Rp2.370.000,00 pada awal tahun kebijakan konservasi 2013 dan Rp40.290.000,00 pada akhir tahun simulasi 2030.
Tabel 52 Kebutuhan biaya pembuatan sumur resapan di Tarakan Utara Rp.
Kebutuhan biaya reboisasi pada lahan hutan Kecamatan Tarakan Utara dapat dilihat pada Tabel 53. Kebutuhan biaya reboisasi pada skenario satu dan
dua, pada awal tahun kebijakan konservasi 2013 yaitu sebesar Rp39.305.000,00 dan diakhir tahun simulasi 2030 membutuhkan biaya sebesar
Rp668.185.000,00. Reboisasi pada skenario tiga membutuhkan biaya sebesar Rp78.610.000,00 pada awal tahun kebijakan konservasi 2013 dan
Rp1.336.370.000,00 pada akhir tahun simulasi 2030. Tabel 53 Kebutuhan biaya reboisasi di Tarakan Utara Rp.
Kebutuhan biaya terasering pada lahan tegakanladang Kecamatan Tarakan Utara dapat dilihat pada Tabel 54. Kebutuhan biaya terasering pada
skenario satu dan dua, pada awal tahun kebijakan konservasi 2013 yaitu sebesar Rp12.785.000,00 dan diakhir tahun simulasi 2030 membutuhkan biaya
sebesar Rp217.345.000,00. Kebutuhan biaya terasering skenario tiga, Rp25.570.000,00 pada awal tahun kebijakan konservasi 2013 dan
Rp434.690.000,00 pada akhir tahun simulasi 2030. Konservasi lahan tambak melalui pembuatan tambak intensif diasumsikan
untuk tidak dilakukan 0. Hal ini karena biaya pembuatan tambak intensif yang sangat tinggi, sehingga membutuhkan biaya yang sangat besar. Sehingga dalam
meningkatkan ketersediaan air bersih kecamatan Tarakan Utara tidak melakukan pembuatan tambak intensif.
Tabel 54 Kebutuhan biaya terasering di Tarakan Utara
Kebijakan lain yang dilakukan dalam meningkatkan ketersediaan air bersih Kecamatan Tarakan Tengah adalah peningkatan kapasitas pelayanan
perpipaan. Kebijakan ini khusus dilakukan untuk memenuhi kebutuhan air masyarakat domestic. Peningkatan kapasitas layanan PDAM dilakukan pada
skenario dua dan tiga, sebesar masing-masing 60 penduduk terlayani dan 80 penduduk terlayani. Sedangkan pada skenario satu, diasumsikan tidak dilakukan
peningkatan kapastas layanan perpipaan. Proyeksi peningkatan kapasitas layanan perpipaan dapat dilihat pada Gambar 56. Ketersedian air bersih melalui
layanan perpipaan PDAM pada skenario satu konstan sebesar 762.048 m
3
sepanjang tahun simulasi. Sedangkan pada skenario dua, supaya 60 penduduk mendapatkan pelayanan perpipaan, maka produksi PDAM harus
bertambah dimulai pada tahun 2010 menjadi 864.119,63 m
3
dan pada tahun 2030 menjadi 10.688.417,45 m
3
. Pada skenario tiga, supaya 80 penduduk mendapatkan pelayanan perpipaan, maka produksi PDAM harus bertambah
dimulai pada tahun 2007 menjadi 777.674,85 m
3
dan pada tahun 2030 menjadi 14.251.223,27 m
3
.
Gambar 56 Peningkatan layanan perpipaan di Tarakan Utara Untuk meningkatkan layanan perpipaan PDAM, dilakukan 2 dua
alternatif kegiatan peningkatan kapasitas layanan. Alternatif pertama yaitu meningkatkan kapasitas IPA PDAM eksisting melalui uprating IPA, sedangkan
alternatif kedua yaitu membangun Instalasi Pengolahan Air Bersih Mikro IPAB Mikro di lokasi dekat permukiman dan sumber sumber air permukaan.
Kebutuhan biaya peningkatan kapasitas layanan perpipaan tersebut dapat dilihat pada Tabel 55 dan Tabel 56.
Pada skenario satu, tidak dilakukan peningkatan kapasitas IPA PDAM, sehingga tidak ada biaya peningkatan kapasitas. Pada skenario dua, kapasitas
layanan PDAM ditingkatkan sehingga mampu melayani 60 kebutuhan air bersih penduduk domestic, dibutuhkan biaya uprating mulai tahun 2010
sebesar Rp118.352.055,74 dan diakhir tahun simulasi 2030 membutuhkan biaya sebesar Rp11.509.625.380,48. Biaya peningkatan kapasitas IPAuprating
PDAM pada skenario tiga sehingga kapasitas layanan mampu melayani 80 kebutuhan air bersih penduduk sesuai MDG’s yaitu sebesar Rp18.119.332,24
pada tahun 2007 dan Rp15.640.698.725,98 pada tahun 2030.
