Neraca Air Lahan dan Tanaman

1. Menyusun Hypothetical market 2. Penentuan besarnya penawaranlelang bid curve 3. Menghitung rataan WTP danatau WTA 4. Menjumlahkan data 5. Mengevaluasi perhitungan CVM Secara prinsip, metode ini memiliki kemampuan dalam menilai keuntungan dari penyediaan barang lingkungan dan juga mampu menentukan pilihan estimasi pada kondisi yang tidak menentu. Prinsip yang mendasari metode ini adalah bahwa bagi orang yang memiliki preferensi tetapi tersembunyi terhadap seluruh jenis barang lingkungan, kemudian diasumsikan bahwa orang tersebut mempunyai kemampuan mentransformasi preferensi ke dalam bentuk nilai moneter atau uang. Asumsi selanjutnya, orang tersebut akan bertindak seperti yang dikatakan ketika situasi hipotesis yang disodorkan menjadi kenyataan pada masa yang akan datang. Asumsi tersebut menjadi dasar metode ini untuk menanyakan berapa jumlah tambahan uang yang ingin dibayar oleh seseorang atau rumah tangga untuk memperoleh peningkatan kualitas lingkungan. Pertanyaan tersebut digunakan untuk menentukan suatu pasar hipotesis terhadap perubahan lingkungan yang diinginkan. Tujuan dari CVM adalah untuk menghitung nilai atau penawaran yang mendekati, jika pasar dari barang-barang lingkungan tersebut benar-benar ada. Oleh karena itu, pasar hipotesis harus sebisa mungkin mendekati kondisi pasar yang sebenarnya. Responden harus mengenal dengan baik kondisi yang ditanyakan dalam kuisioner dan alat hipotetik yang dipergunakan untuk pembayaran. Pendekatan CVM dilakukan dengan cara menentukan kesediaan membayar WTP dari konsumen. Pendekatan ini dapat diterapkan pada keadaan yang dapat menimbulkan kesenangan estetic seperti pemandangan alam, kebudayaan, historis dan karakteristik lain yang unik. Penilaian lingkungan secara langsung dapat dilakukan dengan menggunakan teknik penentuan nilai hipotesis dari barang lingkungan yang ingin di nilai Hufschmidt et al 1987. Metode ini lebih fleksibel dan diakui bersifat judgment value, sebab pertanyaan diperoleh dari pertanyaan hipotesis. Namun, dalam pelaksanaannya, CVM mempunyai kelemahan yang perlu diperhatikan dalam penerapannya. Kelemahan utamanya adalah munculnya bias. Bias terjadi jika terdapat nilai yang kurang dari nilai yang sebenarnya diinginkan oleh masyarakat ataupun nilai yang melebihi dari nilai yang sebenarnya diinginkan. Sumber-sumber bias menurut Fauzi 2004 ditimbulkan oleh dua hal utama, yaitu: 1 Bias yang timbul karena strategi yang keliru. Ini terjadi misalnya jika kita melakukan wawancara dan dalam kuisioner kita nyatakan bahwa responden akan dipungut biaya untuk perbaikan lingkungan, sehingga timbul kecenderungan responden untuk member nilai kurang dari yang sebenarnya. Sebaliknya, jika kita nyatakan bahwa wawancara semata-mata hanya hipotesis belaka, maka akan timbul kecenderungan responden untuk memberikan nilai yang lebih dari sebenarnya. 2 Bias yang ditimbulkan oleh rancangan penelitian. Bias ini bisa terjadi jika informasi yang diberikan pada responden mengandung hal-hal yang kontroversial. Misalnya, responden ditawari bahwa untuk melindungi kawasan wisata alam dari pencemaran limbah oleh pengunjung, karcis masuk harus dinaikkan. Hal tersebut tentu saja akan memberikan nilai WTP yang lebih rendah daripada jika alat pembayaran dilakukan dengan cara lain misalnya melalui yayasan, trust fund , dan sebagainya. Surplus konsumen timbul karena konsumen menerima lebih dari yang dibayarkan dan bonus ini berakar pada hukum utilitas marginal yang semakin menurun. Sebab timbulnya surplus konsumen karena konsumen mampu membayar untuk tiap unit berdasarkan nilai unit terakhir. Surplus konsumen mencerminkan manfaat yang diperoleh karena dapat membeli semua unit barang pada tingkat harga rendah yang sama. Secara sederhana, surplus konsumen dapat diukur sebagai bidang yang terletak diantara kurva permintaan dan garis harga Samuelson dan Nordhaus 1990, dalam Djijono 2003. Besarnya surplus konsumen dapat dilihat pada gambar berikut, yaitu area atau bidang di bawah kurva permintaan dan diatas garis harga Gambar 2.

