Status Keberlanjutan Dimensi Sosial
                                                                                Gambar 30   Peran masing-masing atribut aspek hukum dan kelembagaan yang dinyatakan dalam bentuk nilai rms root mean square
Sasaran pemanfaatan air bersih untuk kepentingan sosial secara selektif. Sesuai dengan SKB Mendagri dan Menteri PU No 4 tahun 1984, PDAM sebagai
pelaku  ekonomi  sektor  air  bersih  SAB  bersifat  memberi  jasa  dan menyelenggarakan kemanfaatan umum. Hal ini berimplikasi bahwa PDAM harus
mampu merumuskan
kepentingan-kepentingan sosial
secara obyektif,
disesuaikan  dengan  keadaan  internalnya,  dan  memilih  wilayah  operasi  yang seharusnya.  Langkah  operasional  sasaran  kedua  ini  telah  dikerjakan  melalui
alokasi  air  bersih  kepada  terminal  sambungan  hidran  umum.  Langkah operasional  lain  sekalipun  kurang  berkorelasi  langsung  dengan  strategi
peningkatan  pelayanan  penduduk  adalah  suplai  air  bersih  kepada  wilayah- wilayah krisis air atau bencana lainnya.
Analisis Leverage  Atribut Dimensi Hukum-Kelembagaan
2 4
6 8
10 12
Keberadaan balai pemantauan kualitas
air Keberadaan lembaga
sosial pengelolaan air bersih
Ketersediaan peraturan perundang-
undang pengelolaan air bersih
Ketersediaan perangkat hukum
adatagama Kerjasama antar
stakeholder
A tt
ri bu
te
Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed on Sustainability scale 0 to 100
Strategi  pengembangan  kelembagaan  SAB  dilatarbelakangi  oleh kenyataan  bahwa  kelembagaan  SAB,  terkait  dengan  PDAM  maupun  eksternal
dengan  pihak  lain,  belum  berjalan  optimal  menyelenggarakan  pelayanan  air bersih.  Hal  tersebut  secara  tidak  langsung  menempatkan  SAB  berjalan  sendiri
status quo dalam pembangunan SAB. Implikasinya, upaya-upaya menemukan struktur  kelembagaan  baru  yang  diyakini  lebih  efektif  dan  efisien  tidak  dapat
direalisasi,  dan  senantiasa  dapat  melahirkan  kebocoran  externality  yang merugikan  salah  satu  pihak.  Dengan  strategi  ini  semua  pihak  stakeholder
diharapkan  dapat  melihat  secara  obyektif  faktor  atau  variabel  yang mempengaruhi  tingkat  akses  air  bersih  dan  menemukan  rumusan  lembaga
pengelolaan SAB yang lebih efisien dan sustainable. Strategi  pengembangan  kelembagaan  SAB  mempunyai  tiga  sasaran.
Pertama,  membangun  partisipasi  masyarakat  dalam  pembangunan  SAB. Hubungan  antara  PDAM  sebagai  produsen  dan  pelanggan  sebagai  konsumen
belum  cukup  untuk  menggali  potensi  keuntungan  dalam  pembangunan  SAB. Partisipasi  masyarakat harusnya menyentuh sisi ilmiah dan akademis sehingga
dapat  mengidentifikasi  karakteristik  air  bersih  dari  segala  sudut  pandang,  dan melibatkan  sektor-sektor  yang  profesional  dibidangnya.  Langkah  operasional
sasaran  pertama  ini  diprioritaskan  kepada  pembentukan  jaringan  komunikasi antar  stakeholder  yang  terlibat  dalam  pembangunan  SAB,  terutama  dari  unsur
pemerintah,  sektor  swasta,  masyarakat  konsumen,  lembaga  swadaya masyarakat  dan  para  peneliti.  Jaringan  tidak  cukup  hanya  memfasilitasi
pemecahan masalah, tetapi juga menjalankan komunikasi berkadar ilmiah tinggi yang  kaya  insentif  bagi  penemuan  teknologi  baru.  Jaringan  di  tingkat
internasional yang menangani sumber daya air dan termasuk SAB adalah global water  parnership.  Langkah  berikutnya  dapat  melakukan  berbagai  kajian
sehubungan perilaku
konsumsi air
bersih dan
faktor-faktor yang
mempengaruhinya. Berbagai kaijian World Bank, 1993;  Jordan and Elnagheeb; 1993  memperlihatkan  masyarakat  dapat  menampilkan  tanggapan  dan
partisipasinya  willingness  to  pay  terhadap  sambungan  pipa  baru  maupun perbaikan pelayanan maupun kualitas air PDAM.
