Pengaruh Labelisasi Halal Produk Mie Instan Indomie Terhadap Minat Beli (Studi Korelasional Pengaruh Labelisasi Halal Produk Mie Instan Indomie Terhadap Minat Beli Pada Ibu Rumah Tangga di Kelurahan Tembung Kecamatan Medan Tembung Kota Medan)

(1)

PENGARUH LABELISASI HALAL PRODUK MIE INSTAN INDOMIE TERHADAP MINAT BELI

(Studi Korelasional Pengaruh Labelisasi Halal Produk Mie Instan Indomie Terhadap Minat Beli Pada Ibu Rumah Tangga di Kelurahan Tembung

Kecamatan Medan Tembung Kota Medan)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sosial Departemen Ilmu Komunikasi (Ekstension)

Di susun oleh :

050922001 MUTIA SAFRIDA

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI EKSTENSION FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

LEMBAR PERSETUJUAN

Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh: Nama : MUTIA SAFRIDA

NIM : 050922001

Departemen : ILMU KOMUNIKASI EKSTENSION

Judul : PENGARUH LABELISASI HALAL PRODUK MIE INSTAN INDOMIE TERHADAP MINAT BELI

Medan, Februari 2008 Dosen Pembimbing Ketua Departemen

Haris Wijaya, S.Sos Drs. Amir Purba, MA

NIP. 132 307 626 NIP. 131 654 104 Dekan FISIP – USU

Prof. DR. M. Arif Nasution, MA


(3)

ABSTRAK

Penelitian ini merupakan penelitian studi korelasi dengan judul “Pengaruh Labelisasi Halal Produk Mie Instan Indomie Terhadap Minat beli” (Studi Korelasional Pada Ibu Rumah Tangga Di Kelurahan Tembung Kecamatan Medan Tembung Kota Medan). Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September-Februari 2008 di Kelurahan Tembung Kecamatan Medan Tembung.

Perumusan masalah yang dikemukakan adalah seberapa besar pengaruh labelisasi halal produk mie instan terhadap minat beli ibu rumah tangga di Kelurahan Tembung Kecamatan Medan Tembung Kota Medan. Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat Kelurahan Tembung Kecamatan Medan Tembung yang terdiri dari 6 lingkungan dengan jumlah populasi keseluruhannya sebesar 8.496 orang, yang terdiri dari 1639 kepala keluarga. Pengambilan sampel yang ditetapkan 94 orang didapat dengan menggunakan rumus Taro Yamane. Maka dipilih jumlah sampel dari tiap lingkungan yaitu menggunakan teknik pengambilan sampel dengan cara purposive sampling. Dimana dalam hal ini pemilihan sampel berdasarkan karakteristik tertentu yang dianggap mempunyai sangkut paut dengan karakteristik populasi. Disini peneliti diberi kebebasan untuk menentukan kriteria berdasarkan tujuan penelitian.

Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penelitian lapangan (Field Research), dengan mengumpulkan data secara langsung di lokasi penelitian melalui kuisioner, yaitu dengan menyebarkan daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan secara tertulis untuk dijawab oleh responden. Kuisioner penelitian disusun peneliti berdasarkan indikator-indikator dari variabel-variabel penelitian. Jumlah item kuisioner penelitian di uji coba untuk melihat validitas dan reabilitasnya adalah 25 item. Hasil pengujian validitas dan reabilitas kuisioner penelitian, item yang paling valid tinggal 20 item. selain itu juga, teknik pengumpulan data dengan menggunakan observasi dan kepustakaan (Library Research).

Adapun alat hipotesis yang digunakan berupa Koefisien Korelasi Product

Moment, Koefisien Determinasi dan Uji-t. Hal ini didukung oleh hasil uji hipotesis

dengan mempergunakan teknik analisis data Product Moment diperoleh hasil Koefisien (r) sebesar 0,542. Nilai thitung sebesar 6,185 dan nilai ttabel sebesar 1,98. Hal ini berarti harga thitung > ttabel, maka hubungan diterima, artinya “terdapat hubungan antara labelisasi halal produk mie instan terhadap minat beli ibu rumah tangga di Kelurahan Tembung Kecamatan Medan Tembung Kota Medan”

Setelah diperoleh skor dan ranking dari variable x dan y maka diperoleh hasilh. Hasil dari penelitian ini adalah rs = 0.542. Kemudian digunakan skala

Guilford untuk melihat kuat lemahnya hubungan menunjukkan hubungan cukup berarti.


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur peneliti sampaikan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan kekuatan, ridho dan berkah-Nya kepada peneliti, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Pengaruh Labelisasi Halal Produk Mie Instan Indomie Terhadap Minat Beli”. Peneliti skripsi ini ditujukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sosial pada Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik USU.

Peneliti menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna. Hal ini disebabkan keterbatasan kemampuan peneliti baik pengetahuan, pengalaman maupun materi. Dengan segala kerendahan hati peneliti menerima saran atau masukan yang bersifat membangun dari para pembaca untuk pengembangan ilmu pengetahuan di masa yang akan datang. Pada kesempatan ini ucapan terima kasih yang tidak terhingga ditujukan kepada:

1. Teristimewa dengan segala hormat kupersembahkan karya ini kepada ayahanda Syamsul Bahri Mahmud dan ibunda tercinta Hj. Rahmaniar Hasan, abangku Husaini S.Kom, Adik-adikku Chairul Bariah, Rahmat Fauzi, Nasrullah, Dina Fadillah serta seluruh keluarga. Berkat do’a dan limpahan kasih sayang yang diberikan menjadi dorongan besar guna menyelesaikan pendidikan sampai ke perguruan tinggi dan menyandang gelar Sarjana Sosial Ilmu Komunikasi di Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. DR. M. Arif Nasution, MA selaku Dekan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. Amir Purba, MA selaku Ketua Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.


(5)

4. Bapak Haris Wijaya, S.Sos selaku Dosen Pembimbing yang selalu memberikan waktu, bimbingan serta kemudahan-kemudahan kepada peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Kepala Kelurahan Tembung Kecamatan Medan Tembung Kota Medan, Bapak Mohd.Sofyan R yang telah memberikan izin kepada peneliti, mulai dari persiapan hingga memberikan data penelitian yang dibutuhkan.

6. Bapak dan Ibu Dosen, Kak Icut dan Kak Ros Serta seluruh Staf Pegawai Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang telah mendidik dan membantu peneliti selama masa kuliah hingga penyelesaian skripsi ini.

7. Spesial buat temanku “Lia” Terima kasih telah banyak membantu peneliti dalam penyelesaian penulisan skripsi ini. Teman-temanku “Ririt, Desy, Nina, Alfin, Wildan, Heru, Ade, Ismail, Toni” Semoga kita berhasil di hari yang akan datang.

8. Teristimewa anak-anak Ilmu Komunikasi Khususnya stambuk 2005, yang telah banyak membantu dalam segala hal.

Akhirnya peneliti mengharapkan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan bagi pembaca semuanya dan khususnya bagi peneliti sendiri.

Medan, Februari 2008 Wassalam

Peneliti


(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ……….i

KATA PENGANTAR ………...………...ii

DAFTAR ISI ………...………...v

DAFTAR TABEL ………...vii

BAB I : PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ………...………1

1.2. Perumusan Masalah ……….4

1.3. Pembatasan Masalah ………....5

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian ………....5

1.5. Kerangka Teori ………..……..6

1.6. Kerangka Konsep ………..…….14

1.7. Model Teoritis ………....14

1.8. Operasionalisasi Konsep ………..…..15

1.9. Defenisi Operasional ………...16

1.10. Hipotesis ………...………..18

BAB II: URAIAN TEORITIS II.1. Pengertian Komunikasi dan Proses Komunikasi ………...19

II.2. Bentuk-Bentuk Spesialisasi Ilmu Komunikasi...………...…23

II.3. Pengertian, Perkembangan Dan Jenis Iklan ………...26

II.4. Pengertian Label Halal ………...…34

II.5. Lembaga Yang Mengeluarkan Label Halal ...37


(7)

BAB III: METODOLOGI PENELITIAN

III.1. Metode Penelitian ...………45

III.2. Populasi dan Sampel ………...45

III.3. Teknik Pengumpulan Data ………...……….49

III.4. Teknik Analisa Data ………...………..50

BAB IV: HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1. Proses Pengumpulan Data ………....53

IV.2. Langkah-Langkah Mengolah Data ………...53

IV.3. Penyajian Tabel Tunggal ………..55

IV.4. Penyajian Tabel Silang ………..………...68

IV.5. Pengujian Hipotesis ………..71

IV.6. Pembahasan ………...………74

BAB V: PENUTUP V.1. Kesimpulan ………...76

V.2. Saran ………...77

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(8)

DAFTAR TABEL

Tabel IV.1. Usia Responden …………...………..………...55

Tabel IV.2. Pendidikan Terakhir Responden..………..……….…………...55

Tabel IV.3. Pekerjaan Responden …...……….…56

Tabel IV.4. Agama Responden ...………..…56

Tabel IV.5. Penerapan Label Halal Mie Instan Indomie …………...………….57

Tabel IV.6. Frekuensi Membeli Produk Dalam Kemasan Mie Instan Indomie ...……..…………..58

Tabel IV.7. Pemberian Label Halal Akan Meningkatkan Minat Beli Para Konsumen ...…………...……..………..58

Tabel IV.8. Puas Tidaknya Pemberian Label Halal Produk Mie Instan “Indomie” ………..…………...……...59

Tabel IV.9. Perhatian Terhadap Label Halal Sebelum Membeli Produk Mie Instan Indomie …...………..………...59

Tabel IV.10. Kepedulian Terhadap Komposisi Bahan Suatu Produk Sebelum Membelinya ………...………..…60

Tabel IV.11. Pencantuman Label Halal Perlu Dievaluasi Secara Berkala ………...…..……...61

Tabel IV.12. Label Halal Memberikan Ketenangan Bagi Konsumen Untuk Mengkonsumsi Suatu Produk ...………...………...61

Tabel IV.13. Tertarik Dengan Label Halal Pada Produk Mie Instan “Indomie”…...………..……….62

Tabel IV.14. Sering Memperhatikan Label Halal Sebelum Membeli Mie Instan “Indomie”…………..……...….62


(9)

Tabel IV.15. Minat Membeli Produk Mie Instan “Indomie” ...63 Tabel IV.16. Tertarik Dengan Suatu Produk Apabila Suatu Produk Memiliki Label Halal …..…...…63 Tabel IV.17. Yakin Produk Telah Diuji Pihak LPPOM MUI Telah Mencantumkan Label Halal ………..………..64 Tabel IV.18. Pencantuman Label Halal Dapat Meningkatkan Penjualan Suatu Produk ………...…………...64 Tabel IV.19. Minat Terhadap Pemberian Label Halal Produk Mie Instan “Indomie”……...………65 Tabel IV.20. Label Halal Memudahkan Konsumen Membeli Produk Mie Instan “Indomie” ...………65 Tabel IV.21. Frekuensi Membeli Produk Yang Mencantumkan Label Halal ………...…………...66 Tabel IV.22. Pertimbangan Terhadap Label Halal Sebelum Membeli Mie Instan “Indomie” ...………..66 Tabel IV.23. Kepuasan Terhadap Label Halal Yang Dikemas Produk Mie Instan “Indomie” ………...……...67 Tabel IV.24. Perasaan Senang Terhadap Produk Yang Mencantumkan Label Halal

...………..67 Tabel IV.25. Hubungan Antara Kepuasan Terhadap Kemasan Produk Mie Instan “Indomie” Dengan Pencantuman Label Halal ...………...68 Tabel IV.26. Hubungan Antara Konsumsi Produk Dengan Kemasan Produk Mie Instan ...……….70


(10)

ABSTRAK

Penelitian ini merupakan penelitian studi korelasi dengan judul “Pengaruh Labelisasi Halal Produk Mie Instan Indomie Terhadap Minat beli” (Studi Korelasional Pada Ibu Rumah Tangga Di Kelurahan Tembung Kecamatan Medan Tembung Kota Medan). Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September-Februari 2008 di Kelurahan Tembung Kecamatan Medan Tembung.

