c. Indonesia never again the life blood of any action.
d. For the right of self determination.
e. Life, liberty and persuit of happiness.
29
Coretan tersebut juga tidak jarang yang merupakan sebuah tuntutan kepada penjajah. Hal ini dilakukan karena rakyat kecil hanya bisa
menyampaikan aspirasi politiknya melalui tulisan-tulisan tersebut. Dan pada masa revolusi, provokasi tersebut tentunya akan menjadi
pertimbangan Belanda untuk bertindak. Aksi coret-coretan ini tidak semata pekerjaan para seniman saja,
namun juga masyarakat umum. Hal ini dikarenakan dalam pembuatannya tidak terlalu sulit. Isi dari coretan tersebut merupakan
ungkapan hati dari rakyat Indonesia sendiri, yang digerakkan oleh para seniman menjadi sebuah coretan perjuangan.
B. Kesenian Sandiwara sebagai Alat Perjuangan.
Pada tahun 1945-1949, pengaruh yang didapatkan oleh Indonesia hanya berasal dari satu arah saja yaitu dari Belanda. Pengaruh yang dimaksud
meliputi hal politik, pendidikan, sosial bahkan sastra budaya. Sebuah tugas dan tanggungjawab bangsa Indonesia untuk mempertahankan apa yang telah
dimiliki ditengah-tengah penajajahan. Perpindahan ibukota Indonesia dari Jakarta ke Yogyakarta mrupakan
satu peristiwa penting bagi para seniman. Ditengah-tengah perjuangan bangsa para seniman membutuhkan dukungan dan sebuah kepercayaan untuk
29
Ibid.
mengembangkan dirinya dalam berkarya. Seniman perlu mendapatkan penghargaan untuk mendorong semangat untuk berkarya.
30
Kondisi perpindahan ibukota ke Yogyakarta, menuntut para seniman juga harus turut serta berpindah. Reaksi tersebut dilakukan untuk
melestarikan kebudayaan nasional, yang berfungsi sebagai penyaring kebudayaan negara barat yang terus berkembang di Indonesia. Langkah awal
yang dilakukan pada masa itu adalah dengan melaksanakan pameran seni besar-besaran di Yogyakarta dan kota lain.
Kesenian teater di Yogyakarta selama masa revolusi semakin berkembang untuk menumbuhkan kesadaran akan kesatuan nasional dengan
jiwa patriotiknya. Sri Murtono adalah merupakan salah satu tokoh drama yang bertahan dan berkembang dari masa pendudukan Jepang.
Keberhasilannya mengembangkan drama di Yogyakarta, memberinya semangat untuk memacu seniman-seniman lain dan para remaja untuk
menghidupkan dunia teater.
31
Seni drama atau teater tradisional di Jawa biasa dikenal dengan sebutan
Kethoprak.
Karya seni kethoprak sandiwara tradisional Jawa, sebagai sebuah karya bangsa khususnya masyarakat Jawa, yang tidak dapat
dilepaskan begitu saja dari nilai masyarakat. Kethoprak cukup populer dikalangan masyarakat Jawa pedesaan.
30
Usmar Ismail, “Jangan Abaikan Tenaga Kebudayaan”, Kedau
latan Rakyat,
Sabtu, 16 Maret 1946.
31
Nur Iswantara,
op.cit.
, hlm. 72.
Potensi kreatif dalam kethoprak memang jauh lebih lengkap daripada kelompok kesenian lain yang sama tradisional tentunya salah satu potensi itu
ialah kemampuan mengolah dan menterjemahkan lakon cerita dari pokok cerita kedalam paparan pentas.
32
Indonesia mulai belajar dari propaganda politik propaganda Jepang yang telah melibatkan seniman untuk melawan
negara Barat untuk mendukung perjuangan nasional. Kelompok sandiwara tradhisional yang membubarkan diri karena alasan ekonomi, akhirnya
digantikan oleh drama berbahasa Indonesia.
33
Kelompok-kelompok drama mulai mengadakan pementasan-pementasan. Tujuan pementasan mereka
adalah menyampaikan pesan kepada masyarakat berkaitan dengan perjuangan nasional.
Munculnya drama di Yogyakarta meskipun masih asing namun diterima dengan baik oleh masyarakat. Anak-anak muda mulai tertarik
dengan adanya drama baru tersebut. Pemain-pemainnya pun dari berbagai kalangan, ada yang masih sekolah, mahasiswa, pegawai negeri, karyawan,
dan pegawai partikelir. Pekerjaan mereka sebagai seorang seniman tidak menuntut bayaran.
Sandiwara adalah istilah yang diciptakan oleh Kanjeng Gusti Pangeran Mangkunegara VII. Istilah sandiwara berasal dari kata
sandi
yang
32
M. Suprihadi Sastrosupono, “Melacak Kebenaran Lewat Kethoprak”,
Basis,
Vol. XXXII, Agustus1983, hlm. 318.
33
Ibid.,
hlm. 73.