BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Defenisi Angular Cheilitis
Angular cheilitis disebut juga angular cheilosis, commissural cheilitis, angular stomatitis atau perleche merupakan inflamasi akut atau kronis pada sudut
mulut.
11
Pada awalnya, sudut mulut menunjukkan penebalan putih keabu-abuan dengan pinggir eritema. Angular cheilitis akut dapat berubah menjadi eritema yang
lebih parah dengan cepat diikuti maserasi, ulserasi dan pembentukan krusta. Pada angular cheilitis kronis biasanya terbentuk jaringan granulasi dan kulit yang
berdekatan menunjukkan dermatitis yang parah. Penderita angular cheilitis biasanya mengeluhkan rasa sakit, terbakar dan pruritus.
12
2.2 Etiologi Angular Cheilitis
Etiologi angular cheilitis dapat berupa defisiensi nutrisi, defisiensi imun, infeksi bakteri dan jamur serta trauma mekanis. Setiap faktor etiologi terutama
defisensi nutrisi berkorelasi dengan kondisi lingkungan.
2,3
Pada anak sekolah, yang paling berpengaruh dalam menimbulkan angular cheilitis adalah pola makan anak di
dalam lingkungan keluarga dan sekolah.
3
2.2.1 Defesiensi Nutrisi
Makanan yang mengandung gizi yang seimbang adalah makanan yang mengandung prinsip empat sehat dan lima sempurna. Orang tua mempunyai peranan
besar dalam mengatur pola makan anak. Mereka harus memastikan bahwa anak-anak mereka mendapat gizi yang cukup dari makanan yang dikonsumsinya. Orang tua
harus menanamkan kepada anak tentang betapa pentingnya pola makan yang sehat bagi tubuh manusia. Makanan apa saja yang harus dikonsumsi anak dan yang tidak
boleh dikonsumsi harus ditanamkan sejak dini kepada anak agar ketika di sekolah atau bermain, anak tidak mengkonsumsi jajanan yang tidak sehat.
2
Universitas Sumatera Utara
Defisiensi nutrisi atau malnutrisi disebabkan oleh faktor primer dan atau sekunder. Faktor primer disebabkan bila susunan makanan seseorang salah dalam
kualitas dan kuantitas yang disebabkan oleh kurangnya penyediaan pangan, kurang baiknya distribusi pangan, kemiskinan, pengetahuan akan nutrisi yang kurang,
kebiasaan makan yang salah dan sebagainya.
13
Faktor sekunder meliputi faktor yang menyebabkan zat-zat gizi tidak sampai di sel-sel tubuh setelah makanan dikonsumsi. Penyebab terjadinya defisiensi nutrisi
sekunder bukan dari faktor ekonomi, misalnya faktor-faktor yang menyebabkan terganggunya pencernaan, seperti gigi-geligi yang tidak baik, kelainan struktur
saluran cerna dan kekurangan enzim. Faktor sekunder juga dapat berupa kebiasaan mengonsumsi makanan cepat saji atau makanan siap saji. Dari segi finansial,
makanan makanan siap saji dianggap memiliki prestise tinggi, namun makanan makanan siap saji sangat rendah nutrisi dan dapat menyebabkan gangguan
pertumbuhan anak.
13
Angular cheilitis dapat disebabkan oleh karena beragam defisiensi nutrisi. Defisiensi zat besi dan vitamin B merupakan penyebab terjadinya
angular cheilitis.
2.2.1.1 Defisiensi Zat Besi
Zat besi sangat penting untuk mengangkut oksigen dan respirasi intraseluler, yang melekat dibeberapa enzim. Kebanyakan zat besi hadir dalam hemoglobin, beberapa
disimpan dalam makrofag dalam hati dan limpa sebagai feritin dan haemosiderin. Zat besi diangkut sebagai transferin. Defisiensi dapat timbul dari penyebab makanan atau
serapan, tetapi biasanya merupakan konsekuensi dari kehilangan darah yang kronis. Kekurangan zat besi berpengaruh cepat, dan membagi sel- sel seperti sumsum tulang dan
mukosa oral.
12,20
Defisiensi zat besi merupakan kekurangan zat gizi yang biasa terjadi di negara berkembang dan industri. Apabila tubuh mengalami kekurangan zat besi, dapat
menyebabkan anemia. Anemia defisiensi zat besi adalah keadaan penurunan konsentrasi hemoglobin dalam darah sampai kadar dibawah 11 gdl Defisiensi zat besi umumnya
terjadi pada usia 6 -12 bulan atau 1-2 tahun, yaitu 70 kebutuhan zat besi pada usia 6 - 12 bulan dan 50 kebutuhan zat besi pada usia 1-2 tahun terjadi saat pertumbuhan
Universitas Sumatera Utara
jaringan yang cepat. Pada tahun pertama kehidupan, kebutuhan sseorang bayi untuk mengabsorbsi zat besi sama besarnya dengan kebutuhan seorang laki- laki dewasa, yang
mana hal ini sulit untuk dipenuhi.