2.2. Neraca Air Lahan dan Tanaman

Neraca air lahan merupakan suatu estimasi ketersediaan air yang berada pada suatu lahan tertentu dengan jenis tutupan tertentu. Ketersediaan air yang berada dibumi merupakan suatu sistem yang dinamik, artinya selalu berubah dari waktu ke waktu. Gambar 2 Surplus konsumen Sumber: Samuelson dan Nordhaus 1990. Menurut Sosrodarsono dan Takeda 1979 neraca air merupakan penjelasan tentang hubungan keseimbangan antara aliran yang masuk inflow dan aliran yang keluar outflow dari air di suatu hamparan lahan pada periode tertentu. Hal yang sama juga dijelaskan oleh Hillel 1972, dimana neraca air lahan merupakan rincian perubahan simpanan air yang terdapat pada suatu lingkungan tertentu selama periode tertentu. Neraca air lahan dapat digunakan untuk menentukan kebutuhan air suatu tanaman. Metode yang lebih spesifik yang digunakan dalam menentukan kebutuhan air suatu tanaman adalah dengan neraca air agroklimat. Secara spesifik, Doorenbos dan Pruitt 1976 menjelaskan kebutuhan air merupakan jumlah atau tinggi air yang dibutuhkan untuk mengimbangi kehilangan air melalui evapotranspirasi tanaman sehat, tumbuh di lahan yang luas pada kondisi air tanah dan kesuburan tanah tidak dalam keadaan terbatas serta dapat mencapai produksi potensial pada lingkungan pertumbuhannya. Dengan mengabaikan jumlah air yang digunakan dalam kegiatan metabolisme maka evapotranspirasi dapat disamakan dengan kebutuhan air tanaman. Oleh karena itu, Sasrodarsono dan Takeda 1978 menyatakan bahwa kebutuhan air disebut juga evapotranspirasi. Ketersediaan air tanah Total Available Water , TAW merupakan jumlah air yang tersedia diantara kapasitas lapang dan titik layu permanen dari jenis tanah tersebut. Kapasitas lapang adalah keadaan tanah yang cukup lembab yang menunjukkan air terbanyak yang dapat ditahan oleh tanah terhadap gaya tarik gravitasi. Titik layu permanen adalah kondisi dimana akar tanaman tidak mampu lagi menyerap air tanah. Titik kritis adalah batas minimum air tersedia yang dipertahankan agar tidak habis mengering diserap tanaman hingga mencapai titik layu permanen. Titik kritis ini berbeda untuk berbagai jenis tanaman, tanah, iklim serta diperoleh berdasarkan penelitian di lapangan Benami dan Offen 1984, dalam Yanwar 2003. Kandungan air antara kapasitas lapang dan titik kritis disebut RAW Readily Available Water. Perbandingan antara RAW dengan total air tanah yang tersedia dipengaruhi oleh iklim, evapotranspirasi, tanah, jenis tanaman dan tingkat pertumbuhan tanaman Raes 1988. Berdasarkan penelitian Harahap dan Darmosarkoro 1999, yang melakukan pendugaan kebutuhan air untuk pertumbuhan kelapa sawit, diketahui bahwa kebutuhan air untuk pertumbuhan kelapa sawit di lapang berkisar antara 4 – 4,65 mmhari atau sekitar 120 – 140 mmbulan. Pemberian air melalui sistem irigasi secara umum dilakukan pada akhir Juli sampai akhir Oktober. Air yang dibutuhkan sistem irigasi saluran terbuka berkisar antara 1.960 – 2.460 m 3 habulan, dengan puncaknya pada Agustus 2.460 m3habulan. Air yang dibutuhkan sistem irigasi tertutup sprinkler dan drip berkisar antara 1570 – 1970 m 3 habulan, dengan puncaknya pada Agustus 1.970 m 3 habulan. Jumlah kebutuhan air ini setara dengan 0,9 literdetikha, yang hampir sama dengan kebutuhan air untuk irigasi padi sawah.

2.3 Pengaruh Perubahan Penggunaan