Tabel 55 Kebutuhan biaya peningkatan kapasitas melalui uprating IPA PDAM Tarakan Utara Rp.
Pada Tabel 56, kebutuhan biaya peningkatan kapasitas layanan dengan cara pembangunan IPAB Mikro, didapatkan kebutuhan biaya untuk melayani
60 kebutuhan air bersih penduduk skenario dua sebesar Rp.66.632.058,51 pada tahun 2010 sebanyak 1 unit dan Rp.6.382.655.558,13 pada tahun 2030
dengan total 64 unit terpasang. Sedangkan untuk melayani 80 kebutuhan air bersih penduduk menggunakan IPAB Mikro, dibutuhkan biaya sebesar
Rp.80.054.364,36 pada tahun 2007 sebanyak 1 unit dan Rp.8.673.539.698,84 pada tahun 2030 dengan total 87 unit terpasang.
Tabel 56 Kebutuhan biaya peningkatan kapasitas melalui IPAB Mikro Rp. dan jumlah terpasang unit di Tarakan Utara
Pada Tabel 57, terjadi pengurangan air bersih sepanjang tahun pada semua skenario, namun tidak terjadi defisit air bersih. Surplus air bersih pada
tahun 2030 pada skenario eksisting, satu, dua dan tiga, masing-masing adalah 67.436.187,07 m
3
, 78.693.676,1 m
3
, 90.699.850,5 m
3
dan 105.520.145 m
3
. Hasil akhir dari model penyediaan air bersih di Kecamatan Tarakan Utara
adalah neraca air bersih seperti pada Gambar 57 dan Indeks Ketersediaan Air Bersih IKA pada Tabel 58. Neraca air bersih menunjukkan sisa ketersediaan air
bersih dari imbuhan air tanah dan pelayanan perpipaan. Kondisi yang diharapkan adalah terjadinya surplus air bersih sepanjang tahun. IKA menunjukkan
perbandingan ketersediaan terhadap kebutuhan air bersih, kondisi yang diharapkan adalah ≥ 1.
Tabel 57 Neraca air bersih di Tarakan Utara m
3
Gambar 57 Neraca air bersih Tarakan Utara Pada Tabel 58, nilai IKA kondisi eksisting, skenario satu, dua dan tiga
terus mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya kebutuhan air bersih. Hasil simulasi IKA pada akhir tahun simulasi 2030 pada kondisi eksisting,
skenario satu, dua dan tiga, masing-masing sebesar 4.24, 4.78, 5.85 dan 6.64. Hasil ini menunjukkan bahwa pada kondisi eksisting di tahun 2030 ketersediaan
air bersih mampu memenuhi 424 kebutuhan air bersih. Ketersediaan air menggunakan simulasi skenario satu hanya mampu melayani 478 kebutuhan
air bersih. Ketersediaan air menggunakan simulasi skenario dua mampu melayani 585 dari kebutuhan air bersih, dan ketersediaan air menggunakan
simulasi skenario tiga mampu melayani 664 dari kebutuhan air bersih. Tabel 58 Indeks Ketersediaan Air Bersih IKA di Tarakan Utara
7.8 Uji Validasi Model
Secara garis besar uji validasi model dapat dilakukan dalam dua bentuk yaitu uji validasi struktur dan uji validasi kinerja.
7.8.1 Uji Validasi Struktur
Uji validasi struktur lebih menekankan pada keyakinan pemeriksaan kebenaran logika pemikiran atau dengan kata lain apakah struktur model yang
dibangun sudah sesuai dengan teori. Secara logika, terlihat bahwa pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat akan diikuti oleh peningkatan kebutuhan air
bersih. Pertumbuhan penduduk ini dipengaruhi oleh persentase pertambahan penduduk. Begitu pula halnya dengan pertumbuhan sektor industri dan
perhotelah. Pertumbuhan penduduk dan peningkatan kebutuhan air bersih mengikuti pola pertumbuhan kurva sigmoid dimana pada suatu waktu tertentu
akan menemui titik keseimbangan stable equibilirium sesuai dengan konsep limits to growth Meadows, 1985.
Ketersediaan air bersih suplai diperoleh dari air bersih alami dan pelayanan air bersih perpipaan. Air bersih alami diperoleh dari imbuhan air tanah.