14
Defisiensi zat besi kronis dapat menyebabkan koilonychias, glossitis dan cheilosis dengan pembentukkan fisur. Defisiensi zat besi
dapat menurunkan imunitas yang dimediasi sel sehingga merangsang perumbuhan Candidiasis mucocutaneous.
15
Bahan makanan yang mengandung zat besi adalah kuning telur, jantung, hati, ginjal, kerang, asparagus dan kacang.
13
2.2.1.2 Defisiensi Riboflavin vitamin B2
Defisiensi riboflavin vitamin B2 sering diikuti dengan defisiensi vitamin B kompleks dikarenakan peranan dalam metabolisme vitamin B6 dan tryptophan, yang
kemudian akan diubah menjadi niacin vitamin B1.
Anak- anak dan wanita hamil membutuhkan tambahan riboflavin karena vitamin ini penting untuk pertumbuhan.
Berfungsi sebagai pembentukan dua koenzim, flavin adenine dinukleotida dan flavin mononukleotida, terlibat dalam metabolisme oksidatif.
14
Secara umum, defisiensi riboflavin akan menyebabkan membran mukosa menjadi kemerahan, angular
cheilitis dan glossitis yang berwarna magenta.
15
Bahan makanan yang mengandung vitamin B2 adalah susu, keju, daging dan sayuran berwarna hijau.
13
2.2.1.3 Defisiensi Pyridoxine vitamin B6
Koenzim vitamin B6 berperan penting dalam metabolisme asam amino, sehingga konsumsi sehari- hari harus sebanding dengan konsumsi protein karena protein dibuat
dari asam amino
Defisiensi pyridoxine vitamin B6 menyebabkan cheilosis, glossitis, perubahan seperti seborrhea disekeliling mulut, mata, dan hidung. Sering muncul
pada pecandu alkohol dan dapat juga terjadi pada orang yang mengkonsumsi obat tertentu yang merusak metabolisme vitamin B6 yang termasuk cycloserine,
isoniazidm hydralazine, hydrochloride, kontrasepsi oral, D-penicillamine dan levodopa jika dikonsumsi tanpa carbidopa.
15
Bahan makanan yang mengandung vitamin B6 adalah kecambah, gandum, hati, ginjal, serealia tumbuk, kacang-
kacangan, kentang dan pisang.
13
Universitas Sumatera Utara
2.2.1.4 Defisiensi Cyanocobalamin vitamin B12
Penurunan tingkat vitamin B12 cyanocobalamin membuat pasien rentan terhadap perkembangan angular cheilitis. Hal ini biasanya dikaitkan dengan
malnutrisi, kecanduan alkohol dan anemia. Penyebab lain mencakup reseksi ileum terminal atau penyakit biasanya penyakit Crohn, keadaan postgastrectomy,
pancreatitis kronis, diet vegetarian yang ketat, dan infeksi dengan Diphyllobothrium latum. Tingkat vitamin B12 berubah oleh cholestyramine, colestipol, asam p-
aminosalicylic dan kalium klorida.
15
Kekurangan vitamin B 12 dapat menyebabkan kekurangan darah anemia, yang sebenarnya disebabkan oleh kekurangan folat. Tanpa
vitamin B12, folat tidak dapat berperan dalam pembentukan sel- sel darah merah. Gejala kekurangan lainnya adalah sel- sel darah merah menjadi belum matang immature yang
menunjukkan sintesis DNA yang lambat. Kekurangan vitamin B12 dapat juga mempengaruhi sistem syaraf, berperan pada regenerasi syaraf peripheral, mendorong
kelumpuhan. Selain itu juga dapat menyebabkan hipersensitif pada kulit.
Bahan makanan yang mengandung vitamin B12 adalah hati, ginjal, jantung, daging, ikan,
unggas, kerang, telur dan susu dan hasil olahannya.
13
2.2.1.5 Defisiensi Asam Folat
Defisiensi folat sering muncul dengan vitamin B12 dan dikarakteristikkan dengan stomatitis, glossitis, dan anemia megaloblastik. Suplemen folat terdiri dari
methotrexate, phenytoin, phenobarbital, primidone, kontrasepsi oral, dan triamterene. Pecandu alkohol kronis, penyakit usus, penyakit pankreas, malnutrisi dan sindrom
malasorpsi lain dapat memproduksi defisiensi multi-nutrisi yang mengarah pada defisiensi folat, vitamin B12 dan zat besi sehingga menyebabkan angular cheilitis.
