Kebakaran hutan Bencana banjir Kesulitan air bersih dan pencemaran air
permukaan kedap
air menyebabkan
berkurangnya infiltrasi,
menurunkan pengisian air bawah tanah recharge dan
meningkatkan aliran permukaan run off. Penurunan muka air tanah secara langsung
mempengaruhi penurunan
debit dan
peningkatan run
off secara
langsung mempengaruhi peningkatan debit.
Konversi hutan
alam untuk
pembangunan perkebunan kelapa sawit terus berlangsung sampai saat sekarang walaupun
di Indonesia sudah tersedia lahan kritis dan lahan terlantar dalam skala yang sangat luas,
sekitar 30 juta hektar, sebagai akibat aktifitas pembukaan danatau eksploitasi hutan untuk
berbagai
keperluan Badan
Planologi Kehutanan
dan Perkebunan
2000. Perkebunan kelapa sawit mulai berkembang
pesat sejak
tahun 1978
dengan laju
pertumbuhan luas per tahun yang sangat tinggi, yaitu 21,7 perkebunan swasta,
2,9 perkebunan negara dan 19,3 perkebunan rakyat. Untuk mendapatkan
lahan yang dibutuhkan, cara yang paling sering ditempuh oleh pengusaha adalah
melakukan konversi kawasan hutan, karena mekanisme untuk mendapatkannya relatif
mudah dan mereka memperoleh keuntungan dari hasil tebangan kayu. Kondisi ini
menyebabkan hampir seluruh perkebunan kelapa sawit yang ada merupakan areal
pertanaman baru new planting dari areal hutan produksi yang dapat dikonversi. Salah
satu elemen hutan tanaman industri HTI yang masih produktif adalah hutan alam dan
besarnya rata-rata 22 dari seluruh kawasan hutan yang dikelola. Besarnya hutan alam
yang dikonversi dalam pembangunan HTI sampai pada Juni 1998 adalah seluas 1 Juta
Ha. Hal ini berarti kerusakan hutan alam yang terjadi
merupakan salah
satu dampak
pembangunan HTI
Kartodiharjo dan
Supriono 2000. Dampak negatif terhadap lingkungan
menjadi bertambah serius karena dalam prakteknya pembangunan perkebunan kelapa
sawit tidak hanya terjadi pada kawasan hutan konversi, melainkan juga dibangun pada
kawasan hutan produksi, hutan lindung, dan bahkan di kawasan konservasi yang memiliki
ekosistem yang unik dan mempunyai nilai keanekaragaman
hayati yang
tinggi Manurung 2000, Potter and Lee 1998.
Beberapa studi telah menemukan penurunan jumlah 80 untuk tanaman dan 80 - 90
untuk mamalia, burung, dan reptilia dalam keragaman hayati sebagai akibat konversi
lahan hutan menjadi perkebunan kelapa sawit. Perkembangan perkebunan kelapa sawit
sangat berkorelasi positif dengan tingginya kasus illegal loging yang begitu marak sejak
tahun 1998 - 2007. Selain itu, pembangunan perkebunan kelapa sawit turut bertanggung
jawab sebagai salah satu penyebab utama bencana kebakaran hutan dan lahan seluas 10
Juta ha pada tahun 1997 - 1998. Total kerugian ekonomi akibat kebakaran hutan dan
lahan pada tahun 1997 - 1998 diperkirakan mencapai US 9,3 Milyar Bappenas 2000.
Menurut data Sawit Watch tahun 2004, luas kebun sawit di Indonesia saat ini
berjumlah 7,4 Juta ha yang menghasilkan 18,7 Juta ton minyak sawit mentah crude palm oil
CPO . Seperempat bagian atau 4,5 Juta ton
dari minyak sawit mentah tersebut digunakan untuk konsumsi domestik, sedangkan sisanya
ditujukan untuk
pasar ekspor.
Secara ekonomi, ada nilai tambah yang diperoleh dari
minyak sawit, namun ada nilai yang tak terhitung besarnya akibat kerusakan alam
yang ditimbulkannya. Adapun beberapa dampak yang timbul akibat perluasan dan
pengembangan perkebunan kelapa sawit, diantaranya: