Konstruksi Kaset Gen pBIN1-ECS Fitat dan Fitase

mengendalikan virulensi pada derah vir pada Ti-plasmid Nester et al, 1996. Fenolik yang timbul akibat pelukaan, akan menginduksi virA untuk memproduksi protein VirA yang memiliki topologi transmembran. Protein VirA mengalami autofosforilasi yang selanjutnya akan memfosforilasi virG. Phospho virG akan mengaktifkan transkripsi gen-gen vir yang lain. Proses pengaktifan ini mengawali produksi protein VirB, VirC, VirD, VirE dan VirF. Protein VirD1 menyandi situs spesifik endonuklease yang bertanggung jawab memotong border T-DNA dan mengaktifkan sistesis T-DNA yang telah putus. Pada pemotongan ini VirD2 tetap terikat secara kovalen pada ekor 5’ dari DNA yang terlepas. Molekul ini kemudian dikirim ke sel tanaman melalui saluran yang kemungkinan terbentuk dari protein VirB yang terdiri dari 11 protein VirB oleh operon VirB. Saluran ini juga digunakan untuk mengirim protein VirE2. Di dalam sel tanaman VirE bergabung dengan utasan tunggal T-DNA yang diawali dengan molekul VirD2 pada struktur komplek T. Protein VirD2 dan VirE2 mengantarkan T-DNA masuk ke inti melalui bentuk komplek saluran inti NPC ; Nuclear-pore complexes. Di dalam inti T-DNA akan terintegrasi ke genom tanaman Sheng dan Citovsky, 1996.

2.3. Konstruksi Kaset Gen pBIN1-ECS

Konstruksi kaset gen pBIN1-ECS Gambar 1 merupakan hasil konstruksi dan modifikasi. Konstruksi kaset gen ini di dapat melalui kerjasama antara Federal Research Centre For Nutrition, Centre for Molecular Biology German dan Fakultas Pertanian IPB. Eco RI BamHIBglII SalI HindIII Gambar 1. Konstruksi kaset gen pBIN1-ECS Santosa et.al.,2007, in press 1045 bp phy ECL03375 OSC NptII Kan R CaMV 35S Konstruksi kaset gen pBIN1-ECS membawa gen struktural fitase berukuran 1045 bp yang dikendalikan oleh promoter kimera CaMV35S dan OSC enhancer untuk ekspresi di tanaman. Gen nptII yang membawa sifat resistensi terhadap antibiotik kanamisin juga disisipkan ke dalam vektor yang digunakan sebagai marker seleksi. Gen nptII berlokasi arah hulu gen struktural fitase.

2.4. Fitat dan Fitase

Asam fitat atau mio-inositol 1,2,3,4,5,6-heksakis dihidrogen phosphate adalah zat anti gizi, karena kemampuannya mengikatnya kation-kation multivalen seperti kalsium, besi, seng dan sebagainya dalam suatu kompleks yang tidak larut, dan membentuk garam-garam fitat berupa Na 2 Mg 5 -fitat, K 2 Mg 5 -fitat atau CaMg 5 - fitat fitin. Myo-inositol hexaphosphate fitat sangat berperan dalam penurunan jumlah kation multivalen seperti Ca 2+ , Mg 2+ , Zn 2- , Fe 2- , dan Fe 3- . Asam fitat juga terikat dengan beberapa mineral dan protein sehingga membentuk kompleks fitat- protein-mineral yang sukar larut, yang menyebabkan asam fitat tidak mempunyai nilai guna yang optimal Indarwati, 2000. Posfor disimpan dalam benih atau biji tanaman dalam bentuk asam fitat mio-inositol heksakisfosfat Hegeman dan Grabau, 2001. Dalam biji-bijian umumnya asam fitat berada di sel-sel kotiledon. Shieh dan Ware 1980 menyatakan bahwa beberapa jenis tanaman mengandung asam fitat, namun kandungan fosfornya sedikit sekali yang dapat dimanfaatkan pada proses pencernaan hewan seperti hewan non ruminant, sebab sistem pencernaannya tidak mampu menghidrolisis fitat. Hegeman dan Grabau 2001 juga menyatakan bahwa kotoran hewan yang tidak bisa memanfaatkan fitat dalam sistem pencernaannya akan menyebabkan level fosfor yang tinggi dalam tanah dan air sehingga menyebabkan terjadinya pencemaran lingkungan. Hidrolisis secara enzimatik terhadap asam fitat mampu melepaskan fosfor dari ikatannya sehingga dapat dimanfaatkan oleh hewan tersebut dan mengurangi pengaruh negatif terhadap lingkungan. Fitase mio-inositol heksakisfosfat fosfo hidrolase merupakan suatu fosfomonoesterase yang mampu menghidrolisis asam fitat menjadi ortofosfat anorganik dan ester-ester fosfat dari mio-inositol yang lebih rendah. Pada kondisi tertentu bahkan menjadi fosfat dan mio-inositol bebas. Menurut IUPAC-IUB, ada dua jenis enzim fitase, yaitu : a. 3-fitase EC 3.1.3.8 yang mengkatalisis reaksi : mio-inositol heksakisfosfat + H 2 O mio-inositol-1,2,4,5,6-pentakisfosfat + Pi b. 6-fitase EC 3.1.3.26 yang mengkatalisis reaksi : mio-inositol heksakisfosfat + H 2 O mio-inositol-1,2,3,4,5-pentakisfosfat + Pi Jenis 3-fitase umumnya terdapat pada mikrob, sedangkan 6-fitase umumnya terdapat pada biji-bijian. Sumber fitase bervariasi mulai dari berbagai jenis mikrob jamur dan bakteri, tanaman hingga jaringan hewan mammalian atau usus halus Cosgrove, 1980. E.coli dilaporkan dapat memproduksi gen fitase Greiner et al, 1993. Apabila fitase bertemu dengan fitat maka fitase akan segera menyerang fitat dan aktivitas fitase akan meningkat tajam sejalan dengan peningkatan suhu dan udara. Setelah itu grup ester fosfat pada fitat terhidrolisis. Hal tersebut menyebabkan ester fosfat yang lemah pada mioinositol tidak cukup kuat untuk mengkelat kation, sehingga kation tersebut terdifusi keluar Kilmer et al, 1994. Gen fitase diharapkan dapat membuat tebu lebih efisien memanfaatkan fosfat, sehingga menurunkan penggunaan pupuk P. Sedangkan jaringan tebu dan produk samping industri gula diharapkan dapat digunakan untuk pakan ternak. Gen fitase dipilih untuk disisipkan ke dalam tanaman tebu karena gen ini menghasilkan enzim yang dapat mengubah senyawa fitat yaitu senyawa organik yang mengikat unsur fosfat di dalam sel tanaman. Unsur fosfat yang tersimpan dalam fitat ini tidak dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Namun jika senyawa fitat dihidrolisis akan menghasilkan ester yang berfosfat rendah dan melepaskan unsur fosfat inorganik. Fosfat inorganik yang tersedia di dalam sel tanaman memberikan pengaruh positif pada proses pembentukan klorofil sehingga meningkatkan fotosintesis dan metabolisme tanaman tebu. Disamping itu fitase juga meningkatkan ketersediaan mineral-mineral lainnya, seperti kalsium, magnesium dan kalium di dalam jaringan tanaman sehingga tanaman dapat mengurangi kebutuhan pupuk Santosa, 2002.

2.5. Kultur Jaringan Tanaman Tebu