pH 4 6. Larutan pH 7

7. Indikator Amilum 1 %

8. Larutan Standart Iodine 0,01 N.

3.2. Prosedur Analisa Kualitas Tepung Tapioka 3.2.1.Analisa pH Tepung Tapioka

pH adalah konsentrasi ion hidrogen yang terdapat dalam larutan, dimana pH dapat dijadikan sebagai tolak ukur kadar keasaman dan kebasaan dari suatu senyawa .


(48)

Prosedur :

a. Dikalibrasikan pH meter .

b. Ditekan cal 1 pada pH meter, lalu ditekan meas pada pH meter.

c. Dimasukkan elektroda kedalam larutan berpH 4 dan digoyang sampai muncul gambar seperti keran air. Lalu lihat pHnya .

d. Dibersihkan elektroda dengan tissue gulung. Ditekan cal 2 pada pH meter, lalu ditekan meas pada pH meter.

e. Dimasukkan elektroda kedalam larutan berpH 7 dan digoyang-goyang sampai muncul gambar seperti keran air.

f. Elektroda dibersihkan dengan tissue gulung sampai bersih.

g. Elektroda dimasukkan pada tabung penyimpanan elektroda yang diisi oleh

aquadest netral.

h. Menimbang tepung tapioka sebanyak 10 gr dengan menggunakan neraca analitik.

i. Diencerkan dengan aquadest sebanyak 40 ml dengan menggunakan gelas ukur.


(49)

35

k. Dilihat pH yang dihasilkan pada monitor. Dicatat pH yang tertera pada pH meter.

3.2.2. Analisa Kadar Air

Kadar air di dalam tepung tapioka sangat berpengaruh terhadap kualitas tepung tapioka yang akan berdampak pada olahan tepung tapioka, baik lem, sirup glukosa, pemanis buatan, produksi kertas, dan lain-lainnya.

Prosedur :

a. Dihidupkan alat dengan cara menekan tombol power (setelah pada layar monitor/display tertera tulisan 0,00 gr).

b. Dimasukkan sampel ± 5 gram pada alat.

c. Di tekan tombol start pada alat moisture determination FD 600.

d. Dibiarkan selama 15 menit dengan suhu 105°C.

e. Di catat kadar air yang tertera pada layar monitor.

3.2.3. Analisa Residual Screen 325 Mesh

Residual Screen 325 mesh adalah zat-zat pengotor (partikel-partikel selain tapioka) yang ada dalam tapioka yang memiliki ukuran partikel lebih besar dari 325 mesh.


(50)

Prosedur :

a. Ditimbang kertas saring bulat yang bebas air.

b. Ditimbang sampel sebanyak 100 gram.

c. Dimasukkan ke dalam beaker plastik.

d. Dihidupkan keran air dan diaduk sampel dengan menggunakan batang pengaduk.

e. Dituangkan air tepung tapioka ke dalam ayakan screen mesh 325 sampai habis tertuang.

f. Digoyang-goyang ayakan sampai semua air tepung tapioka habis dan tersisa padatan tepung tapioka yang tidak larut (residu).

g. Dipasang kertas saring yang sudah ditimbang ke atas pompa vakum.

h. Dituangkan residu kedalam kertas saring, dan disemprot sisa residu yang menempel di ayakan dengan botol semprot.

i. Dihidupkan pompa vakum, dengan menekan tombol On dibagian belakang pompa vakum.

j. Didiamkan hingga airnya kering.

k. Diangkat kertas saring.


(51)

37

m. Diangkat kertas saring, dan dimasukkan ke dalam desikator.

n. Didiamkan hingga suhu berkurang.

o. Ditimbang kertas saring dengan neraca analitik.

p. Dicatat hasilnya.

3.2.4. Analisa Warna

Warna atau whiteness adalah derajat putih tapioka.

