Rp2.370.000,00  pada  awal  tahun  kebijakan  konservasi  2013  dan Rp40.290.000,00 pada akhir tahun simulasi 2030.
Tabel 52  Kebutuhan biaya pembuatan sumur resapan di Tarakan Utara Rp.
Kebutuhan  biaya  reboisasi  pada  lahan  hutan  Kecamatan  Tarakan  Utara dapat dilihat pada Tabel  53. Kebutuhan biaya reboisasi pada  skenario satu dan
dua,  pada  awal  tahun  kebijakan  konservasi  2013  yaitu  sebesar Rp39.305.000,00 dan diakhir tahun simulasi 2030 membutuhkan biaya sebesar
Rp668.185.000,00.  Reboisasi  pada  skenario  tiga  membutuhkan  biaya  sebesar Rp78.610.000,00  pada  awal  tahun  kebijakan  konservasi  2013  dan
Rp1.336.370.000,00 pada akhir tahun simulasi 2030. Tabel 53  Kebutuhan biaya reboisasi di Tarakan Utara Rp.
Kebutuhan  biaya  terasering  pada  lahan  tegakanladang  Kecamatan Tarakan  Utara  dapat  dilihat  pada  Tabel  54.  Kebutuhan  biaya  terasering  pada
skenario  satu  dan  dua,  pada  awal  tahun  kebijakan  konservasi  2013  yaitu sebesar Rp12.785.000,00 dan diakhir tahun simulasi 2030 membutuhkan biaya
sebesar  Rp217.345.000,00.  Kebutuhan  biaya  terasering  skenario  tiga, Rp25.570.000,00  pada  awal  tahun  kebijakan  konservasi  2013  dan
Rp434.690.000,00 pada akhir tahun simulasi 2030. Konservasi lahan tambak melalui pembuatan tambak intensif diasumsikan
untuk tidak dilakukan 0. Hal ini karena biaya pembuatan tambak intensif yang sangat tinggi, sehingga membutuhkan biaya yang sangat besar. Sehingga dalam
meningkatkan ketersediaan air bersih kecamatan Tarakan Utara tidak melakukan pembuatan tambak intensif.
Tabel 54  Kebutuhan biaya terasering di Tarakan Utara
Kebijakan  lain  yang  dilakukan  dalam  meningkatkan  ketersediaan  air bersih  Kecamatan  Tarakan  Tengah  adalah  peningkatan  kapasitas  pelayanan
perpipaan.  Kebijakan  ini  khusus  dilakukan  untuk  memenuhi  kebutuhan  air masyarakat  domestic.  Peningkatan  kapasitas  layanan  PDAM  dilakukan  pada
skenario dua dan tiga, sebesar masing-masing 60 penduduk terlayani dan 80 penduduk terlayani. Sedangkan pada skenario satu, diasumsikan tidak dilakukan
peningkatan  kapastas  layanan  perpipaan.  Proyeksi  peningkatan  kapasitas layanan perpipaan dapat dilihat pada Gambar 56. Ketersedian air bersih melalui
layanan  perpipaan  PDAM  pada  skenario  satu  konstan  sebesar  762.048  m
3
sepanjang  tahun  simulasi.  Sedangkan  pada  skenario  dua,  supaya  60 penduduk  mendapatkan  pelayanan  perpipaan,  maka  produksi  PDAM  harus
bertambah  dimulai  pada  tahun  2010  menjadi  864.119,63  m
3
dan  pada  tahun 2030  menjadi  10.688.417,45  m
3
.  Pada  skenario  tiga,  supaya  80  penduduk mendapatkan  pelayanan  perpipaan,  maka  produksi  PDAM  harus  bertambah
dimulai  pada  tahun  2007  menjadi  777.674,85  m
3
dan  pada tahun  2030 menjadi 14.251.223,27 m
3
.
Gambar 56  Peningkatan layanan perpipaan di Tarakan Utara Untuk  meningkatkan  layanan  perpipaan  PDAM,  dilakukan  2  dua
alternatif  kegiatan  peningkatan  kapasitas  layanan.  Alternatif  pertama  yaitu meningkatkan  kapasitas  IPA  PDAM  eksisting  melalui  uprating  IPA,  sedangkan
alternatif  kedua  yaitu  membangun  Instalasi  Pengolahan  Air  Bersih  Mikro  IPAB Mikro  di  lokasi  dekat  permukiman  dan  sumber  sumber  air  permukaan.
