10
3.3 Metode Penelitian
Penelitian lumut dilakukan dengan menggunakan metode eksplorasi dan koleksi flora yaitu dengan cara jelajah, yaitu melakukan penjelajahan di sepanjang jalur
pengamatan atau disesuaikan dengan keadaan lapangan Rugayah et al, 2004. Luas penjelajahan ± 7 ha.
3.4 Pelaksanaan Penelitian 3.4.1 Dilapangan
Jenis- jenis lumut daun yang ditemukan dicatat karakter penting meliputi substrat atau tempat tumbuh, sifat hidup, warna kemudian diphoto, dikoleksi dari tempat
tumbuhnya dengan menggunakan pisau atau alat pencongkel. Pengambilan spesimen lumut diusahakan selengkap mungkin, meliputi fase generasi gametofit tumbuhan
lumutnya sendiri dan generasi sporofit bagian yang menghasilkan spora. Kemudian dimasukkan ke dalam amplop spesimen. Dilakukan pengukuran faktor fisik, meliputi,
pengukuran titik ordinat dengan menggunakan GPS Global Positioning System, altimeter untuk ketinggian tempat, suhu udara dengan termometer, kelembaban udara
dengan higrometer, intensitas cahaya dengan luxmeter.
3.4.2 Di Laboratorium
Spesimen lumut yang dikoleksi diawetkan dengan cara dikering anginkan agar tidak rusak lembab dan berjamur. Dilakukan pengamatan anatomi daun dengan cara
diambil potongan spesimen lumut secukupnya, selanjutnya potongan tersebut direndam dalam air, lumut pada bagian pangkalnya dijepit dengan pinset runcing
daunnya dirontokkan dari atas ke bawah. Daun diratakan di atas gelas preparat, ditutup dengan gelas penutup, dan diamati di bawah mikroskop. Dicatat karakter
seperti bentuk daun, tepi, ujung, pangkal, pertulangan daun costa, bentuk sel daun yang meliputi sel alar pada bagian pangkal dan sel-sel pada helaian daun.
Universitas Sumatera Utara
11 Selanjutnya dideterminasi di Herbarium MEDANENSE MEDA USU Lampiran 2
dengan menggunakan buku-buku acuan antara lain:
1. A Handbook of Malesian Mosses volume 1 Eddy, 1988 2. A Handbook of Malesian Mosses volume 2 Eddy, 1990
3. A Handbook of Malesian Mosses volume 3 Eddy, 1996 4. A Guide to the Mosses of Singapore Tan Chuan, 2008
5. Mengenal Bryophyta Lumut Taman Nasional Gunung Gede Pangrango Volume 1 Hasan Nunik, 2004.
6. Mosses of The Philippines. The Philippine journal of Science Bartram, E.B, 1939
2.3 Analisis Data
Data Jenis-jenis lumut daun disajikan dalam bentuk deskripsi morfologi yang dilengkapi dengan ketinggian tempat, dan gambaran habitat secara umum dari
masing-masing jenis lumut daun.
Universitas Sumatera Utara
12
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Jenis-jenis Musci Lumut daun
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di hutan Telagah TNGL diperoleh 34 marga lumut daun dengan 50 jenis, keseluruhan jenis dikelompokkan ke dalam 19
suku yang teridentifikasi sedangkan tiga jenis belum diketahui sukunya, seperti yang ditampilkan pada Tabel 4.1.