Prosedur :

a. Dihidupkan alat kett electric laboratory.

b. Dimasukkan bahan standar lalu ditentukan derajatnya 86,3%.

c. Diganti bahan standar dengan sampel (tepung tapioka), kemudian dimasukkan kedalam wadah sampel.

d. Dibaca angka yang ada pada layar alat.

e. Dicatat hasil derajat yang tertera pada layar kett electric laboratory.

3.2.5. Analisa Hasil Masak Tepung Tapioka

Pengertian dimasak dalam metode ini adalah adanya proses memasak tepung tapioka yang ditambahkan air mendidih dan diolah menjadi bentuk adonan.


(52)

Prosedur :

a. Ditimbang tepung tapioka sebanyak 25 gr dengan menggunakan neraca analitik.

b. Dimasukkan ke dalam mangkok yang bebas dari air.

c. Dipanaskan aquadest sampai mendidih.

d. Diukur sebanyak 17,5 ml dengan menggunakan gelas ukur.

e. Dimasukkan ke dalam beaker glass.

f. Dipanaskan kembali air yang berada di dalam beaker glass hingga mendidih.

g. Dimasukkan kedalam mangkok yang berisi tepung tapioka.

h. Dicampurkan sampai terbentuk adonan kenyal tepung tapioka.

i. Dicetak dengan menggunakan cetakan bulat.

j. Dimasukkan ke dalam air yang mendidih.

k. Dihidupkan stop watch yang sudah diatur waktunya selama 2 menit.

l. Dimasak adonan tepung tapioka, kemudian diangkat dengan menggunakan centong plastik.

m. Dikemas dengan membungkusnya menggunakan plastik cling wrap.


(53)

39

o. Diamati tekstur hasil masak.

3.2.6. Analisa Sulfida ( SO₂)

Sulfida atau belerang adalah banyaknya kadar sulfur atau belerang dalam tapioka.

Prosedur :

Analisa untuk larutan blanko :

a. Diukur 100 ml larutan blanko dengan menggunakan gelas ukur.

b. Ditambahkan 3 tetes indikator amilum 1 %.

c. Dititrasi dengan larutan standar iodin 0,01 N hingga terjadi perubahan warna dari bening menjadi kebiruan.

d. Dicatat volume larutan standar iodin 0,01 N yang terpakai.

Analisa untuk sampel :

a. Ditimbang sampel sebanyak 15 g dengan menggunakan neraca analitik.

b. Diukur aquadest sebanyak 150 ml dengan menggunakan gelas ukur.

c. Ditambahkan aquadest.

d. Diaduk hingga rata dengan spatula.


(54)

f. Diukur filtrat sebanyak 100 ml dengan menggunakan gelas ukur.

g. Dimasukkan ke dalam erlenmeyer.

h. Ditambahkan indikator amilum 1 % sebanyak 3 tetes.

i. Dititrasi dengan larutan standar iodin 0,01 N hingga terjadi perubahan warna dari putih menjadi kebiruan.

j. Dicatat volume larutan standar iodin 0,01 N yang terpakai.

k. Dihitung kadar SO .

3.2.7. Analisa Kekentalan

Nilai atau ukuran kekentalan pada air tepung tapioka.

Prosedur :

a. Diambil air tepung tapioka yang berada di sparator (1,2, 3,4 dan 5).

b. Dimasukkan ke dalam pipa penampung.

c. Dimasukkan Baume ke dalam pipa penampung.

d. Diamati skala pada Baume.


(55)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

Dari pengamatan yang diperoleh pada penentuan pengaruh penambahan tawas pada air produksi terhadap peningkatan kualitas tepung tapioka di PT. Florindo Makmur, dihasilkan data penggunaan tawas yang bergantung terhadap kondisi air produksi yang berasal dari air sungai dapat dilihat pada tabel 4.1.

Tabel 4.1.Penggunaan Tawas

No Cuaca Keadaan air Volume air dalam bak penampungan (L/jam)

Jumlah Tawas (perkarung)

1 Bagus (stabil) Agak jernih 60.000 0-2

2 Kurang bagus (musim penghujan)


(56)

Dari data di atas perbandingan penambahan tawas dengan beberapa periode terhadap kualitas tepung tapioka dapat dilihat pada tabel 4.2.