Kebutuhan biaya peningkatan kapasitas layanan perpipaan tersebut dapat dilihat pada Tabel 55 dan Tabel 56.
Pada  skenario  satu,  tidak  dilakukan  peningkatan  kapasitas  IPA  PDAM, sehingga  tidak  ada  biaya  peningkatan  kapasitas.  Pada  skenario  dua,  kapasitas
layanan  PDAM  ditingkatkan  sehingga  mampu  melayani  60  kebutuhan  air bersih  penduduk  domestic,  dibutuhkan  biaya  uprating  mulai  tahun  2010
sebesar  Rp118.352.055,74  dan  diakhir  tahun  simulasi  2030  membutuhkan biaya  sebesar  Rp11.509.625.380,48.  Biaya  peningkatan  kapasitas  IPAuprating
PDAM  pada  skenario  tiga  sehingga  kapasitas  layanan  mampu  melayani  80 kebutuhan air bersih penduduk sesuai MDG’s yaitu sebesar Rp18.119.332,24
pada tahun 2007 dan Rp15.640.698.725,98 pada tahun 2030.
Tabel 55  Kebutuhan biaya peningkatan kapasitas melalui uprating IPA PDAM Tarakan Utara Rp.
Pada Tabel 56, kebutuhan biaya peningkatan kapasitas layanan dengan cara  pembangunan  IPAB  Mikro,  didapatkan  kebutuhan  biaya  untuk  melayani
60  kebutuhan  air  bersih  penduduk  skenario  dua  sebesar  Rp.66.632.058,51 pada  tahun  2010  sebanyak  1  unit  dan  Rp.6.382.655.558,13  pada  tahun  2030
dengan  total  64  unit  terpasang.  Sedangkan  untuk  melayani  80  kebutuhan  air bersih  penduduk  menggunakan  IPAB  Mikro,  dibutuhkan  biaya  sebesar
Rp.80.054.364,36  pada  tahun  2007  sebanyak  1  unit  dan  Rp.8.673.539.698,84 pada tahun 2030 dengan total 87 unit terpasang.
Tabel 56  Kebutuhan biaya peningkatan kapasitas melalui IPAB Mikro Rp. dan jumlah terpasang unit di Tarakan Utara
Pada  Tabel  57,  terjadi  pengurangan  air  bersih  sepanjang  tahun    pada semua  skenario,  namun  tidak  terjadi  defisit  air  bersih.  Surplus  air  bersih  pada
tahun  2030  pada  skenario  eksisting,  satu,  dua  dan  tiga,  masing-masing  adalah 67.436.187,07 m
3
, 78.693.676,1 m
3
, 90.699.850,5 m
3
dan 105.520.145 m
3
. Hasil akhir dari model penyediaan air bersih di Kecamatan Tarakan Utara
adalah  neraca  air  bersih  seperti  pada  Gambar  57  dan  Indeks  Ketersediaan  Air Bersih IKA pada Tabel 58. Neraca air bersih menunjukkan sisa ketersediaan air
bersih dari imbuhan air tanah dan pelayanan perpipaan. Kondisi yang diharapkan adalah  terjadinya  surplus  air  bersih  sepanjang  tahun.  IKA  menunjukkan
perbandingan  ketersediaan  terhadap  kebutuhan  air  bersih,  kondisi  yang diharapkan adalah ≥ 1.
Tabel 57  Neraca air bersih di Tarakan Utara m
3
Gambar 57  Neraca air bersih Tarakan Utara Pada  Tabel  58,  nilai  IKA  kondisi  eksisting,  skenario  satu,  dua  dan  tiga
terus mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya kebutuhan air bersih. Hasil  simulasi  IKA  pada  akhir  tahun  simulasi  2030  pada  kondisi  eksisting,
skenario  satu,  dua  dan  tiga,  masing-masing  sebesar  4.24,  4.78,  5.85  dan  6.64. Hasil ini menunjukkan bahwa pada kondisi eksisting di tahun 2030 ketersediaan
air  bersih  mampu  memenuhi  424  kebutuhan  air  bersih.  Ketersediaan  air menggunakan  simulasi  skenario  satu  hanya  mampu  melayani  478  kebutuhan
air  bersih.  Ketersediaan  air  menggunakan  simulasi  skenario  dua  mampu melayani  585  dari  kebutuhan  air  bersih,  dan  ketersediaan  air  menggunakan
simulasi skenario tiga mampu melayani 664 dari kebutuhan air bersih. Tabel 58  Indeks Ketersediaan Air Bersih IKA di Tarakan Utara
7.8 Uji Validasi Model
Secara  garis  besar  uji  validasi  model  dapat  dilakukan  dalam  dua  bentuk yaitu uji validasi struktur dan uji validasi kinerja.
