Kultur Jaringan Tanaman Tebu

2.5. Kultur Jaringan Tanaman Tebu

Kultur jaringan tanaman didasarkan pada pendapat bahwa tanaman dapat diisolasi bagian tanaman seperti organ, jaringan atau sel, yang mana dapat dimanipulasi secara in vitro dan kemudian ditumbuhkan kembali menjadi tanaman yang utuh Caponetti et al., 2005. Teknik in vitro untuk pengadaan bahan tanaman perkebunan mempunyai beberapa keunggulan yaitu adanya perbaikan mutu genetis, fisiologis, dan kemurnian yang cukup tinggi. Hal ini disebabkan eksplan sebagai sumber bahan tanaman diperbanyak dari tanaman induk yang unggul. Keuntungan lain menggunakan teknik kultur jaringan yaitu dapat dilakukan seleksi terhadap sifat-sifat tanaman yang dikehendaki secara dini. Selain itu, kondisi lingkungan tempat tumbuh individu mini tersebut dapat dikontrol sesuai dengan keperluan Haris Mathius 1995. Teknik kultur jaringan pada tanaman tebu awalnya digunakan untuk peningkatan produktivitas. Pada saat ini teknik kultur jaringan berkembang sebagai sarana pendukung program pemuliaan tanaman, misalnya mendapatkan sifat ketahanan suatu penyakit, stress lingkungan atau sifat perbaikan genetik lainnya. Penelitian kultur jaringan tanaman tebu dilakukan pertama kali di Hawaii tahun 1961 oleh Nickell, kemudian dilanjutkan oleh Heinz dan Mee 1969 dan Barba dan Nickell 1969 yang menjadi perintis teknik kultur jaringan tebu pertama di dunia. Mereka berhasil mendapatkan planlet yang utuh yang berkembang dari kultur kalus. Kalus dapat diinisiasi dari hampir semua jaringan seperti meristem apikal tunas dan akar serta daun muda. Planlet yang diregenerasikan dari kalus menunjukkan variasi yang luas dalam jumlah kromosom beberapa karakter penting dari tanaman tebu. Sejak saat itu teknik kultur jaringan tebu berkembang di beberapa negara di dunia Naik, 2001. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam teknik kultur jaringan tanaman tebu, yaitu : 1 komposisi media tumbuh, 2 bahan eksplan, 3 zat pengatur tumbuh tanaman yang sesuai, dan 4 kondisi lingkungan kultur. Media kultur merupakan suatu penentu keberhasilan metode perbanyakan tanaman melalui kultur jaringan. Berbagai media kultur telah diformulasikan untuk mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang dikulturkan, seperti Knudson C 1946, Murashige dan Skoog 1962, White 1963, Nitsch dan Nitsch 1969, Schenk dan Hildebrant 1972, dan Gamborg’s B-5 1976. Media tumbuh tanaman terdiri dari 95 air, nutrisi makro dan nutrisi mikro, vitamin serta gula. Nutrisi makro biasanya dibutuhkan dalam jumlah yang banyak dalam satuan milimolar mM sedangkan nutrisi mikro dalam jumlah yang sedikit dalam satuan mikromolar µM. Vitamin termasuk bahan organik bagian dari enzim atau kofaktor yang esensial untuk fungsi metabolik, yang dibutuhkan dalam jumlah yang sangat sedikit dan berperan penting dalam pertumbuhan tanaman. Gula juga merupakan bagian penting dari nutrisi media yang esensial untuk pertumbuhan dan perkembangan kultur Trigiano et al, 2000. Tipe media kultur jaringan yang dipilih tergantung kepada spesies yang akan dikulturkan. Media Murashige dan Skoog MS lebih cocok dan kebanyakan digunakan media dasar kultur jaringan untuk regenerasi tanaman dari jaringan dan kalus. Media Gamborg’s B-5 digunakan untuk kultur kalus kedelai dan kultur suspensi. Media