Tabel 4.2. Perbandingan Penggunaan Tawas

No Analisa Kualitas Tepung Tapioka

Periode Penambahan Tawas Sebelum Digunakan Tawas Penambahan Tawas 0-2 Karung Penambahan Tawas 2-4 Karung Penambahan Tawas Lebih Dari 4 Karung

1. pH air produksi

5-7 6 4,5 3-4

2. SO (ppm) 27 29 30 31-32 3. Be° <18 19 19-20 19-20 4. pH air

tepung

6,5-7 5,5 5-6 4

5. Screen (%) >0,05 0,07 0,05 - 6. Warna

visual

Agak keabuan

Agak keabuan

Agak putih putih 7. Tekstur Agak kejal Agak

kejal

kejal Lebih kejal Dari data perbandingan di atas maka dapat diperoleh data kualitas tepung

tapioka sebelum ditambahkan tawas pada air produksi dapat dilihat pada tabel4.3.

Tabel 4.3. Data Kualitas Tepung Tapioka Sebelum Ditambahkan Tawas Pada Air Produksi

Jam pH air

SO (ppm)

Be° pH tepung Screen (%) Warna Visual Tekstur 11.00 5,60 26,32 19 6,5 0,132 Agak

keabuan

Lembek 13.00 5,50 27,00 20 6,6 0,128 Agak

keabuan

Kejal

15.00 5,43 26,27 19 6,7 0, 215 Abu-abu Agak Lembek 17.00 6,45 27,03 20 7,0 0,047 Agak

keabuan

Kejal 19.00 5,50 27,05 19 6,5 0,057 Agak

keabuan

Kejal 21.00 5,64 27,01 20 6,6 0,128 Abu-abu Lembek 23.00 5,57 27,02 20 6,4 0,037 Abu-abu Agak Kejal 01.00 6,00 27,56 20 6,7 0,128 Abu-abu

03.00 5,63 27,06 20 6,8 0,049 Abu-abu Kejal 05.00 5,58 27,41 20 6,4 0,055 Abu-abu Kejal


(57)

43

Data kualitas tepung tapioka setelah ditambahkan tawas sebanyak 0-2 karung pada air produksi dapat dilihat pada tabel 4.4.

Tabel 4.4. Data kualitas tepung tapioka saat ditambahkan tawas 0-2 karung pada air produksi

Jam pH air

SO (ppm)

Be° pH tepung Screen (%) Warna Visual Tekstur 11.00 6,00 28,22 19 5,5 0.077 Abu-abu Agak kejal 13.00 6,50 29,00 19 5,6 0,058 Agak Kejal Kejal 15.00 6,03 29,37 19 5,7 0,075 Abu-abu Agak kejal 17.00 6,55 29,04 20 5,8 0,073 Agak

keabuan

Kejal 19.00 6,48 29,07 19 5,5 0,074 Kejal 21.00 6,09 29,15 19 5,5 0,072 Agak

keabuan

Kejal 23.00 6,37 29,02 19 5,3 0,074 Abu-abu Agak kejal 01.00 6,65 29,66 19 5,9 0,075 Agak

kebuan

Agak kejal 03.00 6,43 29,36 19 5,2 0,076 Abu-abu Kejal 05.00 6,38 29,71 20 5,3 0,070 Abu-abu Kejal Data kualitas tepung tapioka setelah ditambahkan tawas sebanyak 2-4 karung

pada air produksi dapat dilihat pada tabel 4.5.