15
Bahan makanan yang mengandung asam folat adalah hati, ginjal, sayuran hijau, gandum dan kacang.
13
2.2.1.6 Defisiensi Niacin vitamin B6
Fungsi vitamin B6 adalah untuk membentuk Dua Koenzim yang dibantu oleh NAD dan NADP dibutuhkan untuk beberapa aktivitas metabolisme, terutama
Universitas Sumatera Utara
metabolisme glukosa, lemak dan alkohol. Niasin memiliki keunikan diantara vitamin B karena tubuh dapat membentuknya dari asam amino tryptophan. Niasin membantu
kesehatan kulit, sistem saraf dan sistem pencernaan.
14
Defisiensi niacin vitamin B3 dapat menyebabkan 3D dermatitis, diare dan demensia sehingga menghasilkan
glossitis atau cheilitis dan telah diketahui lebih sering menyebabkan angular cheilitis daripada defisiensi riboflavin.
15
Bahan makanan yang mengandung vitamin B3 adalah daging ayam, ikan, hati, ginjal dan kacang tanah.
13
2.2.1.7 Defisiensi Zinc
Defisiensi mineral dapat menyebabkan angular cheilitis. Kekurangan mineral esensial zinc dikarakteristikkan dengan diare, alopecia, dan dermatitis yang
bermanifestasi sebagai eczematous dan perubahan erosif disekeliling mulut. Angular cheilitis, glossitis dan postural paronychia juga dapat terlihat. Pada kenyataannya,
angular cheilitis merupakan tanda awal dari acrodermatitis enteropathica dan terjadi kembali pada penderita. Angular cheilitis dapat disebabkan defisiensi gen resesif
autosomal yang dikenal sebagai acrodermatitis enteropathica. Hal ini dapat terlihat dengan hubungannya terhadap cystic fibrosis, masa awal penggunaan ASI oleh bayi,
diet tinggi sereal dan 3 dari peminum alkohol berat.
15
Bahan makanan yang mengandung zinc adalah telur, susu, daging sapi, daging kambing dan biji
semangka.
13
2.2.2 Defisiensi Imun
Kerusakan sel imun dikaitkan dengan AIDS dapat menyebabkan pasien pada berbagai resiko infeksi oportunistik. Salah satunya adalah infeksi oral candidiasis.
Infeksi tersebut disebabkan Candida albicans terdapat di rongga mulut dalam keadaan non-patogen namun dalam kondisi tertentu dapat berubah menjadi patogen.
16
Membran mukosa oral merupakan jaringan unik yang dibentuk sedemikian rupa untuk melindungi individu dan berhubungan langsung dengan kulit. Mukosa
mulut secara histologis terdiri dari stratified squamous epithelium, stroma jaringan ikat yang dikenal sebagai lamia propria dan submukosa pada seluruh daerah kecuali
Universitas Sumatera Utara
gingiva dan palatum keras. Penyakit mukosa mulut dapat berupa bagian dari penyakit sistemik umum, bagian dari penyakit kulit atau hanya berada pada rongga mulut.
17
HIV dan AIDS tidak hanya mempengaruhi sistem tubuh namun juga melibatkan rongga mulut. Keterlibatan rongga mulut merupakan kelanjutan penyakit
dimana sel CD4 menurun dan ketika berjumlah kurang dari 250, sejumlah infeksi oportunistik termasuk infeksi Candida dapat terjadi. Pasien yang menunjukkan
angular cheilitis memiliki jumlah CD4 berjumlah 147,33 yang menunjukkan penurunan sistem imun tubuh individu.
17
2.2.3 Infeksi Bakteri dan Jamur
Pada kulit yang mengalami angular cheilitis biasanya ditemukan Candida albicans, Stafilokokus aureus dan
streptokokus β-hemolitik yang berlebihan. Infeksi Candida dan oral hygiene yang buruk menyebabkan 10 kasus angular cheilitis.
Candida albicans dapat dikultur dari 93 lesi angular cheilitis yang masih aktif, namun dapat juga dikultur dari 35-37 pasien yang tidak memiliki gejala.
12
Kenyataannya, individu yang sehat memiliki Candida albicans sebagai flora normal di mulut dalam jumlah terbatas. Jika ditemukan pseudohifa dan peragian maka
Candida tersebut bersifat patogen. Infeksi Candida albicans dapat mempunyai 4 bentuk yaitu pseudomembranous candidiasis, hyperplastic candidiasis, erythematous
candidiasis dan angular cheilitis. Angular cheilitis ditandai dengan keretakan, pengelupasan atau ulserasi yang melibatkan sudut mulut dan sering muncul dengan
kombinasi berbagai bentuk infeksi Candida albicans.
