11
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 BAHAN DAN ALAT
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari bahan-bahan untuk membuat beras analog dan analisis. Bahan yang digunakan untuk pembuatan beras analog terdiri dari sorgum,
jagung, sagu aren, pati jagung, GMS dan air. Bahan untuk analisis terdiri dari larutan H
2
SO
4
, HCl, H
3
BO
3,
HgO, K
2
SO
4
, air destilata, larutan NaOH-Na
2
S
2
O
3
, heksana, larutan NaOH, larutan K
2
SO
4
10, KI, HCl, etanol dan alkohol 95 . Alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari alat-alat untuk pembuatan beras
analog dan analisis. Alat-alat yang digunakan untuk pembuatan beras analog yaitu ekstruder, mixer, mesin sosoh, pin disc mill, oven, dan saringan. Alat-alat yang digunakan untuk analisis,
yaitu tabung reaksi bertutup, oven, pipet volumetrik 1 ml, pipet volumetrik 10 ml, kuvet, spektrofotometer, vortex, timbangan analitik, sentrifuse, erlenmeyer, kertas saring soxhlet, kertas
lakmus, penangas air, rheoner, kjeldahl, pH-meter, cawan porselin, dan tanur.
3.2 METODE PENELITIAN
Penelitian yang dilakukan terdiri dari tiga tahap, yaitu penelitian pendahuluan, penelitian utama dan karakterisasi produk yang terpilih. Penelitian pendahuluan terdiri dari penyosohan biji
sorgum, penepungan sorgum, dan karasterisasi tepung sorgum. Penelitian utama merupakan formulasi pembuatan beras analog dengan menggunakan ekstruder ulir ganda. Pemilihan formula
yang lebih diterima konsumen dilakukan dengan analisis sensori menggunakan uji rating hedonik. Karakterisasi beras analog yang terpilih terdiri atas analisis fisik dan kimia. Analisis fisik yang
dilakukan yaitu analisis warna, densitas kamba dan bobot 1000 butir. Analisis kimia yang dilakukan antara lain analisis proksimat yang meliputi kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar
lemak, dan kadar karbohidrat, serta analisis kadar serat pangan.
3.2.1 Penelitian Pendahuluan
Penyosohan empat jenis sorgum menggunakan mesin sosoh Satake Grain Testing Mill dengan waktu masing-masing 1 menit. Setiap penyosohan biji sorgum yang dimasukkan mesin
sebanyak 100 gram untuk mendapatkan rendemen yang optimum Marissa 2011. Biji sorgum yang telah disosoh kemudian disaring untuk memisahkan sorgum sosoh dan kulit ari yang sudah
lepas. Selanjutnya biji sorgum sosoh digiling menjadi tepung sorgum menggunakan pin disc mill. Sebelum penggilingan, sorgum sosoh mengalami pengkondisian untuk meningkatkan kelembutan
tepung sorgum. Perlakuan pengkondisian yang dimaksud adalah penambahan air pada sejumlah biji sorgum sosoh secara merata, kemudian disimpan dalam kemasan alumunium selama 12 jam.
Jumlah air yang ditambahkan, yaitu 0, 10, 15, 20, dan 25 dari berat sorgum. Penelitian pendahuluan ini bertujuan untuk mengetahui jumlah air optimum yang ditambahkan agar biji
sorgum dapat digiling dengan halus dan menghasilkan rendemen yang besar.
12 Gambar 1. Diagram alir proses penepungan sorgum
Selanjutnya tepung sorgum dianalisis secara fisik dan kimia. Analisis fisik yang dilakukan yaitu analisis viskositas dengan menggunakan Rotovisco Analyzer RVA. Sementara analisis
kimia yang dilakukan yaitu analisis amilosa dan amilopektin.