tersebut memiliki jumlah nitrat dan garam amonium yang lebih rendah dibandingkan dengan media MS. Media Schenk dan Hildebrant dikembangkan untuk kultur kalus monokotil dan dikotil. Media White digunakan untuk kultur jaringan akar tomat. Konsentrasi garam-garam mineralnya lebih rendah dibandingkan dengan media MS. Media Nitsch’s dikembangkan untuk kultur anther dengan konsentrasi garam-garam mineral lebih sedikit dari media MS tetapi lebih banyak dibandingkan dengan media White Beyl, 2005. Heinz dan Mee, 1969 dan Liu et al., 1972 menggunakan modifikasi media Murashige dan Skoog MS yang berisikan 3 mgL 2,4-diklorofenoksi acetic acid 2,4-D untuk induksi kalus tebu. Air kelapa dan myo-inositol ditambahkan ke media untuk stimulasi pembentukan kalus. Modifikasi media MS dengan penambahan 1 mgL kinetin, 1 mgL naftalen asetik acid NAA dan 400 mgL kasein hidrolisat sangat bagus untuk induksi differensiasi tunas dari kalus Liu, 1981. Hendre et al., 1983 juga melakukan modifikasi media MS dengan menggunakan 0.1 mgL asam giberelat GA untuk pemanjangan tunas dan 0.2 mgL kinetin dan 0.2 mgL benzil amino purin BAP untuk multiplikasi tunas. Pany dan Hapase 1987 menggunakan media MS yang dimodifikasi untuk induksi kalus dan differensiasi tunas dan modifikasi media Schenk dan hilderbrandt SH untuk differensiasi akar. Differensiasi akar diinduksi pada kertas saring dalam medium cair Naik, 2001 Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia P3GI telah berhasil mengembangkan media MS yang dimodifikasi untuk perbanyakan secara cepat tanaman tebu melalui teknik kultur jaringan. Induksi kalus tanaman tebu menggunakan media MS-I yaitu media dasar yang dimodifikasi dengan vitamin dan ditambah 3 mgL 2,4-D. Untuk mempercepat penampilan sifat totipotensi sangat dianjurkan menggunakan eksplan, organ atau jaringan muda yang masih dalam keadaan meristematis sebagai bahan tanam. Menurut Gunawan 1992, eksplan sebaiknya diambil dari bagian-bagian tanaman yang belum banyak mengalami perubahan bentuk dan kekhususan fungsi seperti meristem batang dan akar, meristem kambium, meristem interkaler, meristem daun dan felogen. Hal-hal penting yang harus diperhatikan dalam pemilihan eksplan yaitu sumber eksplan, ukuran dan umur fisiologi. Hoy et al., 2003 menyatakan bahwa tanaman tebu yang dihasilkan dari kultur jaringan yang eksplannya berasal dari meristem apikal tidak berubah dalam hal pertumbuhan dan karakteristik hasil dan juga didapatkan bibit yang bebas dari penyakit sistemik. Bahan eksplan dari varietas tebu yang berumur 3-4 bulan dan bebas penyakit sering dipakai dalam penelitian kultur jaringan tebu. Perlu diperhatikan cara sterilisasinya karena permukaan bagian eksplan umumnya mengandung sejumlah mikroba kontaminan sehingga sterilisasi permukaan perlu dilakukan sebelum ditanam pada media Naik, 2001. Zat pengatur tumbuh tanaman yang dihasilkan oleh tanaman disebut fitohormon. Hormon tanaman didefinisikan sebagai senyawa organik bukan nutrisi yang aktif dalam jumlah yang kecil 10 -6 – 10 -5 mM yang disintesiskan pada bagian tertentu dari tanaman dan pada umumnya diangkut ke bagian lain tanaman dimana zat tersebut menimbulkan tanggapan secara biokimia, fisiologis dan morfologis Wattimena, 1988. Zat pengatur tumbuh mengatur inisiasi dan perkembangan tunas dan akar, pembelahan