7.8.1    Uji Validasi Struktur
Uji  validasi  struktur  lebih  menekankan  pada  keyakinan  pemeriksaan kebenaran  logika  pemikiran  atau  dengan  kata  lain  apakah  struktur  model  yang
dibangun sudah sesuai dengan teori. Secara logika, terlihat bahwa pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat akan diikuti oleh peningkatan kebutuhan air
bersih.  Pertumbuhan  penduduk  ini  dipengaruhi  oleh  persentase  pertambahan penduduk.  Begitu  pula  halnya  dengan  pertumbuhan  sektor  industri  dan
perhotelah.  Pertumbuhan  penduduk  dan  peningkatan  kebutuhan  air  bersih mengikuti  pola  pertumbuhan  kurva  sigmoid  dimana  pada  suatu  waktu  tertentu
akan  menemui  titik  keseimbangan  stable  equibilirium  sesuai  dengan  konsep limits to growth Meadows, 1985.
Ketersediaan  air  bersih  suplai  diperoleh  dari  air  bersih  alami  dan pelayanan air bersih perpipaan. Air bersih alami diperoleh dari imbuhan air tanah.
Untuk meningkatkan imbuhan air tanah, maka koefisien run off aliran limpasan harus  diperkecil.  Semakin  kecil  koefisien  run  off,  maka  aliran  limpasan  akan
semakin  kecil  dan  imbuhan  air  tanah  semakain  meningkat.  Untuk  memperkecil koefisen  run  off,  dilakukan  kegiatan  konservasi  seperti  pembuatan  sumur
resapan, terasering  pada  lahan  tegakanlading, reboisasi  pada  lahan  hutan  dan pembuatan  tambak  intensif.  Semakin  besar  persentase  kegiatan  konservasi,
maka  koefisien  run  off  pada  masing-masing  lahan  akan  semakin  kecil.  Namun persentase  konservasi  ini  juga  berpengaruh  terhadap  biaya  konservasinya.
Semakin  tinggi  persentase  konservasi,  maka  dibutuhkan  biaya  konservasi  yang tinggi pula.
Ketersediaan  air  bersih  lainnya  diperoleh  dari  pelayanan  air  bersih perpipaan PDAM. Pelayanan PDAM ditentukan oleh persentase pelayanan air
bersih.  Dalam  rangka  menuju Millenium  Development  Goal’s  2015,  ditargetkan
pelayanan  air  bersih  perpipaan  masyarakat  sebesar  80  terlayani.  Untuk mencapai  layanan  tersebut,  maka  diperlukan  peningkatan  kapasitas  layanan
perpipaan dengan menggunakan 2 dua alternatif penyediaan, yaitu penyediaan melalui  sistem  perpipaan  PDAM  dan  pembangunan  IPAB  Mikro.  Dari  masing-
masing  alternatif  penyediaan  ini  diperoleh  biaya  peningkatan  kapasitas pelayanan.  Sehingga  semakin  besar  kebutuhan  air  bersih  masyarakat,
membutuhkan  biaya  pelayanan  air  bersih  yang  besar.  Dengan  melihat  hasil simulasi  model  dinamik  berdasarkan  struktur  model  yang  telah  dibangun  yang
sesuai konsep teori empiric seperti diuraikan diatas, maka model penyediaan air bersih  secara  berkelanjutan  di  pulau  kecil  Kota  Tarakan  dapat  dikatakan  valid
secara empirik.
7.8.2   Uji Validasi Kinerja
Uji  validasi  kinerja  merupakan  aspek  pelengkap  dalam  metode  berpikir sistem. Tujuan dari validasi ini untuk memperoleh keyakinan sejauh mana kinerja
model  sesuai  compatible  dengan  kinerja  sistem  nyata,  sehingga  model  yang dibuat memenuhi syarat sebagai model ilmiah yang taat fakta Muhammadi et al.,
2001.  Uji  validasi  kinerja  dilakukan  dengan  cara  memvalidasi  kinerja  model dengan  data  empiris.  Uji  ini  dilakukan  dengan  menggunakan  uji  statistic  seperti
uji penyimpangan antara nilai rata-rata simulasi terhadap aktual Absolute Means Error  =  AME  dan  uji  penyimpangan  nilai  variasi  simulasi  terhadap  aktual
Absolute  Variation  Error  =  AVE,  dengan  batas  penyimpangan  yang  dapat diterima maksimal 10.
