III. LANDASAN TEORI
3.1 Diagram suhu dan konsentrasi
Hubungan antara suhu dan konsentrasi pada sistem pendinginan absorpsi dengan fluida kerja ammonia – air ditunjukkan oleh Gambar 6 :
1,2,3,4,5 : Larutan ammonia – air di dalam tabung G-A
2”,3” : Uap ammonia yang dihasilkan selama proses regenerasi
1,2,3,4,5 : Ammonia murni di dalam tabung K-E Gambar 6. Diagram suhu – konsentrasi siklus pendinginan absorpsi intermitten
menggunakan ammonia – air Kondisi awal larutan ammonia – air dalam tabung G-A ditunjukkan oleh
titik 1 dan ketika panas diberikan ke tabung G-A, suhu serta tekanan larutan naik, ditunjukkan oleh garis 1-2. Pada titik 2, larutan menjadi jenuh dan tekanan sistem
sama dengan tekanan jenuh larutan ammonia – air yang dipengaruhi oleh suhu kondensasi, penambahan panas pada tabung G-A mengakibatkan meningkatnya
suhu larutan dengan tekanan konstan dan uap yang terbentuk ditunjukkan oleh
1 2
2”
x
1
’=x
2
’ x
2
” 1
3” 3
x
3
” x
3
’,x
4
’ t
P = Pc = P
3
= P
2
= Pg
4 t
23
= t
1
= t
4
= t
5
= tc 5
P
5
P
4
P
1
2, 3 t
3
,t
3”
t
2
,t
2”
x 5
garis uap jenuh
garis cair jenuh
1 4
x
5
’
garis 2” – 3”. Uap ammonia hasil distilasi mempunyai konsentrasi yang lebih tinggi daripada larutan ammonia. Apabila tekanan sistem pada proses regenerasi
tetap konstan, kondisi uap distilasi akan mengikuti garis uap jenuh sementara kondisi larutan ammonia – air di tabung G-A mengikuti garis cair jenuh.
Uap hasil regenerasi masuk tabung K-E melalui rektifier yang berfungsi untuk memisahkan uap ammonia dari larutan ammonia – air. Tabung K-E
didinginkan dengan air dan laju pendinginannya diatur untuk memastikan kondensasi sempurna dari uap refrigeran yang masuk, serta untuk menjaga
tekanan sistem sama dengan tekanan jenuh refrigeran yang dipengaruhi oleh suhu kondensasi. Pada proses rektifikasi yang ideal uap yang meninggalkan rektifier
adalah refrigeran murni, refrigeran yang dihasilkan adalah refrigeran ammonia murni yang jenuh pada titik 23. Secara teoritis, suhu kondensasi jenuh t
2
sama dengan suhu air pendingin.
Titik 3 menggambarkan akhir dari proses regenerasi dan tergantung pada suhu maksimum yang dapat dicapai oleh tabung G-A. Tabung G-A kemudian
didinginkan dengan air sehingga suhu larutan lemah di dalamnya berubah pada konsentrasi konstan dari t
3
menjadi t
4
dan tekanannya berubah dari P
3
menjadi P
4
. Apabila selama proses pendinginan ini, suhu pendinginan sama dengan suhu
lingkungan maka suhu refrigeran dalam tabung K-E sama dengan suhu larutan lemah di tabung G-A t
2
= t
4
. Sebagai akibat proses pendinginan dengan air ini, tekanan tabung G-A menjadi lebih rendah dari tekanan di tabung K-E. Suhu dan
konsentrasi larutan dalam tabung G-A juga menjadi rendah sehingga tabung G-A bekerja sebagai absorber.
Saat katup penghubung dibuka, beberapa refrigeran ammonia dalam tabung K-E pada titik 23 berpindah secara adiabatik akibat beda tekanan ke dalam
tabung G-A sehingga meningkatkan konsentrasi larutan dalam tabung G-A dari X
4
’ menjadi X
5
’ dan mengakibatkan penurunan suhu refrigeran ammonia dari t
2
menjadi t
5
. Pada akhir proses perpindahan refrigeran ammonia secara adiabatik ini, tekanan tabung G-A sama dengan tekanan tabung K-E P
5
= P
5
dan tabung K-E bekerja sebagai evaporator. Refrigeran ammonia dalam tabung K-E
terevaporasi dengan mengambil panas dari lingkungan sehingga menciptakan efek pendinginan. Uap ammonia yang dihasilkan diserap oleh larutan ammonia di
dalam tabung G-A serta terjadi pelepasan panas ke lingkungan secara isothermal t
1
= t
5
. Suhu refrigeran ammonia dalam tabung K-E berubah dari t
5
menjadi t
1
, dan konsentrasi larutan ammonia dalam tabung G-A meningkat dari x
5
’ menjadi konsentrasi awal x
1
’.
3.2 Diagram entalpi – konsentrasi