BAB I PENDAHULUAN
1. 1. Latar Belakang Masalah
Dalam era Milenium III ini disadari perkembangan produksi dalam bentuk makanan dan minuman maupun bentuk-bentuk kemasan yang menunjang sektor
pangan ini berkembang pesat sehingga menimbulkan persaingan antar perusahaan itu sendiri dalam merebut pangsa konsumen, khususnya konsumen di dalam negeri
sendiri. Bagi sebuah perusahaan yang bertanggung jawab permasalahan merebut pangsa pasar konsumen ini tentu memberikan akibat kepada perusahaan tersebut
untuk sebaik mungkin dan memenuhi ketentuan-ketentuan perundang-undangan. Tetapi bagi suatu perusahaan yang hanya semata-mata berorientasi kepada pasar dan
melupakan ketentuan-ketentuan yang hidup di tengah-tengah masyarakat maka terkadang-kadang produksi yang dilakukan tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Di satu sisi sebagian besar masyarakat Indonesia beragama Islam, sehingga dari kepercayaan yang dianut tersebut memberikan akibat kepada tatanan dan
berlangsungnya kehidupan masyarakat yang beragama Islam itu sendiri, termasuk dalam hal mengkonsumsi makanan dan minuman maupun bidang-bidang yang
berhubungan dengan dua hal tersebut di atas. Dalam memilih makanan dan minuman serta produksi-produksi lainnya maka masyarakat yang beragama Islam
harus jelas mengetahui apakah produk tersebut halal untuk dikonsumsi serta tidak tercemar oleh benda-benda yang diharamkan di dalam agama Islam.
Keberadaan mie instant indomie di Kota Medan adalah dalam setiap produksi makanan maupun kemasan-kemasan lainnya yang menunjang sektor
Universitas Sumatera Utara
makanan tersebut memberikan jaminan tentang keamanan dari benda yang dikonsumsi oleh perusahaan. Dengan adanya mie instant yang menampilkan
perkembangan teknologi iklan sehingga merubah segala kebutuhan dan kepentingan manusia.
Tetapi dalam kenyataannya di lapangan meskipun label halal mie instant telah dicantumkan di dalam suatu produksi barang tetapi dalam kenyataannya label
tersebut tidak menggambarkan keadaan sebenarnya, sehingga dalam kapasitas ini konsumen merasa tertipu. Hal ini dapat dilihat dalam kasus Ajinomoto yang pernah
terjadi di Indonesia. Bukan haramnya barang yang diproduksi tersebut menjadi permasalahan tetapi pencantuman label halal dalam kemasan yang haram tersebutlah
yang menjadi permasalahan. Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Pasal 8 ayat 1 huruf f menyatakan
bahwa: pelaku usaha dilarang memproduksi danatau memperdagangkan barang danatau jasa yang tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket,
keterangan, iklan atau promosi penjualan barang danatau jasa tersebut. Label halal dalam prakteknya di dalam suatu kemasan produk berfungsi
ganda. Selain sebagai media informasi bagi konsumen, maka label halal juga merupakan iklan dari produk tersebut, khususnya tentang pertanyaan apakah produk
tersebut layak dikonsumsi atau tidak. Label halal melalui iklan adalah salah satu bidang promosi yang
penggunaannya dapat dilakukan secara serempak, berulang-ulang dan berkelanjutan sesuai dengan keinginan dari si pemesan. Di samping itu, dengan pencantuman label
halal maka penyebaran pesan dapat dilakukan seluas-luasnya pada masyarakat. Sejalan dengan hal tersebut, maka dapat dikatakan bahwa label halal
merupakan salah satu sarana penunjang bagi perusahaan di dalam mencapai
Universitas Sumatera Utara
tujuannya yaitu meraih lebih banyak calon pembeli dan pelanggan dengan biaya yang lebih rendah dan dalam waktu yang lebih singkat. Sedangkan
pengaruhnya, lebih lama melekat pada ingatan masyarakat. Malah iklan yang baik tanpa adanya label halal tidak akan mampu menggugah, dan menarik minat
masyarakat sehingga terdorong ke arah tindakan pembelian. Sebagaimana yang dikatakan oleh William Spriegel sebagaimana dikutip Susanto 1997:207 bahwa:
Kegiatan periklanan yang baik dengan kalkulasi dalam proporsi yang sebenarnya, dapat menghasilkan adanya penurunan dari harga penjualan. Hal ini
terjadi karena berkurangnya kegiatan berupa pengeluaran biaya usaha penjualan dan penurunan harga satuan produk. Justru karena itu, kegiatan periklanan yang baik
telah menghasilkan bahwa calon konsumen sendiri mencari barang atau jasa yang dibutuhkannya itu.
Dari definisi yang terakhir yaitu calon konsumen sendiri mencari barang atau jasa yang dibutuhkannya itu, maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa betapa
label halal begitu mempengaruhi minat masyarakat dalam membeli barang yang dihasilkan oleh suatu perusahaan. Namun pada kenyataannya, tidaklah semua label
halal yang dapat menjalankan fungsi dan tujuannya sebagaimana yang diharapkan. Hal ini dikarenakan masyarakat juga mempunyai pandangan dan penilaian sendiri-
sendiri akibat dari berbagai pengaruh lain terhadap komunikator, pesan maupun media yang digunakan. Bahkan masyarakat bukan hanya satu kesatuan manusia
yang berkumpul atau berinteraksi, melainkan harus mempunyai suatu ikatan lain yang khusus. Seperti dijelaskan oleh Koentjaraningrat 1990:146 bahwa:
“Masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat-istiadat tertentu yang bersifat kontiniu dan terikat oleh suatu rasa identitas
bersama.”
Universitas Sumatera Utara
Dengan demikian untuk individu sesuatu akan lebih bernilai dan mempunyai daya tarik yang lebih tinggi, apalagi banyak orang dalam kelompok hidupnya
merasa tertarik kepada barang atau jasa yang dianjurkan. Sehubungan dengan ini maka ditegaskan oleh Susanto 1997:236 bahwa inti dari setiap kegiatan label halal
ialah : “Berdasarkan simpati yang mengarahkan sikap, pikiran, perasaan dan cara pandang orang lain sedemikian rupa, sehingga melaksanakan apa yang
dianjurkan oleh pemasang label halal. Langkah pertama ialah dengan meniadakan semua unsur yang bersifat anti atau berpengaruh negatif terhadap apa yang
dianjurkan.” Bahkan tidak jarang opini yang ditampilkan publik tersebut akan secara
langsung merangsang daya beli konsumen. Tetapi meskipun demikian tetap saja ditemukan keadaan bahwa sebuah label halal terkadang hadir di depan masyarakat
sehingga tujuan si pemasang label halal tidak mengarah kepada apa yang diinginkan dalam meningkatkan minat beli konsumen. Disebabkan luasnya merek mie instant
yang beredar di tengah masyarakat, maka dalam pembahasan ini dibatasi pada salah satu merek mie instant yang dikenal umum di tengah masyarakat dan dengan mudah
didapatkan pada sentra-sentra penjualan yaitu merek mie instant “Indomie”. Selain mudah didapatkan pada sentra-sentra pemasaran, merek mie instant
“Indomie” mereknya juga sudah dikenal di tengah masyarakat. Hal ini disebabkan lamanya merek produk tersebut beredar di pasaran dan juga produk tersebut
memiliki label halal dalam setiap kemasannya. Atas dasar tersebut, penulis merasa tertarik meneliti sejauhmana opini publik
dapat dipengaruhi dengan adanya label halal terhadap minat beli masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
1. 2. Perumusan Masalah