3.2.2 Penelitian Utama 3.2.2.1 Pembuatan Beras Analog
Beras analog diproduksi dengan menggunakan ekstruder. Ekstruder yang digunakan adalah twin screw ekstruder. Bahan baku digunakan pada pembuatan beras analog yaitu tepung sorgum,
tepung jagung, pati jagung, sagu aren, GMS, dan air. Beras analog yang dibuat terdiri atas empat formula dengan varietas sorgum sebagai variabelnya. Varietas sorgum yang digunakan yaitu Pahat
F1, B100 F2, Numbu F3, dan Genjah F4. Tabel 7. Formulasi Beras Analog
Bahan Baku F1
F2 F3
F4 Tepung Sorgum
30 30
30 30
Tepung Jagung 40
40 40
40 Pati Jagung
15 15
15 15
Sagu Aren 15
15 15
15 Air
50 50
50 50
GMS 2
2 2
2 dari berat adonan
Sorgum sosoh
KONTROL + AIR 15
+ AIR 10 F1
+ AIR 20 + AIR 25
Aduk secara merata Dibungkus alumunium dan seal
Diamkan 12 jam Giling
Tepung Sorgum Saring 60 mesh
13 Keterangan :
F1 = Sorgum Pahat F2 = Sorgum B100
F3 = Sorgum Numbu F4 = Sorgum Genjah
Proses pembuatan beras analog dapat dilihat pada Gambar 2. Proses pencampuran dilakukan dua tahap, yaitu pencampuran bahan-bahan kering dalam mixer kemudian ditambahkan
air dan proses pencampuran dilanjutkan sampai 10 menit. Adonan dimasukkan ke dalam screw conveyor pada suhu 85°C selama 5 menit. Selanjutnya yaitu proses ekstruksi adonan ke dalam
ekstruder pada suhu 85°C. Butiran ekstrudat yang keluar dari ekstruder kemudian dikeringkan menggunakan oven pada suhu 60°C selama 3 jam.
Skema pembuatan beras analog sebagai berikut :
Gambar 2. Diagram alir proses pembuatan beras analog
3.2.2.2 . Penentuan Formula Terbaik
Penentuan formula terbaik dilakukan berdasarkan uji sensori menggunakan uji rating
hedonik. Uji yang dilakuakan pada semua formula meliputi uji rating hedonik pada beras dan nasi
analog. Atribut kesukaan pada beras dilakukan secara keseluruhan, sedangkan pada nasi menggunakan lima atribut mutu sensori yang meliputi warna, aroma, rasa tekstur, dan overall.
Skala hedonik yang digunakan mempunyai rentang dari sangat tidak suka skala numerik = 1 Tepung Sorgum
Pahat, B100, Numbu, dan Genjah
Timbang sesuai formulasi pada Tabel 8
Tepung jagung, pati
jagung, dan sagu aren
GMS
Aduk dengan mixer 5 menit Aduk dengan mixer 5 menit
Air
Pengkondisian Ekstruksi
Pengeringan dengan oven 60
o
C selama 3 jam
Beras Analog
14 sampai dengan skala sangat suka skala numerik = 7. Hasil uji organoleptik kemudian diolah
menggunkan Analysis of Variance ANOVA. Jika hasil uji ANOVA menunjukkan perbedaan nyata pada taraf kepercayaan 0.05 maka dilakukan uji lanjut
Duncan’s Multiple Test.
3.2.2.3 Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang dilakukan adalah rancangan acak lengkap sederhana dengan satu faktor, yaitu sorgum pahat, B100, numbu, dan genjah. Model rancangan percobaan yang
digunakan adalah sebagai berikut :
Y
ij
= μ + τ
i
+ ε
ij
Keterangan : μ = rataan umum
Y
ij
= respon pada perlakuan ke-i, ulangan ke-j τ
i
= pengaruh sorgum ke-i ε
ij
= error atau galat pada perlakuan ke-i, ulangan ke-j
3.2.3 Karakterisasi Beras Analog
Karakterisasi beras analog terdiri atas analisis fisik dan kimia pada beras analog yang pilih pada penelitian utama berdasarkan analisis sensori.