Perumusan masalah yang dikemukakan adalah seberapa besar pengaruh labelisasi halal produk mie instan terhadap minat beli ibu rumah tangga di Kelurahan Tembung Kecamatan Medan Tembung Kota Medan. Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat Kelurahan Tembung Kecamatan Medan Tembung yang terdiri dari 6 lingkungan dengan jumlah populasi keseluruhannya sebesar 8.496 orang, yang terdiri dari 1639 kepala keluarga. Pengambilan sampel yang ditetapkan 94 orang didapat dengan menggunakan rumus Taro Yamane. Maka dipilih jumlah sampel dari tiap lingkungan yaitu menggunakan teknik pengambilan sampel dengan cara purposive sampling. Dimana dalam hal ini pemilihan sampel berdasarkan karakteristik tertentu yang dianggap mempunyai sangkut paut dengan karakteristik populasi. Disini peneliti diberi kebebasan untuk menentukan kriteria berdasarkan tujuan penelitian.

Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penelitian lapangan (Field Research), dengan mengumpulkan data secara langsung di lokasi penelitian melalui kuisioner, yaitu dengan menyebarkan daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan secara tertulis untuk dijawab oleh responden. Kuisioner penelitian disusun peneliti berdasarkan indikator-indikator dari variabel-variabel penelitian. Jumlah item kuisioner penelitian di uji coba untuk melihat validitas dan reabilitasnya adalah 25 item. Hasil pengujian validitas dan reabilitas kuisioner penelitian, item yang paling valid tinggal 20 item. selain itu juga, teknik pengumpulan data dengan menggunakan observasi dan kepustakaan (Library Research).

Adapun alat hipotesis yang digunakan berupa Koefisien Korelasi Product

Moment, Koefisien Determinasi dan Uji-t. Hal ini didukung oleh hasil uji hipotesis

dengan mempergunakan teknik analisis data Product Moment diperoleh hasil Koefisien (r) sebesar 0,542. Nilai thitung sebesar 6,185 dan nilai ttabel sebesar 1,98. Hal ini berarti harga thitung > ttabel, maka hubungan diterima, artinya “terdapat hubungan antara labelisasi halal produk mie instan terhadap minat beli ibu rumah tangga di Kelurahan Tembung Kecamatan Medan Tembung Kota Medan”

Setelah diperoleh skor dan ranking dari variable x dan y maka diperoleh hasilh. Hasil dari penelitian ini adalah rs = 0.542. Kemudian digunakan skala

Guilford untuk melihat kuat lemahnya hubungan menunjukkan hubungan cukup berarti.


(11)

BAB I

PENDAHULUAN

1. 1. Latar Belakang Masalah

Dalam era Milenium III ini disadari perkembangan produksi dalam bentuk makanan dan minuman maupun bentuk-bentuk kemasan yang menunjang sektor pangan ini berkembang pesat sehingga menimbulkan persaingan antar perusahaan itu sendiri dalam merebut pangsa konsumen, khususnya konsumen di dalam negeri sendiri. Bagi sebuah perusahaan yang bertanggung jawab permasalahan merebut pangsa pasar konsumen ini tentu memberikan akibat kepada perusahaan tersebut untuk sebaik mungkin dan memenuhi ketentuan-ketentuan perundang-undangan. Tetapi bagi suatu perusahaan yang hanya semata-mata berorientasi kepada pasar dan melupakan ketentuan-ketentuan yang hidup di tengah-tengah masyarakat maka terkadang-kadang produksi yang dilakukan tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Di satu sisi sebagian besar masyarakat Indonesia beragama Islam, sehingga dari kepercayaan yang dianut tersebut memberikan akibat kepada tatanan dan berlangsungnya kehidupan masyarakat yang beragama Islam itu sendiri, termasuk dalam hal mengkonsumsi makanan dan minuman maupun bidang-bidang yang berhubungan dengan dua hal tersebut di atas. Dalam memilih makanan dan minuman serta produksi-produksi lainnya maka masyarakat yang beragama Islam harus jelas mengetahui apakah produk tersebut halal untuk dikonsumsi serta tidak tercemar oleh benda-benda yang diharamkan di dalam agama Islam.

Keberadaan mie instant indomie di Kota Medan adalah dalam setiap produksi makanan maupun kemasan-kemasan lainnya yang menunjang sektor


(12)

makanan tersebut memberikan jaminan tentang keamanan dari benda yang dikonsumsi oleh perusahaan. Dengan adanya mie instant yang menampilkan perkembangan teknologi iklan sehingga merubah segala kebutuhan dan kepentingan manusia.

Tetapi dalam kenyataannya di lapangan meskipun label halal mie instant telah dicantumkan di dalam suatu produksi barang tetapi dalam kenyataannya label tersebut tidak menggambarkan keadaan sebenarnya, sehingga dalam kapasitas ini konsumen merasa tertipu. Hal ini dapat dilihat dalam kasus Ajinomoto yang pernah terjadi di Indonesia. Bukan haramnya barang yang diproduksi tersebut menjadi permasalahan tetapi pencantuman label halal dalam kemasan yang haram tersebutlah yang menjadi permasalahan.

Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Pasal 8 ayat (1) huruf f menyatakan bahwa: pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut.

Label halal dalam prakteknya di dalam suatu kemasan produk berfungsi ganda. Selain sebagai media informasi bagi konsumen, maka label halal juga merupakan iklan dari produk tersebut, khususnya tentang pertanyaan apakah produk tersebut layak dikonsumsi atau tidak.

Label halal melalui iklan adalah salah satu bidang promosi yang penggunaannya dapat dilakukan secara serempak, berulang-ulang dan berkelanjutan sesuai dengan keinginan dari si pemesan. Di samping itu, dengan pencantuman label halal maka penyebaran pesan dapat dilakukan seluas-luasnya pada masyarakat.

Sejalan dengan hal tersebut, maka dapat dikatakan bahwa label halal merupakan salah satu sarana penunjang bagi perusahaan di dalam mencapai


(13)

tujuannya yaitu meraih lebih banyak calon pembeli dan pelanggan dengan biaya yang lebih rendah dan dalam waktu yang lebih singkat. Sedangkan pengaruhnya, lebih lama melekat pada ingatan masyarakat. Malah iklan yang baik tanpa adanya label halal tidak akan mampu menggugah, dan menarik minat masyarakat sehingga terdorong ke arah tindakan pembelian. Sebagaimana yang dikatakan oleh William Spriegel sebagaimana dikutip Susanto (1997:207) bahwa:

Kegiatan periklanan yang baik dengan kalkulasi dalam proporsi yang sebenarnya, dapat menghasilkan adanya penurunan dari harga penjualan. Hal ini terjadi karena berkurangnya kegiatan berupa pengeluaran biaya usaha penjualan dan penurunan harga satuan produk. Justru karena itu, kegiatan periklanan yang baik telah menghasilkan bahwa calon konsumen sendiri mencari barang atau jasa yang dibutuhkannya itu.

Dari definisi yang terakhir yaitu calon konsumen sendiri mencari barang atau jasa yang dibutuhkannya itu, maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa betapa label halal begitu mempengaruhi minat masyarakat dalam membeli barang yang dihasilkan oleh suatu perusahaan. Namun pada kenyataannya, tidaklah semua label halal yang dapat menjalankan fungsi dan tujuannya sebagaimana yang diharapkan. Hal ini dikarenakan masyarakat juga mempunyai pandangan dan penilaian sendiri-sendiri akibat dari berbagai pengaruh lain terhadap komunikator, pesan maupun media yang digunakan. Bahkan masyarakat bukan hanya satu kesatuan manusia yang berkumpul atau berinteraksi, melainkan harus mempunyai suatu ikatan lain yang khusus. Seperti dijelaskan oleh Koentjaraningrat (1990:146) bahwa: “Masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat-istiadat tertentu yang bersifat kontiniu dan terikat oleh suatu rasa identitas bersama.”


(14)

Dengan demikian untuk individu sesuatu akan lebih bernilai dan mempunyai daya tarik yang lebih tinggi, apalagi banyak orang dalam kelompok hidupnya merasa tertarik kepada barang atau jasa yang dianjurkan. Sehubungan dengan ini maka ditegaskan oleh Susanto (1997:236) bahwa inti dari setiap kegiatan label halal ialah : “Berdasarkan simpati yang mengarahkan sikap, pikiran, perasaan dan cara pandang orang lain sedemikian rupa, sehingga melaksanakan apa yang dianjurkan oleh pemasang label halal. Langkah pertama ialah dengan meniadakan semua unsur yang bersifat anti atau berpengaruh negatif terhadap apa yang dianjurkan.”

Bahkan tidak jarang opini yang ditampilkan publik tersebut akan secara langsung merangsang daya beli konsumen. Tetapi meskipun demikian tetap saja ditemukan keadaan bahwa sebuah label halal terkadang hadir di depan masyarakat sehingga tujuan si pemasang label halal tidak mengarah kepada apa yang diinginkan dalam meningkatkan minat beli konsumen. Disebabkan luasnya merek mie instant yang beredar di tengah masyarakat, maka dalam pembahasan ini dibatasi pada salah satu merek mie instant yang dikenal umum di tengah masyarakat dan dengan mudah didapatkan pada sentra-sentra penjualan yaitu merek mie instant “Indomie”.

Selain mudah didapatkan pada sentra-sentra pemasaran, merek mie instant “Indomie” mereknya juga sudah dikenal di tengah masyarakat. Hal ini disebabkan lamanya merek produk tersebut beredar di pasaran dan juga produk tersebut memiliki label halal dalam setiap kemasannya.

Atas dasar tersebut, penulis merasa tertarik meneliti sejauhmana opini publik dapat dipengaruhi dengan adanya label halal terhadap minat beli masyarakat.


(15)

1. 2. Perumusan Masalah

Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini adalah “seberapa besar pengaruh labelisasi halal produk mie instant Indomie terhadap minat beli ibu rumah tangga di Kelurahan Tembung Kecamatan Medan Tembung Kota Medan.”

1. 3. Pembatasan Masalah

Untuk menghindari ruang lingkup penelitian yang terlalu luas, sehingga dapat mengaburkan penelitian, maka peneliti membatasi masalah yang akan diteliti. Adapun pembatasan masalah yang akan diteliti adalah sebagai berikut:

1. Penelitian ini dibatasi pada labelisasi halal produk mie instan merek Indomie. 2. Obyek penelitian adalah masyarakat Kelurahan Tembung Kecamatan Medan

Tembung Kota Medan, khususnya ibu rumah tangganya. 3. Penelitian dilakukan pada bulan September – Februari 2008.

1. 4. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian yang akan dilakukan adalah sebagai berikut:

a. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pencantuman label halal dengan minat membeli mie instan Indomie pada masyarakat.

b. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kriteria labelisasi halal produk terhadap minat beli masyarakat terhadap mie instan Indomie.

1.4.2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian yang akan dilakukan adalah sebagai berikut: a. Secara akademis, penelitian ini diharapkan akan memperkaya khasanah

penelitian tentang komunikasi massa terutama periklanan di lembaga pendidikan di lingkungan FISIP USU.


(16)

b. Secara praktis, penelitian ini dapat menjadi sumbangan pemikiran bagi pihak terkait dalam bidang usaha khususnya di bidang pemakaian label halal.

1. 5. Kerangka Teori

Dalam setiap penelitian diperlukan kejelasan titik tolak atau landasan berfikir dalam memecahkan atau menyoroti masalahnya, untuk itu perlu disusun kerangka teori yang memuat pokok-pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut mana masalah penelitian akan disoroti (Nawawi, 1991:39-40).

Kerlinger, menyebutkan teori merupakan himpunan konstruk atau konsep, definisi, dan proposisi yang mengemukakan pandangan sistematis tentang gejala dengan menjabarkan relasi di antara variabel, untuk menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut (Rakhmat, 1993:6). Maka dengan adanya kerangka teori, akan mempunyai landasan untuk menentukan tujuan dan arah penelitian. Dalam penelitian ini, teori-teori yang dianggap relevan adalah Komunikasi Pemasaran, Iklan, Teori AIDDA, Teori Minat Beli, Label Halal.