4.1. Jenis Musci di Hutan Telagah Taman Nasional Gunung Leuser
No Suku
Jenis
1 Bartramiaceae
Philonotis hastata 2
Bryaceae Bryum apiculatum
3 Bryum sp.
4 Bryum clavatum
5 Rhodobryum giganteum
6 Calymperaceae
Syrrhopodon muelleri 7
Syrrhopodon sp.1 8
Dicranaceae Campylopodium medium
9 Campylopus serratus
10 Campylopus umbellatus
11 Campylopus sp 1.
12 Campylopus sp 2.
13 Dicranella setifera
14 Dicranoloma reflexum
15 Leucoloma molle
16 Diphysciaceae
Diphysciacium longifolium 17
Fissidentaceae Fissiden geminiflorus
18 Fissiden zippelianus
19 Fissiden sp1.
20 Funariaceae
Enthosthodon buseanus 21
Hylocomiaceae Foreauella orthothecia
22 Hypnaceae
Ectropothecium buitenzorgii 23
Isopterigium Minuteramium 24
Taxiphyllum taxirameum 25
Vesicularia montagnei 26
Hypnodendraceae Hypnodendron reindwardtii
27 Leucobryaceae
Lecobryum sumateranum
Universitas Sumatera Utara
13 Tabel 4.1. lanjutan
No Suku
Jenis
28 Leucobryaceae
Leucophanes glaucum
29 Meteoriaceae
Barbella comes 30
Octoblepharaceae Octoblepharum albidum
31 Polytrichaceae
Pogonatum cirratum 32
Pogonatum flexicaule 33
Pogonatum teysmannianum 34
Pogonatum sp1. 35
Pogonatum sp2. 36
Pottiaceae Barbula consanguinea
37 Barbula pseudo-ehrenbergii
38 Barbula indica
39 Rhizogoniaceae
Pyrrhobryum spiniforme 40
Rhizogonium cf lamii 41
Schistomitriaceae Cladopanthus pilifer
42 Sematophyllaceae
Acroporium sigmatodontium 43
Acroporium sp1. 44
Sematophyllum tristiculum 45
Trismegistia lancifolia 46
Thuidiaceae Thuidium plumulosum
47 Thuidium sp.
48 Unidentified
Spesies A 49
Unidentified Spesies B
50 Unidentified
Spesies C Hasil penelitian ini menunjukkan kekayaan lumut di Kawasan Hutan Taman
Nasional Gunung Leuser TNGL cukup tinggi jika dibandingkan dengan penelitian sejenis yang pernah dilakukan oleh Herlinawati 2010 di Hutan Lindung Aek Nauli
Sumatera Utara, dimana ditemukan 20 jenis lumut yang termasuk ke dalam 14 suku. Windadri 2010 di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, Lampung memperoleh 37
lumut jenis yang termasuk 23 marga dalam 11 suku. Windadri 2010 di Kawasan Cagar Alam Duwus Ingul, Jasinga Jawa Barat menemukan 38 jenis lumut yang
termasuk 26 marga dalam 14 suku.
Dari 19 suku yang ditemukan, secara umum hidup di seluruh tipe hutan. Gradstein Pocs 2009 mengemukakan bahwa sekitar 90 Bryophyte di hutan
hujan tropis termasuk pada suku Calymperaceae, Dicranaceae, Fissidentaceae, Hookeriaceae,
Hypnaceae, Meteoriaceae,
Neckeraceae, Orthotrichaceae,
Pterobryaceae,dan Sematophyllaceae.
Universitas Sumatera Utara
14 Dari Tabel 4.1 diketahui bahwa Suku Dicranaceae memiliki jenis terbanyak
yaitu delapan jenis, diikuti Polytrichaceae sebanyak lima jenis, Bryaceae, Hypnaceae dan Sematophyllaceae sebanyak empat jenis, Fissidentaceae dan Pottiaceae sebanyak
tiga jenis, Calymperaceae, Leucobryaceae, Rhizogoniaceae, Thuidiaceae sebanyak dua jenis, dan famili lainnya masing-masing satu jenis.
Dicranaceae merupakan lumut yang dominan di lokasi penelitian dengan berbagai substrat, seperti di tanah, kayu lapuk dan menyukai tempat terbuka. Hal ini
dikarenakan jenis-jenis dari famili Dicranaceae merupakan tumbuhan dengan penyebaran yang luas kosmopolit. Menurut Sehnem 1953 dan Frahm 1991 dalam
Liuizi-Ponzo Barth 1999, famili Dicranaceae mempunyai wilayah distribusi geografi yang luas, ditemukan mulai dari Artik, Antartik, hutan Temperate, hutan
tropis dan hutan subtropis. Selanjutnya Eddy 1988 menyatakan di wilayah tropis Dicranaceae banyak melimpah pada setiap ketinggian. Suku Dicranaceae jarang
ditemukan dengan spora, sehingga memungkinkan suku ini lebih mengutamakan perkembangan secara vegetatif. Menurut Glime 2006 reproduksi secara vegetatif
cenderung lebih sukses mengkolonisasi wilayah lebih luas dari pada dengan spora. Salah satu jenis dari suku Dicranaceae yang banyak ditemukan adalah Leucoloma
molle, tumbuh epifit di batang pohon. Culmse Gradstein 2010 melaporkan di Sulawesi jenis Leucoloma molle merupakan yang biasa ditemukan tumbuh di pohon
sekitar 70 dan melimpah pada setiap ketinggian.
