2.2.1.4. Pendekatan Pemberdayaan
Menurut Suharto 2009:67, pelaksanaan proses dan pencapaian tujuan pemberdayaan dicapai melalui penerapan pendekatan pemberdayaan yang dapat
disingkat menjaadi 5P, yaitu: Pemungkinan, Penguatan, Perlindungan,
Penyokongan dan Pemelliharaan.
1. Pemungkinan : Menciptakan suasana atau iklim yang memugkinkan
potensi masyarakat berkembang secara optimal. Pemberdayaan harus mampu membebaskan masyarakat dari sekat-sekat kultural dan struktural
yang menghambat. 2.
Penguatan : memperkuat pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki masyarakat dalam memecahkan masalah dan memenuhi kebutuhan-
kebutuhannya. Pemberdayaan harus mampu menumbuh-kembangkan segenap kemampuan dan kepercayaan dari masyarakat yang menunjang
kemandirian mereka. 3.
Perlindungan : melindungi masyarakat terutama kelompok-kelompok lemah agar tidak tertindas oleh kelompok kuat, menhindari terjadinya
persaingan yang tidak seimbang apalagi tidak sehat antara yang kuat dan lemah, dan mencegah terjadinya eksploitasi kelompok kuat terhadap
kelompok lemah. Pemberdayaan diarahkan pada penghapusan segala jenis diskriminasi dan dominasi yang tidak menguntungkan rakyat kecil.
4. Penyokongan : memberikan bimbingan dan dunkungan agar masyarakat
mampu menjalankan peranan dan tugas-tugas kehidupannya.
Pemberdayaan harus mampu menyokong masyarakat agar tidak terjatuh kedalam keadaan dan posisi yang semakin lemah dan terpinggirkan.
5. Pemeliharaan : memelihara kondisi yang kondusif agar tetap terjadi
keseimbangan distribusi kekuasaan antara bebrbagai kelompok dalam masyarakat. Pemberdayaan harus mampu menjamin keselarasan dan
keseimbangan yang memungkinkan setiap orang memperoleh kesempatan berusaha.
2.2.1.5. Tahap-Tahap Pemberdayaan
Menurut Wrihatnolo dan Dwidjojoto 2007 : 2 pemberdayaan adalah sebuah “proses menjadi”, bukan sebuah “proses instan”. Sebagai sebuah proses
pemberdayaan mempunyai tiga tahapan, yaitu: a.
Tahapan Penyadaran Pada tahap ini target yang hendak diberdayakan diberi pencerahan dalam
pemberian penyadaran bahwa mereka mempunyai hak untuk mempunyai sesuatu. Program-program yang dapat dilakukan pada tahap ini misalnya
pemberian pengetahuan secara kognitif, belief dan healing. Prinsip dasarnya adalah membuat target mengerti bahwa mereka perlu
membangun “demand” diberdayakan, dan proses pemberdayaan itu dimulai dari dalam diri mereka tidak dari orang luar
b. Tahap Pengkapasitasan
Artinya adalah memberikan kapasitas kepada individu dan kelompok manusia untuk dilakukan dalam bentuk restrukturisasi organisasi yang
hendak menerima gaya atau kapasitas tersebut.
c. Tahap Pemberian Daya
Target diberikan daya, kekuatan, otoritas, dan peluang sesuai dengan kecakapan yang telah dimiliki.
2.2.2. Konsep Kebijakan Publik
Adapun definisi kebijakan publik menurut Santoso dalam Winarno 2007:19 yang dikemukakan oleh para ahli yang menaruh minat dalam bidang
kebijakan publik menyimpulkan bahwa pada dasarnya pandangan mengenai kebijakan publik dapat dibagi kedalam dua wilayah kategori yaitu : Pertama,
pendapat ahli yang menyamakan kebijakan publik dengan tindakan-tindakan pemerintah. Para ahli dalam kelompok ini cenderung menganggap bahwa semua
tindakan pemerintah dapat disebut sebagai kebijakan publik. Pandangan kedua, berangkat dari para ahli yang memberikan perhatian khusus kepada pelaksana
kebijakan. Para ahli yang masuk dalam kategori ini terbagi dalam dua kubu, yakni mereka yang memandang kebijakan publik sebagai keputusan-keputusan
pemerintah yang mempunyai tujuan dan maksud-maksud tertentu dan mereka yang menganggap kebijakan publik sebagai memiliki akibat-akibat yang bisa
diramalkan. Dengan kata lain kebijakan publik dapat dipandang sebagai proses perumusan, implementasi dan evaluasi kebijakan. Sedangkan kubu kedua lebih
melihat kebijakan publik terdiri dari rangkaian keputusan dan tindakan. Menurut Andreson dalam Agustino 2006:7 memberikan pengertian
tentang kebijakan publik yaitu serangkaian kegiatan yang mempunyai maksud tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang aktor atau sekelompok
aktor yang berhubungan dengan suatu permasalahan atau suatu hal yang diperhatikan.