Dalam uji validasi kinerja, dapat digunakan satu atau beberapa komponen variable  baik  pada  komponen  utama  main  model  maupun  komponen  yang
terkait  co-model  Barlas,  1996.  Dalam  penelitian  ini  digunakan  uji  validasi kinerja  AME  dengan  menggunakan  data  aktual  jumlah  penduduk  yaitu  tahun
2001 sampai tahun 2009. Berdasarkan  hasil  perhitungan  uji  validasi  kinerja  pada  model  ini,
diperoleh nilai AME dan AVE  lebih kecil dari 10 yaitu sebesar  0.098 - 9,3 AVE dan 0,049 - 8,31 AME, sehingga dapat disimpulkan bahwa model ini
memiliki kinerja yang baik, relatif tepat dan dapat diterima secara ilmiah. Adapun hasil  perhitungan  uji  validasi  kinerja  AME  dan  AVE  dan  jumlah  penduduk
simulasi dan aktual seperti pada Tabel 59.
7.8.3   Uji Sensitifitas Model
Uji  sensitifitas  dilakukan  untuk  melihat  respon  model  terhadap  suatu stimulus  Muhammadi,  et  al.,2001.  Respon  ini  ditunjukkan  dengan  perubahan
perilaku  danatau  kinerja  model.  Stimulus  diberikan  dengan  memberikan intervensi tertentu pada unsur atau struktur model.
Tabel  59    Hasil  Perhitungan  nilai  AVE,  AME  dan  Jumlah  Penduduk  dalam  uji validasi kinerja
a Kecamatan Tarakan Barat
b Kecamatan Tarakan Timur
c Kecamatan Tarakan Tengah
d Kecamatan Tarakan Utara
Hasil uji sensitifitas ini adalah dalam bentuk perubahan perilaku danatau kinerja  model  sehingga  dapat  diketahui  efek  intervensi  yang  diberikan  terhadap
satu  atau  lebih  unsur  atau  model  tersebut.  Adapun  contoh  perubahan  perilaku kinerja model  berdasarkan  intervensi  yang  diberikan  dapat  dilihat  pada Gambar
53  sampai  56  dimana  pada  gambar-gambar  tersebut  terlihat  besarnya perubahan dari setiap perubahan satu atau lebih unsur di dalam model tersebut.
Pada  Gambar  56  misalnya,  dengan  memberikan  intervensi  dengan meningkatkan input persentase pelayanan air bersih, maka air bersih perpipaan
juga  akan  semakin  meningkat.  Hal  ini  terlihat  dengan  semakin  tajamnya perubahan  kurva  dari  skenario  satu  ke  skenario  dua  dan  tiga.  Dengan  adanya
perubahan  air  bersih  perpipaan  pada  setiap  pertambahan  tahun  dapat disimpulkan bahwa model sangat sensitive terhadap intervensi yang diberikan.
7.9 Kesimpulan
Berdasarkan  hasil  pemodelan  dinamis  yang  telah  dilakukan,  hasil simulasi  setiap  komponen  menunjukkan  kurva  pertumbuhan  positif  naik
mengikuti  kurva  eksponensial  seperti  terlihat  pada  pertambahan  jumlah penduduk, industri dan hotel. Meningkatnya pertumbuhan tersebut menyebabkan
meningkatnya kebutuhan air bersih pada masing-masing sektor tersebut. Kebutuhan  air  bersih  pada  masing-masing  kecamatan  berbeda
tergantung  variabel  jumlah  penduduk,  industri  dan  hotel.  Begitu  pula  halnya dengan  ketersediaan  air  bersih  pada  masing-masing  kecamatan  juga  berbeda,
tergantung  variabel  luasan  lahan  tutupan  dan  Instalasi  Pengolahan  Air  PDAM. Oleh karena itu, skenario yang diterapkan pada masing-masing kecamatan juga
berbeda  satu  sama  lainnya.  Hal  ini  disesuaikan  dengan  karakteristik  kebutuhan dan  ketersediaan  air  bersih  pada  masing-masing  kecamatan.  Kecamatan
Tarakan  Barat  dan  Tarakan  Timur  memiliki  potensi  krisis  air  bersih,  ditandai dengan  terjadinya  defisit  air  bersih  dalam  rentang  waktu  simulasi.  Kecamatan
Tarakan  Utara  dan  Tarakan  Tengah  tidak  memiliki  potensi  defisit  air  bersih selama rentang waktu simulasi. Namun pelayanan air bersih perpipaan di seluruh
kecamatan Kota Tarakan tidak memenuhi kebutuhan air bersih secara kuantitas, sehingga perlu ditingkatkan dengan peningkatan pelayanan.