Hal yang sama diperkirakan juga berlangsung pada suku Polytrichaceae, Bryaceae, Hypnaceae, dan Sematophyllaceae sehingga menyebabkan suku-suku ini
mempunyai penyebaran yang sangat luas. Keempat suku tersebut merupakan lumut kosmopolit yang memiliki kisaran toleransi yang besar untuk tumbuh. Eddy 1988
menyatakan Polytrichaceae memiliki keanekaragaman yang melimpah tersebar di daerah tropis Asia dan secara khusus tumbuh di substrat tanah yang kaya akan mineral
tapi lebih sering di tanah humus. Selanjutnya Hyvo¨nen 2010, menambahkan salah satu jenis dari suku Polytrichaceae , yaitu Pogonatum berhasil mengkolonisasi daerah
terbuka ataupun pinggir jalan.
Universitas Sumatera Utara
15 Keempat suku tersebut tersebar sangat luas juga disebabkan proses
perbanyakannya seperti pada suku seperti pada suku Bryaceae. Alkan et al., 2007 menyatakan famili Bryaceae melakukan perbanyakan secara vegetatif dan spora.
Bryaceae sebagian besar terdistribusi dari Eropa, Asia, Amerika Utara, Australia, dan New Zeland. Bryaceae dapat tumbuh di tanah, celah batu, tebing dan batang pohon.
Sematophyllaceae yang ditemukan empat genera. Sematophyllaceae biasanya ditemukan di hutan hujan tropis dan terdistribusi disebagian besar di hutan lembab
dengan habitat epifit pada kulit kayu, kayu lapuk, kadang-kadang epiphyll, dan agak jarang pada batu atau lantai hutan yang lembab Ramsey et al, 2002 dalam
Pollawatan, 2010.
Hypnaceae yang ditemukan terdiri dari empat genera. Hypnaceae salah satu suku terbesar dari kelompok Pleurocarpus yang terdiri dari 60 genus. Keempat genera
ini terdapat di semua tipe habitat. Jenis yang sering ditemukan adalah Ectropothecium buitenzorgi Tan, et al. 2006 melaporkan di Gunung Halimun jenis ini tumbuh pada
habitat batang pohon, bebatuan dan kayu lapuk pada ketinggian 1000-1600 mdpl.
Dari Tabel 4.1 juga dapat dillihat bahwa suku Fissidentaceae dan Pottiaceae yang ditemukan hanya terdiri satu genus. Suku Fissidentaceae merupakan marga
terbesar, mempunyai beberapa ratus spesies Eddy, 1988. Iskandar 2010 melaporkan di Kebun Raya Cibodas ditemukan 12 jenis suku Fissidentaceae. Tiga
jenis diantaranya tumbuh di tempat yang teduh atau ternaungi dan di berbagai substrat seperti kayu lapuk, batu, dan tanah berpasir. Hal tersebut sesuai dengan apa yang
dikemukakan Eddy 1988, Fissidentaceae merupakan lumut kosmopolit dan sangat representativ di kawasan Malesia. Suku Fissidentaceae dapat ditemukan pada hampir
semua tipe habitat dimana habitat tersebut mendukung untuk pertumbuhan Bryophyte.
Suku Pottiaceae hanya satu genus yang ditemukan yaitu Barbulla. Menurut Eddy 1988 genus Barbulla penyebarannya sangat baik di Kawasan Malesia.
Pottiaceae ditemukan tumbuh di substrat batu, tanah dan langsung terpapar cahaya matahari. Zander, 1996 menyatakan bahwa Pottiaceae termasuk famili ekstrim tahan
terhadap cuaca kering, dingin, daerah yang rusak. Hal ini dikarenakan karena struktur
Universitas Sumatera Utara
16 morfologi dan fisiologi yang bervariasi. Selanjutnya Smith 1980 dalam Erkara
Savaroglu 2008 menambahkan Pottiaceae termasuk famili yang menyukai habitat terbuka dengan intensitas cahaya tinggi.
4.3 Karakteristik Morfologi