Untuk meningkatkan imbuhan air tanah, maka koefisien run off aliran limpasan harus diperkecil. Semakin kecil koefisien run off, maka aliran limpasan akan
semakin kecil dan imbuhan air tanah semakain meningkat. Untuk memperkecil koefisen run off, dilakukan kegiatan konservasi seperti pembuatan sumur
resapan, terasering pada lahan tegakanlading, reboisasi pada lahan hutan dan pembuatan tambak intensif. Semakin besar persentase kegiatan konservasi,
maka koefisien run off pada masing-masing lahan akan semakin kecil. Namun persentase konservasi ini juga berpengaruh terhadap biaya konservasinya.
Semakin tinggi persentase konservasi, maka dibutuhkan biaya konservasi yang tinggi pula.
Ketersediaan air bersih lainnya diperoleh dari pelayanan air bersih perpipaan PDAM. Pelayanan PDAM ditentukan oleh persentase pelayanan air
bersih. Dalam rangka menuju Millenium Development Goal’s 2015, ditargetkan
pelayanan air bersih perpipaan masyarakat sebesar 80 terlayani. Untuk mencapai layanan tersebut, maka diperlukan peningkatan kapasitas layanan
perpipaan dengan menggunakan 2 dua alternatif penyediaan, yaitu penyediaan melalui sistem perpipaan PDAM dan pembangunan IPAB Mikro. Dari masing-
masing alternatif penyediaan ini diperoleh biaya peningkatan kapasitas pelayanan. Sehingga semakin besar kebutuhan air bersih masyarakat,
membutuhkan biaya pelayanan air bersih yang besar. Dengan melihat hasil simulasi model dinamik berdasarkan struktur model yang telah dibangun yang
sesuai konsep teori empiric seperti diuraikan diatas, maka model penyediaan air bersih secara berkelanjutan di pulau kecil Kota Tarakan dapat dikatakan valid
secara empirik.
7.8.2 Uji Validasi Kinerja
Uji validasi kinerja merupakan aspek pelengkap dalam metode berpikir sistem. Tujuan dari validasi ini untuk memperoleh keyakinan sejauh mana kinerja
model sesuai compatible dengan kinerja sistem nyata, sehingga model yang dibuat memenuhi syarat sebagai model ilmiah yang taat fakta Muhammadi et al.,
2001. Uji validasi kinerja dilakukan dengan cara memvalidasi kinerja model dengan data empiris. Uji ini dilakukan dengan menggunakan uji statistic seperti
uji penyimpangan antara nilai rata-rata simulasi terhadap aktual Absolute Means Error = AME dan uji penyimpangan nilai variasi simulasi terhadap aktual
Absolute Variation Error = AVE, dengan batas penyimpangan yang dapat diterima maksimal 10.
Dalam uji validasi kinerja, dapat digunakan satu atau beberapa komponen variable baik pada komponen utama main model maupun komponen yang
terkait co-model Barlas, 1996. Dalam penelitian ini digunakan uji validasi kinerja AME dengan menggunakan data aktual jumlah penduduk yaitu tahun
2001 sampai tahun 2009. Berdasarkan hasil perhitungan uji validasi kinerja pada model ini,
diperoleh nilai AME dan AVE lebih kecil dari 10 yaitu sebesar 0.098 - 9,3 AVE dan 0,049 - 8,31 AME, sehingga dapat disimpulkan bahwa model ini
memiliki kinerja yang baik, relatif tepat dan dapat diterima secara ilmiah. Adapun hasil perhitungan uji validasi kinerja AME dan AVE dan jumlah penduduk
simulasi dan aktual seperti pada Tabel 59.
7.8.3 Uji Sensitifitas Model
Uji sensitifitas dilakukan untuk melihat respon model terhadap suatu stimulus Muhammadi, et al.,2001. Respon ini ditunjukkan dengan perubahan
perilaku danatau kinerja model. Stimulus diberikan dengan memberikan intervensi tertentu pada unsur atau struktur model.
Tabel 59 Hasil Perhitungan nilai AVE, AME dan Jumlah Penduduk dalam uji validasi kinerja
a Kecamatan Tarakan Barat
b Kecamatan Tarakan Timur
c Kecamatan Tarakan Tengah
d Kecamatan Tarakan Utara
Hasil uji sensitifitas ini adalah dalam bentuk perubahan perilaku danatau kinerja model sehingga dapat diketahui efek intervensi yang diberikan terhadap
satu atau lebih unsur atau model tersebut. Adapun contoh perubahan perilaku kinerja model berdasarkan intervensi yang diberikan dapat dilihat pada Gambar
53 sampai 56 dimana pada gambar-gambar tersebut terlihat besarnya perubahan dari setiap perubahan satu atau lebih unsur di dalam model tersebut.