Peningkatan  ketersediaan  air  bersih  melalui  konservasi  pada  masing- masing  land  use,  menunjukkan  hasil  peningkatan  imbuhan  air  tanah  yang
signifikan.  Semakin  tinggi  persentase konservasi  pada  land  use,  maka semakin
tinggi  juga  imbuhan  air  tanah  yang  dihasilkan.  Namun  tetap  memperhatikan faktor  biaya  yang  dibutuhkan  untuk  kegiatan  konservasi  tersebut.  Begitu  pula
pada pelayanan air bersih perpipaan, semakin tinggi persentase pelayanan yang diinginkan maka semakin besar pula biaya yang dibutuhkan.
Untuk meningkatkan perubahan kinerja model maka skenario yang perlu dilakukan untuk masing-masing kecamatan di Kota Tarakan adalah skenario dua,
dengan  melakukan  intervensi  yang  lebih  besar  dari  kondisi  eksisting  terhadap variabel kunci yang berpengaruh dalam model, namun tetap mempertimbangkan
ketersediaan biaya yang dibutuhkan.
8   PEMBAHASAN UMUM
Daya  tarik  kehidupan  perkotaan  dan  tuntutan  kehidupan  yang  semakin tinggi  menyebabkan  semakin  banyak  penduduk  Indonesia  yang  beralih  untuk
tinggal  dan  beraktifitas  di  kawasan  perkotaan.  Sejumlah  kajian  memperkirakan jumlah  penduduk  perkotaan  pada  akhir  2025  akan  mencapai  60  dari  total
penduduk Indonesia LSI, 2011. Hal ini juga terjadi di Pulau Tarakan. Walaupun termasuk  salah  satu  pulau  kecil  di  Indonesia,  Pulau  Tarakan  tumbuh
berkembang  dengan  pesat  sebagai  pintu  gerbang  Provinsi  Kalimantan  Timur, dan sudah beralih konsep pengembangannya dari konsep pengembangan skala
pedesaan menjadi pengembangan skala perkotaan. Peningkatan  jumlah  penduduk  perkotaan  akan  memacu  kebutuhan  air
bersih  dan  infrastruktur  pelayanan  perkotaan  lainnya,  sehingga  kota  akan tumbuh  dengan  segala  potensi  dan  tantangan  yang  dimilikinya.  Keadaan
tersebut  harus  dihadapi  melalui  penyiapan  perencanaan  penyediaan  air  bersih berdasarkan  tata  ruang  kota  yang  mempertimbangkan  kondisi,  potensi  dan
tantangan yang dimiliki oleh kota tersebut. Keadaan yang terjadi saat ini adalah masih  lemahnya  sinergitas  perencanaan  sektor  air  bersih,  terutama  dalam
penyediaan  air  bersih  perpipaan  yang  merupakan  tuntutan  dari  pesatnya pertambahan penduduk perkotaan.
Pembangunan infrastruktur air bersih perkotaan yang kurang atau belum mengantisipasi  dan  mengakomodir  fenomena  pengembangan  kawasan
perkotaan  akan  menimbulkan  beberapa  persoalan  seperti  :  1  tidak  meratanya penyediaan layanan air bersih, 2 tidak tersedianya kecukupan air baku untuk air
bersih,  3  eksploitasi  air  tanah  secara  tidak  terkendali,  4  terjadinya  krisis  air bersih.  Apabila  berbagai  persoalan  tersebut  berbenturan  dengan  persoalan
pembangunan  lainnya  maka  akan  semakin  mengaburkan  arah  pembangunan kota yang akhirnya memperburuk citra kota dan kawasannya.