Tabel 4.5. Data kualitas tepung tapioka saat ditambahkan tawas 2-4 karung pada air produksi

Jam pH air

SO (ppm)

Be° pH tepung Screen (%) Warna Visual Tekstur 11.00 4,53 27,32 19 5,4 0.032 Agak

Putih

Kejal 13.00 4,50 30,51 20 5,6 0,028 Agak

Putih

Kejal 15.00 4,43 31,27 19 5,6 0,015 Putih Kejal 17.00 4,45 26,33 20 5,3 0,017

Putih Kejal 19.00 4,50 27,25 19 5,5 0,027

Agak Putih

Kejal 21.00 4,64 27,34 20 5,5 0,018 Putih Kejal 23.00 4,57 25,37 20 5,5 0,027

Agak Putih

Kejal 01.00 4,50 26,43 20 5,4 0,028

Agak Putih

Kejal 03.00 4,63 28,21 19 5,6 0,029 Putih Kejal 05.00 4,58 29,41 20 5,4 0,035 Putih Kejal


(58)

4.2. Perhitungan

1. Perhitungan Kadar SO₂

Perhitungan SO dalam ppm :

ppm SO = (volume zat pentiter untuk sampel – volume zat pentiter untuk

blanko) x 29,63 ppm

ppm SO = (1,422 ml – 0,5 ml) x 29,63 ppm

ppm SO = 27,32

2. Perhitungan Berat Screen

Perhitungan screen (kotoran) dalam tepung tapioka M total = M¹-

= 0,050 g – 0,018 g


(59)

45

4.3. Pembahasan

Tawas/alum (Al (SO) ) adalah garam yang terbentuk dari logam alumunium dengan ion sulfat dengan kandungan hidrat yang sesuai. Tawas biasa digunakan pada proses koagulasi dan flokulasi terhadap air yang keruh dengan cara mengikat partikel koloida yang ada pada air tersebut.

Apabila tawas dimasukkan dalam air, maka akan terbentuk : a. molekul yang terlarut ; pada pH <7 : , ,

pada pH >7 :

b. Flok-flok Al(OH) yang mengendap berwarna putih. Supaya proses tersebut efisien, flok-flok harus terbentuk dengan baik. Yaitu melalui pengadukan yang cukup lama kira-kira 15 menit. Proses pembentukan flok-flok ini yang berlangsung pada pH 6 sampai 8 dan disebut Kelarutan Al(OH) tergantung pada flokulasi (Alaerts dan Santika, 1984).

Reaksi tawas dalam air pada proses penjernihan air :

Al SO + 6 H O Al(OH) + 6 + (1)

Reaksi ini menyebabkan pembebasan ion dengan kadar yang tinggi ditambah oleh adanya ion alumunium, ion alumunium bersifat amfoter sehingga bergantung pada suasan lingkungan yang mempengaruhinya, karena suasananya asam maka alumunium akan bersifat asam juga sehingga pH larutan menjadi turun. Jika tawas dilarutkan dalam air, maka terjadi disosiasi garam menjadi kation logam dan anion . Ion logam akan menjadi lapisan dalam


(60)

larutan dengan konsentrasi lebih rendah dari pada molekul air, hal ini disebabkan oleh muatan positif yang kuat pada permukaan ion logam dengan membentuk 6 molekul air (Http://Smk3ae.Wordpress.com/2008/08/05/bahan penjernihan air koagulan).

Bila larutan tawas ditambahkan ke dalam air yang akan diolah akan terjadi reaksi sebagai berikut :

a. Reaksi Hidrolisa

Al + 3H O Al(OH) + 3 H (2) b. Jika alkalinitas (adanya CO ) di dalam air cukup, maka terjadi reaksi :

+ + H O (3) Atau dengan HCO terjadi reaksi :

+ CO + H O (4)

(Http://Smk3ae.Wordpress.com/2008/08/05/bahan penjernihan air koagulan).

Penurunan pH air produksi antara pH 5-7,5 dan pH 5,5 (kira-kira 0,3 mg/l). Koloid yang berwarna yang bermuatan negatif menggumpal secara efektif antara pH 4,5 dan 6,0 oleh karena itu kumpulan tawas tidak akan banyak menghilangkan warna (Buckle, dkk, 2007).