1. Komunikasi Pemasaran

Dahulu sebelum masyarakat berkembang dan teknologi mengalami kemajuan seperti sekarang ini, yang diartikan komunikatif adalah kesamaan makna di antara pihak-pihak yang berkomunikasi mengenai suatu pesan yang dikomunikasikan. Dengan ungkapan lain, jika komunikan mengerti pesan yang disampaikan oleh komunikator kepadanya, maka komunikasi pun berlangsung. Dengan perkataan lain pula, pesan tersebut komunikatif.

Pada prinsipnya ada berbagai pendapat para ahli tentang pengertian komunikasi. Namun kesemuanya itu adalah saling mendukung dan memudahkan


(17)

pemahaman kita akan pengertian komunikasi. Komunikasi merupakan suatu kegiatan usaha manusia untuk menyampaikan apa yang menjadi pikiran dan perasaannya kepada orang lain. Dapat dikatakan bahwa dalam proses komunikasi bukan saja penyampaian (pesan) akan tetapi juga umpan balik (feed back) dari si penerima perlu diperhatikan (Effendy, 1999:87).

Dale Beach dalam Moekijat (1993:3) menyatakan bahwa komunikasi adalah penyampaian informasi dan pengertian dari orang yang satu kepada orang yang lain.

Dewasa ini komunikatif tidaknya suatu pesan, apakah itu informasi, berita, atau tajuk rencana, tidak sesederhana seperti itu. Para pakar komunikasi berpendapat bahwa komunikatif tidaknya pesan-pesan yang disiarkan media massa bergantung pada tercapai tidaknya tujuan pengelola media massa bersangkutan.

Demikian juga halnya dalam suatu kegiatan pemasaran. Konsep-konsep komunikasi sangat dibutuhkan dalam kegiatan pemasaran. Melalui komunikasi maka suatu konsep pemasaran akan dapat disampaikan kepada masyarakat tentang pesan-pesan yang dihajatkan dalam suatu produk.

Dengan adanya komunikasi pemasaran maka konsumen juga mengetahui keberadaan suatu produk, kegunaan dan juga fungsi produk. Sedangkan bagi perusahaan komunikasi pemasaran memberikan fungsi dalam penyampaian pesan-pesan kepada masyarakat tentang keberadaan suatu produk.

Pada suatu produk, unsur untuk menarik perhatian khalayak konsumen adalah jenis produk, mutu dan juga kegunaannya. Di sini aspek jenis produk, mutu dan juga kegunaannya untuk memenuhi timbulnya perhatian khalayak berperan sangat penting. Cita rasa khalayak perlu disentuh, sebab cita rasa berkaitan sama satu lain, yang sebagai hasilnya maka konsumen akan tertarik untuk membelinya.


(18)

2. Iklan

Iklan merupakan bagian dari reklame yang berasal dari bahasa Perancis, yaitu re-clamare yang berarti “meneriakkan berulang-ulang.” Oleh karena yang demikian meneriakkan berulang-ulang di pinggir jalan, lorong ataupun yang sejenisnya sudah merupakan bersifat iklan. Bedanya hanyalah, bahwa iklan pada umumnya menggunakan media sehingga reklame dagangan dapat tersebar luas dan tidak perlu bersusah payah membawa barang atau jasa yang hendak dijual.

Kehadiran iklan tidak hanya diperlukan oleh perusahaan semata-mata, tetapi juga oleh masyarakat luas. Artinya dengan adanya iklan maka masyarakat jadi tahu akan kelebihan dan keuntungan yang akan diperoleh daripada barang atau jasa yang dianjurkan tersebut. Kemudian dengan adanya iklan pula, masyarakat jadi mudah mencari dimana tempat untuk mendapatkan barang atau jasa, sesuai dengan yang diinginkannya.

Selain itu, masyarakat adalah sekumpulan dari berbagai macam individu yang selalu disibukkan dengan kehidupan sehari-harinya. Sehingga tidak jarang lupa atau memang sengaja melupakan hal-hal yang kurang berkenaan dengan dirinya. Pokok umpamanya, sebagai salah satu kebutuhan tambahan dalam hidup manusia. Oleh karena itu, memberitahukan, menggerakkan, meyakinkan dan menggiatkan masyarakat adalah sangat penting terutama bagi perusahaan dalam upaya meraih pasaran/peminat dari pada barang atau jasa yang telah dihasilkan.

Mengenai pengertian iklan sendiri, banyak para ahli yang telah menyumbangkan pemikiran, seperti C. H. Sandage dalam bukunya Advertising

Theory and Practice sebagaimana dikutip oleh Onong Uchjana (1999:34) yang

mengatakan, bahwa iklan adalah penyebaran informasi berupa ide, pelayanan atau produk untuk menimbulkan kegiatan sesuai dengan yang diinginkan oleh si


(19)

pemasang iklan.”

Di sini jelas dikatakan, bahwa iklan merupakan penyebar informasi yang tidak hanya sekedar untuk memberitahukan sesuatu, tetapi juga sekaligus untuk menimbulkan kegiatan dari masyarakat sesuai dengan yang dianjurkan. Kemudian William Spriegel memberikan pedoman tentang pengertian iklan, seperti berikut: “kegiatan periklanan mengandung unsur penyewaan ruangan atau waktu dalam suatu media massa demi penggunaannya, serta penyajian yang non-pribadi (artinya bukan oleh seseorang secara berhadapan).”

Dari pendapat William Spriegel ini menunjukkan bahwa penyajian suatu iklan tidak dilakukan secara berhadapan langsung antara penjual dengan pembeli tetapi melalui suatu media. Oleh karena itu, periklanan mungkin lebih lama memberikan reaksi positif, akan tetapi mencari jaminan dalam jangka panjang. Sementara Kode Etik Periklanan Indonesia menguraikan sebagai berikut: “Iklan adalah publikasi atau penyiaran yang berupa reklame, pemberitahuan atau pernyataan yang bersifat bukan berita (news) dengan menyewa suatu ruangan yang khusus disediakan untuk itu, dengan maksud memperkenalkan atau memberitahukan sesuatu melalui mass media.”

Dikatakan bahwa iklan adalah publikasi yang dapat berupa reklame, pemberitahuan atau pernyataan yang bukan bersifat berita dan disampaikan dengan menyewa satu ruang khusus yang ada pada suatu media massa. Dalam pengertian lain, dengan iklan sesuatu perusahaan membangunkan kesadaran masyarakat untuk memiliki barang yang dibutuhkannya, baik di rumah tangga, kantor dan sebagainya lewat penyiaran di televisi, radio, surat kabar, film dan majalah ataupun tabloid mingguan.


(20)

Seperti yang dikatakan oleh Otto Klepner, bahwa iklan merupakan pengertian yang berbeda bagi setiap orang maupun setiap golongan. Misalnya:

a. Ibu/wanita, iklan merupakan petunjuk untuk mengetahui barang yang diperlukannya.

b. Ayah/laki-laki, iklan merupakan pengumuman dari suatu perusahaan untuk bekerja ataupun tempat bekerjasama.

c. Anak, iklan merupakan petunjuk yang menarik.

Dari penjelasan-penjelasan tersebut di atas, maka dapatlah disimpulkan bahwa pengertian iklan adalah:

a. Tindakan atau usaha memperkenalkan hasil produksi melalui gambar, kata-kata slogan atau simbol dari pada hasil produk tersebut melalui komunikasi langsung yang ditujukan kepada khalayak ramai agar dibeli dan menimbulkan minat masyarakat untuk membeli dan memilikinya.

b. Usaha peningkatan penjualan hasil produk melalui media komunikasi massa supaya dikenal secara cepat dan tersebar di pasar.

c. Sarana informasi bagi masyarakat dalam menentukan dan menumbuhkan minat, sikap serta tindakan.

d. Salah satu sarana penghidupan bagi media massa dan surat kabar pada khususnya.

3. Teori AIDDA

Teori AIDDA disebut A-A Procedure atau from attention to action procedure, yang dikemukakan oleh Wilbur Schramm. Menurut Effendi (1999:89) AIDDA adalah akronim dari kata-kata Attention (Perhatian), Interest (Minat), Desire (Hasrat), Decision (Keputusan) dan Action (tingkatan/kegiatan). Konsep AIDDA ini


(21)

adalah proses psikologis pada diri khalayak. Berdasarkan konsep AIDDA itu agar khalayak membaca dan melakukan action apa yang dianjurkan pihak penyusun berita atau tajuk atau artikel, maka pertama-tama mereka harus dibangkitkan perhatiannya (attention).

Konsep komunikasi pemasaran juga tidak dapat melepaskan diri dari konsep AIDDA. Dengan konsep AIDDA maka diharapkan konsumen melakukan tindakan (Action) setelah perhatiannya (Attention) dialihkan kepada suatu produk.

Berkaitan dengan menumbuhkan nilai beli, tahapan selektivitas konsumen melalui tahapan-tahapan konsep AIDDA, dijelaskan sebagai berikut:

(1). Attention (perhatian), dalam tahap ini konsumen mempunyai perhatian terhadap suatu produk.

(2). Interest (minat); kemudian konsumen merasa tertarik dan berusaha untuk memahami apakah produk itu berguna atau tidak berguna baginya.

(3). Desire (kebutuhan/keinginan); tahap selanjutnya konsumen menunjukkan perasaan suka atau tidak suka.

(4). Decision (keputusan); merupakan tahap dimana konsumen mengambil keputusan untuk melakukan pemesanan produk yang diinginkan.

(5). Action (tindakan); sebagai tindakan yang diambil untuk membeli atau tidak membeli produk yang ditawarkan.

Dari model di atas, maka dapat disimpulkan bahwa keputusan untuk membeli atau tidak membeli suatu produk tertentu yang ditawarkan oleh produsen, sangat tergantung pada diri khalayak itu sendiri. Tetapi kecenderungan semakin sering melihat suatu iklan produk tertentu akan cenderung mempengaruhi pemikiran seseorang untuk membeli. Hingga dalam mencapai pasar penjualan yang diinginkan,


(22)

produsen senantiasa mempergunakan perhatian khalayak untuk sedemikian rupa disampaikan melalui pesan iklan masyarakat memutuskan untuk membeli.

Keperkasaan media dalam mempengaruhi khalayak ternyata tidak mampu secara langsung mempengaruhi mereka untuk bertindak. Ada sikap memilih khalayak terhadap isi pesan dan kemampuan untuk menyeleksi kebutuhan informasi bagi dirinya dan juga anggota masyarakat (khalayak) dianggap secara aktif menggunakan media untuk memenuhi kebutuhannya.

Berkaitan dengan pembentukan opini sangat berkaitan dengan persepsi khalayak yang dibentuk atas dasar adanya pemahaman terhadap pesan dalam iklan. Persepsi menunjukkan pada pengalaman tentang objek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menimbulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi memberikan makna pada stimulasi indrawi (sensory stimulasy), jadi dalam penafsiran makna informasi indrawi bergantung pada faktor sensasi, atensi, (perhatian), ekspektasi (harapan), motivasi dan memori.

4. Teori Minat Beli

Effendy (1998:10) mengemukakan minat adalah “kelanjutan perhatian yang merupakan titik tolak kelanjutan timbulnya hasrat untuk melakukan kegiatan yang diharapkan”. Minat muncul karena adanya stimulus motif yang menimbulkan motivasi. Motif adalah kondisi seseorang yang mendorong untuk mencari sesuatu kepuasan atau mencapai tujuan. Sedangkan motivasi adalah kegiatan yang memberikan dorongan kepada seseorang atau diri sendiri untuk mengambil tindakan yang dikehendaki.

Minat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah: a. Perhatian terhadap stimulus.


(23)

b. Mengerti atau tidaknya audiens terhadap stimulus. c. Penerimaan terhadap stimulus itu serta frekwensi.

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa minat itu adalah suatu keadaan dalam individu yang mampu mengarahkan perhatiannya terhadap objek tertentu yang mampu mendorong seseorang untuk cenderung mencari objek yang disenangi.

5. Label Halal

Label halal produk pada dasarnya meruang lingkup produk pangan yang diatur di dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 1996 Tentang Pangan. Pangan sebagaimana dikatakan dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No. 7 Tahun 1996 adalah : “Segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan makanan atau minuman”.

Sedangkan label pangan pada undang-undang ini diartikan sebagai “Setiap keterangan mengenai pangan yang berbentuk gambar, tulisan, kombinasi keduanya, atau bentuk lain yang disertakan pada pangan, dimasukkan ke dalam, ditempelkan pada, atau merupakan bagian kemasan pangan“.

