Kandungan Alkaloid Pule Pandak Rauwolfia serpentina Benth.

kepala sari, tepung sari dan protoplas da lam keadaan aseptik atau bebas dari gangguan mikroba yang tidak dikehendaki Suryowinoto , 1996. Wattimena, Gunawan, Mattjik, Syamsudin, Wendi dan Ernawati 1992 mengemukakan bahwa kultur jaringan adalah suatu teknik mengisolasi bagian- bagian tanaman sel, protoplasma, tepung sari, ovari dan sebagainya, ditumbuhkan secara tersendiri, dipacu untuk memperbanyak diri, akhirnya diregenerasikan kembali menjadi tanaman lengkap dalam suatu lingkungan aseptik dan terkendali. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan metamorfosis tanaman dalam kultur jaringan dapat digolongkan menjadi 4 golongan utama, yaitu : 1. Genotipe dari sumber tanaman yang digunakan. 2. Media, yang mencakup tentang komponen penyusun media dan juga zat pertumbuhan tanaman yang digunakan. 3. Lingkungan tumbuh yaitu fisik tempat kultur ditumbuhkan. 4. Fisiologi jaringan tanaman sebagai eksplan. Faktor-faktor diatas dapat berinteraksi satu dengan yang lainnya Wattimena et al., 1992.

C. Aklimatisasi

Masalah utama yang dihadapi dalam perbanyakan atau pengadaan bibit secara in vitro adalah usaha pemindahan dari media aseptik ke media non aseptik. Kegagalan terjadi karena tanaman yang dipindahkan mendapat lingkungan yang berbeda dengan lingkungan sebelumnya untuk pertumbuhan normal. Setiap tumbuhan mempunyai mekanisme adaptasi yang memungkinkan tumbuhan tersebut dapat hidup secara berdampingan dengan lingkungannya. Parameter lingkungan menentukan habitat ekologi bagi banyak jenis tanaman budidaya. Faktor-faktor yang berinteraksi dengan mekanisme fisiologi tumbuhan untuk beradaptasi antara lain adalah suhu, lama penyinaran, angin dan kelembaban. Faktor -faktor utama tadi berikut fluktuasinya merupakan kendali pembatas bagi tumbuhan untuk dapat hidup dan berproduksi Wilsie, 1962. Menurut Hartmann dan Kester 1983 keberhasilan pembuatan stek dipengaruhi oleh pemilihan bahan tanaman, perlakuan terhadap stek dan kondisi lingkungan selama pertumbuhan stek.

D. Stek Mini

Stek adalah teknik pembiakan vegetatif dengan cara memisahkan bagian batang, akar atau daun dari pohon induknya, bila ditanam pada kondisi yang menguntungkan dan telah muncul akarnya akan membentuk individu yang sama dengan induknya Hartmann dan Kester, 1983. Stek bertujuan untuk memperoleh tanaman baru yang mempunyai sifat seperti induknya. Sifat ini meliputi ketahanan terhadap serangan penyakit, rasa buah, warna dan keindahan bunga. Stek dengan kekuatannya sendiri akan menumbuhkan daun sampai menjadi tanaman sempurna Wudianto, 2004. Menurut Wattimena, Gunawan, Makmur, Suseno, Sutjahjo 1986 stek mikro dapat digunakan untuk pengadaan bibit dasar, penghasil bibit sebar atau langsung sebagai propagula bagi petani. Stek mikro hasil kultur jaringan dapat dipanen sebagai stek mini dan ditanam di rumah kaca atau rumah kasa. Tunas- tunas dari tanaman berbatang lunak dapat dipindahkan secara langsung ke media non aseptik. Berdasarkan bagian tanaman yang dipergunakan, stek dibedakan menjadi 6 macam yaitu stek batang, stek akar, stek daun, stek mata stek tunas, stek pucuk dan stek umbi. Tipe stek yang paling umum dipakai dalam perbanyakan tanaman adalah stek batang Wudianto, 2004. Pada perkembangbiakan tanaman dengan stek batang, bagian tunas harus memiliki bagian batang yang menyamping atau menghasilkan sambungan pucuk dengan harapan meski dita nam dibawah kondisi yang pantas akar dapat tetap tumbuh dan terus berkembang menjadi tumbuhan yang bebas. Menurut Hartmann dan Kester 1983, ukuran stek yang baik memiliki panjang 10 – 76 cm dengan diameter berkisar antara 0,6 sampai 2,5 atau bahkan sampai 5 cm. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam mempersiapkan bahan stek menurut Wright 1976 :