Untuk menentukan penambahan dosis optimal tawas harus dilihat pada beberapa parameter seperti pH, warna, screen, kekentalan, analisa warna hasil masak dan tekstur dari tepung tapioka.


(61)

47

Dari data pengamatan dapat dilihat bahwa pengaruh penambahan tawas pada air produksi terhadap kualitas tepung tapioka adalah jika tidak ditambahkan tawas di air produksi dengan kualitas air yang buruk maka kualitas tepung tapioka akan rendah. Dimana terlihat pH air produksi terlalu tinggi, kekentalannya tidak bagus, pH air tepung tapioka tinggi sehingga nilai warna dari tepung tapioka dibawah 93,5 dan warna hasil masak akan mengecewakan konsumen yaitu agak keabu-abuan dan teksturnya agak kejal.

Penambahan tawas dengan dosis 0-2 karung menghasilkan pH air produksi tinggi, kekentalannya rendah, pH air tepung tapioka tinggi sehingga

warna dari tepung tapioka ≤ 93,5, dan warna hasil masak agak keabu-abuan dan tekstunya agak kejal, bila dipasarkan pada konsumen maka akan mengecewakan konsumen juga. Sementara penambahan tawas dengan dosis 2-4 karung menghasilkan pH air produksi rendah, kekentalannya 19-20, pH air

tepung juga sesuai, warnanya ≥ 93,5, dan warna hasil masak tidak

mengecewakan konsumen yaitu agak putih dan teksturnya kejal.

Dari uraian di atas maka dapat dilihat bahwa penambahan tawas pada air produksi sangat berpengaruh pada kualitas tepung tapioka, baik dari produk setengah jadi yaitu air tepung sampai produk jadi yaitu tepung tapioka kemudian juga hasil masak dari tepung tapioka yang dilihat dari warna hasil masak dan tekstur hasil masak. Penambahan tawas yang baik adalah 2-4 karung sesuai dengan cuaca yang sedang terjadi, sehingga dihasilkan kualitas tepung tapioka yang sesuai dengan standar kualitas tepung tapioka di PT. Florindo Makmur (dapat dilihat pada lampiran 1).


(62)

5.1. Kesimpulan

Variasi penambahan tawas pada air produksi dapat disimpulkan bahwa penambahan tawas sebanyak 2-4 karung adalah dosis tepat untuk menghasilkan tepung tapioka yang berkualitas baik. Hal ini dapat dilihat dari hasil analisa yaitu pH air (4,5), SO (27-30), kekentalan (19-2), pH tepung (5-6), warna (93,5), screen (0,05%), warna hasil masak (agak putih), dan tekstur hasil masak (kejal) sesuai dengan Standar Kualitas Tepung Tapioka PT. Florindo Makmur (Lampiran 1).

5.2. Saran

a. Sebaiknya peneliti selanjutnya membahas tentang limbah dari industri tepung tapioka baik limbah cair atau pun limbah padatnya.

b. Sebaiknya peneliti selanjutnya mencari permasalahan lain yang menyebabkan menurunya kualitas tepung tapioka di PT. Florindo Makmur Sei Rampah selain pada air produksinya.


(63)

DAFTAR PUSTAKA

Alaerts, G dan Santika, S.S. 1984. Metode Penelitian Air. di Surabaya. Usaha Nasional.

Anonim. 2013. Revisi UKL dan UPL PT. Florindo Makmur Sei Rampah. di Sei Rampah. PT. Florindo Makmur.

Bergeyk, K.V dan Liederkerken, A.J. 1981. Teknologi Proses. di Jakarta. Karya Aksara.

Buckle, K.A., Edwards, R.A., Fleet, G.H., dan Wootton, M. 2007. Ilmu Pangan. di Jakarta. UI-Press.

Budiyono dan Sumardiono, S. 2013. Teknologi Pengolahan Air. di Yogyakarta. Graha Ilmu.