METODE ANALISIS Analisis Fisik
Analisis warna dengan Chromamater CR 300 Minolta Firmansyah 2003
Chromameter CR 300 Minolta adalah suatu alat untuk analisis warna secara tristimulus untuk mengukur warna yang dipantulkan oleh suatu permukaan. Data pengukuran dapat berupa
nilai absolut maupun nilai selisih dengan standar. Cara kerjanya sebagai berikut, pertama lakukan kalibrasi terlebih dahulu dengan menekan tombol „CALIBRATE‟; masukkan data kalibrasi Y, x
dan y yang terdapat pada penutup bagian plat kalibrasi. Kemudian letakkan measuring head pada plat kalibrasi yang berwarna putih, tekan tombol „MEASURE‟. Biarkan alat bekerja secara
otomatis sebanyak tiga kali hingga pengukuran selesai. Setelah kalibrasi selesai, pengukuran
contoh atau sampel baru bisa dilakukan. Pertama letakkan measuring head pada contoh yang akan diukur, dan tekan tombol „MEASURE‟, biarkan alat bekerja sendiri, tunggu beberapa saat hingga
pengukuran selesai. Pengujian warna dilakukan sebanyak dua kali ulangan.
Bobot Seribu Butir
Sampel yang dipilih memiliki butir yang utuh, baik, dan memiliki panjang hampir sama. Sampel tersebut diambil sebanyak seribu butir kemudian ditimbang menggunakan timbangan
analitik untuk diketahui bobotnya. Bobot seribu butir tersebut dibagi 1000 sehingga diketahui bobot rata-rata beras per butir.
Densitas Kamba
Sampel dengan ukuran yang sama dimasukkan ke dalam gelas ukur hingga volume 10 ml dan diketuk-ketuk sebanyak 25 kali. Sampel tersebut kemudian ditimbang. Cara perhitungannya
adalah sebagai berikut:
15 Densitas Kamba gml =
Analisis Viskositas dengan Menggunakan Rotovisco Analyzer RVA Singh et al. 2010
Sifat amilografi diidentifikasi dengan cara mengukur viskositas pasta pada empat tepung sorgum Pahat, B100, Numbu, dan Genjah menggunakan RVA Rapid Visco Analyzer. Sampel
sebanyak 3-3.5 gram ditambahkan sekitar 25 gram air aquades di dalam vessel bejana panas, lalu dimasukkan alat spendle pengaduk. Vessel dimasukkan ke dalam alat, tekan ke bawah dan
biarkan alat bekerja selama kurang lebih 25 menit. Hasil yang diperoleh berupa viskositas peak 1, viskositas through 1, viskositas breakdown, viskositas akhir, viskositas setback, peak time, dan
pasting time.