Wajdi (2000:1-2) mengatakan, secara normatif–empiris label dan iklan pangan memiliki beberapa fungsi :

a. Sebagai sumber informasi. Label pangan dan iklan merupakan sumber informasi bagi konsumen tentang suatu produk pangan karena konsumen tidak dapat langsung bertemu dengan pelaku usahanya.


(24)

untuk menentukan pilihan. Konsumen kritis tentu saja terlebih dahulu membaca label dan iklan dengan cermat, teliti dan melakukan perbandingan dengan produk lain dari segi komposisi, berat bersih, harga dan lain-lain sebelum membeli dan menjatuhkan pilihan (Pasal 4 UU No. 8 Tahun 1999).

c. Label dan iklan dapat digunakan sebagai sarana mengikat transaksi. Label dan iklan harus bersifat mengikat. Segala sesuatu yang diinformasikan dalam label dan yang dijanjikan dalam iklan, harus dapat dibuktikan kebenarannya. Iklan harus legal, terukur, jujur dan objektif. Pelaku usaha harus bersedia dituntut apabila ternyata label dan iklannya tidak terbukti benar.

Dari uraian di atas maka pada dasarnya label adalah suatu tanda yang dilekatkan pada suatu produk yang dapat dikonsumsi oleh masyarakat, dimana label tersebut menentukan keadaan serta keterangan dari produk yang bersangkutan.

1.6. Kerangka Konsep

Seorang peneliti harus menetapkan variabel-variabel penelitian dalam penelitiannya sebelum memulai pengumpulan data. Kerangka konsep merupakan pemikiran rasional yang bersifat teoritis dalam memperkirakan hasil penelitian yang akan dicapai (Nawawi, 1991:56).

Dalam penelitian ini ditetapkan konsep dalam kelompok-kelompok variabel sebagai berikut :

1. Variabel bebas (independent variable)

Adalah variabel yang memberikan pengaruh atau menentukan perubahan pada variabel berikutnya. Dalam penelitian ini yang ditetapkan menjadi variabel bebas yaitu Labelisasi Halal Produk Mie Instant.

2. Variabel terikat (dependent variable).


(25)

penelitian ini yang ditetapkan menjadi variabel terikat yaitu Minat Beli. 3. Variabel antara (intervening variable)

Adalah sejumlah gejala yang tidak dapat dikontrol akan tetapi dapat diperhitungkan pengaruhnya terhadap variabel bebas. Dalam penelitian ini yang ditetapkan menjadi variabel antara yaitu karakteristik responden.

1.7. Model Teoritis

Variabel-variabel yang telah dikelompokkan dalam kerangka konsep akan dibentuk menjadi suatu model teoritis sebagai berikut:

Gambar 1.1 Model Teoritis

1.8. Operasionalisasi Variabel

Berdasarkan kerangka teori dan kerangka konsep yang telah diuraikan, variabel-variabel teoritis tersebut diajukan sebagai acuan untuk memecahkan masalah. agar variabel-variabel teoritis lebih jelas penggunaannya, maka dioperasionalisasikan sebagai berikut:

Variabel Bebas (X) Labelisasi Halal Produk Mie Instan

Variabel Terikat (Y) Minat Beli

Variabel Antara (Z) Karakteristik

Responden ±


(26)

Tabel 1.1

OPERASIONALISASI VARIABEL

Varibel Teoritis Variabel Operasional

1. Variabel bebas (X)

Labelisasi Halal Produk Mie Instan

2. Variabel terikat (Y) Minat Beli

3. Variabel antara (Z) Karakteristik Responden

1. Layak konsumsi

2. Komposisi bahan yag dipakai 3. Pertimbangan pembelian

4. Persetujuan Departemen Kesehatan 1. Perhatian

2. Ketertarikan 3. Keinginan 4. Keyakinan 5. Tindakan

1. Usia 2. Pendidikan

3. Pekerjaan 4. Agama

1.9. Defenisi Operasional

Definisi operasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan cara mengukur variabel penelitian. Untuk menjelaskan lebih lanjut mengenai variabel yang akan diteliti adalah sebagai berikut :

1. Sumber informasi, yang terdiri dari: a. Produk, indikatornya adalah:

- Layak konsumsi yaitu produk tersebut layak untuk dikonsumsi oleh konsumen muslim setelah membaca labelisasi halal produk.

- Jenis produk yaitu konsumen dapat membedakan mana produk yang diberi label halal dan mana produk yang tidak diberi label halal.

- Kegunaan produk yaitu labelisasi halal tersebut diberikan sesuai dengan kegunaan produk tersebut.


(27)

- Sertifikasi produk yaitu suatu bentuk peneraan label pada bungkus atau kemasan produk.

b. Komposisi, indikatornya adalah:

- Bahan-bahan yaitu jenis atau nama dari suatu kumpulan benda yang disatukan menjadi suatu produk.

- Jumlah unsur bahan yaitu ukuran atau nilai biasanya dalam bentuk gram setiap bahan dalam suatu produk.

2. Sebagai sarana mengikat transaksi, yang terdiri dari: a. Pertimbangan pembelian dengan indikatornya:

- Seketika yaitu konsumen melakukan kegiatan pembelian pada saat sewaktu ia mengetahui produk tersebut memiliki label halal.

- Sewaktu-waktu yaitu konsumen merencanakan pembelian sewaktu ia mengetahui produk tersebut.

b. Pertimbangan pemakaian dengan indikatornya:

- Bagi diri sendiri yaitu konsumen membeli suatu produk untuk kebutuhannya sendiri.

- Bagi keluarga yaitu konsumen membeli suatu produk untuk kebutuhan keluarganya.

3. Agama, dengan indikatornya:

a. Perintah agama yaitu konsumen melihat suatu produk dan akan mengkonsumsinya apabila produk tersebut baik menurut agamanya.

b. Halal dan haram yaitu suatu bentuk layak tidaknya suatu produk untuk dikonsumsi oleh konsumen menurut peraturan agama Islam.

4. Perhatian


(28)

Perhatian konsumen dapat diraih dengan memanfaatkan posisi label, atau dengan memanfaatkan ukuran atau bentuk label itu diletakkan pada posisi yang tepat. 5. Ketertarikan

Tidak ada suatu patokan tertentu dalam penggunaan perangkat kreatif ini guna membuat orang tertarik pada suatu produk kecuali label halal itu juga berhasil meraih rasa ketertarikan mereka.

6. Keinginan

Konsumen harus dibuat lebih dari sekadar merasa tertarik dan terpikat, mereka harus didorong untuk menginginkan produk atau jasa yang dicantumi label halal. 7. Keyakinan.

Adalah sudah sangat bagus bila mampu menciptakan keinginan konsumen untuk membeli, memiliki atau menikmati produk yang memiliki label halal. Namun juga perlu menciptakan label halal yang mampu memunculkan keyakinan bahwa memang layak untuk melakukan pembelian dan hal itu akan memberikan kepuasaan sebagaimana yang mereka inginkan.

8. Tindakan

Bagaimana label halal mampu menimbulkan respon. Label halal bersifat statis dan tidak mudah untuk membuat konsumen melakukan tindakan sesuai yang diinginkan. Tentu saja mungkin ada suatu pendekatan yang langsung memunculkan aksi pada label halal juga dicantumkan komposisi bahan baku dan masa kadaluarsa.

1.10. Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara atas rumusan permasalahan yang diajukan. Menurut Singarimbun dan Effendi (1992:56): “Hipotesis merupakan


(29)

kesimpulan sementara atau proposisi tentatif hubungan antara 2 (dua) variabel atau lebih”.

Adapun hipotesis yang diajukan terhadap rumusan masalah yang telah diajukan adalah :

Ho : Tidak terdapat hubungan antara labelisasi halal produk mie instant dengan minat beli Ibu Rumah Tangga di Kelurahan Tembung Kecamatan Medan Tembung Kota Medan.

Ha : Terdapat hubungan antara labelisasi halal produk mie instant dengan minat beli Ibu Rumah Tangga di Kelurahan Tembung Kecamatan Medan Tembung Kota Medan.


(30)

BAB II

URAIAN TEORITIS

II. 1. Pengertian Komunikasi dan Proses Komunikasi

Pengertian komunikasi menurut para ahli adalah pada prinsipnya untuk memudahkan pemahaman kita akan komunikasi.

Komunikasi merupakan suatu kegiatan usaha manusia untuk menyampaikan apa yang menjadi pikiran dan perasaannya kepada orang lain. Dapat dikatakan bahwa dalam proses komunikasi bukan saja penyampaian (pesan) akan tetapi juga umpan balik (feed back) dari si penerima perlu diperhatikan.

Sebagaimana Carl I. Hovland yang dikutip dari buku Onong Uchjana (1993:2) bahwa: “communication is the process to mudify the behavior of the other

individuals (komunikasi adalah proses merubah perilaku orang lain)”. Dengan

demikian perlu diketahui, seseorang akan dapat merubah sikap, opini atau perilaku orang lain apabila memang komunikatif.

Mendukung pendapat Wilbur Schramn dalam Onong Uchjana (1993:8) menyatakan bahwa: “komunikasi akan berhasil, apabila pesan yang disampaikan komunikator cocok dengan kerangka acuan (frame of reference), yakni panduan pengalaman dan pengertian (collective of experiences and meaning) yang pernah diperoleh komunikan.

Berdasarkan pendapat di atas dapat dikatakan bahwa dalam proses komunikasi perlu diperhatikan pesan yang disampaikan. Sebab proses komunikasi pada hakekatnya merupakan penyampaian pikiran atau perasaan oleh seseorang (komunikator) kepada orang lain (komunikan). Pikiran dimaksudkan dapat berupa


(31)

gagasan, informasi, opini dan lain-lain.

Kemudian definisi yang diutarakan oleh Onong Uchjana Effendy (1993:6) berbunyi: “Komunikasi adalah proses penyampaian lambang-lambang yang mendukung pengertian yang sama oleh seseorang kepada orang lain, baik dengan maksud agar mengerti maupun agar berubah tingkah lakunya”.

Proses berlangsungnya komunikasi sangat tergantung pada pemakaian lambang-lambang yang dipergunakan baik berbentuk verbal maupun non verbal. Sejalan dengan pendapat di atas, maka William Albig sebagaimana dikutip oleh Teguh Meinanda (1991:24) mengatakan bahwa: “Komunikasi adalah proses pengoperan lambang-lambang yang mengandung arti bagi pihak-pihak yang melakukannya”. Lambang-lambang yang dipergunakan dimaksud sebagai pernyataan yang disampaikan oleh komunikator.

Penggunaan lambang-lambang tersebut baik melalui bahasa maupun melalui gerak tertentu akhirnya akan menghasilkan umpan balik. Umpan balik memainkan peranan penting dalam komunikasi sebab akan menentukan berlanjutnya komunikasi atau berhentinya komunikasi yang dilancarkan komunikator. Dikatakan bahwa: “Komunikator yang baik adalah orang yang selalu memperhatikan umpan balik, sehingga ia dapat segera merubah gaya komunikasinya di kala ia mengetahui bahwa umpan balik dari komunikan bersifat negatif”. (Onong Uchjana Effendy, 1993:10). Dalam hal ini komunikator perlu bersikap tanggap terhadap tanggapan komunikan agar komunikasi yang telah berhasil sejak awal dapat dipelihara keberhasilannya.

Bila kita teliti dari pengertian-pengertian yang diutarakan para ahli terdahulu maka sebenarnya telah diutarakan oleh Laswell. Untuk memahami pengertian komunikasi sehingga dapat berlangsung lancar maka perlu dikemukakan paradigma


(32)

yang dikemukakan oleh Harold D. Laswell. Laswell mengatakan bahwa cara yang baik untuk menjelaskan komunikasi ialah menjawab pertanyaan sebagai berikut : Who says what in which channel to whom with what effect. Jadi dapat disimpulkan bahwa paradigma Laswell menunjukkan bahwa komunikasi meliputi 5 (lima) unsur sebagai jawaban dari pertanyaan yang diajukan yakni:

1. Komunikator (communicator, source, sender) 2. Pesan (message)

3. Media (channel, media)

4. Komunikan (communicant, communicative, receiver, recipient) 5. Efek (effect, impact, influence).

Komunikator ialah seseorang atau sekelompok orang yang menyampaikan pikirannya atau perasaannya kepada orang lain. Komunikator dapat berpindah secara individual atau secara kolektif yang melembaga.