Penyediaan  air  bersih  pulau  kecil  di  Kota  Tarakan  sudah  beralih  dari skala  pedesaan  menjadi  skala  kota  pada  pulau  besar.  Hal  ini  menyebabkan
kebutuhan  air  baku  menjadi  sangat  besar.  Bila  melihat  potensi  air  baku  di  24 sungai Pulau Tarakan, tidak dapat memenuhi kebutuhan tersebut, karena kondisi
sungai  yang  kecil  lebar  1  m  sampai  7  m  dan  kedalaman  air  0,5  m  -  1  m. Penyebaran  penduduk  yang  tidak  merata,  menyulitkan  pelayanan  air  bersih
perpipaan skala kota. Untuk itu perlu suatu inovasi dalam penyediaan air bersih
di  pulau  kecil  namun  tetap  mengacu  kepada  pelayanan  perpipaan  skala  kota. Penyediaan air bersih skala kota dicirikan dengan tingginya kebutuhan air bersih
150-200  literorghari  dan  cakupan  layanan  perpipaan  80  terlayani merupakan tantangan yang harus dihadapi oleh pemerintah Kota Tarakan.
Kondisi  saat  ini  PDAM  Kota  Tarakan  memiliki  4  buah  IPA  dengan  total kapasitas terpasang sebesar 400 literdetik. Namun kapasitas efektif dari seluruh
IPA  hanya  sebesar  269  literdetik.  Hasil  simulasi  model  ketersediaan  air, pelayanan  air  bersih  perpipaan  Kecamatan  Tarakan  Barat  hanya  terlayani
sebesar  57,84  2012 dari  kebutuhan  air  bersih  penduduk  dan  terus menurun menjadi  12,26  pada  tahun  2030.  Tarakan  Timur  terlayani  sebesar  57,05
2012  dan  6,32  pada  tahun  2030.  Tarakan  Tengah  terlayani  sebesar  50,4 2012 dan 24,7 pada tahun 2030. Sedangkan Tarakan Utara terlayani sebesar
40,71 2012 dan 3,85 pada tahun 2030. Menghadapi  MDG’s,  dimana  komitmen  pemerintah  untuk  dapat
menyediakan air bersih perpipaan untuk perkotaan sebesar 80, menyebabkan PDAM  sebagai  pengelola  air  bersih  menghadapi  kesulitan  baru.  Rendahnya
keragaan  dan  kinerja  sektor  air  bersih  dan  PDAM  tidak  terlepas  dari  keadaan kelembagaan dan kelemahan sistem insentif di dalamnya. Payung kelembagaan
PDAM  bersumber  dari  Surat  Keputusan  Bersama  SKB  Mendagri  dan  Menteri PU No 4 tahun 1984 atau 27KPTS1984 tentang pembinaan PDAM. Hal tersebut
berimplikasi  bahwa  Depdagri  melalui  Pemda  berhak  menetapkan  direksi  dan mempengaruhi  manajemen.  Pemda  juga  berkepentingan  menetapkan  harga  air
regulated  price  dalam  rangka  melindungi  kepentingan  konsumen.  Kebijakan harga  tersebut  terbukti  tidak  memuat  insentif  bagi  pengambilan  keputusan
berproduksi  oleh  PDAM  atau  konsumsi  air  bersih  oleh  rumah  tangga.  Dengan tarif air bersih Rp1.350 per m
3
, sangat sulit bagi PDAM Kota Tarakan untuk dapat meningkatkan  pelayanan  air  bersih,  karena  biaya  operasional  saja  sudah
mencapai  Rp1.200  per  m
3
.  Sebagai  sebuah  perusahaan,  PDAM  juga  dituntut untuk dapat mengembalikan biaya investasi yang diberikan pemerintah daerah.
Model  penyediaan  air  bersih  di  pulau  kecil  harus  disesuaikan  dengan potensi  sumber  daya  alam  dan  lingkungan  di  pulau  tersebut,  sehingga  harus
melibatkanmemperhatikan aspek lingkungan, ekonomi, sosial, kelembagaan dan ekonomi.  Beberapa  faktor  keberlanjutan  penyediaan  air  bersih  diuraikan  dalam
analisis keberlanjutan penyediaan air bersih Kota Tarakan menggunakan metode MDS.  Berdasarkan  analisis  metode  MDS,  didapatkan  bahwa  kondisi  saat  ini,