16
Stafilokokus aureus biasanya dikaitkan dengan angular cheilitis, dengan rasio isolasi 63; strain S. aureus yang
sensitif terhadap methicilin paling banyak ditemukan. Streptokokus β-hemolitik juga
dapat dikultur.
15
Angular cheilitis dimulai dengan adanya maserasi pada lipatan kulit di sudut mulut sebagai akibat dari iritasi oleh enzim saliva dan diikuti infeksi sekunder dari
bakteri atau jamur. Produksi saliva yang berlebihan dapat disebabkan oleh faktor- faktor yang berbeda. Pada bayi biasanya dikaitkan dengan pertumbuhan gigi
Universitas Sumatera Utara
sedangkan pada anak-anak kebiasaan menjilat bibir dikarenakan bibir kering dapat menyebabkan angular cheilitis.
18
2.2.4 Trauma Mekanis
Kontak yang lebih dengan iritan biasanya menyebabkan perubahan anatomis yang menghasilkan lipatan kulit yang lebih dalam pada sudut mulut. Faktor yang
mengurangi dimensi vertikal atau dukungan wajah antara mandibula dan maksila menyebabkan penutupan yang berlebihan. Kehilangan dimensi vertikal dapat juga
dikaitkan dengan edentulous, migrasi gigi, dan keberadaan piranti ortodonti, kerusakan jaringan elastik oleh paparan sinar ultraviolet yang lama dan pemakaian
tembakau. Secara klinis, angular cheilitis dikarenakan iritan cenderung jangka panjang, bilateral dan dapat berulang.
15
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa angular cheilitis dapat muncul lebih sering pada pasien dengan denture stomatitis. Infeksi dapat dimulai dari bawah gigi
tiruan maksila dan menyebar ke sudut mulut. alasan keberadaan angular cheilitis pada pemakai gigi tiruan dapat disebabkan secara langsung dan tidak langsung.
Penyebab langsung dapat berupa penutupan yang berlebihan, penurunan dimensi vertikal, dukungan bibir yang lemah dan denture stomatitis mempredisposisi infeksi
pada sudut mulut. Penyebab tidak langsung dapat berupa defisiensi nutrisi.
15
2.3 Patogenesis Angular Cheilitis
Proses terjadi angular cheilitis pada awalnya, jaringan mukokutan di sudut- sudut mulut menjadi merah, lunak dan berulserasi. Selanjutnya, fisura-fisura
eritematosa menjadi dalam dan melebar beberapa centimeter dari sudut mulut ke kulit sekitar bibir atau berulserasi dan mengenai mukosa bibir dan pipi dalam bentuk abrasi
linear. Infeksi keadaan kronis ditandai dengan adanya nanah dan jaringan granulasi. Ulkus sering kali menimbulkan keropeng yang terbelah dan berulserasi kembali
selama fungsi mulut yang normal yang akhirnya dapat menimbulkan nodula-nodula granulomatosa kecil berwarna kuning coklat.
19
Universitas Sumatera Utara
2.4 Gambaran Klinis Angular Cheilitis
Secara umum angular cheilitis mempunyai simtom utama bibir kering, rasa tidak nyaman, adanya sisik-sisik dan pembentukan fisur celah yang diikuti dengan
rasa terbakar pada sudut mulut. Yang paling sering sebagai daerah eritema dan udema yang berbentuk segitiga pada kedua komisura atau dapat berupa atropi, eritema, ulser,
krusta dan pelepasan kulit sampai terjadi eksudasi yang berulang. Reaksi jangka panjang, terjadi supurasi dan jaringan granulasi.
3,19
Pada angular cheilitis yang berhubungan dengan defisiensi nutrisi, lesi terjadi bilateral dan meluas beberapa milimeter dari sudut mulut pada mukosa pipi dan ke
lateral pada kulit sirkumoral 1 – 10 mm. Lesi angular cheilitis bersifat lembab disertai fisur yang tajam dan vertikal dari tepi vermillion bibir dan area kulit yang
berdekatan. Secara klinis, epitel pada komisura terlihat mengerut dan sedikit luka. Pada waktu mengerut, menjadi lebih jelas terlihat, membentuk satu atau beberapa
fisur yang dalam, berulserasi tetapi tidak cenderung berdarah. Walaupun dapat terbentuk krusta yang bernanah pada permukaan, fisur ini tidak melibatkan
permukaan mukosa pada komisura di dalam mulut, tetapi berhenti pada mukokutan junction.
19
Gambar 1. Gambaran Klinis Angular Cheilitis
15
2.5 Status Gizi