Pesan sebagai terjemahan dari bahasa asing message adalah lambang bermakna (mean symbole) yakni lambang yang membawakan pikiran atau perasaan komunikator.

Media adalah sarana untuk menyalurkan pesan-pesan yang disampaikan oleh komunikator kepada komunikan. Media digunakan dalam komunikasi apabila komunikan berada di tempat yang jauh dari komunikator atau dalam jumlah yang banyak.

Komunikan adalah seseorang atau sejumlah orang yang menjadi sasaran komunikator ketika ia menyampaikan pesannya. Sejumlah orang yang dijadikan sasaran itu merupakan sekelompok kecil atau kelompok besar bersifat homogen dan heterogen.


(33)

komunikator. Jadi efek adalah akibat dari proses komunikasi.

Berdasarkan paradigma tersebut maka dapat dikatakan bahwa “Komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu” (Onong Uchjana Effendy, 1993:3).

Situasi demikian ini mengakibatkan bahwa pesan yang akan disampaikan harus direncanakan dan disampaikan sedemikian rupa, sehinga message itu dapat menarik perhatian sasaran yang dituju (komunikan). Agar pesan tadi sampai, perlu memakai saluran (Channel).

Disebutkan oleh Edward Depari dalam Teguh Meinanda (1991:16) bahwa: “Saluran komunikasi adalah alat melalui mana sumber komunikasi menyampaikan pesan-pesan (messages) kepada penerima (receiver). Saluran ini dapat dianggap sebagai penerus penyampai pesan yang berasal dari sumber informasi kepada tujuan informasi”.

Pemilihan media yang tepat sangat penting dalam proses komunikasi sebab akan dapat menghambat dan mempelancar kelangsungannya. Onong Uchjana Effendy (1993:12) mengatakan bahwa: “Pentingnya peranan media, yakni media sekunder, dalam proses komunikasi, disebabkan efisiensinya dalam mencapai komunikan. Surat kabar, radio atau televisi, misalnya merupakan media yang efisien dalam mencapai komunikan dalam jumlah yang amat banyak”.

Penggunaan saluran komunikasi banyak tergantung pada maksud dan tujuan komunikasi. Untuk menentukan media yang akan dipergunakan sebagai hasil dari sekian banyak alternatif, perlu didasari siapa komunikan yang akan dituju. Dengan demikian dapat dipahami yang mana setiap media memiliki ciri atau sifat tertentu yang efektif dan efisien untuk dipergunakan bagi penyampaian suatu pesan tertentu.


(34)

Dengan pertimbangan pada penyampaian pesan dan media yang dipergunakan, Onong Uchjana Effendy (1993 : 14) menegaskan bahwa :

memberi proses komunikasi dua tahap yakni secara primer, dan sekunder. Secara primer adalah proses penyampaian pikiran atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang (symbol) sebagai media. Secara sekunder adalah proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama.

Karena komunikasi itu merupakan proses dimulai dari pengambilan perhatian, hingga kepada tindakan mempengaruhi agar berbuat apa yang kita harapkan membuat perlunya berpikir lebih mendalam. Untuk itu bukan hanya komunikasi primer saja atau komunikasi sekunder saja akan tetapi lebih baik memadukan kedua-duanya sehingga komunikatif.

2.2. Bentuk-Bentuk Spesialisasi Ilmu Komunikasi

Dalam hal ini bentuk komunikasi dapat dikemukakan pendapat Onong Uchjana Effendy (1993:15) sebagai berikut :

1. Komunikasi antar personal (Interpersonal communication)

Komunikasi antar personal adalah komunikasi antara 2 (dua) orang atau 3 orang yang terdiri 1 (satu) komunikator dengan 1 atau 2 komunikan.

2. Komunikasi kelompok (Group communication)

Komunikasi kelompok adalah komunikasi antara 1 (satu) orang komunikator dengan sejumlah orang yang berkumpul bersama-sama dalam bentuk kelompok (komunikasi).

3. Komunikasi massa (Mass Communication)

Komunikasi massa adalah komunikasi yang melalui media massa yang meliputi surat kabar, radio, televisi, film yang ditujukan untuk umum.


(35)

sebagai berikut :

1. Komunikasi antar personal (Interpersonal Communication), sering pula disebut “dialic communication“ adalah komunikasi antar 2 (dua) orang dimana terjadinya kontak langsung dalam bentuk percakapan.

2. Komunikasi kelompok (Group Communication), adalah komunikasi antara seseorang (komunikator) dengan sejumlah orang (komunikan) yang berkumpul bersama-sama dalam bentuk kelompok.

3. Komunikasi massa (Mass Communication), ialah komunikasi melalui media massa modern, yang meliputi surat kabar yang mempunyai sirkulasi yang luas, siaran radio dan televisi yang ditujukan kepada umum dan film yang dipertunjukkan di gedung-gedung bioskop.

Dari uraian di atas menyebabkan bentuk-bentuk komunikasi terbagi atas komunikasi interpersonal (Interpersonal Communication), Komunikasi Kelompok (Group Communication) dan Komunikasi Massa (Mass Commuinication). Pendapat sarjana yang terakhir menurut J.B. Wahyudi (1996:34) yang menyatakan sebagai berikut :

1. Komunikasi antar pribadi, ini dapat berbentuk komunikasi dengan 2 orang atau lebih terdiri dari 1 komunikator dan beberapa komunikan.

2. Komunikasi kelompok bukan massa. 3. Komunikasi massa.

Komunikasi antar personal sebagai salah satu bentuk komunikasi yang sekaligus membedakannya dari bentuk komunikasi lainnya, berlangsung antara 2 (dua) orang yang sifatnya 2 (dua) arah atau timbal balik (two way traffic communication).


(36)

komunikator utama adalah yang pertama-tama menyampaikan pesan dan mempunyai tujuan dengan memanfaatkan komunikasi langsung tersebut.

Komunikasi interpersonal effektif dalam merubah sikap (attitude change), karena informasi yang disampaikan dapat tidak dimengerti, salah dimengerti dan ditolak sama sekali, bahkan perlakuan khusus harus selalu diperhatikan supaya masyarakat mau berbuat/bekerja sama menuju perubahan sikap, pendapat dan tingkah laku sebagai mana yang dikehendaki oleh komunikator. Kondisi seperti ini dimungkinkan melalui komunikasi antar personal, karena sifat dan karekteristiknya dalam kemampuan mengatasi tingkat selektivitas (terutama selective exposure) dan kesanggupan memenuhi kebutuhan lokal khalayak relatif cukup tinggi.

Mengenai efektivitas komunikasi interpersonal, Mc. Crosky, Larson dan Knapp dalam J.B. Wahyudi (1996:34) mengatakan bahwa “Komunikasi yang efektif dapat dicapai dengan mengusahakan ketepatan yang paling tinggi derajatnya (sedikit kurang dari 100%) dalam setiap situasi”.

Ketiga pengarang tersebut di atas memilih ketepatan yang paling tinggi derajatnya (sedikit kurang dari 100%) dari pada ketepatan yang menyeluruh (100%), karena untuk memperoleh ketepatan yang menyeluruh (100%) antara komunikator dan komunikan tidaklah mungkin.

Hal ini mengingatkan luasnya pengalaman dan kerangka pandangan (field of

experience dan frame of reference) yang mungkin ada antara komunikator dan

komunikan yang mempengaruhi terhadap derajat kesamaan dan ketidaksamaan di antara mereka.

Untuk kesamaan dan ketidaksamaan dalam derajat antara komunikator dan komunikan, Evereth M. Rogers dalam J.B. Wahyudi (1996:36) mengetengahkan istilah ”homophily” dan ”heterophily” yang dapat memperlancar proses kata antara


(37)

komunikator dan komunikan.

Homophily adalah sebuah istilah yang menggambarkan derajat pasangan perorangan yang berinteraksi yang memiliki kesamaan dalam sifat (attribute) seperti kepercayaan, nilai, pendidikan, status sosial dan sebagainya (istilah homophily berasal dari perkataan Yunani “homoios” yang berarti “sama”). Jadi homophily secara kharfiah berarti komunikasi dengan orang yang sama. Heterophily sebagai kebalikan dari homophily, didefenisikan sebagai derajat dari pasangan orang-orang yang berinteraksi yang berbeda dalam sifat–sifat tertentu. Dalam situasi bebas memilih dimana komunikator dapat berinteraksi dengan salah seorang dari sejumlah komunikan yang satu sama lain berbeda-beda, terdapat kecenderungan yang kuat untuk memilih komunikan yang lebih menyamai dia.

Homophily dan komunikasi efektif saling memperkuat satu sama lain. Lebih sering berkomunikasi, lebih besar kemungkinan untuk menjadi homophily. Lebih bersifat homophily lebih besar kemungkinan untuk berkomunikasi secara efektif.

Sebaliknya mengabaikan faktor heterophily, sering kali menjurus ke komunikasi yang tidak efektif, sehingga akibat perbedaan dalam kemampuan teknis, status sosial, sikap dan kepercayaan dapat menyebabkan gagalnya kampanye penyebaran inovasi.

2.3. Pengertian, Perkembangan dan Jenis Iklan 1. Pengertian Iklan

Iklan dalam proses komunikasi massa, merupakan keadaan yang menunjukkan penyampaian informasi melalui media massa, dalam penelitian ini dengan menggunakan majalah. Cutlip merupakan batasan tentang pengertian iklan sebagai informasi yang ditetapkan di media oleh sponsor yang diketahui yang


(38)

membayar untuk waktu dan ruang. Ini merupakan metode penempatan yang terkendali dalam media massa (Cutlip, 2005 :10).

Pada dasarnya iklan ditujukan pada dua tipe atau dua hal pokok dalam berbagai tujuan yang berbeda, yakni produk dan institusi. Dalam bentuk produk, iklan berupaya mempromosikan ciri-ciri khusus dan penggunaan produk tersebut yang ditujukan untuk membangun pengertian khalayak. Dilihat dari penampilannya, bentuk macam iklan dikenal dengan (Kasali, Rhenald, 2000 :18).

1. Price Advertising, yakni bentuk iklan yang tampil dengan lebih menonjolkan

harga barang atau jasa yang ditawarkan. Bahwa harga yang ditawarkan selalu diakhiri dengan angka yang menunjukkan bahwa harga barang tersebut lebih murah, seperti halnya Rp. 999.999, memberikan pengertian bahwa harga tersebut tidak mencapai 1 juta rupiah.

2. Quality Advertising, iklan yang tampil dengan menonjolkan mutu dari

barang atau jasa yang ditawarkan kepada konsumen. Menggambarkan kenyamanan, irit dan ketangguhan produk-produk tersebut kepada khalayak sebagai pilihan utama yang dikedepankan.

3. Brand Advertising, yaitu iklan yang tampil dengan menonjolkan

merek-merek atau jasa-jasa yang ditawarkan. Lebih membangun pengertian tentang logo yang menentukan harga suatu barang yang ditawarkan kepada konsumen.

Dengan demikian, jika melihat bentuk macam iklan yang pada saat ini, di Medan khususnya, ketiga ciri bentuk macam bentuk iklan tersebut memang dipergunakan oleh produsen dalam mengiklankan produk mereka masing-masing. Iklan yang menonjolkan harga barang atau jasa yang disuguhkan kepada khalayak konsumen sebagai tujuan produk, banyak kita saksikan di pusat-pusat perbelanjaan


(39)

bahkan hingga pada toko-toko kecil yang memacangkan harga produk mereka. Di sini jelas dikatakan, bahwa iklan merupakan penyebar informasi yang tidak hanya sekedar untuk memberitahukan sesuatu, tetapi juga sekaligus untuk menimbulkan kegiatan dari masyarakat sesuai dengan yang dianjurkan. Kemudian William Spriegel memberikan pedoman tentang pengertian iklan, seperti berikut ; “kegiatan periklanan mengandung unsur penyewaan ruangan atau waktu dalam suatu media massa demi penggunaannya, serta penyajian yang non-pribadi (artinya bukan oleh seseorang secara berhadapan)” (Astrid S. Susanto, 1997:200).