Analisis Kimia
Kadar Air AOAC 2006
Cawan alumunium dikeringkan dalam oven selama 15 menit, didinginkan dalam desikator selama 10 menit, kemudian ditimbang A. Sejumlah sampel dengan bobot tertentu B
dimasukkan dalam cawan. Cawan beserta isinya dikeringkan dalam oven bersuhu 105
o
C selama 6 jam, didinginkan dalam desikator selama 15 menit, kemudian ditimbang. Cawan beserta isinya
dikeringkan kembali sampai diperoleh berat konstan C. Kadar air contoh dapat dihitung dengan persamaan berikut :
Kadar air bb = Kadar air bk
Dimana: bb = basis basah
bk = basis kering
Kadar Abu AOAC 2006
Cawan porselen yang dipersiapkan untuk pengabuan dikeringkan dalam oven selama 15 menit, lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang A. Sampel dengan bobot tertentu B
dimasukkan ke dalm cawan, kemudian dibakar dalam ruang asap sampai tidak mengeluarkan asap lagi. Selanjutnya, dilakukan pengabuan di dalam tanur listrik pada suhu 400-600
o
C selama 4-6 jam hingga terbentuk abu berwarna putih dan memiliki bobot konstan. Abu berserta cawan didinginkan
dalam desikator, kemudian ditimbang C. kadar abu contoh dapat dihitung dengan persamaan berikut:
Kadar abu bb = Kadar abu bk =
Kadar LemakAOAC 2006
Sebanyak 1-2 gram contoh dimasukkan ke dalam kertas saring. Kertas saring berisi contoh tersebut dikeringkan dalam oven bersuhu 105°C hingga kering.Kertas saring yang telah
dikeringkan dimasukkan ke dalam selongsong dengan sumbat kapas. Selongsong tersebut kemudian dimasukan ke dalam alat ekstraksi soxhlet dan dihubungkan dengan kondensor dan labu
16 lemak. Alat kondensor diletakkan di atasnya dan labu lemak diletakkan di bawahnya. Pelarut
hexana dimasukan ke dalam labu lemak secukupnya. Selanjutnya dilakukan ekstraksi selama 6 jam. Pelarut yang ada dalam labu lemak didestilasi dan ditampung kembali. Kemudian labu lemak
yang berisi lemak hasil ekstraksi dikeringkan dalam oven pada suhu 105
o
C, didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Pengeringan diulangi hingga mencapai berat tetap. Kadar lemak dapat
diperoleh dengan persamaan berikut : 100
W W2
- W1
bb Lemak
Kadar x
Keterangan:
W : Bobot sampel gram W1: Bobot labu+ lemak gram
W2: Bobot labu gram
Kadar Protein AOAC 2006
Sebanyak 0,1-0.25 gram contoh ditimbang di dalam labu Kjeldahl, lalu ditambahkan 1.0 + 0.1 gram K
2
SO
4
, 40 + 10 ml HgO, dan 2.0 + 0.1 ml H
2
SO
4
, selanjutnya contoh didihkan sampai cairan jernih kemudian didinginkan. Larutan jernih ini dipindahkan ke dalam alat destilasi secara
kuantitatif. Labu Kjeldahl dibilas dengan 1-2 ml air destilata, kemudian air cuciannya dimasukan ke dalam alat destilasi, pembilasan dilakukan sebanyak 5-6 kali. Tambahkan 8-10 ml larutan 60
NaOH – 5 Na
2
S
2
O
3
.5H
2
O ke dalam alat destilasi. Di bawah kondensor diletakkan erlenmeyer yang berisi 5 ml larutan H
3
BO
3
jenuh dan 2-4 tetes indikator campuran 2 bagian 0.2 metilen red dan 1 bagian 0.2 metilen blue dalam etanol
95. Ujung tabung kondensor harus terendam dalam larutan H
3
BO
3
, kemudian dilakukan destilasi sehingga diperoleh sekitar 15 ml destilat. Destilat yang diperoleh kemudian dititrasi
dengan HCl 0.02 N sampai terjadi perubahan warna dari hijau menjadi abu-abu. Kadar protein kasar dapat dihitung dengan persamaan :
100 contoh
mg 14.007
x HCl
N x
blanko HCl
V -
contoh HCl
V bb
N Kadar
x
Fk x
N bb
protein Kadar
Keterangan :
Fk : Faktor konversi 6.25 untuk tepung dan mi
Kadar Karbohidrat by difference
Perhitungan kadar karbohidrat dilakukan dengan cara by difference dengan persamaan : Kadar karbohidrat = 100 - air + abu + protein + lemak
Serat Pangan Metode Multienzim Asp et al. 1983
Sampel sebanyak 1 gram dimasukkan ke dalam Erlenmeyer, kemudian ditambahkan 25 ml larutan buffer Na-phospat pH 6 dan diaduk hingga terbentuk suspensi. Selanjutnya ditambahkan
0.1 ml enzim termamyl ke dalam erlenmeyer yang berisi sampel. Erlenmeyer kemudian ditutup dengan alumunium foil dan diinkubasi dalam penangas air suhu 100
o
C selama 15 menit sambil diaduk sesekali.
