Embrio Somatik Sekunder Study Regeneration of Tengerine Citrus Batu 55 (Citrus reticulata) Through Somatic Embryogenesis Path Way

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada sampel akar dari tunas hasil ES diketahui bahwa jumlah kromosom tanaman sampel berjumlah 2x = 18. Hal ini membuktikan bahwa pada sistem perbanyakan dengan teknologi ES ternyata tidak mempengaruhi jumlah kromosom dari pada tanaman sampel. Gambar 13 menunjukkan bahwa jumlah kromosom pada akar 2n=2X=18 artinya bahwa secara in vitro tidak terdapat perbedaan yang nyata antara jumlah kromosom hasil ES dengan jumlah kromosom hasil in vivo. Indarayasa 2010 menyatakan bahwa umur kultur yang lama dapat mempengaruhi tingkat ploidi pada tanaman in vitro jeruk 2n = 2X=18 menjadi 2n = 3X=27. Jumlah kromosom berhubungan dengan ukuran sel karena semakin banyak jumlah kromosom yang terdapat dalam satu sel maka akan mempengaruhi ukuran sel tersebut, selain itu jumlah kromosom juga dapat mewakili tingkat ploidi Suryo 2007. Jumlah kromosom merupakan sarana karakterisasi pada tingkat seluler untuk identifikasi pada tanaman. Pengamatan kromosom hasil regenerasi secara ES memperlihatkan bahwa jumlah kromosom tersebut dapat mewakili tingkat ploidi dari jeruk keprok batu 55 hasil ES. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan dari Sastrosumarjdo 2008 yang menyatakan bahwa pengamatan pada kromosom dapat digunakan untuk klasifikasi atau penggolongan dari spesies yang dilihat dari jumlah dan bentuknya.

8. Embrio Somatik Sekunder

Embrio somatik sekunder merupakan produk dari embrio somatik primer dimana pada keadaan tertentu embrio somatik primer mampu memproduksi lagi embrio somatik. Embrio somatik sekunder pada jeruk muncul ketika media kultur mengandung GA 3 . Tepatnya ketika proses perkecambahan dari embrio somatik primer. Tokuji dan Kuriyama 2003 melaporkan bahwa GA 3 mampu memproduksi embrio somatik sekunder ketika embrio somatik primer memasuki fase globular. Kemunculan embrio somatik sekunder juga dikaitkan dengan perlakuan eksogen yang diberikan seperti pengaruh pemberian GA 3 Sutanto Azis 2006. Banyak embrio somatik pada saat melakukan pengecambahan membentuk embrio somatik sekunder, sehingga menyebabkan jumlah embrio somatik bertambah banyak, akan tetapi untuk memperoleh planlet dari jumlah embrio yang dihasilkan diperlukan waktu yang lama karena memerlukan waktu untuk mendewasakan embrio somatik sekunder menjadi planlet Mujib Samaj 2009. Pendewasaan embrio somatik sekunder menggunakan konsentrasi media terbaik pada embrio somatik primer yaitu 2.5 mgl ABA. Hal yang sama juga digunakan pada perkecambahan embrio somatik sekunder dimana konsentrasi terbaik terdapat pada 2.5 mgl GA 3 . Tabel 6. Pengaruh penambahan ABA terhadap pendewasaan embrio somatik sekunder dan primer pada umur 4 minggu setelah tanam Media kultur MW dengan Penambahan 2.5 mgl ABA Tahap pendewasaan embrio somatik sekunder Jumlah globular awal Fase jantung Fase terpedo Fase Kotiledon Efisiensi pendewasaan ES sekunder ES primer 15 15 5.4 6.2 4.2 3.6 4.3 5.0 92.6 98.6 Tabel 6 menunjukan bahwa terdapat penurunan efisiensi pendewasaan pada embrio somatik sekunder. Efisiensi pendewasaan pada embrio somatik sekunder sebesar 92.6 jika dibandingkan dengan embriosomatik primer sebesar 98.6 terjadi penurunan 0.6. Ini berarti dengan menggunakan embrio somatik sekunder kita masih bisa mendapatkan efisiensi pendewasaan yang tinggi sehingga embrio somatik sekunder masih bisa digunakan untuk perbanyakan selanjutnya. Pola fase pendewasaan pada embrio somatik sekunder sam dengan embrio somatik primer dimana perkembangan setelah fase globular adalah fase jantung, fase terpedo dan kotiledon. Embrio somatik sekunder pada Gambar 14 terlihat dapat tumbuh pada saat fase-fase tertentu. Gambar 14A dan 14B menjelaskan bahwa embrio somatik sekunder tumbuh pada media perkecambahan embrio somatik primer dimana pada media kultur tersebut mengandung GA 3 . Pada Gambar 14C kalus embrio somatik sekunder tumbuh pada fase globular hal ini diduga karena pengaruh eksogen yang diberikan mampu menumbuhkan embrio somatik sekunder. Oktavia et al. 2003 menjelaskan bahwa eksogen sangat berperan aktif dalam membantu proses pembelahan sel pada planlet yang dikulturkan. Tabel 7. Pengaruh penambahan GA 3 terhadap perkecambahaan embrio somatik sekunder dan primer pada umur 4 minggu setelah tanam Media kultur MW dengan Penambahan 2.5 mgl GA 3 Tahap Perkecambahaan embrio somatik sekunder Jumlah kotiledon Awal Planlet Efisiensi perkecambahaan ES sekunder ES primer 10 10 8.8 8.4 88.0 84.0 Tabel 7 menunjukan bahwa pada perkecambahan embrio somatik sekunder mengalami kenaikan sebesar 4 dimana efisiensi perkecambahan menjadi 88.0. planlet yang terbetuk pada perkecambahan embrio somatik sekunder sebesar 8.8 sedangkan pada perkecambahan embrio somatik primer sebesar 8.4. terjadi peningkatan 0.4. Gambar 15 menjelaskan urutan fase pendewasaan embrio somatik sekunder dengan penambahan 2.5 mgl ABA, A B Gambar 14. Embrio somatik sekunder A dan B = kalus embrio somatik sekunder pada fase perkeecambahan embrio somatik primer. C= kalus embrio somatik sekunder pada fase globular C sedangkan pada efisiensi perkecambahan embrio somatik primer hanya 84.0. Hal serupa pernah dilaporkan Sukmadjaja 2005 yang mendapatkan embrio somatik sekunder dihasilkan relatif sama dengan embrio somatik primer pada media dengan kandungan GA 3 pada cendana

9. Aklimatisasi