Dari pendapat William Spriegel ini menunjukkan bahwa penyajian suatu iklan tidak dilakukan secara berhadapan langsung antara penjual dengan pembeli tetapi melalui suatu media. Oleh karena itu, periklanan mungkin lebih lama memberikan reaksi positif, akan tetapi mencari jaminan dalam jangka panjang.

Dikatakan bahwa iklan adalah publikasi yang dapat berupa reklame, pemberitahuan atau pernyataan yang bukan bersifat berita dan disampaikan dengan menyewa satu ruang khusus yang ada pada suatu mass media. Dalam pengertian lain, dengan iklan sesuatu perusahaan membangunkan kesadaran masyarakat untuk memiliki barang yang dibutuhkannya, baik di rumah tangga, kantor dan sebagainya lewat penyiaran di televisi, radio, surat kabar, film dan majalah ataupun tabloid mingguan.

Selain itu, iklan juga mempunyai pengertian tersendiri bagi setiap individu. Seperti yang dikatakan oleh Otto Klepner, bahwa iklan merupakan pengertian yang berbeda bagi setiap orang maupun setiap golongan. Misalnya: ibu/wanita, iklan merupakan petunjuk untuk mengetahui barang yang diperlukannya. Ayah/laki-laki, iklan merupakan pengumuman dari suatu perusahaan untuk bekerja ataupun tempat bekerjasama. Anak, iklan merupakan petunjuk yang menarik.


(40)

Dari penjelasan-penjelasan tersebut di atas, maka dapatlah disimpulkan bahwa pengertian iklan adalah :

a. Tindakan atau usaha memperkenalkan hasil produksi melalui gambar, kata-kata slogan atau simbol dari pada hasil produk tersebut melalui komunikasi langsung yang ditujukan kepada khalayak ramai agar dibeli dan menimbulkan minat masyarakat untuk membeli dan memilikinya.

b. Usaha peningkatan penjualan hasil produk melalui media komunikasi massa supaya dikenal secara cepat dan tersebar di pasar.

c. Sarana informasi bagi masyarakat dalam menentukan dan menumbuhkan minat, sikap serta tindakan.

d. Salah satu sarana penghidupan bagi media massa dan surat kabar pada khususnya.

2. Perkembangan Iklan

Teriakan berulang-ulang dari pedagang yang menyusuri jalan sambil membawa barang dagangannya, merupakan salah satu usaha perdagangan untuk memberitahukan sekaligus menarik perhatian masyarakat. Jenis kegiatan komunikasi semacam itu, mungkin kalau lingkungan dari penjualan atau pemasaran terbatas. Namun apabila kehidupan perusahaan tergantung pada keharusan penjualan yang lebih luas, maka diperlukan suatu sistem komunikasi dengan beribu-ribu bahkan berjuta-juta calon membeli potensial. Untuk itu, karenanya perlu diadakan suatu metode kampanye antara lain periklanan dalam suasana yang khas.

Periklanan dalam arti modern, merupakan usaha untuk memberi informasi tentang suatu produk atau jasa kepada khalayak dan merupakan suatu gejala masyarakat yang maju. Gejala ini boleh dikatakan khas, mengingat bahwa barang


(41)

atau jasa tidak dijual bersamaan dengan pemberian informasi, serta bahwa pemberian informasi terjadi pada umumnya melalui media massa. Karena itu syarat utama bagi apa yang kini disebut periklanan ialah adanya media, terutama media massa. Walaupun surat kabar yang dikenal sebagai surat kabar pertama seperti Nathaniel Butter’s Weekly News sudah dikenal dalam tahun 1622 di Inggris, namun ternyata bahwa surat kabar itu belum memuat iklan. Yang dikenal di Inggris sebagai pembawa iklan yang pertama, ialah Mercurius Eritannius.

Di Inggris kemudian dikenal suatu surat kabar yang mengkhususkan diri dalam periklanan pada tahun 1682, yaitu “A Collection for the Improvement of Husbandry and Trade “, sehingga terbitan bukan saja membawa berita jual-jual produk pertanian dan perdagangan pada umumnya, tetapi juga sudah membawa iklan tentang “lowongan kerja“ dan “mencari pekerjaan“, seperti juga “berita benda yang hilang“ dan “berita ditemukan“. Surat kabar yang diterbitkan oleh Jhon Houghton ini, akhirnya juga memuat berita pernikahan dan pencarian jodoh, juga seperti ulasan buku serta berita dimana dapat membelinya. Dalam abad ke-18 dan ke-19 di dalam dunia persurat kabaran Inggris terjadi satu kemunduran di bidang kegiatan periklanan, karena surat kabar memperoleh status yang lebih tinggi, sehingga Henry Colburn penerbit dari surat kabar berbobot elit Anhenaum and Frazer’s menghindari iklan berbau “picisan“. Akibat daripadanya ialah bahwa dalam periode ini iklan mini (classifiedads) berkembang, yang akhirnya dapat menghasilkan 9.000 poundsterling.

Lambat laun pasaran massa sebagaimana dikenal sekarang, makin berkembang terutama dalam abad ke-19 dengan menggunakan berbagai tricks seperti penggunaan lagu-lagu populer atau pepatah yang mudah mengingatkan seseorang akan suatu produk tertentu, menggunakan pengulangan serta pendekatan tehnik erudisi dengan menggunakan tehnik pseudo ilmiah demi “ peningkatan status sosial “ kepada pemakai satu produk. Namun tidak semua pedagang kaya menganggap bahwa surat kabar sebagai satu-satunya media


(42)

yang dapat menghubungkan dirinya (produk atau jasanya) dengan khalayak sasaran, sehingga mulai penggunaan tehnik penggunaan papan tempel (billboards) serta penggunaan iklan pada kendaraan – kendaraan yang membawa produknya, sehingga pemerintah kotamadya London dalam tahun 1839 sudah mengeluarkan apa yang dikenal sebagai metropolitan Police Act, 1839 yaitu yang mewajibkan izin penempelan poster atau pemasangan papan tempel di tempat-tempat umum, di samping izin rekomendasi dari polisi setempat. Dalam suasana ini kegiatan periklanan memperoleh citra negatif dan terutama dikenal sebagai “ kasar dan tidak benar “, sehingga perusahaan-perusahaan besar akhirnya kembali dengan hanya mencantumkan pada papan tempel sekedar nama perusahaan dan produknya untuk mengingatkan khalayak (Astrid S. Susanto, 1997:188).

Langkah kemajuan berikut dalam periklanan terutama melalui pers dilakukan oleh Thomas J. Bart dari Pears Soap Co, yang untuk pertama kalinya menggunakan artis-artis yang terkenal sebagai pembawa iklannya. Demikian pula kemajuan dalam bidang Lithography yang diperkenalkan dari Perancis, akhirnya mengakibatkan penggunaan pengaruh artis-artis untuk iklan. Dalam abad ke-19 terutama cara pencetakan iklan dalam cara Toulouse Lautrec dari Moulin Rouge sangat menonjol dan hingga kini kadang-kadang masih dipakai. Namun baru sejak akhir abad ke- 19 yaitu dalam tahun 1880 Lord Northcliffe sendiri, yang mengubah citra dari iklan karena mengaitkannya dengan eksistensi surat kabar. Sejak itu berkembang pendapat, bahwa suatu surat kabar hanya dapat bertahan dalam eksistensinya apabila 50% dari kertas yang dipergunakan ditunjang oleh iklan, menjadi populer. Sehingga lahirlah apa yang dikenal sebagai Display Advertisements atau iklan berukuran besar dalam surat kabar. Hal ini dimungkinkan karena pada akhir abad ke-19 sistem distributor untuk penjualan produk makin berkembang, yaitu berkembangnya sistem penjual eceran.

Dalam kaitan ini lebih dimungkinkan peningkatan eksistensi surat kabar menurut gagasan Lord Northcliffe, karena surat kabar bekerja sama (bahkan kadang-kadang menyatu) dengan perusahaan-perusahaan iklan. Dengan berkembangnya


(43)

perusahaan-perusahaan iklan (menyatu atau hanya dalam bentuk kerjasama dengan surat kabar), maka berbagai perusahaan tidak memerlukan seksi tersendiri lagi, malah menyerahkan desain dan perhitungan pencapaian khalayak sasaran serta cara pendekatannya kepada perusahaan–perusahaan iklan tadi. Dalam tahap inilah berkembang kegiatan periklanan sebagai suatu profesi baru. Dengan sendirinya penilaian orang terhadap kegiatan periklanan berbeda-beda, tetapi tidak dapat disangsikan bahwa dalam masyarakat yang semakin modern, makin maju dan makin berkurangnya komunikasi tatap muka maka pekerjaan ini sangat membantu dalam meningkatkan ekonomi, antara lain dengan tugas utama iklan membawa penjual dan pembeli dalam suatu kesempatan untuk saling bertemu, sehingga terjadilah komunikasi antara penjual dan pembeli/pencari barang atau jasa. Apalagi kini makin didukung dengan kehadiran televisi, radio, film, majalah dan sebagainya.

3. Jenis Iklan

Setiap saat jika seseorang berhadapan dengan surat kabar, majalah, radio dan televisi, seketika melihat adanya pesan yang menawarkan mengenai keunikan suatu barang atau melayani suatu jasa, maka kita mengatakan itu iklan. Iklan juga ada di papan-papan reklame di perempatan ramai dengan lampu berwarna-warni, ditempelkan di dinding bis-bis kota, atau dibagikan pedagang asongan waktu menunggu lampu hijau dalam kendaraan untuk bergerak maju.

Secara teoritis umumnya iklan terdiri atas dua jenis: pertama iklan standar, dan kedua iklan layanan masyarakat. Jika kemudian terdapat jenis-jenis yang lain, maka itu merupakan perluasan dari kehadiran kedua jenis iklan tersebut, demikian dinyatakan oleh Bitter dalam bukunya Mass Communication, an Introduction (Liliweri, 1992: 31).


(44)

khusus untuk keperluan memperkenalkan barang, jasa pelayanan untuk konsumen melalui sebuah media massa. Tujuan iklan standar, adalah merangsang motif serta minat para pembeli atau para pemakai. Karena akibat iklan telah merangsang pembeli melalui daya tariknya yang besar, maka iklan menggugah minat, perasaan konsumen dan mengambil sikap terhadap barang atau jasa yang ditawarkan tersebut. Sebagian besar iklan standar pesan-pesannya ditata secara profesional oleh lembaga periklanan. Kehadiran lembaga seperti ini, sangat dibutuhkan oleh para pemasang iklan yaitu mereka yang mempunyai barang, jasa, ide serta gagasan yang ingin ditawarkannya itu.

Pesan-pesan iklan ini disusun secara mantap baik dalam kata, kalimat, memilih gambar dan warna, tempat pemasangan atau media yang cocok, menjangkau jenis khalayak sasaran tertentu, menyebarkannya pada waktu yang pas yang seluruhnya berada dalam penanganan orang-orang profesional.

Sedangkan jenis iklan layanan masyarakat adalah iklan yang bersifat nonprofit, jadi iklan ini tidak mencari keuntungan akibat pemasangannya kepada khalayak. Hal ini berbeda dengan iklan standar, yang mengharapkan dari pemasangan iklannya menggaet keuntungan atas penjualan barang produksinya. Umumnya iklan layanan masyarakat, bertujuan memberikan informasi dalam rangka pelayanan dengan mengajak masyarakat untuk berpartisipasi, bersikap positif terhadap pesan yang disampaikan. Iklan layanan masyarakat juga tidak terlalu terikat pada penetapan yang ketat, perancangan pesan yang rumit, pemilihan media yang sesuai, sampai pada penentuan khalayak sasaran serta pemilihan tempat dan juga waktu yang benar-benar pas.