Sampel diangkat dan didinginkan, lalu ditambahkan 20 ml air destilata dan pH diturunkan sampai 1.5 menggunakan HCl 4 N. Selanjutnya ditambahkan enzim pepsin sebanyak 100 mg ke
17 dalam sampel, lalu ditutup dan diinkubasi dalam penangas air bergoyang suhu 40
o
C selama 1 jam. Erlenmeyer kemudian diangkat, ditambahkan air destilata, dan pH diatur menjadi 6.8
menggunakan NaOH. Setelah pH 6.8 tercapai, ditambahkan enzim pankreatin sebanyak 100mg ke dalam erlenmeyer. Erlenmeyer ditutup, diinkubasikan pada suhu 40
o
C selama 1 jam. Selanjutnya pH diatur sampai 4,5 menggunakan HCl. Larutan sampel tersebut kemudian disaring
menggunakan crucible kering yang telah ditimbang beratnya porositas 2 dan ditambahkan 0.5 gram celite kering berat tepat diketahui. Pada penyaringan dilakukan dua kali pencucian dengan
masing-masing 10 ml air destilata. Residu Serat pangan tidak larut
Hasil yang diperoleh selanjutnya dicuci dengan 2 x 10 ml etanol 95 dan 2 x 10 ml aseton lalu dikeringkan pada suhu 105
o
C sampai berat tetap sekitar 12 jam. Selanjutnya didinginkan dalam desikator, lalu timabang. Setelah itu diabukan dalam tanur 500
o
C selama minimal 5 jam, lalu didinginkan dalam desikator dan timbang beratnya.
Filtrat serat pangan larut Volume filtrate diatur dengan air sampai 100 ml, kemudian ditambahkan 400 ml etanol 95
hangat 60
o
C dan diendapkan selam 1 jam. Selanjutnya disaring dengan crucible kering porositas 2 yang mengandung 0.5 g celite kering, dicuci lagi dengan 2x 10 ml etanol 78 , 2 x
10 ml etanol 95 , dan 2 x 10 ml aseton, kemudian dikeringkan pada suhu 105
o
C sampai berat konstan. Setelah itu didinginkan dalam desikator dan timbang beratnya. Selanjutnya diabukan
dalam tanur suhu 550
o
C selama 5 jam dan ditimbang setelah didinginkan dalam desikator. Blanko
Penetapan blanko dapat dilakukan dengan cara seperti pada prosedur untuk sampel, tetapi tanpa penambahan sampel.
Setelah mendapatkan berat sampel sebelum dan sesudah diabukan serta berat blanko, persamaan untuk menghitung sebagai berikut :
Serat tak Larut IDF = Serat Larut SDF =
Total Serat TDF = SDF + IDF Keterangan :
D = berat setelah pengeringan g I = berat setelah pengabuan g
B = berat blanko bebas abu g
Analisis Kadar Pati Metode Luff Schoorl Sudarmadji et al. 1997
Pembuatan Larutan Luff Schoorl Sebanyak 12.5 g CuSO
4
.5H
2
O dilarutkan dalam 50 ml air destilata larutan A. sebanyak 25 g asam sitrat dilarutkan dalam 25 ml air destilata larutan B. Larutan C dibuat dengan melarutkan
194 g Na2CO3.10H2O dalam 150-200ml air mendidih. Larutan B kemudian dituang ke dalam
18 larutan C dan diaduk. Selanjutnya larutan A ditambahkan ke dalam campuran larutan B dan C.
Setelah dingin, ditambahkan air destilata hingga volume 500 ml.
Standarisasi larutan Na
2
S
2
O
3
0.01 N Larutan Na
2
S
2
O
3
0.1 N dibuat dengan mencampurkan 12.5 g Na
2
S
2
O
3.
