Gambar 11 memperlihatkan bahwa pemberian 7 mgl biotin memberikan pengaruh terhadap jumlah tunas baru.
Gambar 11A, 11B, dan 11C menunjukkan secara jelas bahwa tunas-tunas baru yang muncul setelah 4 mst. Kondisi tunas
pada saat tersebut masih sangat muda dimana jumlah daun rata-rata 2-3 helai sedangakan pada Gambar 11D umur tunas telah di atas 5 minggu dimana tunas-
tunas baru mulai menunjukan fase dewasa. Gambar 11D memperlihatkan bahwa batang dan daun telah terbentuk sempurna pada kondisi ini tunas-tunas tersebut
telah siap dipisah untuk ditanam dan atau diberi perlakuan untuk pertumbuhan perakaran.
6. Induksi Perakaran.
Sistem perakaran pada embrio somatik merupakan hal yang penting dan sangat dibutuhkan. Secara umum fungsi utama akar pada tanaman in vitro sama
seperti fungsi akar pada tanam lapang yaitu menyerap unsur hara yang terkandung pada media dan sebagai penopang agar tanaman tidak reba. Sifat poli embrioni
yang terdapat pada embrio somatik jeruk memungkinkan embrio somatik untuk menumbuhkan tunas-tunas baru. Akar pada kondisi tersebut yang terbentuk pada
tunas primer tidak akan cukup banyak untuk menyarap hara pada media untuk itu diperlukan pengiduksian akar pada tanaman hasil multiplikasi tunas embrio
somatik tersebut. Percobaan induksi perakaran dilakuan pada tunas hasil multiplikasi dengan beberapa jenis ZPT golongan auksin. Auksin merupakan
golongan zat pengatur tumbuh yang dapat mengatur terjadinya pertumbuhan akar Liu et al. 1998. Gaspar et al. 1996 menyatakan bahwa auksin sangat
diperlukan dalam organogenesis termasuk dalam pembentukan akar. Auksin
A C
B
Gambar 11. Multiplikasi tunas dengan penambahan 7 mgl Biotin tanda panah merupakan tunas baru A , B , C = tunas umur 4 mst, D = tunas dewasa
D
dengan konsentrasi yang tepat dapat meningkatkan inisiasi dan induksi akar IBA, NAA dan IAA Nandagopal Kumari 2007.
Tabel 5. Pengaruh IBA, NAA dan IAA terhadap induksi perakaran 5 mst
Media kultur MW dengan
penambahan ZPT mgl
Induksi akar
Jumlah tunas
Jumlah tunas
berakar Saat
muncul akar
Hari Jumlah
akar Panjang
Akar Cm
Efisiensi induksi
akar
Kontrol IBA 3 mgl
NAA 3 mgl IAA 3 mgl
15 15
15 15
2 13
11 9
26.0 b 15.3 a
18.0 a 18.4 a
0.30 c 5.40 a
3.70 b 3.50 b
0.46 c 1.34 a
0.96 b 0.93 b
13.3 86.6
73.3 69.0
Keterangan :Angka yang diikuti huruf yang sama pada setiap peubah pada kolom yang sama menunjukan tidak berbeda nyata P0.05 pada uji DMRT. Media dasar yang
digunakan Murashige Skoog dengan penambahaan vitamin morel wetmore.
Dari hasil percobaan yang telah dilakukan diperoleh informasi bahwa dengan menambahkan 3 mgl IBA dapat menginduksi terbentuknya akar pada
tunas embrio somatik jeruk. Semua jenis auksin yang digunakan dapat menginduksi terbentuknya akar Tabel 5.