Untuk selanjutnya iklan secara umum dapat dibagi atas : a. Iklan Tanggung jawab Sosial


(45)

Adalah iklan yang bertujuan untuk menyebarkan pesan – pesan yang bersifat informatif, penerangan dan pendidikan agar membentuk sikap warga masyarakat sehingga mereka bertanggung jawab terhadap masalah sosial juga kemasyarakatan tertentu. Tanggung-jawab ini merupakan bagian dari kewajiban masyarakat secara moral maupun material yang ditunjukkannya dalam aktivitas sosial.

b. Iklan Bantahan

Iklan ini diajukan melalui media massa untuk membantah dan memperbaiki citra suatu produk, yang namanya sudah tercemar di kalangan masyarakat akibat suatu informasi yang tidak benar. Perusahaan yang memproduksi produk itu dapat mengajukan iklan melalui kuasa hukum/pengacara untuk membantah ketidak- benaran informasi tersebut.

c. Iklan Pembelaan

Iklan ini mirip sebenarnya dengan iklan bantahan, namun iklan pembelaan merupakan iklan yang diajukan untuk membela keberadaan suatu barang, jasa, ide atau gagasan tertentu dari pengajuan atau klaim dari pihak yang lain terhadap suatu produk tertentu, terutama sekali pembelaan ini terhadap hak patent.

d. Iklan Perbaikan

Iklan perbaikan adalah iklan yang memperbaiki pesan-pesan tentang suatu produk tertentu yang terlanjur salah dan disebarluaskan melalui media massa. Jenis iklan seperti ini terlihat misalnya dalam iklan untuk memperbaiki isi iklan yang sama tentang suatu produk pada edisi terbitnya suatu media beberapa waktu sebelumnya.


(46)

Iklan keluarga adalah iklan yang pesan-pesannya merupakan pemberitahuan tentang terjadinya suatu peristiwa kekeluargaan kepada keluarga/khalayak lainnya. Sebagai contoh, iklan perkawinan, iklan ucapan selamat hari raya, iklan ucapan selamat sukses, iklan kematian atau turut berduka cita dan sebagainya.

2.4. Pengertian Label Halal

Label halal produk pada dasarnya meruang lingkupi produk pangan yang diatur di dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 1996 Tentang Pangan. Pangan sebagaimana dikatakan dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No. 7 Tahun 1996 adalah :

Segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan makanan atau minuman.

Sedangkan label pangan pada undang-undang ini diartikan sebagai setiap keterangan mengenai pangan yang berbentuk gambar, tulisan, kombinasi keduanya, atau bentuk lain yang disertakan pada pangan, dimasukkan ke dalam, ditempelkan pada, atau merupakan bagian kemasan pangan.

Farid Wajdi (2003:2) mengatakan, secara normatif–empiris label dan iklan pangan memiliki beberapa fungsi :

1. Sebagai sumber informasi. Label pangan dan iklan merupakan sumber informasi bagi konsumen tentang suatu produk pangan karena konsumen tidak dapat langsung bertemu dengan pelaku usahanya. Pelaku usaha dapat saja memasukkan unsur-unsur upaya memikat atau membujuk konsumen untuk membeli produknya. Akan tetapi label dan iklan tidak diperkenankan hanya sekedar menginformasikan sesuatu yang hanya mengutungkan dari sisi pelaku saja. Informasi yang benar, jelas dan jujur harus disampaikan


(47)

kepada konsumen termasuk higienis dan kehalalannya (Pasal 4 UU No. 8 Tahun 1999).

2. Label dan iklan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi konsumen untuk menentukan pilihan. Konsumen kritis tentu saja terlebih dahulu membaca label dan iklan dengan cermat, teliti dan melakukan perbandingan dengan produk lain dari segi komposisi, berat bersih, harga dan lain-lain sebelum membeli dan menjatuhkan pilihan (Pasal 4 UU No. 8 Tahun 1999).

3. Label dan iklan dapat digunakan sebagai sarana mengikat transaksi. Label dan iklan harus bersifat mengikat. Segala sesuatu yang diinformasikan dalam label dan yang dijanjikan dalam iklan, harus dapat dibuktikan kebenarannya. Iklan harus legal, terukur, jujur dan objektif. Pelaku usaha harus bersedia dituntut apabila ternyata label dan iklannya tidak terbukti benar (Pasal 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16 dan 17 UU No. 8 Tahun 1999).

Dari uraian di atas maka pada dasarnya label adalah suatu tanda yang dilekatkan pada suatu produk yang dapat dikonsumsi oleh masyarakat, dimana label tersebut menentukan keadaan serta keterangan dari produk yang bersangkutan.

Sedangkan pengertian halal itu sendiri menurut Ali & Deli (1997:252) adalah “segala sesuatu yang diijinkan (dalam Hukum) sesuatu yang didapat dari jalan baik-baik (tak) melanggar syara”.

Halal merupakan lawan dari kata haram, yaitu “sesuatu yang dituntut oleh agama untuk ditinggalkan dengan tuntutan yang pasti, baik dalilnya qath’i maupun dalil dzanni” (Masjfuk Zuhdi, 1990: 11).


(48)

1. Haram li dzaith, ialah sesuatu yang dilarang oleh agama karena mengandung bahaya/risiko, seperti makan bangkai, minum-minuman keras dan berbuat zina.

2. Haram li ghairih, ialah sesuatu yang dilarang oleh agama karena faktor lain. Misalnya melihat aurat wanita yang bukan isterinya, dilarang (haram) karena bisa mendorong orang berbuat zina (Masjfuk Zuhdi, 1990: 11). Dari pengertian yang diberikan oleh halal di atas maka pada dasarnya halal tersebut mencakup pengertian yang dapat diperbolehkan bagi umat Islam dimana hukumnya tidak haram. Dengan demikian maka dapat diberikan pengertian label haram pada dasarnya mencakup pengertian tentang adanya pencantuman dalam bentuk gambar maupun huruf terhadap sesuatu barang pangan yang akan dikonsumsi oleh umat Islam yang menerangkan bahwa benda tersebut diperbolehkan untuk dikonsumsi oleh umat Islam sesuai dengan hukum syara.

2.5. Lembaga Yang Mengeluarkan Label Halal

Konsep makanan dalam Islam adalah halal dan baik. Bagi umat Islam 4 sehat 5 sempurna belumlah cukup, karena suatu makanan yang sehat belum tentu halal tetapi makanan yang halal sudah pasti sehat. Suatu makanan akan dikonsumsi umat Islam apabila umat Islam tersebut tidak ragu lagi tentang kehalalan dari makanan tersebut. Walau makanan itu enak dan murah tetapi umat Islam ragu akan kehalalannya maka makanan tersebut tidak akan dikonsumsi. Jika suatu makanan yang dijual diberitakan mengandung bahan haram maka umat Islam tidak akan memakannya, dan karena umat Islam adalah umat yang mayoritas maka makanan yang mengandung bahan haram tersebut tidak akan laku di pasar dan akan


(49)

menumpuk di gudang.

Label halal merupakan label yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia kepada suatu perusahaan makanan, minuman, kosmetika atau obat-obatan yang telah diperiksa asal bahan bakunya, sumber bahan bakunya, proses produksinya dan hasil akhirnya. Pemeriksaan ini dilakukan oleh Lembaga Pengkajian Pangan Obat-Obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LP POM MUI). Hasil pemeriksaan ini akan diseminarkan di depan rapat auditor LP POM MUI yang kemudian hasilnya akan diajukan kepada Komisi Fatwa halal. Kemudian fatwa halal ini diberikan kepada perusahaan yang mengajukan permohonan dalam bentuk label dengan menggunakan 3 (tiga) bahasa yaitu Bahasa Indonesia, Bahasa Arab dan Bahasa Inggris.

Label halal merupakan tulisan halal baik dalam huruf latin dan atau huruf arab yang ditempelkan pada kemasan makanan, minuman, obat-obatan atau kosmetika atas persetujuan Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Label halal ini akan menunjukkan kepada konsumen bahwa makanan yang memiliki label halal tersebut memang telah diperiksa kehalalannya dan dijamin kehalalannya oleh lembaga yang memeriksanya.

Label halal akan menunjukkan kepada konsumen bahwa makanan atau minuman yang mempunyainya telah dinyatakan halal oleh MUI. Dengan label ini maka produsen dapat mengajukan permohonan pencantuman label halal pada kemasannya kepada departemen kesehatan. Label halal yang tercantum pada kemasan makanan tersebut akan mempermudah konsumen terutama konsumen muslim untuk memilih makanan yang halal.

Jika suatu makanan sudah diyakini kehalalannya maka umat Islam tidak akan ragu-ragu dalam memakannya. Jika umat Islam tidak ragu lagi memakannya maka


(50)

umat Islam akan menjadi pasar terbesar di Indonesia. Jika pasar yang besar tersebut sudah membeli produk halal maka hanya perusahaan yang memproduksi barang yang halal saja yang dapat hidup dan berkembang.

Sebaiknya jika suatu perusahaan diketahui memproduksi dan menjual barang yang tidak halal maka konsumen akan menjauhi produk tersebut. Akibatnya produk haram tersebut hanya dikonsumsi oleh sebagian kecil masyarakat Indonesia. Jika hal ini yang terjadi maka omzet penjualan akan kecil dan perkembangan perusahaan juga akan lambat.

Di samping hal yang sudah dikemukakan di atas masih ada keuntungan lain bagi konsumen yaitu konsumen akan dengan mudah memilih makanan apa yang sudah dinyatakan halal oleh MUI. Misalnya jika seseorang ingin makan di suatu restoran maka orang tersebut tinggal menanyakan ada tidaknya label halal. Jika restoran tersebut memiliki label halal berarti restoran tersebut telah diperiksa dan telah dinyatakan halal oleh MUI, tetapi jika restoran tersebut tidak dapat menunjukkan foto kopi label halalnya maka restoran tersebut belum jelas kehalalannya walaupun yang menjual adalah orang Islam pada etalasenya tertulis halal.

Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-Obatan dan Kosmetika dibentuk pada tanggal 6 Januari 1989 bertepatan dengan tanggal 28 Jumadil Awal 1409 H berdasarkan Surat Keputusan Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia No. Kep. 018/MUI/I/1989. Berdasarkan SK tersebut LP-POM MUI menerima amanah dari MUI untuk melakukan tugas antara lain :

1. Mengadakan inventarisasi, klarifikasi dan pengkajian terhadap makanan, obat-obatan dan kosmetik yang beredar di masyarakat.


(51)

2. Mengkaji dan menyusun konsep yang berkaitan dengan peraturan mengenai penyelenggaraan rumah makan/restoran, perhotelan, hidangan dalam perjalanan, pemotongan hewan serta penggunaan berbagai jenis bahan bagi pengolahan pangan, obat-obatan dan kosmetik yang dipergunakan oleh masyarakat khususnya bagi umat Islam agar terjamin halal (Bisma, Medan, 2003 : 4).

Peringatan Allah SWT tentang pengharaman babi ternyata sangat melekat di hati sanubari umat Islam di Indonesia bahkan di dunia sehingga ketika dipublikasikannya hasil penelitian Dr. Ir. Tri Susanto dalam Buletin Canopy yang diterbitkan oleh Senat Mahasiswa Universitas Brawijaya Malang pada bulan Januari 1988 tentang jenis-jenis makanan dan minuman yang mengandung lemak babi maka hebohlah seluruh umat Islam Indonesia sehingga terjadilah apa yang dikenal dengan istilah “lemak babi“. Isu ini sangat cepat tersebar ke masyarakat dan akhirnya menjalar ke sistem ekonomi Indonesia. Sistem perdagangan Indonesia dikejutkan dengan isu lemak babi karena seluruh makanan dan minuman yang terkena isu lemak babi tersebut praktis tidak dapat bergerak dari produsen ke konsumen karena tidak satupun konsumen muslim yang mau membeli produk tersebut sehingga produk-produk tersebut hanya tertimbun di gudang-gudang pabrik dan swalayan.

Ketika isu tersebut telah mencapai puncaknya dalam arti hampir tidak dapat dikendalikan maka Sekretaris Jenderal Departemen Agama Indonesia menemui Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia. Menurut Majelis Ulama Indonesia, ketika disampaikan apa yang telah terjadi akibat isu lemak babi tersebut maka dengan tenang Ketua MUI mengucapkan suatu kaidah ushul fiqih yaitu mencegah kerusakan lebih diutamakan untuk menjaga kemaslahatan/manfaat. Mendengar ucapan tersebut maka pemerintah melalui Departemen Agama menjadi tenang dan MUI mulai


(52)

memasuki masalah halal makanan secara aktif.