Prihandana, R., Noerwijati, K., Adinurani, P.G., Setyaningsih, D., Setiadi, S., Hendroko, R. 2007. Bioetanol Ubi Kayu Bahan Bakar Masa Depan. di Jakarta. Agromedia Pustaka.

Purnamawati, S. 2006. Kue-Kue Istimewa dari Singkong. di Surabaya. SIC. Purnomo, H. 1995. Aktivitas Air dan Peranannya dalam Pengawetan Pangan. di Malang. Gramedia.

Rismayani. 2007. Usaha Tani dan Pemasaran Hasil Pertanian. di Medan. USU Press.

Sutrisno, T dan Suciastuti, E. 2004. Teknologi Penyediaan Air Bersih. di Jakarta. Rineka Cipta.

Winarto, F.G., Fardiaz, S., dan Fardiaz, D. 1980. Pengantar Teknologi Pangan. di Jakarta. Gramedia.

(Http://id.wikipedia.org/wiki/tawas) (diakses pada tanggal 4 April 2014 Pukul 15.00)

(Http://www.nguntoronadi.wonogiri.org) (diakses pada tanggal 4 April 2014 Pukul 16.02)

(Http://Smk3ae.Wordpress.com/2008/08/05/bahan penjernihan air koagulan) ( diakses pada tanggal 21 juli 2014 Pukul 23.30)


(64)

(65)

50

Lampiran 1 : Standar Kualitas Tepung Tapioka PT. Florindo Makmur Kualitas Tepung Tapioka Yang

Dianalisa

Standart Kualitas Tepung Tapioka

Kadar Air 13,0-13,5 %

pH 5,20-7,00

Warna Minimal 93,5

SO Maksimal 30 ppm Residual Screen 0,050 %

Bau Normal

Warna Hasil Masak Agak putih-Putih

Tekstur Kejal


(66)

Lampiran 2 : Alat Yang Digunakan Pada Proses Produksi

1.Sovel 2.Hopper

3.Conpayer Singkong 4.Culung Singkong

5.Cucian 1 6.Cucian 2

7. Conpayer Rantai


(67)

52

9.Extrator Ampas No.1 10.Extrator Ampas No.2

11.Extrator Ampas No.3 12.Extrator Kain No.1

13.Extrator Kain No.2 14.Extrator Extra

15.Sparator 16.Centerfuge


(68)

17.0ven 18.Corong


(69)

54

Lampiran 3: Alat Yang Digunakan Untuk Analisa Di Laboratorium

1.pH meter 2.Kett Electric Laboratory

3.Neraca Analitik 4.PompaVakum

5. Mosture Determination FD 600 6.Hot Plate,Beaker Plastik

7.Satu Set Alat Untuk Analisa Hasil 8.Pipa Penampung dan Baume Masak Tepung Tapioka


(1)

(2)

Lampiran 1 : Standar Kualitas Tepung Tapioka PT. Florindo Makmur Kualitas Tepung Tapioka Yang

Dianalisa

Standart Kualitas Tepung Tapioka

Kadar Air 13,0-13,5 %

pH 5,20-7,00

Warna Minimal 93,5

SO Maksimal 30 ppm

Residual Screen 0,050 %

Bau Normal

Warna Hasil Masak Agak putih-Putih

Tekstur Kejal


(3)

Lampiran 2 : Alat Yang Digunakan Pada Proses Produksi

1.Sovel 2.Hopper

3.Conpayer Singkong 4.Culung Singkong

5.Cucian 1 6.Cucian 2

7. Conpayer Rantai


(4)

9.Extrator Ampas No.1 10.Extrator Ampas No.2

11.Extrator Ampas No.3 12.Extrator Kain No.1


(5)

17.0ven 18.Corong


(6)

Lampiran 3: Alat Yang Digunakan Untuk Analisa Di Laboratorium

1.pH meter 2.Kett Electric Laboratory

3.Neraca Analitik 4.PompaVakum

5. Mosture Determination FD 600 6.Hot Plate,Beaker Plastik