dan perkembangan sel Beyl, 2005. Dalam kultur jaringan dikenal dua golongan zat pengatur tumbuh yang sangat penting yaitu sitokinin dan auksin. Zat pengatur tumbuh ini mempengaruhi pertumbuhan dan morfogenesis dalam kultur sel, jaringan dan organ. Penambahan auksin, sitokinin eksogen mengubah level ZPT endogen sel Gunawan, 1992. Auksin berperan dalam beberapa proses perkembangan, termasuk pemanjangan sel dan pembesaran jaringan, dominan apikal, formasi akar adventif, dan embriogenesis somatik. Secara umum, ketika konsentrasi auksin rendah, insisiasi akar terjadi dan ketika konsentrasi tinggi, formasi kalus terjadi. Senyawa sintetik auksin yang paling sering digunakan adalah 1-naftalen asetik acid NAA, 2,4-diklorofenoksiasetik acid 2,4-D, dan 4-amino-3,5,6-trikloro-2- piridinkarbosilik acid picloram Beyl, 2005. Pembentukan kalus embriogenik dan embriogenesis somatik pada tanaman tebu juga dilakukan oleh Blanco et al., 1997 dengan media dasar MS yang ditambah dengan picloram 8.2 µM, dicamba 22.6 µM dan 2,4-D 4.5 µM. Blanco et al., 1999 menginisiasi kalus embriogenik dengan menggunakan media MS yang ditambah dengan 2,4-diklorofenoksiasetik acid 2,4-D sebanyak 13.5 µM. Sitokinin meningkatkan pembelahan sel dan menstimulasi inisiasi dan pertumbuhan tunas in vitro. Sitokinin yang paling banyak digunakan adalah zeatin, dihidrozeatin, kinetin, benziladenine BA, thidiazuron dan 2-isopentenil adenine 2-iP. Pada konsentrasi tinggi 1-10 mgL sitokinin menginduksi formasi tunas adventif, tetapi menghambat formasi akar. Sitokinin meningkatkan formasi tunas aksilar sebaliknya dominan apikal diregulasi oleh auksin Beyl, 2005. Penambahan 6-benzil amino purin BAP pada media MS sangat bagus untuk insiasi tunas. Pemakaian 0.2 mgL benzil amino purin BAP dan 0.2 mgL kinetin dengan menggunakan media dasar MS dilakukan oleh Hendre et al., 1983 untuk multiplikasi tunas pada tanaman tebu Naik, 2001. Pada umumnya di dalam suatu percobaan kultur jaringan dipergunakan terlebih dahulu BAP dan kinetin yang lebih tahan terhadap degradasi Wattimena et al., 1992. Keberhasilan teknik kultur jaringan tidak lepas dari kondisi lingkungan kulturnya, yaitu cahaya, suhu dan kelembaban ruang kultur. Adanya cahaya dalam ruang kultur dapat memperbaiki pertumbuhan kultur terutama dalam pembentukan klorofil dan pertumbuhan normal. Pengaruh cahaya dibedakan atas masa periodesitas, kualitas dan intensitas cahaya Minarsih, 2003. Pengaruh cahaya dalam kultur in vitro tidak begitu penting artinya. Pertumbuhan organ tanaman secara in vitro yang optimal seringkali memerlukan adanya cahaya, namun tidak demikian dengan proses pembelahan sel. Pada awal pembelahan sel dari eksplan yang dikulturkan dan pertumbuhan kalus kadang-kadang dihambat oleh adanya cahaya Wattimena et al, 1992. Kondisi lingkungan kultur yang ideal pada suhu 25 ±2 C dilengkapi dengan cahaya lampu fluorescens 5000-10000 lux. Kelembaban relatif ruang inkubasi diatur sekitar 70-80, bila kurang dari 50 maka media yang disimpan akan cepat mengering sedangkan kelembaban yang terlalu tinggi meningkatkan kontaminan seperti jamur dan bakteri Sugiyarta, 1991. Menurut Naik, 2001, regenerasi tanaman tebu dari kultur meristem apikal dapat dilakukan pada suhu 20-26 C dengan waktu cahaya 16 jam 5000-8000 lux.

2.6. Analisis Tanaman Transgenik