Ada 2 tindakan yang diambil oleh MUI dalam kaitan ini pada waktu itu, yaitu :

1. Bagaimana memperbaiki keadaan yang sedang berlangsung yang sudah menjurus kepada terganggunya stabilitas ekonomi dan,

2. Bagaimana supaya hal ini tidak terjadi lagi di kemudian hari.

Untuk memperbaiki keadaan yang sedang berlangsung maka dibentuklah suatu komisi oleh MUI untuk meninjau beberapa pabrik yang dicurigai lalu terlihatlah di layar televisi, koran-koran dan majalah gambar para ulama meminum susu dan makan mie. Cara ini dapat mengatasi masalah yang terjadi pada waktu itu untuk sementara dan untuk mencegah agar isu semacam ini tidak terjadi lagi maka tanggal 6 Januari 1989 bertepatan dengan 28 Jumadil Awal 1409 H melalui SK Nomor : Kep. 018/MUI/I/1989 tentang pembentukan Lembaga Pengkajian Pangan Obat-Obatan dan Kosmetik MUI maka terbentuklah LP-POM MUI seperti yang dikenal dewasa ini tugas sebagai berikut:

1. Mengadakan inventarisasi, klarifikasi dan pengkajian terhadap makanan, obat-obatan dan kosmetika yang beredar dalam masyarakat,

2. Mengkaji dan menyusun konsep-konsep dalam upaya yang berkaitan dengan memproduksi, memperjualbelikan dan menggunakan makanan, obat-obatan dan kosmetika sesuai dengan ajaran Islam.

3. Mengkaji dan menyusun konsep-konsep yang berkaitan dengan peraturan-peraturan yang mengenai penyelenggaraan rumah makan, restoran, perhotelan, hidangan dalam pelayaran dan penerbangan, pemotongan hewan serta penggunaan berbagai jenis bahan bagi pengolahan pangan, obat-obatan dan kosmetika yang dipergunakan oleh masyarakat khususnya masyarakat Islam agar


(53)

terjamin halal.

4. Menyampaikan hasil-hasil pengkajian dan konsep-konsep kepada Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan kebijaksanaan yang berkaitan dengan pengolahan, memperjualbelikan dan penggunaan pangan obat-obatan dan kosmetika.

5. Dengan persetujuan Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia lembaga mengadakan kegiatan-kegiatan dalam rangka kerja sama dengan pemerintah dan swasta, serta melaksanakan tugas lainnya yang diberikan oleh Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia.

Tugas yang diemban oleh LP POM MUI bukanlah tugas yang ringan dan ternyata semakin hari LP POM MUI bekerja maka semakin meningkatlah permintaan label halal kepada MUI. Bukan hanya perusahaan yang berlokasi di Pulau Jawa saja tetapi sudah menjalar ke perusahaan yang terletak di luar Pulau Jawa termasuk Sumatera. Dengan alasan bahwa semakin padatnya pekerjaan LP POM MUI dan semakin beratnya biaya yang harus dipikul oleh perusahaan jika mengajukan permohonan label halal, maka MUI Pusat mengeluarkan surat keputusan yang memerintahkan MUI propinsi untuk membentuk LP POM MUI Propinsi. Untuk memenuhi kebutuhan ini maka MUI Sumatera Utara mengutus 2 orang anggotanya untuk dilatih menjadi tenaga auditor sertifikasi halal LP POM MUI di Bogor selama 1 bulan penuh.

Secara administratif sebenarnya keberadaan LP POM MUI SU yang sudah ada sejak tahun 1997. Tetapi karena tenaga yang ditugaskan untuk itu terbatas maka kegiatan LP POM MUI terhenti. Kemudian dengan telah adanya tenaga yang terlatih di MUI SU maka LP POM MUI SU kembali dibenahi. Dan akhirnya secara resmi terbentuklah LP POM MUI SU melalui SK MUI SU No.


(54)

18/KPTS/MUI-SU/VII/1999 tanggal 24 Rabiul Awal 1420 H bertepatan dengan 8 Juli 1999. SK ini kemudian diperbaharui kembali oleh karena DR. H. Mulkan Yahya sebagai Direktur LP POM MUI SU dipanggil Allah SWT untuk menghadap-Nya, lalu diangkatlah Prof. Dr. H. Urip Harahap. Apt, sebagai Direktur LP Pomk MUI SU melalui SK No. 08/KPTS/MUI-SU/IV/2000 tanggal 18 Dzulhijjah 1421 H bertepatan dengan tanggal 3 April 2000.

Tata cara pengajuan prosedur label halal dimulai dengan tahap awal dengan mengajukan permohonan dengan mengisi blangko permohonan yang sudah disiapkan oleh LP POM MUI. Selain mengisi permohonan sertifikasi halal, perusahaan yang menginginkan label halal MUI juga diwajibkan untuk mengisi pernyataan bahan baku dan bahan tambahan serta bahan pendukung yang dipergunakan dalam proses produksi. Pernyataan-pernyataan ini harus dilengkapi dengan dokumen pendukung yang menerangkan tentang bahan-bahan yang dipergunakan dalam proses produksi tersebut. Dokumen ini berupa label analisis dari bahan yang dipergunakan, dan atau dapat juga label halal dari bahan yang digunakan tersebut.

Permohonan dan dokumen pendukungnya dibuat dalam rangkap 4 dan masing-masing dimasukkan dalam sebuah map dan kemudian diserahkan kepada LP POM MUI SU. Setelah berkas permohonan tersebut diterima oleh LP POM MUI SU, kemudian LP POM MUI SU akan melakukan evaluasi terhadap berkas yang diserahkan tersebut. Pemeriksaan berkas permohonan tersebut bertujuan untuk menentukan apakah perusahaan tersebut layak untuk disertifikasi atau tidak, selain itu juga bertujuan untuk menentukan berapa besar biaya yang dibebankan kepada perusahaan tersebut. Setelah dinilai memenuhi persyaratan maka LP POM MUI SU akan melakukan pemeriksaan atau peninjauan langsung ke lokasi produksi. Hasil


(1)

3. Tingkat Pendidikan : 1. Sekolah Dasar 2. SLTA

3. Diploma 4. Sarjana

4. Pekerjaan : 1. Ibu Rumah Tangga 2. Karyawan swasta

3. PNS

4. Pedagang

5. Agama : 1. Islam 2. Kristen 3. Hindu 4. Budha

II. Variabel Bebas (Labelisasi Halal Produk Mie Instan Indomie)

6. Bagaimana pendapat anda tentang penerapan label halal mie instan Indomie? 1. Sangat Tepat

2. Tepat

3. Kurang Tepat

4. Tidak Tepat

7. Apakah anda lebih sering membeli produk dalam kemasan Mie instan Indomie? 1. Sangat Sering

2. Sering

3. Kurang sering 8

4. Tidak sering

4

5

6


(2)

8.

Setujukah anda dengan adanya pemberian label halal akan meningkatkan minat beli para konsumen?

1. Sangat setuju 2. Setuju

3. Kurang setuju 9

4. Tidak setuju

9. Apakah anda merasa puas dengan adanya pemberian label halal produk mie instan Indomie?

1. Sangat puas 2. Puas

3. Kurang puas 10

4. Tidak puas

10. Apakah anda sering memperhatikan label halal sebelum membeli produk mie instan Indomie?

1. Sangat sering 2. Sering

3. Kurang sering 11

4. Tidak sering

11. Apakah anda peduli dengan komposisi bahan suatu produk sebelum membelinya?

1. Sangat peduli 2. Peduli

3. Kurang peduli 12


(3)

12. Apakah pencantuman label halal perlu dievaluasi secara berkala? 1. Sangat perlu

2. Perlu

3. Kurang perlu 13

4. Tidak perlu

13. Setujukah anda bahwa label halal akan memberikan ketenangan bagi konsumen untuk mengkonsumsi suatu produk?

1. Sangat setuju 2. Setuju

3. Kurang setuju 14

4. Tidak setuju

14. Apakah anda tertarik dengan label halal pada produk mie instan Indomie? 1. Sangat tertarik

2. Tertarik

3. Kurang tertarik 15

4. Tidak tertarik

15. Apakah anda sering memperhatikan label halal sebelum membeli produk mie instan Indomie?

1. Sangat sering 2. Sering

3. Kurang sering 16 4. Tidak sering


(4)

III. Variabel Terikat (Minat Beli)

16. Apakah anda berminat membeli produk mie instan Indomie? 1. Sangat berminat

2. Berminat

3. Kurang berminat 17

4. Tidak berminat

17. Apakah anda merasa tertarik dengan suatu produk apabila suatu produk memiliki label halal?

1. Sangat tertarik 2. Tertarik

3. Kurang tertarik 18 4. Tidak tertarik

18. Apakah anda merasa yakin produk yang telah diuji oleh pihak LP.POM MUI telah mencantumkan label halal?

1. Sangat yakin 2. Yakin

3. Kurang yakin 19 4. Tidak yakin


(5)

19. Setujukah anda bahwa mencantumkan label halal akan dapat meningkatkan penjualan suatu produk?

1. Sangat setuju 2. Setuju

3. Kurang setuju 20

4. Tidak setuju

20. Apakah anda merasa berminat dengan adanya pemberian label halal produk mie instan Indomie?

1. Sangat berminat 2. Berminat

3. Kurang berminat 21 4. Tidak berminat

21. Setujukah anda dengan adanya kegiatan label halal akan memudahkan bagi konsumen untuk membeli?

1. Sangat setuju 2. Setuju

3. Kurang setuju 22

4. Tidak setuju

22. Apakah anda sering membeli produk yang mencantumkan label halal? 1. Sangat sering


(6)

4. Tidak sering

23. Apakah anda sering mempertimbangkan label halal sebelum membeli produk mie instan Indomie?

1. Sangat sering 2. Sering

3. Kurang sering 24 4. Tidak sering

24. Apakah anda merasa puas dengan adanya label halal yang dikemas produk mie instan Indomie?

1. Sangat puas 2. Puas

3. Kurang puas 25 4. Tidak puas

25. Apakah anda merasa lebih senang terhadap produk yang mencantumkan label halal?

1. Sangat senang 2. Senang

3. Kurang senang 26 4. Tidak senang


Dokumen yang terkait

Pengaruh Labelisasi Halal Terhadap Keputusan Pembelian Produk Mie Instan Indomie Pada Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara

18 227 92

Perencanaan Jumlah Produksi Mie Instan Dengan Penegasan (Defuzzifikasi) Centroid Fuzzy Mamdani (Studi Kasus : Jumlah Produksi Indomie di PT. Indofood CBP Sukses Makmur Tbk Tanjung Morawa)

9 87 62

Penetapan Bilangan Asam (Acid Value) Dalam Mie Instan Di PT. Indofood CBP Sukses Makmur tbk. Medan

44 184 26

Peningkatan Gizi Mie Instan Dari Campuran Tepung Terigu dan Tepung Ubi Jalar Melalui Penambahan Tepung Tempe dan Tepung Ikan

1 62 91

Pengaruh Labelisasi Halal Terhadap Keputusan Pembelian Produk Mi Instan

1 20 18

PENGARUH LABELISASI HALAL DAN HARGA TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN KONSUMEN Pengaruh Labelisasi Halal Dan Harga Terhadap Keputusan Pembelian Konsumen Pada Produk Indomie.

0 4 22

PENGARUH LABELISASI HALAL DAN HARGA TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN KONSUMEN Pengaruh Labelisasi Halal Dan Harga Terhadap Keputusan Pembelian Konsumen Pada Produk Indomie.

1 3 14

PENGARUH LABELISASI HALAL DAN HARGA TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN KONSUMEN Pengaruh Labelisasi Halal Dan Harga Terhadap Keputusan Pembelian Konsumen Pada Produk Indomie.

0 3 88

Pengaruh Labelisasi Halal Terhadap Keputusan Pembelian Produk Mie Instan Indomie Pada Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara

0 2 16

PENGARUH MEREK, HARGA, DAN LABELISASI HALAL TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN PRODUK MIE INSTAN MEREK INDOMIE (Studi pada Masyarakat Kelurahan Watusigar Kecamatan Ngawen Kabupaten Gunungkidul) - STIE Widya Wiwaha Repository

0 5 87