Tabel 5 menunjukan bahwa pemberian auksin IBA, NAA, dan IAA pada tunas tidak berpengaruh nyata terhadap peubah saat muncul akar tetapi berbeda
nyata dengan tunas tanpa auksin. Pemberian 3 mgl IBA memberikan pengaruh yang nyata pada peubah jumlah akar dan panjang akar. Pemberian 3 mgl IBA
lebih baik dari pada 3 mgl NAA dan 3 mgl IAA dengan efisiensi keberhasilan pembentukan akar menggunakan ZPT IBA sebesar 86. Kemudian diikuti NAA
sebesar 73.3 dan IAA sebesar 69 . Efek IBA terhadap keberhasilan dalam menginduksi akar juga di laporkan Islam et al. 2005 dimana efesiensi perakaran
tanaman Cicer arietinum naik sampai 90 dengan pemberian 0.50 mgl IBA. Sedangkan pada tanaman Sugarcane penambahan 3 mgl IBA memberikan
efisiensi perakaran sebesar 88 . Pengaruh IBA terhadap peubah saat muncul akar lebih baik jika
dibandingkan dengan NAA dan IAA walaupun tidak berpengaruh nyata. IBA pada peubah muncul akar merupakan ZPT yang tercepat dalam mengiduksi
terjadinya perakaran dimana lama waktu yang dibutuhkan selama 15.3 hari kemudian diikuti oleh IAA dan NAA dengan lama induksi 18.4 dan 18 hari
sedangkan tanaman kontrol membutuhakn waktu lebih lama yaitu 26 hari. Hal
yang sama dilaporkan Gantait et al. 2009 bahwa IBA merupakan ZPT yang sangat baik untuk kecepatan induksi perakaran pada tunas Dendrobium
chrysotoxum bila dibandingkan dengan NAA dan IAA.
Selain itu IBA juga merupakan ZPT yang sangat respon terhadap pertambahan jumlah dan panjang akar Polat Caliskan 2008. Pemberian 2
mgl IBA juga telah dilaporkan berhasil menginduksi terjadi kecepatan muncul akar pada tanaman kedelai dimana akar mulai muncul pada hari ke 12 Liu et al.
1998. IBA pada peubah jumlah dan panjang akar Tabel 12 dengan konsentrasi
yang sama masih merupakan ZPT yang lebih baik jika di bandingakn dengan NAA dan IAA dimana rata-rata jumlah akar yang terbentuk 5.40 sedangkan pada
NAA dan IAA sebesar 3.7 dan 3.5. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Ucelar et al.
2004 yang menyimpulkan bahwa IBA sangat baik digunakan untuk menginduksi banyaknya jumlah akar primer pada buah kiwi dan panjang akar
pada jeruk Bhatt Tomar 2010. IBA merupakan ZPT yang baik untuk merangsang aktifitas perakaran seperti memproduksi jumlah akar Tabel 5 hal
tersebut didukung oleh pendapat Hassan et al. 2010 yang mendapatkan jumlah akar rata-rata 6.2 dengan penambahan konsentrasi 2.0 mgl IBA pada tunas Ficus
glomerata. Hal ini menurut Islam et al. 2005 karena pada IBA kandungan
kimianya lebih stabil dan persistensi lebih lama. IAA biasanya mudah menyebar kebagian lain sehingga menghambat perkembangan serta pembentukan akar.
Gambar 12. Variasi induksi perakaran tunas dengan penambahan IBA, NAA dan IAA A = tanaman kontrol umur 5 mst, B = induksi perakaran dengan 3 mgl IBA umur 5
mst, C = induksi perakaran dengan 3 mgl NAA umur 5 mst, D = induksi perakaran dengan 3 mgl IAA umur 5 mst.
A B
C D
Penggunaan NAA yang kurang tepat konsentrasinya akan memperkecil peluang terbentuknya akar Ghopitha et al. 2010.
Gambar 12A memperlihatkan bahwa tunas pada media kontrol MW tanpa ZPT juga dapat tumbuh akar tetapi tidak sebanyak tunas yang diberi ZPT
Gambar 12B, 12C dan 12D. Waktu yang diperlukan untuk induksi akar pada media kontrol cukup lama sekitar rata-rata 26 hari dengan jumlah akar rata-rata
0.30. Hal ini dapat terjadi karena kandungan endogen auksin yang terdapat pada tunas masih dapat digunakan untuk pembentukan akar. Liu et al. 1998 yang
menyatakan bahwa endogenous auksin pada tunas dapat merubah arah perkembangan atau pertumbuhan.
7. Penghitungan Jumlah Kromosom