Pada Gambar 56 misalnya, dengan memberikan intervensi dengan meningkatkan input persentase pelayanan air bersih, maka air bersih perpipaan
juga akan semakin meningkat. Hal ini terlihat dengan semakin tajamnya perubahan kurva dari skenario satu ke skenario dua dan tiga. Dengan adanya
perubahan air bersih perpipaan pada setiap pertambahan tahun dapat disimpulkan bahwa model sangat sensitive terhadap intervensi yang diberikan.
7.9 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pemodelan dinamis yang telah dilakukan, hasil simulasi setiap komponen menunjukkan kurva pertumbuhan positif naik
mengikuti kurva eksponensial seperti terlihat pada pertambahan jumlah penduduk, industri dan hotel. Meningkatnya pertumbuhan tersebut menyebabkan
meningkatnya kebutuhan air bersih pada masing-masing sektor tersebut. Kebutuhan air bersih pada masing-masing kecamatan berbeda
tergantung variabel jumlah penduduk, industri dan hotel. Begitu pula halnya dengan ketersediaan air bersih pada masing-masing kecamatan juga berbeda,
tergantung variabel luasan lahan tutupan dan Instalasi Pengolahan Air PDAM. Oleh karena itu, skenario yang diterapkan pada masing-masing kecamatan juga
berbeda satu sama lainnya. Hal ini disesuaikan dengan karakteristik kebutuhan dan ketersediaan air bersih pada masing-masing kecamatan. Kecamatan
Tarakan Barat dan Tarakan Timur memiliki potensi krisis air bersih, ditandai dengan terjadinya defisit air bersih dalam rentang waktu simulasi. Kecamatan
Tarakan Utara dan Tarakan Tengah tidak memiliki potensi defisit air bersih selama rentang waktu simulasi. Namun pelayanan air bersih perpipaan di seluruh
kecamatan Kota Tarakan tidak memenuhi kebutuhan air bersih secara kuantitas, sehingga perlu ditingkatkan dengan peningkatan pelayanan.
Peningkatan ketersediaan air bersih melalui konservasi pada masing- masing land use, menunjukkan hasil peningkatan imbuhan air tanah yang
signifikan. Semakin tinggi persentase konservasi pada land use, maka semakin
tinggi juga imbuhan air tanah yang dihasilkan. Namun tetap memperhatikan faktor biaya yang dibutuhkan untuk kegiatan konservasi tersebut. Begitu pula
pada pelayanan air bersih perpipaan, semakin tinggi persentase pelayanan yang diinginkan maka semakin besar pula biaya yang dibutuhkan.
Untuk meningkatkan perubahan kinerja model maka skenario yang perlu dilakukan untuk masing-masing kecamatan di Kota Tarakan adalah skenario dua,
dengan melakukan intervensi yang lebih besar dari kondisi eksisting terhadap variabel kunci yang berpengaruh dalam model, namun tetap mempertimbangkan
ketersediaan biaya yang dibutuhkan.
8 PEMBAHASAN UMUM
Daya tarik kehidupan perkotaan dan tuntutan kehidupan yang semakin tinggi menyebabkan semakin banyak penduduk Indonesia yang beralih untuk
tinggal dan beraktifitas di kawasan perkotaan. Sejumlah kajian memperkirakan jumlah penduduk perkotaan pada akhir 2025 akan mencapai 60 dari total
penduduk Indonesia LSI, 2011. Hal ini juga terjadi di Pulau Tarakan. Walaupun termasuk salah satu pulau kecil di Indonesia, Pulau Tarakan tumbuh
berkembang dengan pesat sebagai pintu gerbang Provinsi Kalimantan Timur, dan sudah beralih konsep pengembangannya dari konsep pengembangan skala
pedesaan menjadi pengembangan skala perkotaan. Peningkatan jumlah penduduk perkotaan akan memacu kebutuhan air
bersih dan infrastruktur pelayanan perkotaan lainnya, sehingga kota akan tumbuh dengan segala potensi dan tantangan yang dimilikinya. Keadaan
tersebut harus dihadapi melalui penyiapan perencanaan penyediaan air bersih berdasarkan tata ruang kota yang mempertimbangkan kondisi, potensi dan
tantangan yang dimiliki oleh kota tersebut. Keadaan yang terjadi saat ini adalah masih lemahnya sinergitas perencanaan sektor air bersih, terutama dalam
penyediaan air bersih perpipaan yang merupakan tuntutan dari pesatnya pertambahan penduduk perkotaan.