5H
2
O dan 0.15 g Na2CO3, kemudian ditambahkan air destilata hingga volume 500 ml. standardisasi larutan Na
2
S
2
O
3
0.1 N dilakukan dengan menimbang 140-150 mg KIO3 ke dalam Erlenmeyer 300 ml. kemudian larut
kan dengan air destilata secukupnya dan tambahkan ± 2 mg KI. Tambahkan 10 ml HCl 2 N ke dalam larutan titrasi harus segera dilakukan setelah penambahan HCl. Titrasi dilakukan dengan
Na
2
S
2
O
3
0.1 N yang akan distandardisasi hingga warna larutan berubah dari merah bata menjadi kuning pucat. Selanjutnya tambahkan 1-2 ml larutan pati dan titrasi dilanjutkan hingga warna biru
menghilang. Normalitas larutan Na
2
S
2
O
3
0.1 N dapat dihitung dengan persamaan : Normalitas Na
2
S
2
O
3
= Pengukuran Sampel
Sebanyak ± 0.1 g sampel dan 5 ml HCl 25 dimasukkan ke dalam gelas piala pendingan balik, kemudian direfluks selama 3 jam. Setelah selesai, netralkan pH larutan dengan NaOH 45 .
Tambahkan air destilata hingga volume larutan 100 ml. larutan tersebut kemudian disaring dengan kertas saring. Sebanyak 25 ml filtrat dimasukkan ke dalam Erlenmeyer, kemudian ditambahkan 25
ml larutan Luff Schoorl. Tutup erlenmeyer dengan alumunium foil dan panaskan hingga larutan mendidih. Lakukan pemanasan selama 10 menit sejak larutan mendidih. Selanjutnya tambakan 15
ml KI 20 dan 25 ml H
2
SO
4
26.5 . Lakukan titrasi dengan Na
2
S
2
O
3
0.1 N yang telah distandardisasi hingga warna larutan berubah dari merah bata menjadi kuning pucat. Tambahkan
1-2 ml larutan pati dan titrasi dilanjutkan hingga warna biru menghilang. Pengukuran blanko juga dilakukan dengan mengganti 25 ml filtrat sampel dengan 25 ml air destilata.
Kadar pati contoh dapat dihitung dengan persamaan berikut : Volume Na
2
S
2
O
3
yang digunakan =
–
Kadar Gula = Kadar Pati = Kadar gula x 0.9
Keterangan : Vb = Volume Na
2
S
2
O
3
yang digunakan untuk titrasi blanko Vs = Volume Na
2
S
2
O
3
yang digunakan untuk titrasi sampel FP = Faktor pengenceran
Analisis Kadar Amilosa Apriyanto et al. 1989
Pembuatan kurva standar Sebanyak 40 mg amilosa murni dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml., ditambahkan 1 ml
etanol 95 dan 9 ml larutan NaOH 1 N. Kemudian labu takar dipanaskan dalam penangas air pada suhu 95
o
C selama 10 menit. Setelah didinginkan, ditambahkan air destilata hingga tanda tera. Larutan tersebut digunakan sebagai larutan stok. Pipet larutan stok sebanyak 1, 2, 3, 4, dan 5 ml ke
19 dalam labu takar 100 ml. Larutan asam asetan 1 N ditambahkan sebanyak 0.2, 0.4, 0.6, 0.8 dan 1.0
ml ke dalam masing-masing labu takar. Kemudian tambahkan 2 ml larutan iod 0.2 g I
2
dan 2 g KI dilarutkan dalam 100 ml air destilata ke dalam setiap labu takar, lalu ditera dengan air destilata.
Larutan dibiarkan 20 menit, lalu diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 625 nm.