Dari pengertian diatas dan menurut pemahaman bahwa kebijakan publik harus mengabdi kepada masyarakat, maka dengan demikian dapat disimpulkan
kebijakan publik adalah serangkaian tindakan yang ditetapkan dan dilaksanakan atau tidak dilaksanakan oleh pemerintah yang mempunyai tujuan atau berorientasi
pada tujuan tertentu demi kepentingan masyarakat. 2.2.2.3. Sifat Kebijakan Publik
Menurut Winarno 2007:21 sifat kebijakan publik sebagai arah tindakan dapat dipahami secara lebih baik bila konsep ini dirinci menjadi beberapa kategori
sebagai berikut : 1.
Tuntutan-tuntutan Kebijakan Policy Demands Tuntutan-tuntutan yang dibuat oleh aktor-aktor swasta atau pemerintah,
ditujukan kepada pejabat-pejabat pemerintah dalam suatu sistem politik. Tuntutan-tunttutan tersebut berupa desakan agar pejabat-pejabat
pemerintah mengambil tindakan atau tidak mengambil tindakan mengenai suatu masalah tertentu.
2. Keputusan Kebijakan Policy Decisions
Keputusan-keputusan yang dibuat oleh pejabat-pejabat pemerintah yang mengesahkan atau memberi arah dan subtansi kepada tindakan-tindakan
kebijakan publik. 3.
Pernyataan-pernyataan kebijakan Policy Statements
Pernyataan-peryataan resmi atau artikulasi-artikulasi penjelasan kebijakan publik.
4. Hasil-hasil Kebijakan Policy Outputs
Manifestasi nyata dari kebijakan-kebijakan publik, yaitu hal-hal yang sebenarnya dilakukan menurut keputusan-keputusan dan pernyataan-
pernyataan kebijakan. 5.
Dampak-dampak Kebijakan Policy Outcomes Lebih merujuk pada akibat-akibatnya bagi masyarakat, baik yang
diinginkan atau tidak diinginkan yang berasal dari tindakan atau tidak adanya tindakan pemerintah.
2.2.2.4.Manfaat Kebijakan Publik
Menurut Dye dan Andreson dalam Subarsono 2005:4, studi kebijakan
publik memiliki tiga manfaat penting yaitu :
1. Pengembangan ilmu pengetahuan
Dalam konteks ini, ilmuwan dapat menempatkan kebijakan publik sebagai variabel terpengaruh dependent variabel sehingga berusaha menentukan
variabel pengaruhnya independent variabel. Studi ini berusaha mencari variabel-variabel yang dapat mempengaruhi isi dari sebuah kebijakan
publik. 2.
Membantu para praktisi dalam memecahkan masalah publik. Dengan mempelajari kebijakan publik para praktisi akan memiliki dasar
teoritis tentang bagaimana membuat kebijakan publik yang baik dan memperkecil kegagalan dari suatu kebijakan publik. Sehingga kedepan
akan lahir kebijakan publik yang lebih berkualitas yang dapat menopang tujuan pembangunan.
3. Berguna untuk tujuan politik
Suatu kebijakan yang dibuat melalui proses yang besar dengan dukungan teori yang kuat memiliki posisi yang kuat terhadap kritik dari lawan-lawan
politik. Kebijakan publik tersebut dapat meyakinkan kepada lawan-lawan politik yang tadinya kurang setuju. Kebijakan publik seperti itu tidak akan
mudah dicabut hanya karena alasan kepentingan sesaat dari lawan-lawan politik.
2.2.2.5. Tujuan Kebijakan
Ada beberapa tujuan kebijakan menurut Hoogerwef dalam Soenarko
2000:82 yaitu :
1. Memelihara ketertiban umum Negara sebagai stabilisator.
2. Melancarkan perkembangan masyarakat dalam berbagai hal Negara
sebagai perangsang, stimulator. 3.
Menyesuaikan berbagai aktivitas Negara sebagai koordinator. 4.
Memperuntunkan dalam membagi berbagai materi Negara sebagai pembagi, alokator.
Tujuan-tujuan yang demikian itu, tentu saja merupakan tujuan guna untuk mencapai tujuan akhir. Untuk bangsa dan Negara Indonesia, tujuan kebijaksanaan
itu adalah : 1.
Memajukan kesejahteraan umum. 2.
Mencerdaskan kehidupan bangsa.
3. Ikut melaksanakan ketertiban dunia.
2.2.2.6.Faktor Penentu DilaksanakanTidaknya Suatu Kebijakan Publik
Beberapa faktor yang mempengaruhi pelaksanaan atau tidaknya suatu
kebijakan publik menurut Agustino 2006:157 yaitu :
1. Faktor Penentu Pemenuhan Kebutuhan
a. Respeknya anggota masyarakat pada otoritas dan keputusan pemerintah;
b. Adanya kesadaran untuk menerima kebijakan;
c. Adanya sanksi hukum;
d. Adanya kepentingan publik;
e. Adanya kepentingan pribadi;
f. Masalah waktu.
2. Faktor Penentu Penolakan atau Penundaan Kebijakan
a. Adanya kebijakan yang bertentangan dengan sistem yang ada;
b. Tidak adanya kepastian hukum;
c. Adanya keanggotaan seseorang dalam suatu organisasi;
d. Adanya konsep ketidakpatuhan selektif terhadap hukum.
2.2.2.7. Pemberdayaan Mampu Memperkuat Tujuan Kebijakan Publik