4. Manfaat
Pemanfaatan pule pandak sudah dilakukan sejak dulu kala untuk penawar bisa ular reptil, sengatan serangga, disentri, kolera, kejang perut, patah selera,
nyeri rahim, antelmintik, radang usus, distosia, radang jantung, radang usus buntu, penyakit jiwa, penyakit kelamin, sesak napas, nyeri, anti emetik, sakit kepala,
borok, koreng, demam, tekanan darah tinggi, malaria da n penyakit mata PT EISAI Indonesia , 1995.
Menurut Rumphias dalam Heyne 1987, pule pandak secara tradisional digunakan sebagai obat sesak nafas, nyeri perut, murus, sakit kepala dan gigitan
ular. Getah batangnya juga sering diteteskan pada mata untuk menghilangkan bintik-bintik putih pada selaput bening.
5. Perbanyakan
Perbanyakan pule pandak dapat dilakukan dengan bermacam-macam cara, yaitu dengan biji, potongan batang dan potongan rimpangnya. Menurut hasil
penelitian di rumah kaca Laboratorium Konservasi Tumbuhan Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan IPB, diperoleh
bahwa keberhasilan pembiakan tanaman pule pandak dengan menggunakan stek ukuran panjang 1 – 5 cm serta dia meter penampang rata -rata 10 mm memiliki
persen pertumbuhan sebesar 72.5 , sedangkan dengan menggunakan biji dengan perlakuan direndam dengan H
2
SO
4
pekat 90 selama 5 menit memiliki persen tumbuh sebesar 65.42 Basori, 1993. Sedangkan hasil dari penelitian terakhir
selama bulan Maret-Juli 2003 dengan perlakuan NAA dan IBA pada media campuran pasir dan arang sekam diperoleh jumlah stek yang hidup sampai dengan
akhir pengamatan berjumlah 107 dari 260 ulangan dengan persentase stek yang hidup adalah 41.15 Ponganan, 2004.
B. Kultur Jaringan Pule Pandak
Budidaya in vitro adalah suatu budidaya di atas media dengan nutrisi dalam kondisi yang sangat steril. Budidaya in vitro juga dimaksudkan untuk
membiakan bagian tanaman yang sekecil-kecilnya seperti organ, jaringan sel,
kepala sari, tepung sari dan protoplas da lam keadaan aseptik atau bebas dari gangguan mikroba yang tidak dikehendaki Suryowinoto , 1996.
Wattimena, Gunawan, Mattjik, Syamsudin, Wendi dan Ernawati 1992 mengemukakan bahwa kultur jaringan adalah suatu teknik mengisolasi bagian-
bagian tanaman sel, protoplasma, tepung sari, ovari dan sebagainya, ditumbuhkan secara tersendiri, dipacu untuk memperbanyak diri, akhirnya
diregenerasikan kembali menjadi tanaman lengkap dalam suatu lingkungan aseptik dan terkendali.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan metamorfosis tanaman dalam kultur jaringan dapat digolongkan menjadi 4 golongan utama,
yaitu : 1. Genotipe dari sumber tanaman yang digunakan.
2. Media, yang mencakup tentang komponen penyusun media dan juga zat pertumbuhan tanaman yang digunakan.
3. Lingkungan tumbuh yaitu fisik tempat kultur ditumbuhkan. 4. Fisiologi jaringan tanaman sebagai eksplan.
Faktor-faktor diatas dapat berinteraksi satu dengan yang lainnya Wattimena et al., 1992.
C. Aklimatisasi
Masalah utama yang dihadapi dalam perbanyakan atau pengadaan bibit secara in vitro adalah usaha pemindahan dari media aseptik ke media non aseptik.
Kegagalan terjadi karena tanaman yang dipindahkan mendapat lingkungan yang berbeda dengan lingkungan sebelumnya untuk pertumbuhan normal.
Setiap tumbuhan mempunyai mekanisme adaptasi yang memungkinkan tumbuhan tersebut dapat hidup secara berdampingan dengan lingkungannya.
Parameter lingkungan menentukan habitat ekologi bagi banyak jenis tanaman budidaya. Faktor-faktor yang berinteraksi dengan mekanisme fisiologi tumbuhan
untuk beradaptasi antara lain adalah suhu, lama penyinaran, angin dan kelembaban. Faktor -faktor utama tadi berikut fluktuasinya merupakan kendali
pembatas bagi tumbuhan untuk dapat hidup dan berproduksi Wilsie, 1962. Menurut Hartmann dan Kester 1983 keberhasilan pembuatan stek dipengaruhi