Kedua,  sasaran  mengembangkan  kelembagaan  ekonomi  SAB  yang efisien dan berkelanjutan. Seperti diketahui, keberadaan PDAM sebagai lembaga
ekonomi  pelaku  air  bersih  sepenuhnya  terkait  dengan  pemerintah  kota  atau kabupaten. Keadaan seperti ini dalam banyak hal berlawanan dengan economic
of  scale  maupun  efisiensi  alokasi  sumber-sumber  air  baku  sehingga  potensi benefit  tidak  terealisasi  akibat  dari  struktur  kelembagaan  saat  ini.  Langkah
operasional yang disarankan adalah merumuskan hubungan kelembagaan antar PDAM,  dengan  pemerintah  dan  sektor  swasta  yang  menjamin  efisiensi  alokasi
air baku dan operasi pelayanan pelanggan. Selanjutnya dapat ditetapkan pilihan- pilihan  pengelolaan  yang  paling  menguntungkan.  Sebagai  contoh,  PDAM
Surabaya, Gresik dan Sidoarjo berpeluang memperoleh social benefit yang relatif besar  seandainya  berada  dalam  satu  manajemen.  Hal  yang  sama  dapat
dilakukan  antara  wilayah  kota  dan  kabupaten,  bahkan  merger  dalam  satu  eks karesidenan. SAB di Malaysia  hanya memiliki 18 institusi pengelolaan Malaysia
Water Supply Development, 2001, jauh lebih efisien dibanding 307 PDAM yang ada di Indonesia, atau 37 PDAM di Jawa Timur. Langkah operasional berikutnya
adalah  membangun  mekanisme  kelembagaan  yang  mendukung  otoritas  dan kemandirian  PDAM  terhadap  pembinaan  berlebihan  secara  fungsional  oleh
Pemda  dan  secara  teknis  oleh  Dirjen  teknis  terkait.  Sasaran  mengembangkan kelembagaan  ekonomi  yang  sustainable  dapat  diimplementasikan  dengan
memasukkan  peubah-peubah  lingkungan  di  dalam  standar  evaluasi  kinerja PDAM,  misalnya  menerapkan  ISO  9000  atau  audit  lingkungan.  Dengan
demikian, seluruh proses produksi, distribusi air bersih dan lingkungan sekitarnya terlindungi oleh standar kualitas yang tinggi.
Ketiga,  mengembangkan  kelembagaan  hukum  SAB.  Perangkat  hukum SAB  tidak  harus  eksklusif  tetapi  dapat  melekat  dengan  aturan  hukum  yang
berlaku.  Insentif  berupa  penghargaan  perlu  diberikan  kepada  stakeholder  yang berjasa mengembangkan atau mendukung pembangunan sektor air bersih, dan
sebaliknya  sangsi  diberikan  kepada  yang  melanggar  atau  kontra-produktif dengan upaya-upaya peningkatan pelayanan air bersih, sehingga  ketersediaan
peraturan perundang-undangan pengelolaaan air bersih f.    Status Keberlanjutan Multidimensi
Hasil  analisis  Rap-TARAKAN  multidimensi  keberlanjutan  Kota  Tarakan untuk  penyediaan  air  bersih  berdasarkan  kondisi  existing,  diperoleh  nilai  indeks
keberlanjutan sebesar  52,38 dan termasuk dalam status  cukup berkelanjutan. Nilai  ini  diperoleh  berdasarkan  penilaian  34  atribut  dari  lima  dimensi
keberlanjutan  yaitu  dimensi  lingkungan,  ekonomi,  sosial,  infrastruktur  dan teknologi, dan hukum dan kelembagaan. Hasil analisis multidimensi dengan Rap-
TARAKAN  mengenai  keberlanjutan  Pulau  Tarakan  untuk  sistem  penyediaan  air bersih dapat dilihat pada Gambar 31.
Atribut-atribut  yang  sensitif  memberikan  kontribusi  terhadap  nilai  indeks keberlanjutan  multidimensi  berdasarkan  analisis  leverage  masing-masing
dimensi  sebanyak  13  atribut.  Atribut-atribut  ini  perlu  dilakukan  perbaikan  ke depan  untuk  meningkatkan  status  keberlanjutan  Pulau  Tarakan  untuk  sistem
penyediaan  air  bersih.  Perbaikan  yang  dimaksudkan  adalah  meningkatkan kapasitas  atribut  yang  mempunyai  dampak  positif  terhadap  peningkatan  nilai
indeks  keberlanjutan  dan  sebaliknya  menekan  sekecil  mungkin  atribut  yang berpeluang  menimbulkan  dampak  negatif  atau  menurunkan  nilai  indeks
keberlanjutan kawasan.
Gambar 31  Indeks keberlanjutan multidimensi penyediaan air bersih Hasil analisis Monte Carlo menunjukkan bahwa nilai indeks keberlanjutan
penyediaan  air  bersih  di  Pulau  Tarakan  pada  taraf  95,  memperlihatkan  hasil yang  tidak  banyak  mengalami  perubahan  dengan  hasil  analisis  Rap-TARAKAN
Multidimensional  Scaling  =  MDS.  Ini  berarti  bahwa  kesalahan  dalam  analisis dapat  diperkecil  baik  dalam  hal  pemberian  skoring  setiap  atribut,  variasi
pemberian skoring karena perbedaan opini relatif kecil, dan proses analisis data yang  dilakukan  secara  berulang-ulang  stabil,  serta  kesalahan  dalam  menginput