Pengukuran Sampel Sebanyak 100 mg sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Kemudian ditambahkan 1 ml
etanol 95 dan 9 ml larutan NaOH 1 N ke dalam tabung reaksi. Tabung reaksi kemudian dipanaskan dalam penangas air pada suhu 95
o
C selama 10 menit. Larutan gel pati dipindahkan ke dalam labu takar 100 ml, kemudian ditambahkan air destilata hingga tanda tera dan
dihomogenkan. Larutan dipipet sebanyak 5 ml ke dalam labu takar 100 ml. tambahkan 1 ml asam asetat dan 2 ml larutan iod ke dalam labu takar tersebut, lalu ditera dengan air destilata. Larutan
dibiarkan selama 20 menit, lalu diukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 625 nm. Kadar amilosa contoh dapat dihitung dengan persamaan berikut :
Kadar Amilosa Kadar Amilopektin = Kadar pati
– Kadar amilosa
20
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN 4.1.1 Penepungan Sorgum
Biji sorgum utuh pada awalnya disosoh menggunakan Satake Grain Testing Mill untuk menghilangkan kulit ari dari bijinya. Proses penyosohan dilakukan selama satu menit dengan feed
sebanyak 100 gram Marissa 2012. Proses penyosohan juga bertujuan untuk memisahkan kulit biji sorgum. Selain itu, Proses penyosohan sorgum juga dapat menurunkan kadar tanin sorgum.
Kandungan tanin pada biji sorgum menurun setelah proses penyosohan. Begitu pula dengan protein yang ikut terbawa karena bagian endosperm yang dekat dengan aleuron juga ikut terkikis
Suarni 2004. Sorgum yang mempunyai testa atau kulit biji berwarna gelap coklat mengandung senyawa antigizi yaitu tanin. Tanin merupakan senyawa polifenolik, dapat membentuk kompleks
dengan protein sehingga menurunkan mutu dan daya cerna protein. Senyawa polifenolik juga dapat menghambat aktivitas enzim pencernaan, terutama amilase dan tripsin Despandhe dan
Salunkhe 1982, Keberadaan tanin juga dapat menyebabkan rasa pahit pada produk olahan sorgum.
Biji sorgum sosoh kemudian digiling menjadi tepung sorgum mengunakan pin disc mill dengan ayakan 40 mesh. Sebelum proses penggilingan menjadi tepung sorgum, biji sorgum sosoh
mengalami pengkondisian dengan menambahkan air pada biji sorgum. Pada tahap ini biji sorgum sosoh ditambahkan air sebanyak 10 , 15 , 20 , dan 25 dari berat sorgum. Air yang
ditambahkan harus diaduk agar terdistribusi secara merata pada seluruh biji sorgum. Selanjutnya biji sorgum disimpan dalam kemasan alumunium selama 12 jam agar terjadi kesetimbangan kadar
air pada biji sorgum.
Gambar 3. Grafik pengaruh jumlah air terhadap rendemen tepung sorgum Air yang ditambahkan pada biji sorgum dapat meningkatkan rendemen tepung sorgum
secara signifikan p0.05. Hasil pengukuran pada Gambar 3 menunjukkan bahwa penambahan air sebanyak 25 menghasilkan rendemen yang paling besar 79.60. Rendemen pada tepung
sorgum ini lebih tinggi jika dibandingkan rendemen maksimum pada tepung gandum 71.48 yang telah mengalami pengkondisian dengan kadar air 12 selama 3 hari Kweon et al. 2009. Air
yag ditambahkan dapat melunakan endosperm biji sehingga pada saat digiling mudah hancur dan menghasilkan tepung yang lebih halus. Apabila air yang ditambahkan melebihi 25 maka air
tidak akan meresap ke dalam biji sorgum dan menyebabkan kesulitan dalam proses penepungan. 28,65
a
44,20
b
54,60
c
73,20
d
79,60
e
10 20
30 40
50 60
70 80
90
10 15
20 25
R e
n d
e m
e n
60 m e
sh
Penambahan Air