Pembangunan infrastruktur air bersih perkotaan yang kurang atau belum mengantisipasi dan mengakomodir fenomena pengembangan kawasan
perkotaan akan menimbulkan beberapa persoalan seperti : 1 tidak meratanya penyediaan layanan air bersih, 2 tidak tersedianya kecukupan air baku untuk air
bersih, 3 eksploitasi air tanah secara tidak terkendali, 4 terjadinya krisis air bersih. Apabila berbagai persoalan tersebut berbenturan dengan persoalan
pembangunan lainnya maka akan semakin mengaburkan arah pembangunan kota yang akhirnya memperburuk citra kota dan kawasannya.
Penyediaan air bersih pulau kecil di Kota Tarakan sudah beralih dari skala pedesaan menjadi skala kota pada pulau besar. Hal ini menyebabkan
kebutuhan air baku menjadi sangat besar. Bila melihat potensi air baku di 24 sungai Pulau Tarakan, tidak dapat memenuhi kebutuhan tersebut, karena kondisi
sungai yang kecil lebar 1 m sampai 7 m dan kedalaman air 0,5 m - 1 m. Penyebaran penduduk yang tidak merata, menyulitkan pelayanan air bersih
perpipaan skala kota. Untuk itu perlu suatu inovasi dalam penyediaan air bersih
di pulau kecil namun tetap mengacu kepada pelayanan perpipaan skala kota. Penyediaan air bersih skala kota dicirikan dengan tingginya kebutuhan air bersih
150-200 literorghari dan cakupan layanan perpipaan 80 terlayani merupakan tantangan yang harus dihadapi oleh pemerintah Kota Tarakan.
Kondisi saat ini PDAM Kota Tarakan memiliki 4 buah IPA dengan total kapasitas terpasang sebesar 400 literdetik. Namun kapasitas efektif dari seluruh
IPA hanya sebesar 269 literdetik. Hasil simulasi model ketersediaan air, pelayanan air bersih perpipaan Kecamatan Tarakan Barat hanya terlayani
sebesar 57,84 2012 dari kebutuhan air bersih penduduk dan terus menurun menjadi 12,26 pada tahun 2030. Tarakan Timur terlayani sebesar 57,05
2012 dan 6,32 pada tahun 2030. Tarakan Tengah terlayani sebesar 50,4 2012 dan 24,7 pada tahun 2030. Sedangkan Tarakan Utara terlayani sebesar
40,71 2012 dan 3,85 pada tahun 2030. Menghadapi MDG’s, dimana komitmen pemerintah untuk dapat
menyediakan air bersih perpipaan untuk perkotaan sebesar 80, menyebabkan PDAM sebagai pengelola air bersih menghadapi kesulitan baru. Rendahnya
keragaan dan kinerja sektor air bersih dan PDAM tidak terlepas dari keadaan kelembagaan dan kelemahan sistem insentif di dalamnya. Payung kelembagaan
PDAM bersumber dari Surat Keputusan Bersama SKB Mendagri dan Menteri PU No 4 tahun 1984 atau 27KPTS1984 tentang pembinaan PDAM. Hal tersebut
berimplikasi bahwa Depdagri melalui Pemda berhak menetapkan direksi dan mempengaruhi manajemen. Pemda juga berkepentingan menetapkan harga air
regulated price dalam rangka melindungi kepentingan konsumen. Kebijakan harga tersebut terbukti tidak memuat insentif bagi pengambilan keputusan
berproduksi oleh PDAM atau konsumsi air bersih oleh rumah tangga. Dengan tarif air bersih Rp1.350 per m
3
, sangat sulit bagi PDAM Kota Tarakan untuk dapat meningkatkan pelayanan air bersih, karena biaya operasional saja sudah
mencapai Rp1.200 per m
3
. Sebagai sebuah perusahaan, PDAM juga dituntut untuk dapat mengembalikan biaya investasi yang diberikan pemerintah daerah.
Model penyediaan air bersih di pulau kecil harus disesuaikan dengan potensi sumber daya alam dan lingkungan di pulau tersebut, sehingga harus
melibatkanmemperhatikan aspek lingkungan, ekonomi, sosial, kelembagaan dan ekonomi. Beberapa faktor keberlanjutan penyediaan air bersih diuraikan dalam
analisis keberlanjutan penyediaan air bersih Kota Tarakan menggunakan metode MDS. Berdasarkan analisis metode MDS, didapatkan bahwa kondisi saat ini,